OLEH
PUTU MAS PRAMITA KANIA DEWI
209012411
KELOMPOK 9
4. Patofisiologi
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara
komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik, sehingga anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian
belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang
merupakan bakal genitourinari dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena
adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada
kelengkapan dan perkembangan struktur kolon antara 7-10 minggu dalam
perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam
agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan
usus besar yang keluar melalui anus sehingga menyebabkan fekal tidak dapat
dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi. Putusnya saluran
pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi baru lahir tanpa lubang
anus. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan, terdapat tiga letak:
1) Tinggi (supralevator): rektum berakhir di atas M. levator ani (M.
puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit
perineum lebih dari 1 cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan
fistel ke saluran kencing atau saluran genital.
2) Intermediate: rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak
menembusnya.
3) Rendah: rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak antara
kulit dan ujung rektum paling jauh 1 cm.
5. Klasifikasi
Secara fungsional, pasien atresia ani dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu:
1) Tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate truktus gastrointestinalis
dicapai melalui saluran fistula eksterna.
Kelompok ini terutama melibatkan bayi perempuan dengan fistula
rectovaginal atau rectofourchette yang relative besar, dimana fistula ini
sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus
yang adequate sementara waktu.
2) Tanpa anus dan tanpa fistula truktus yang tidak adekuat untuk jalan
keluar tinja.
Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan
dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi
bedah segera. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub
kelompok anatomi, yaitu:
(1) Kelainan Rendah (Low Anomaly/Kelainan Translevator)
Ciri-cirinya adalah rektum turun sampai ke otot puborektal, spingter
ani eksternal dan internal berkembang sempurna dengan fungsi yang
normal, rektum menembus muskulus levator ani sehingga jarak kulit
dan rektum paling jauh 2 cm. Tipe dari kelainan rendah antara lain
adalah anal stenosis, imperforata membrane anal, dan fistula (untuk
laki-laki fistula ke perineum, skrotum atau permukaan penis, dan
untuk perempuan anterior ektopik anus atau anocutaneus fistula
merupakan fistula ke perineal, vestibular atau vaginal).
(2) Kelainan Intermediet/Menengah (Intermediate Anomaly
Ciri-cirinya adalah ujung rektum mencapai tingkat muskulus Levator
ani tetapi tidak menembusnya, rektum turun melewati otot
puborektal sampai 1 cm atau tepat di otot puborektal, ada lesung anal
dan sfingter eksternal. Tipe kelainan intermediet antara lain, untuk
laki-laki bisa rektobulbar/rektouretral fistula yaitu fistula kecil dari
kantong rektal ke bulbar), dan anal agenesis tanpa fistula. Sedangkan
untuk perempuan bisa rektovagional fistula, analgenesis tanpa
fistula, dan rektovestibular fistula.
(3) Kelainan Tinggi (High Anomaly/Kelainan Supralevator).
Kelainan tinggi mempunyai beberapa tipe antara lain: laki-laki ada
anorektal agenesis, rektouretral fistula yaitu rektum buntu tidak ada
hubungan dengan saluran urinary, fistula ke prostatic uretra. Rektum
berakhir diatas muskulus puborektal dan muskulus levator ani, tidak
ada sfingter internal. Perempuan ada anorektal agenesis dengan
fistula vaginal tinggi, yaitu fistula antara rectum dan vagina
posterior. Pada laki dan perempuan biasanya rectal atresia.
Sedangkan klasifikasi menurut Wingspread (1984), atresia ani dibagi menjadi
2 golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin.
1) Golongan 1
(1) Pada laki-laki
Pada laki-laki golongan I dibagai menjadi 4 kelainan yaitu kelainan
fistel urin, atresia rectum, perineum datar, dan fistel tidak ada. Jika ada
fistel urin, tampak mekonium keluar dari orifisium eksternum uretra,
mungkin terdapat fistel ke uretra maupun vesika urinaria. Pada atresia
rectum tindakannya sama pada perempuan, harus dibuat kolostomi.
Jika fistel tidak ada dan udara >1 cm dari kulit pada invertogram, maka
perlu segera dilakukan kolostomi.
(2) Pada perempuan
Pada perempuan golongan II dibagi menjadi 5 kelainan yaitu kelainan
kloaka, fistel rektovestibular, atresia rectum, dan fistel tidak ada. Pada
fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feses
menjadi tidak lancar sehingga sebagiknya dilakukan kolostomi. Pada
fistel vestibulum, muara fistel terdapat divulva. Pada atresia rectum,
anus tampak normal tetapi pada pemeriksaan colok dubur, jari tidak
dapat masuk lebih dari 1-2 cm. tidak ada evakuasi meconium sehingga
perlu segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel, dibuat
invertogram. Jika udara >1 cm dari kulit perlu segera dilakukan
kolostomi.
2) Golongan II
(1) Pada laki-laki
Pada laki-laki golongan II dibagi menjadi 4 kelainan yaitu kelain fistel
perineum, membrane anal, stenosis anus, fistel tidak ada. Fistel
perinium sama dengan pada wanita, lubangnya terdapat anterior dari
letak anus normal. Pada membrane anal biasanya tampak bayangan
meconium di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya
dilakukan terapi definot secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama
dengan perempuan, Tindakan definitive harus dilakukan. bila tidak ada
fistel dan udara <1 cm dari kulit pada invertogram, perlu juga
dilakukan pembedahan.
(2) Pada perempuan
Pada perempuan golongan II dibagi menjadi 3 kelainan yaitu kelainan
fistel perinium, stenosis anus, dan fistel tidak ada. Lubang fistel
perinium biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak anus
normal, tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan obstipasi.
Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya,
tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancar sehingga biasanya
harus segera dilakukan terapi definitive. Bila tidak ada fistel dan pada
invertogram udara <1 cm dari kulit dapat segera dilakukan
pembedahan definitive. Dalam hal ini evakuasi tidak ada, sehingga
perlu segera dilakukan kolostomi.
