Anda di halaman 1dari 64

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN ATRESIA ANI

OLEH
PUTU MAS PRAMITA KANIA DEWI
209012411
KELOMPOK 9

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2020
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN ATRESIA ANI

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi/ Pengertian
Istilah atresia ani berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang artinya tidak ada
dan trepsis yang berarti makanan dan nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia ani
adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang yang normal.
Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak
sempurna, termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis rektum dan atresia rektum.
Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai sindroma VACTRERL
(Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb) (Faradilla, 2009).
Atresia ani adalah kelainan congenital yang dikenal sebagai anus imperforate
meliputi anus, rectum, atau keduanya Betz (2012). Atresia ani atau anus
imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membrane yang memisahkan bagian
entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus
tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun
tidak berhubungan langsung dengan rectum (Purwanto, 2011). Atresia ani
merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus
(Donna L. Wong, 2013).
Berdasarkan pengertian para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa atresia ani
adalah suatu kelainan kongenital dimana anus tidak terbentuk secara sempurna
atau tidak adanya lubang anus yang terjadi karena perforasi membrane yang
memisahkan bagian entoderm.

2. Epidemiologi/ Insiden Penyakit


Atresia ani merupakan kelainan kongenital yang sering dijumpai pada bayi
baru lahir di bidang bedah anak. Prevalensinya diperkirakan sekitar 1 dari 2000-
5000 kelahiran hidup. Sumber lain menyebutkan prevalensi atresia ani 3-5 kasus
dari 10.000 kelahiran.
Secara global atresia ani atau malformasi anorectal diperkirakan 1 dari 2.000-
5.000 kelahiran hidup. Rasio laki-laki dibandingkan perempuan sekitar 1,7.
Sekitar 60% malformasi anorektal merupakan bagian dari sindrom genetic atau
kelainan kongenital kompleks atau aberasi kromosom, sedangkan 40%nya
merupakan malformasi kongenital yang berdiri sendiri (Levitt (2007),
Gangopadhyay (2015), Zwink N (2011), Carter (2013), Gabriel (2017).
Angka kejadian atresia ani di dunia 1:5000 kelahiran hidup (Maryunani,
2014). Populasi masyarakat Indonesia sebanyak 200 juta lebih, yang memiliki
standar angka kelahiran 35 per mil, diperkirakan akan lahir setiap tahun dengan
penyakit atresia ani sebanyak 1.400 kelahiran (Haryono, 2012).

3. Penyebab/ Faktor Predisposisi


Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun ada
sumber yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan oleh:
1) Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena
gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik.
2) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir
tanpa lubang anus.
3) Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena
ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12
minggu atau 3 bulan.
4) Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter,
dan otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter
internal mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih
jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab
atresia ani. Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai gen carier
penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua orang tua yang menjadi
carier saat kehamilan mempunyai peluang sekitar 25 % - 30 % dari bayi
yang mempunyai sindrom genetik, abnormalitas kromosom, atau
kelainan kongenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani
(Purwanto, 2001).
Faktor predisposisi pada atresia ani yaitu:
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital
saat lahir seperti:
1) Kelainan kardiovaskuler
Ditemukan pada sepertiga pasien dengan anus inperforata. Jenis kelainan
yang paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus
arteriosus, diikuti oleh tetralogy of fallot dan vebtrikular septal defect.
2) Kelainan gastrointestinal
Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%), obstruksi
duodenum (1%-2%).
3) Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis
Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan
lumbosacral seperti hemivertebrae, scoliosis, butterfly vertebrae, dan
hemisacrum. Sedangkan kelainan spinal yang sering ditemukan adalah
myelomeningocele, dan teratoma intrasinal.
4) Kelainan tractus genitourinarius
Kelainan tractus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada
malformasi anorectal. Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan
urogenital dengan malformasi anorectal letak tinggi antara 50% sampai
60%, dengan malformasi anorectal letak rendah 15% sampai 20%.
Kelainan tersebut dapat berdiri sendiri ataupun muncul bersamaan
sebagai VATER (Vertebrae, Anorectal, Tracheoesophageal, Renal
abnormality) and VACTERL (Vertebrae, Anorectal, Cardiovascular,
Tracheoesophageal, Renal and Limb abnormality)