6. Gejala Klinis
Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat defekasi
mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi. Pada
golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita sering ditemukan
fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses keluar dari
(vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektourinarius. Sedang pada bayi
laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir di kandung kemih atau
uretra dan jarang rektoperineal.
Menurut Ngastiyah (2011), gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani
atau anus, imperforate tejadi dalam waktu 24-48 jam. Gejala ini dapat berupa
1) Perut kembung.
2) Tidak bisa buang air besar.
3) Pada pemeriksaan radiologi dengan posisi tegak serta terbalik dapat
dilihat sampai dimana terdapat penyumbatan.
4) Tidak dapat atau mengalami kesulitan mengeluarkan mekonium
(mengeluarkan tinja yang menyerupai pita).
5) Perut membuncit.
6) Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
7) Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
8) Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
9) Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada
fistula).
10) Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
11) Pada pemeriksaan rectal touché adanya membrane anal.
7. Pemeriksaan Fisik
Pada penderita atresia ani pemeriksaan fisik yang diperoleh yaitu anus
tampak merah, usus melebar, kadang-kadang tampak ileus obstruksi, thermometer
yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada asukultasi terdengar
hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin
dan vagina (Whalet & Wong, 1996).
8. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang
sebagai berikut:
1) Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
2) Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk
mengetahui jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.
3) Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem
pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh
karena massa tumor.
4) CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
5) Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
6) Pemeriksaan fisik rectum
Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan
selang atau jari.
7) Rontgenogram abdomen dan pelvis
Digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan
dengan traktus urinarius.
2) Defisit Nutrisi
Defisit Nutrisi
Definisi:
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
Penyebab:
(10) Ketidakmampuan menelan makanan
(11) Ketidakmampuan mencerna makanan
(12) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
(13) Peningkatan kebutuhan metabolism
(14) Faktor ekonomi (mis. Finansial tidak mencukupi)
(15) Faktor psikologis (mis. Stress, keengganan untuk makan)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif: Objektif:
(tidak tersedia) (2) Berat badan menurun minimal
10% di bawah rentang ideal
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif: Objektif:
(1) Cepat kenyang setelah makan (3) Bising usus hiperaktif
(2) Kram/ nyeri abdomen (4) Otot mengunyah lemah
(3) Nafsu makan menurun (5) Otot menelan lemah
(6) Membrane mukosa pucat
(7) Sariawan
(8) Serum albumin tutun
(9) Rambut rontok berlebihan
(10) Diare
Kondisi klinis terkait:
(4) Stroke
(5) Parkinson
(6) Mobius syndrome
(7) Cerebal palsy
(8) Cleft lip
(9) Cleft palate
(10) Amvotropic lateral sclerosis
3) Hipertermi
Hipertermi
Definisi:
Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh
Penyebab:
(1) Dehidrasi
(2) Terpapar lingkungan panas
(3) Proses penyakit (mis. Infeksi, kanker)
(4) Ketidaksesuain pakaian dengan suhu lingkungan
(5) Peningkatan laju metabolism
(6) Respon trauma
(7) Aktivitas berlebihan
(8) Penggunaan inkubator
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif: Objektif:
(tidak tersedia) (1) Suhu tubuh diatas nilai normal
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif: Objektif:
(tidak tersedia) (1) Kulit merah
(2) Kejang
(3) Takikardi
(4) Takipnea
(5) Kulit terasa hangat
Kondisi klinis terkait:
(1) Proses infeksi
(2) Hipertiroid
(3) Stroke
(4) Dehidrasi
(5) Trauma
(6) Prematuritas
4) Hipovolemia
Hipovolemia
Definisi:
Penurunan volume cairan intravascular, interstisial, dan/atau
intraseluler
Penyebab:
(1) Kehilangan cairan aktif
(2) Kegagalan mekanisme regulasi
(3) Peningkatan permeabilitas kapiler
(4) Kekurangan intake cairan
(5) Evaporasi
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif: Objektif:
(tidak tersedia) (1) Frekuensi nadi meningkat
(2) Nadi teraba lemah
(3) Tekanan darah menurun
(4) Tekanan nadi menyempit
(5) Turgor kulit menurun
(6) Membrane mukosa kering
(7) Volume urin menurun
(8) Hematokrit meningkat
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif: Objektif:
(1) Merasa lemah (1) Pengisian vena menurun
(2) Mengeluh haus (2) Status mental berubah
(3) Suhu tubuh meningkat
(4) Konsentrasi urin meningkat
(5) Berat badan turun tiba-tiba
Kondisi klinis terkait:
(3) Penyakit Addison
(4) Trauma/ perdarahan
(5) Luka bakar
(6) AIDS
(7) Penyakit Crohn
(8) Muntah
(9) Diare
(10) Kolitis ulseratif
(11) Hipoalbuminemia
6) Ansietas
Ansietas
Definisi:
Kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek yang
tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan
individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman
Penyebab:
(1) Krisis situasional
(2) Kebutuhan tidak terpenuhi
(3) Krisis maturasional
(4) Ancaman terhadap konsep diri
(5) Ancaman terhadap kematian
(6) Kekhawatiran mengalami kegagalan
(7) Disfungsi system keluarga
(8) Hubungan orang tua-anak tidakmemuaskan
(9) Faktor keturunan (temperamen mudah teragitasi sejak lahir)
(10) Penyalahgunaan zat
(11) Terpapar bahaya lingkungan (mis. Toksin, polutan, dan lain-lain)
(12) Kurang terpapar informasi
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif: Objektif:
(1) Merasa bingung (1) Tampak gelisah
(2) Merasa khawatir dengan (2) Tampak tegang
akibat dari kondisi yang (3) Sulit tidur
dihadapi
(3) Sulit berkonsentrasi
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif: Objektif:
(1) Mengeluh pusing (1) Frekuensi nafas meningkat
(2) Anoreksia (2) Frekuensi nadi meningkat
(3) Palpitasi (3) Tekanan darah meningkat
(4) Merasa tidak berdaya (4) Diaphoresis
(5) Tremor
(6) Muka tampak pucat
(7) Suara bergetar
(8) Kontak mata buruk
(9) Sering berkemih
(10) Berorientasi pada masa lalu
8) Resiko infeksi
Resiko Infeksi
Definisi:
Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik
Penyebab:
(1) Penyakit kronis (mis. Diabetes melitus)
(2) Efek prosedur invasive
(3) Malnutrisi
(4) Peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan
(5) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
Gangguan peristaltic
Kerusakan integritas kulit
Perubahan sekresi pH
Penurunan kerja siliaris
Ketuban pecah lama
Ketuban pecah sebelum waktunya
Merokok
Statis cairan tubuh
(6) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
Penurunan hemoglobin
Imununosupresi
Leukopenia
Supresi respon inflamasi
Vaksinasi tidak adekuat
Kondisi klinis terkait:
(1) AIDS
(2) Luka bakar
(3) Penyakit paru obstruksi kronis
(4) Diabetes melitus
(5) Tindakan invasive
(6) Kondisi penggunaan terapi steroid
(7) Penyalahgunaan obat
(8) Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)
(9) Kanker
(10) Gagal ginjal
(11) Imunosupresi
(12) Lymphedema
(13) Leukositopenia
(14) Gangguan fungsi hati
9) Nyeri Akut
Nyeri Akut
Definisi:
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat
dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3
bulan
Penyebab:
(1) Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)
(2) Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
(3) Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif: Objektif:
(1) Mengeluh nyeri (1) Tampak meringis
(2) Bersikap protektif (mis.
Waspada, posisi menghindar
nyeri)
(3) Gelisah
(4) Frekuensi nadi meningkat
(5) Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif: Objektif:
(Tidak tersedia) (1) Tekanan darah meningkat
(2) Pola napas berubah
(3) Nafsu makan berubah
(4) Proses berpikir terganggu
(5) Menarik diri
(6) Berfokus pada diri sendiri
(7) diaforesis
Kondisi klinis terkait:
(1) Kondisi pembedahan
(2) Cedera traumatis
(3) Infeksi
(4) Sindrom coroner akut
(5) Glaucoma
Kolaborasi
1) Pemberian obat supositoria
membantu untuk memperlancar
defekasi dan lebih efektif jika
pasien tidak bisa meminum obat
melalui mulut.
2) Defisit Nutrisi
Defisit Nutrisi
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama …. X 24 jam diharapkan
status nutrisi membaik
Kriteria hasil:
1) Frekuensi makan membaik
2) Nafsu makan meningkat
3) Perasaan cepat kenyang menurun
4) Berat badan dalam kondisi ideal
5) Porsi makan dihabiskan sesuai diet
Intervensi Rasional
Manajemen Nutrisi Manajemen Nutrisi
Observasi Observasi
1) Identifikasi status nutrisi 1) Pengkajian penting dilakukan
2) Identifikasi alergi dan untuk mengetahui status nutrisi
intoleransi makanan pasien sehingga dapat
3) Identifikasi makanan yang menentukan intervensi yang
disukasi diberikan.
4) Identifiksi kebutuhan kalori dan 2) Untuk mencegah terjadinya
jenis nutrient komplikasi yang serius saat
5) Identifikasi perlunya makanan yang tidak sesuai
penggunaan selang nasogastric dikonsumsi oleh pasien dan
6) Monitor asupan makanan mengakibatkan memperburuk
7) Monitor berat badan kondisi pasien.
8) Monitor hasil pemeriksaan 3) Makanan yang disukai
laboratorium cenderung memberikan nafsu
makan yang baik untuk pasien
Terapeutik sehingga pasien dapat makan
1) Lakukan oral hygiene sebelum lebih lahap.
makan, jika perlu 4) Untuk memberikan diet yang
2) Fasilitasi menentukan pedoman tepat kepada pasien sesuai
diet (mis. Piramida makanan) dengan kondisi tubuhnya
3) Sajikan makanan secara sehingga kebutuhan nutisinya
menarik dan suhu yang sesuai terpenuhi.
4) Berikan makanan tinggi kalori 5) Penggunaan selang nasogastric
dan tinggi protein membantu jika pasien suit
5) Berikan suplemen makanan, menelan makanan secara
jika perlu spontan sehingga pemenuhan
6) Hentikan pemberian makan nutrisi tetap terpenuhi walaupun
melalui selang nasogastric jika melalui selang.
asupan orang dapat ditoleransi 6) Untuk memantau frekuensi
makan pasien apakah sudah
Edukasi mengalami peningkatan atau
1) Anjurkan posisi duduk, jika sebaliknya.
mampu 7) Dengan menimbang berat badan
2) Anjurkan diet yang dapat memantau peningkatan
diprogramkan dan pemenuhan nutrisi pasien.
8) Hasil laboratorium yang
Kolaborasi mendukung pemenuhan nutrisi
1) Kolaborasi pemberian medikasi dapat membantu kita apakah
sebelum makan (mis. Pereda pasien sudah mendapat asupan
nyeri, antiemetic), jika perlu nutrisi yang pas atau mengalami
2) Kolaborasi dengan ahli gizi kekurangan sehingga dapat
untuk menentukan jumlah membantu memberikan
kalori dan jenis nutrient yang perawatan yang tepat.
dibutuhkan, jika perlu
Terapeutik
Promosi berat badan 1) Mulut yang bersih dapat
Observasi meningkatkan nafsu makan.
1) Identifikasi kemungkinan 2) Dapat membantu pasien
penyebab BB kurang memenuhi kebutuhan nutrisi
2) Monitor asanya mual dan dan meningkatkan nafsu makan
muntah dengan makanan pilihannya
3) Monitor jumlah kalori yang sendiri.
dikonsumsi sehari-hari 3) Makanan selagi hangat dan suhu
4) Monitor berat badan pas dapat mencegah terjadi
5) Monitor albumin, limfosit, dan mual dan lebih enak
elektrolit dikonsumsi.