4. Patofisiologi
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara
komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik, sehingga anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian
belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang
merupakan bakal genitourinari dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena
adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada
kelengkapan dan perkembangan struktur kolon antara 7-10 minggu dalam
perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam
agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan
usus besar yang keluar melalui anus sehingga menyebabkan fekal tidak dapat
dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi. Putusnya saluran
pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi baru lahir tanpa lubang
anus. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan, terdapat tiga letak:
1) Tinggi (supralevator): rektum berakhir di atas M. levator ani (M.
puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit
perineum lebih dari 1 cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan
fistel ke saluran kencing atau saluran genital.
2) Intermediate: rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak
menembusnya.
3) Rendah: rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak antara
kulit dan ujung rektum paling jauh 1 cm.

5. Klasifikasi
Secara fungsional, pasien atresia ani dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu:
1) Tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate truktus gastrointestinalis
dicapai melalui saluran fistula eksterna.
Kelompok ini terutama melibatkan bayi perempuan dengan fistula
rectovaginal atau rectofourchette yang relative besar, dimana fistula ini
sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus
yang adequate sementara waktu.
2) Tanpa anus dan tanpa fistula truktus yang tidak adekuat untuk jalan
keluar tinja.
Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan
dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi
bedah segera. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub
kelompok anatomi, yaitu:
(1) Kelainan Rendah (Low Anomaly/Kelainan Translevator)
Ciri-cirinya adalah rektum turun sampai ke otot puborektal, spingter
ani eksternal dan internal berkembang sempurna dengan fungsi yang
normal, rektum menembus muskulus levator ani sehingga jarak kulit
dan rektum paling jauh 2 cm. Tipe dari kelainan rendah antara lain
adalah anal stenosis, imperforata membrane anal, dan fistula (untuk
laki-laki fistula ke perineum, skrotum atau permukaan penis, dan
untuk perempuan anterior ektopik anus atau anocutaneus fistula
merupakan fistula ke perineal, vestibular atau vaginal).
(2) Kelainan Intermediet/Menengah (Intermediate Anomaly
Ciri-cirinya adalah ujung rektum mencapai tingkat muskulus Levator
ani tetapi tidak menembusnya, rektum turun melewati otot
puborektal sampai 1 cm atau tepat di otot puborektal, ada lesung anal
dan sfingter eksternal. Tipe kelainan intermediet antara lain, untuk
laki-laki bisa rektobulbar/rektouretral fistula yaitu fistula kecil dari
kantong rektal ke bulbar), dan anal agenesis tanpa fistula. Sedangkan
untuk perempuan bisa rektovagional fistula, analgenesis tanpa
fistula, dan rektovestibular fistula.
(3) Kelainan Tinggi (High Anomaly/Kelainan Supralevator).
Kelainan tinggi mempunyai beberapa tipe antara lain: laki-laki ada
anorektal agenesis, rektouretral fistula yaitu rektum buntu tidak ada
hubungan dengan saluran urinary, fistula ke prostatic uretra. Rektum
berakhir diatas muskulus puborektal dan muskulus levator ani, tidak
ada sfingter internal. Perempuan ada anorektal agenesis dengan
fistula vaginal tinggi, yaitu fistula antara rectum dan vagina
posterior. Pada laki dan perempuan biasanya rectal atresia.
Sedangkan klasifikasi menurut Wingspread (1984), atresia ani dibagi menjadi
2 golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin.
1) Golongan 1
(1) Pada laki-laki
Pada laki-laki golongan I dibagai menjadi 4 kelainan yaitu kelainan
fistel urin, atresia rectum, perineum datar, dan fistel tidak ada. Jika ada
fistel urin, tampak mekonium keluar dari orifisium eksternum uretra,
mungkin terdapat fistel ke uretra maupun vesika urinaria. Pada atresia
rectum tindakannya sama pada perempuan, harus dibuat kolostomi.
Jika fistel tidak ada dan udara >1 cm dari kulit pada invertogram, maka
perlu segera dilakukan kolostomi.
(2) Pada perempuan
Pada perempuan golongan II dibagi menjadi 5 kelainan yaitu kelainan
kloaka, fistel rektovestibular, atresia rectum, dan fistel tidak ada. Pada
fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feses
menjadi tidak lancar sehingga sebagiknya dilakukan kolostomi. Pada
fistel vestibulum, muara fistel terdapat divulva. Pada atresia rectum,
anus tampak normal tetapi pada pemeriksaan colok dubur, jari tidak
dapat masuk lebih dari 1-2 cm. tidak ada evakuasi meconium sehingga
perlu segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel, dibuat
invertogram. Jika udara >1 cm dari kulit perlu segera dilakukan
kolostomi.
2) Golongan II
(1) Pada laki-laki
Pada laki-laki golongan II dibagi menjadi 4 kelainan yaitu kelain fistel
perineum, membrane anal, stenosis anus, fistel tidak ada. Fistel
perinium sama dengan pada wanita, lubangnya terdapat anterior dari
letak anus normal. Pada membrane anal biasanya tampak bayangan
meconium di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya
dilakukan terapi definot secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama
dengan perempuan, Tindakan definitive harus dilakukan. bila tidak ada
fistel dan udara <1 cm dari kulit pada invertogram, perlu juga
dilakukan pembedahan.
(2) Pada perempuan
Pada perempuan golongan II dibagi menjadi 3 kelainan yaitu kelainan
fistel perinium, stenosis anus, dan fistel tidak ada. Lubang fistel
perinium biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak anus
normal, tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan obstipasi.
Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya,
tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancar sehingga biasanya
harus segera dilakukan terapi definitive. Bila tidak ada fistel dan pada
invertogram udara <1 cm dari kulit dapat segera dilakukan
pembedahan definitive. Dalam hal ini evakuasi tidak ada, sehingga
perlu segera dilakukan kolostomi.