4) Makanan berprotein tinggi
Terapeutik membantu memperbaiki
1) Berikan perawatan mulut jaringan yang rusak dan tinggi
sebelum pemberian makan, jika kalori mebantu memenuhi
perlu kebutuhan energi untuk
2) Sediakan makan yang tepat melakukan aktivitas.
sesuai kondisi pasien (mis. 5) Suplemen makanan dapat
Makanan dengan tekstur halus, membantu meningkatkan nafsu
makanan yang di blander, makan pasien dengan
makanan cair yang diberikan kandungan yang berada
melalui NGT atau gastrostomy, didalamnya.
total parenteral nutrition sesuai 6) Mencegah pasien
indikasi) ketergantungan menggunakan
3) Hidangkan makanan secara selang saat mengkonsumsi
menarik makanan.
4) Berikan suplemen, jika perlu
5) Berikan pujian pada pasien atau Edukasi
keluarga untuk peningkatan 1) Posisi duduk dapat membantu
yang dicapai mencegah naiknya asam
lambung dan perut kembung
Edukasi sehingga saat duduk makanan
1) Jelaskan jenis makanan yang cepat dicerna oleh tubuh.
bergizi tinggi, namun tetap 2) Sesuai dengan kondisi pasien
terjangkau sehingga tidak melebihi asupan
2) Jelaskan peningkatan asupan nutrisi kebutuhan tubuh pasien.
kalori yang dibutuhkan
Kolaborasi
1) Pemberian obat antiemetic dapat
membantu mencegah rasa mual
saat akan makan sehingga
asupan makan dapat masuk
kedalam tubuh dengan baik.
2) Untuk menentukan kebutuhan
nutrisi yang tepat sesuai
kebutuhan tubuh pasien.
Terapeutik
1) Mulut yang bersih dapat
meningkatkan nafsu makan.
2) Agar mempermudah pasien
makan dan asupan makanan
terpenuhi.
3) Makanan yang menarik dapat
membantu meningkatkan nafsu
makan pasien.
4) Suplemen dapat membantu
meningkatkan nafsu makan
pasien karena kandungan yang
terkandung di dalamnya.
5) Dengan memberikan pujian
pasien dan keluarganya merasa
dihargai atas usahanya dalam
membantu perawatan pasien.
Edukasi
1) Dengan memberikan edukasi
mengenai jenis makanan dapat
membantu keluarga
menyiapakan makanan yang
sesaui dengan kondisi pasien
saat dirumah.
2) Asupan kalori yang dibutuhkan
disesuaikan dengan kondisi
pasien maka dari itu penjelasan
sangat diperlukan sehingga
tidak terjadinya salah persepsi.
3) Hipertermi
Hipertermi
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama …. X 24 jam diharapkan
suhu tubuh tetap berada pada rentang normal
Kriteria hasil:
1) Tidak menggigil
2) Suhu tubuh dalam rentang normal
3) Suhu kulit membaik
4) Nadi dan respirasi dalam rentang normal
Intervensi Rasional
Manajemen Hipertermi Manajemen Hipertermi
Observasi Observasi
1) Identifikasi penyebab 1) Untuk mengetahui penyebab
hipertermia (mis. Dehidrasi, terjadinya hipertermi dan dapat
terpapar lingkungan panas, memberikan perawatan serta
penggunaan incubator). pengobatan yang tepat.
2) Monitor suhu tubuh 2) Untuk mengetahui apakah suhu
3) Monitor kadar elektrolit tubuh pasien mengelami
4) Monitor haluaran urine peningkatan atau penurunan saat
5) Monitor komplikasi akibat diberikan berawatan.
hipertermi 3) Untuk mencegah terjadinya
dehidrasi saat terjadinya
Terapeutik penguapan karena demam.
1) Sediakan lingkungan yang 4) Untuk memantau keseimbangan
dingin cairan pasien sehingga saat
2) Longgarkan atau lepaskan hipertermi pasien tidak
pakaian mengalami dehidrasi.
3) Basahi dan kipasi permukaan 5) Untuk mencegah terjadinya
tubuh keadaan serius dan dengan cepat
4) Berikan cairan oral melakukan tindakan
5) Ganti linen setiap hari atau penanganan sehingga tidak
lebih sering jika mengalami mengancam jiwa pasien.
hiperhidosis (keringat
berlebihan) Terapeutik
6) Lakukan pendinginan eksternal 1) Lingkungan yang dingin dapat
(mis. Selimut hipotermia atau membantu mencegah terjadinya
kompres dingin pada dahi, penguapan dan mencegah
leher, dada, abdomen, aksila) terjadinya dehidrasi.
7) Hindari pemberian antiperetik 2) Pakaian yang longgar dapat
atau aspirin membantu menurunkan suhu
8) Berikan oksigen, jika perlu tubuh pasien dan mencegah
keringat keluar lebih banyak.
Edukasi 3) Untuk mencegah pengeluaran
1) Anjurkan tidah baring keringan berlebihan sehingga
dapat mencegah terjadinya
dehidrasi karena evaporasi.
Kolaborasi 4) Asupan cairan oral dapat
1) Kolaborasi pemberian cairan membantu memenuhi asupan
dan elektrolit intravena, jika cairan dalam tubuh yang hilang
perlu pada saat penguapan melalui
keringat dan mencegah
dehidrasi.
5) Untuk mencegah terjadinya
peningkatan suhu karena
ketidaknyamanan tempat tidur.
6) Dengan kompres dingin atau
hangat-hangat kuku dapat
membantu memperlancar aliran
darah sehingga suhu panas di
dalam tubuh dapat keluar
melalui keringat.
7) Pemberian antiperitek yang tiba-
tiba dapat menurunkan drastic
suhu tubuh tetepi perlu
diperhatikan jika tiba-tiba suhu
Kembali meninggi.
8) Jika kondisi demam pasien
mengalami sesak napas dapat
diberikan oksigen untuk
membantu pemenuhan oksigen
pasien
Edukasi
1) Tirah baring sangat diperlukan
saat kondisi demam untuk
mencegah terjadinya banyak
aktivitas dan pengeluaran
keringat yang berlebihan
sehingga suhu tubuh dapat
segera Kembali normal.
Kolaborasi
1) Pemberian cairan melalui
intravena dapat membantu
memenuhi cairan tubuh yang
hilang yang disebabkan oleh
penguapan karena suhu tubuh
yang tinggi.
4) Hypovolemia
Hipovolemia
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama …. X 24 jam diharapkan
status cairan membaik.
Kriteria Hasil:
1) Turgor kulit meningkat
2) Output urine meningkat
3) Kekuatan nadi membaik
4) Frekuensi nadi meningkat
5) Tekanan darah membaik
6) Tekanan nadi membaik
7) Membrane mukosa membaik
8) Kadar hematocrit membaik
9) Status mental membaik
10) Suhu tubuh membaik
11) Keluahan haus menurun
12) Mata cekung membaik
13) Berat badan membaik
Intervensi Rasional
Manajemen Hipovolemia Manajemen Hipovolemia
Observasi Observasi
1) Observasi tanda-tanda vital dan 1) Mengetahui keadaan umum
gelaja hypovolemia pasien dan memantau adanya
2) Monitor intake dan output perubahan tanda-tanda vital
cairan serta gejala-gejala yang
memberparah hypovolemia.
Terapeutik 2) Menentukan status
1) Hitung kebutuhan cairan keseimbangan cairan tubuh
2) Berikan posisi modified pasien dan menentukan tingkat
trendelenburg dehidrasi ataupun tingkat
3) Berikan asupan cairan oral kelebihan cairan pasien.
Edukasi Terapeutik
1) Anjurkan memperbanyak 1) Agar kebutuhan cairan pasien
asupan cairan oral terpenuhi sesuai dengan
2) Anjurkan menghindari kondisinya.
perubahan posisi mendadak 2) Posisi modified Trendelenburg
mampu digunakan untuk
Kolaborasi menstabilkan pasien syok
1) Kolaborasi pemberian cairan IV hemodinamik karena mampi
isotonis (mis. NaCl, RL) meningkatkan aliran balik vena
2) Kolaborasi pemberian cairan IV dan meningkatkan curah
hipotonis (mis. Glukosa 2,5%, jantung.
NaCl 0,4%) 3) Asupan oral diberikan untuk
3) Kolaborasi pemberian cairan mempercepat pemenuhan
koloid (mis. Albumin, kebutuhan cairan selain cairan
plasmanate) IV.
4) Kolaborasi pemberian produk
darah
Terapeutik
1) Pasien dapat memenuhi
kebutuhan oksigen dengan
maksimal
2) Untuk mencegah dan
memperbaiki hipoksia jaringan.
3) Pemasangan ventilasi mekanik
bertujuan untuk mendapatkan
PaO2 lebih daro 90 mmHg atau
SaO2 lebih dari 90% sehingga
pemenuhan oksigenasi terpenuhi
dengan baik.
4) Posisi modified Trendelenburg
mampu digunakan untuk
menstabilkan pasien syok
hemodinamik karena mampi
meningkatkan aliran balik vena
dan meningkatkan curah
jantung.
5) Pemberian cairan dengan jalur
IV besar dapat membantu
kekurangan cairan yang besar
terpenuhi dengan cepat.
6) Pemasangan kateter diperlukan
karena untuk memantau cairan
yang keluar sehingga antara
cairan yang masuk dan keluar
tetep balance.
7) Pemasangan NGT membantu
untuk dekompresi lampung
bertujuan untuk mengeluarkan
darah yang ada pada lambung
(bilas lambung)
8) Untuk mengukur keasaman
(pH), jumlah oksigen, dan
karbondioksida dalam darah.
Pemeriksaan ini digunakan
untuk menilai fungsi kerja paru-
paru dalam menghantarkan
oksigen ke dalam sirkulasi darah
dan mengambil karbondioksida
dalam darah.
Kolaborasi
1) Mempertahankan atau
mengganti cairan tubuh yang
mengandung air, elektrolit,
protein, karbohidrat, dan lemak,
memperbaiki keseimbangan
asam basa, dan memperbaiki
volume komponen darah.
Terapeutik
1) Memantau kondisi pasien
dibutuhkan waktu yang tepat
sehingga disaat perubahan
kondisi pasien sebagai perawat
dapat mengantisipasi
kemungkinan perubahan kondisi
pasien yang terjadi secara
mendadak.
2) Sebagai bukti perbandingan
kondisi pasien dan bisa
diinformasikan kepada keluarga
pasien dan informasi tersebut
dapat dipertanggungjawabkan
sebagai bukti.
Edukasi
1) Segala sesuatu tindakan
prosedur perlu dikomunikasikan
agar tidak terjadi salah persepsi.
2) Agar keluarga pasien
mengetahui mengenai kondisi
pasien baik kondisinya bagus
atau buruk dan mengantisipasi
kemungkinan-kemungkinan.
6) Ansietas
Ansietas
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama …. X 24 jam diharapkan
tingkat ansietas menurun
Kriteria Hasil:
1) Konsentrasi membaik
2) Pola tidur membaik
3) Perilaku gelisah menurun
4) Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
5) Perilaku tegang menurun
Intervensi Rasional
Reduksi Ansietas Reduksi Ansietas
Observasi Observasi
1) Identifikasi saat tingkat ansietas 1) Untuk mengetahui perubahan-
berubah (mis. Kondisi, waktu, perubahan kondisi pasien.
stressor) 2) Kemampuan mengambil
2) Identifikasi kemampuan keputusan perlu dikaji karena
mengambil keputusan akan mempengaruhi seberapa
3) Monitor tanda anxietas (verbal tepat dan cepat pasien
dan nonverbal) mengambil keputusan.
3) Untuk mengetahui kecemasan
Terapeutik pasien.
1) Ciptakan suasana terapeutik
untuk menumbuhkan Terapeutik
kepercayaan 1) Suasana yang nyaman akan
2) Temani pasien untuk mengurangi membuat pasien percaya bahwa
kecemasan, jika memungkinkan petugas mampu membantu
3) Pahami situasi yang membuat pasien mengatasi
ansietas kecemasannya.