6. Gejala Klinis
Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat defekasi
mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi. Pada
golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita sering ditemukan
fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses keluar dari
(vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektourinarius. Sedang pada bayi
laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir di kandung kemih atau
uretra dan jarang rektoperineal.
Menurut Ngastiyah (2011), gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani
atau anus, imperforate tejadi dalam waktu 24-48 jam. Gejala ini dapat berupa
1) Perut kembung.
2) Tidak bisa buang air besar.
3) Pada pemeriksaan radiologi dengan posisi tegak serta terbalik dapat
dilihat sampai dimana terdapat penyumbatan.
4) Tidak dapat atau mengalami kesulitan mengeluarkan mekonium
(mengeluarkan tinja yang menyerupai pita).
5) Perut membuncit.
6) Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
7) Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
8) Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
9) Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada
fistula).
10) Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
11) Pada pemeriksaan rectal touché adanya membrane anal.

7. Pemeriksaan Fisik
Pada penderita atresia ani pemeriksaan fisik yang diperoleh yaitu anus
tampak merah, usus melebar, kadang-kadang tampak ileus obstruksi, thermometer
yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada asukultasi terdengar
hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin
dan vagina (Whalet & Wong, 1996).
8. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang
sebagai berikut:
1) Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
2) Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk
mengetahui jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.
3) Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem
pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh
karena massa tumor.
4) CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
5) Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
6) Pemeriksaan fisik rectum
Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan
selang atau jari.
7) Rontgenogram abdomen dan pelvis
Digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan
dengan traktus urinarius.