4) Dengarkan dengan penuh 2) Pasien merasa ada yang
perhatian menghibur dan tidak kesepian.
5) Gunakan pendekatan yang 3) Keadaan kondisi sekitar pasien
tenang dan meyakinkan perlu dipertimbangkan agar
6) Motivasi mengidentifikasi situasi tidak menambah ansietas pasien
yang memicu kecemasan meningkat
7) Diskusikan perencanaan realistis 4) Dengan mendengarkan penuh
tentang peristiwa yang akan perhatian pasien merasa dihargai
datang dan terhibur.
5) Pendekatan yang tenang akan
Edukasi membuat pasien juga merasa
1) Jelaskan prosedur, termasuk tenang.
sensasi yang mungkin dialami 6) Dapat membantu pasien
2) Informasikan secara factual mengungkapkan situasi yang
mengenai diagnosis, pengobatan, menyebabkan kecemasannya
dan prognosis muncul.
3) Anjurkan keluarga untuk tetap 7) Dengan merencanakan masa
bersama pasien, jika perlu depan mampu membuat pasien
4) Anjurkan melakukan kegiatan melupakan sejenak kecemasan
yang tidak kompetitif, sesuai yang dialaminya dan mau
kebutuhan berpikir positif kedepannya.
5) Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi Edukasi
6) Latih kegiatan pengalihan, untuk 1) Agar pasien merasa lebih tenang
mengurangi ketegangan dan tidak waswas mengenai
7) Latih penggunaan mekanisme tindakan yang kita berikan.
pertahanan diri yang tepat 2) Agar pasien merasa lebih tenang
8) Latih Teknik relaksasi dan menerima segala hal yang
terjadi setelah mendapat
Kolaborasi penjelasan.
1) Kolaborasi pemberian obat anti 3) Pendampingan keluarga
ansietas, jika perlu merupakan hal utama dimana
pasien merasa ada yang
menemani dan terhibur.
Terapi Relaksasi 4) Kegiatan kompetitif akan
Observasi membuat pikiran pasien
1) Identifikasi penurunan tingkat semakin terbebani karena harus
energi, ketidakmampuan diajak berkompotensi.
berkonsentrasi, atau gejala lain 5) Dengan mengungkapkan
yang mengganggu kemampuan persepsi dan perasaan petugas
kognitif jadi mengetahui apa yang
2) Identifikasi Teknik relaksasi dirasakan pasien dan dapat
yang pernah efektif digunakan memberikan perawatn yang
3) Identifikasi kesedihan, tepat kepada pasien.
kemampuan, dan penggunaan 6) Kegiatan pengalihan dapat
Teknik sebelumnya membantu pasien melupakan
4) Periksa ketegangan otot, sejenak mengenai kecemasan
frekuensi nadi, tekanan darah, yang dialaminya.
dan suhu sebelum dan sesudah 7) Penggunaan koping individu
Latihan yang sesuai akan membantu
5) Monitor respons terhadap terapi pasien secara cepat bangkit dari
relaksasi kecemasannya.
8) Teknik relaksasi dapat
Terapeutik membantu pasien menjadi lebih
1) Ciptakan lingkungan tenang dan tenang.
tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang Terapi Relaksasi
nyaman, jika memungkinkan Observasi
2) Berikan informasi tertulis 1) Untuk mengetahui kondisi
tentang persiapan dan prosedur pasien setelah ansietas yang
Teknik relaksasi dialaminya.
3) Gunakan pakaian longgar 2) Untuk membantu pasien
4) Gunakan nada suara lembut mendapat perawatan yang tepat
dengan irama lambat dan dan tidak menimbulkan
berirama kebosanan.
5) Gunakan relaksasi sebagai 3) Untuk mengetahui sejauh mana
strategi penunjang dengan pasien sudah mampu
analgetic atau tindakan medis menggunakan Teknik relaksasi
lain, jika sesuai yang diketahuinya.
4) Untuk mengetahui kondisi
Edukasi pasien apakah mengalami
1) Jelaskan tujuan, manfaat, perubahan yang signifikan
Batasan, dan jenis, relaksasi setelah dilakukan terapi Latihan.
yang tersedia (mis. Music, 5) Untuk mengetahui keberhasilan
meditasi, napas dalam, relaksasi dari terapi relaksasi yang
otot progresif) dilakukan
2) Jelaskan secara rinci intervensi
relaksasi yang dipilih Terapeutik
3) Anjurkan mengambil posisi 1) Lingkungan yang tenang akan
nyaman membantu pasien mendapatkan
4) Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaks yang pas.
sensasi relaksasi 2) Dengan membrikan informasi
5) Anjurkan sering mengulang atau maka pasien merasa lebih tenang
melatih Teknik yang dipilih dan berpikir bahwa tindakan
6) Demonstrasikan dan latih Teknik tersebut aman dilakukan.
relaksasi (mis. Napas dalam, 3) Pakaian longgar membantu
peregangan atau imajinasi pasien mendapatkan kondisi
terbimbing) nyaman.
4) Nada suara lembut membantu
pasien mendapatkan situasi yang
tenang dan damai.
5) Teknik relaksasi membantu
pasien mengalihkan kecemasan
selain menggunakan obat-
obatan.
Edukasi
1) Agar pasien dapat memilih
relaksasi sesuai keinginannya
dan merasa aman bahwa
tindakan tersebut dilakukan.
2) Agar tidak terjadi salah persepsi
dan menimbulkan kecemasan
kembali.
3) Posisi nyaman dapat membantu
pasien merasa lebih rileks.
4) Agar kecemasan dapat menurun
dengan cepat.
5) Agar kecemasan dapat menurun
dengan cepat dan dapat
diterapkan jika terjadi
kecemasan kembali.
6) Agar pasien mampu menerapkan
Teknik relaksasi yang diajarkan
jika nantinya mengalami
kecemasan Kembali.
Kolaborasi
1) Suposituria ureta dapat
membantu memperlancar
pengeluaran urine.
8) Resiko Infeksi
Resiko Infeksi
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama …. X 24 jam diharapkan
derajat infeksi menurun
Kriteria Hasil:
1) Tidak demam
2) Tidak ada kemerahan
3) Tidak ada nyeri
4) Tidak ada bengkak
5) Kadar sel darah putih normal
Intervensi Rasional
Pencegahan Infeksi Pencegahan Infeksi
Observasi Observasi
1) Monitor tanda dan gejala infeksi 1) Untuk mengetahui kondisi
local dan sistemik pasien apakah mengalami
infeksi atau tidak.
Terapeutik Terapeutik
1) Batasi jumlah pengunjung 1) Pengunjung yang banyak akan
2) Berikan perawatan kulit pada membuat pasien lebih banyak
daerah edema terpapar bakteri virus dari luar
3) Cuci tangan sebelum dan sehingga infeksi bisa bertambah.
sesudah kontak dengan pasien 2) Untuk mencegah terjadinya
dan lingkungan pasien infeksi yang meluas.
4) Pertahankan Teknik aseptic pada 3) Untuk mencegah terjadinya
pasien berisiko tinggi infeksi nosocomial.
4) Untuk mencegah terjadinya
Edukasi infeksi nosocomial.
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2) Ajarkan cara memeriksa luka Edukasi
3) Anjurkan meningkatkan asupan 1) Agar keluarga pasien dan pasien
cairan paham mengenai tanda dan
gejala infeksi dan dapat
Kolaborasi melakukan pencegahan.
1) Kolaborasi pemberian imunisasi, 2) Agar luka tidak menginfeksi
jika perlu semakin luas.
3) Asupan cairan yang cukup dapat
Manajemen Imunisasi membantu system metabolism
Observasi berjalan dalam kondisi normal.
1) Identifikasi riwayat Kesehatan
dan riwayat alergi Kolaborasi
2) Identifikasi kontraindikasi 1) Imunisasi membantu untuk
pemberian imunisasi menambah imunitas tubuh.
3) Identifikasi status imunisasi
setiap kunjungan ke pelayanan Manajemen Imunisasi
Kesehatan Observasi
1) Untuk mengetahui kondisi
pasien dan dapat melakukan
antisipasi perawatan jika hal
Terapeutik yang tidak diinginkan terjadi.
1) Berikan suntikan pada bayi 2) Mencegah terjadinya tanda-tanda
dibagian paha anterolateral alergi dan memperburuk kondisi
2) Dokumentasi informasi vaksinasi pasien.
3) Jadwalkan imunisasi pada 3) Untuk membantu pasien
interval waktu yang tepat mendapat imunisasi yang belum
didapatkan.
Edukasi
1) Jelaskan tujuan, manfaat, resiko Terapeutik
yang terjadi, jadwal dan efek 1) Daerah paha amterolateral
samping merupakan banyak lapisan otot
2) Informasikan imunisasi yang sehingga bayi tidak terasa sakit
diwajibkan pemerintah saat disuntik.
3) Informasikan imunisasi yang 2) Untuk mengingat bahwa
melindungi terhadap penyakit imunisasi sudah diberikan dan
namun saat ini tidak diwajibkan tidak terjadi pemberian yang
pemerintah double.
4) Informasikan vaksinasi untuk 3) Dengan jadwal imunisasi yang
kejadian khusus tepat maka pasien mendapat
5) Informasikan penundaan imunisasi sesuai dengan
pemberian imunisasi tidak berarti waktunya.
mengulang jadwal imunisasi
kembali Edukasi
6) Informasikan penyedia layanan 1) Untuk mencegah terjadinya
pekan imunisasi nasional yang miss komunikasi.
menyediakan vaksin gratis 2) Agar pasien mendapat imunisasi
yang sudah ditetapkan oleh
pemerintah.
3) Agar pasien mengetahui jenis
imunisasi lain yang tidak
diwajibkan pemerintah tetapi
boleh digunakan.
4) Dapat membantu pasien
memperoleh informasi
mengenai vaksinasi pada
kejadian khusus jika terjadi pada
dirinya.
5) Penundaan imunisasi dilakukan
jika pasien dalam kondisi tidak
baik maka itu dapat mencegah
terjadinya komplikasi dari
pemberian imunisasi.
6) Agar pasien dapat melakukan
imunisasi tetapi dengan biaya
yang murah dan membantu bagi
yang ekonominya tidak mampu.
9) Nyeri Akut
Nyeri Akut
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan
tingkat nyeri menurun
Kriteria Hasil:
1) Frekuensi nadi membaik
2) Pola napas membaik
3) Keluhan nyeri menurun
4) Tidak tampak meringis
Intervensi Rasional
Manajemen Nyeri Manajemen Nyeri
Observasi Observasi
1) Identifikasi lokasi, 1) Untuk mengetahui tingkat nyeri
karakteristik, durasi, frekuensi, pasien.
kualitas, intensitas nyeri 2) Untuk mengetahui seberapa
2) Identifikasi skala nyeri berat nyeri yang dialami pasien
3) Identifikasi respon nyeri non 3) Untuk mengetahui ekspresi
verbal pasien saat mengalami nyeri
4) Identifikasi faktor yang 4) Untuk membantu mengatasi
memperberat dan memperingan faktor-faktor yang memperberat
nyeri nyeri pasien.
5) Identifikasi pengetahuan dan 5) Untuk mengetahui seberapa
keyakinan tentang nyeri paham pasien mengetahui
6) Identifikasi pengaruh budaya mengenai nyeri.
terhadap respon nyeri 6) Untuk mengetahui pengaruh
7) Identifikasi pengaruh nyeri yang memperberat nyeri.
pada kualitas hidup 7) Untuk mengetahui apakah nyeri
8) Monitor keberhasilan terapi pasien mempengaruhi kualitas
komplementer yang sudah hidupnya sehingga petugas
diberikan dapat memberikn perawatan
9) Monitor efek samping yang tepat.
penggunaan analgetic 8) Untuk mengetahui tingkat
keberhasilan terapi
Terapeutik komplementer yang sudah kita
1) Berikan Teknik berikan.
nonfarmakologis untuk 9) Untuk mengetahui apakah
mengurangi rasa nyeri (mis. pasien mengalami
TENS, hypnosis, akupresur, kontraindikasi dari penggunaan
terapi music, biofeedback, analgetic
terapi pijat, aroma terapi,
Teknik imajinasi terbimbing, Terapeutik
kompres hangat/dingin, terapi 1) Teknik nonfarmakologi dapat
bermain) membantu mempercepat
2) Kontrol lingkungan yang menurunkan tingkat nyeri
memperberat rasa nyeri (mis. pasien diluar penggunaan
Suhu ruangan, pencahayaan, analgetic
kebisingan) 2) Untuk mengurangi tingkat
3) Fasilitasi istirahat dan tidur ketidaknyamanan yang
4) Pertimbangkan jenis dan dirasakan pasien.
sumber nyeri dalam pemilihan 3) Istirahat dan tidur juga dapat
strategi meredakan nyeri membnatu pasien menurunkan
rasa nyerinya karena tidur
Edukasi membatu menghistirahatkan
1) Jelaskan penyebab, periode, tubuh sejenak.
dan pemicu nyeri 4) Agar dapat memilihkan
2) Jelaskan strategi meredakan perawatan yang tepat mengenai
nyeri nyeri yang dialami pasien
3) Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri Edukasi
4) Anjurkan menggunakan 1) Agar mengetahui penyebab,
analgetic secara tepat periode, dan pemicu nyeri yang
5) Ajarkan Teknik dialami pasien.
nonfarmakologis untuk 2) Agar pasien dapat menggunakan
mengurangi rasa nyeri Teknik menurunkan rasa nyeri.
3) Agar pasien mampu mengetahui
Kolaborasi seberapa nyeri yang
1) Kolaborasi pemberian analgetic, dirasakannya.
jika perlu 4) Agar pasien mampu
menggunakan obat analgetic
Pemberian Analgetik secara tepat dosis.
Observasi 5) Agar pasien mampu
1) Identifikasi karakteristik nyeri menggunakan Teknik
(mis. Pencetus, Pereda, nonfarmakologi dan dapat
kualitas, lokasi, intensitas, menerapkannya dirumah jika
frekuensi, durasi) mengalami nyeri.
2) Identifikasi riwayat alergi obat
3) Identifikasi kesesuaian jenis
analgesic (mis. Narkotika, non-
narkotika, atau NSAID) dengan Kolaborasi
tingkat keparahan nyeri 1) Dengan pemberian analgetic
4) Monitor tanda-tanda vital dapat membantu mengurangi
sebelum dan sesudah rasa nyeri pasien.
pemberian analgesic
5) Monitor efektifitas analgetic Pemberian Analgetik
Observasi
Terapeutik 1) Untuk mengetahui karakteristik
1) Diskusikan jenis analgetic yang nyeri pasien.
disukai untuk mencapai 2) Untuk mengetahui apakah
analgesia optimal, jika perlu pasien mengalami alergi obat
2) Pertimbangkan penggunaan sehingga pemberian analgetic
infus kontinu, atau bolus opioid dapat diberikan dengan tepat.
untuk mempertahankan kadar 3) Untuk menentukan jenis
dalam serum analgetic yang tepat diberikan
3) Tetapkan target efektifitas kepada pasien.
analgetic untuk 4) Untuk mengetahui keadaan
mengoptimalkan respon pasien pasien sesudah dan sebelum
4) Dokumentasikan respon pemberian analgetic.
terhadap efek analgesik dan 5) Untuk mengetahui keberhasilan
efek yang tidak diinginkan analgetic diberikan kepada
pasien.
Edukasi
1) Jelaskan efek terapi dan efek Edukasi
samping obat 1) Agar keluarga dan pasien
mengetahui kontraindikasi dari
Kolaborasi pengobatan yang dilakukan.
1) Kolaborasi pemberian dosis
dan jenis analgesik, sesuai Kolaorasi
indikasi 1) Agar dapat memberikan dosis
analgesik secara tepat.
4. Implementasi Keperawatan
Pelaksaan (Implementasi) adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah
pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru (Rohmah & Wahid, 2016:99)
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan setelah melakukan intervensi yang telah dibuat untuk
mengetahui respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan.
Berdasarkan diagnosa keperawatan di atas, evaluasi hasil yang diharapkan adalah
sebagai berikut:
1) Kontinensia fekal membaik
2) Status nutrisi membaik
3) Suhu tubuh berada dalam rentang normal
4) Status cairan membaik
5) Pola napas adekuat
6) Tingkat ansietas menurun
7) Eliminasi urine membaik
8) Derajat infeksi menurun
9) Tingkat nyeri menurun
10) Citra tubuh meningkat
DAFTAR PUSTAKA
Adriana. 2013. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika
Betz, Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 3. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Maryunani, Anik. 2014. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita & Anak Pra-Sekolah.
Jakarta: In Medika.
Sinta, Lusiana El., Feni Andriani., DKK. 2019. Buku Ajar Asuhan Kebidanan
pada Neonatus, Bayi dan Balita. Edisi Pertama. Sidoarjo: Indomedia
Pustaka.
Tim Pogja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat PPNI.
Tim Pogja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Cetakan II. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pogja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1. Cetakan II. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Yuliastati & Amelia Arnis. 2016. “Modul Keperawatan Anak”. Edisi 1. Jakarta:
Kemenkes RI.
Faktor kongenital dan faktor lain yang tidak Gangguan pertumbuhan fusi, dan
diketahui/ idiopatik pembentukan anus dari tinjolan embroik
Ujung rectum buntu Atresia Ani Hubungan abnormal rectum dan vagina
Pathway
Kebocoran isi anus
Inkontenensia Fekal Ketidakmampuan fekal dikeluarkan
Mikroorganaisme masuk ke
Kurang pengetahuan Obstruksi Terputusnya saluran kemih
Colostomy
tentang tindakan operasi keutuhan jaringan
Distensi abdomen Perubahan Konsep Diri Pot de entri mikoorgenisme Infeksi saluran kemih
Respon psikologis