9. Diagnosis/ Kriteria Diagnosis


Adapun ktriteria diagnosis yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnose
pada atresia ani yaitu:
1) Anamnese:
(1) Meconium tidak dijumpai dalam 24 jam.
(2) Perut kembung dijumpai.
(3) Muntah dijumpai.
2) Rectal Toucher:
(1) Anus tidak ada, hanya lengkungan saja (Anal dumple).
(2) Lihat apakah anus di tempat normal.
(3) Apakah kalibernya normal.
(4) Apakah ditemukan fistel.
3) Klinis:
(1) Jika wanita jangan lupa melihat genitalia eksternanya (98-99%
wanita dengan Atresiaa Ani mempunyai fistel ke vestibulum akan
keluar mekonium)
4) Pada wanita juga dapat terbentuk fistel pada perineum.
(1) Pada wanita Arteria Ani supralevator, bila:
 Urin bercampur mekonium.
 Hematuria
(2) Disebut translevator, bila:
 Dari uretra keluar mekonium.
 Kencingnya jernih.
 Ada fistel ke perinium

10. Therapy/ Tindakan Penanganan


Adapun tindakan penanganan yang bisa dilakukan pada penderita atresia ani
dibagi menjadi 2 yaitu:
1) Penatalaksanaan Medis
(1) Kolostomi
Bayi laki-laki maupun perempuan yang didiagnosa mengalami
malformasi anorektal (atresia ani) tanpa fistula membutuhkan satu
atau beberapa kali operasi untuk memperbaikinya. Kolostomi adalah
bentuk operasi yang pertama dan biasa dilakukan. Kolostomi
dilakukan untuk anomaly jenis kelainan tinggi (High Anomaly),
rektovaginal fistula, rektovestibular fistula, rektouretral fistula,
atresia rektum, dan jika hasil jarak udara di ujung distal rektum ke
tanda timah atau logam di perineum pada radiologi invertogram > 1
cm. Tempat yang dianjurkan ada 2: transverso kolostomi dan
sigmoidostomi. Bentuk kolostomi yang aman adalah stoma laras
ganda.
Kolostomi merupakan perlindungan sementara (4-8 minggu)
sebelum dilakukan pembedahan. Pemasangan kolostomi dilanjutkan
6-8 minggu setelah anoplasty atau bedah laparoskopi. Kolostomi
ditutup 2-3 bulan setelah dilatasi rektal/anal postoperatif anoplasty.
Kolostomi dilakukan pada periode perinatal dan diperbaiki pada usia
12-15 bulan.
(2) Dilatasi Anal (secara digital atau manual)
Dilatasi anal dilakukan pertama oleh dokter, kemudian
dilanjutkan oleh perawat. Setelah itu prosedur ini diajarkan kepada
orang tua kemudian dilakukan mandiri. Klien dengan anal stenosis,
dilatasi anal dilakukan 3x sehari selama 10-14 hari. Dilatasi anal
dilakukan dengan posisi lutut fleksi dekat ke dada. Dilator anal
dioleskan cairan/minyak pelumas dan dimasukkan 3-4 cm ke dalam
rektal.
Pada perawatan postoperatif anoplasty, dilatasi anal dilakukan
beberapa minggu (umumnya 1-2 minggu) setelah pembedahan.
Dilatasi anal dilakukan dua kali sehari selama 30 detik setiap hari
dengan menggunakan Hegar Dilator. Ukuran dilator harus diganti
setiap minggu ke ukuran yang lebih besar. Ketika seluruh ukuran
dilator dapat dicapai, kolostomi dapat ditutup, namun dilatasi tetap
dilanjutkan dengan mengurangi frekuensi.
Ukuran Hegar Dilator
Umur Anak Hegar Dilator
1-4 bulan 12
4-12 bulan 13
8-12 bulan 14
1-3 tahun 15
3-12 tahun 16
>12 tahun 17
(3) Anoplasty
Anoplasty dilakukan selama periode neonatal jika bayi cukup
umur dan tanpa kerusakan lain. Operasi ditunda paling lama sampai
usia 3 bulan jika tidak mengalami konstipasi. Anoplasty digunakan
untuk kelainan rektoperineal fistula, rektovaginal fistula,
rektovestibular fistula, rektouretral fistula, atresia rektum.
(4) Bedah Laparoskopik/Bedah Terbuka Tradisional
Pembedahan ini dilakukan dengan menarik rectum ke pembukaan
anus.
2) Penatalaksanaan Non Medis
(1) Toilet Training
Toilet training dimulai pada usia 2-3 tahun. Menggunakan strategi
yang sama dengan anak normal,misalnya pemilihan tempat duduk
berlubang untuk eliminasi dan atau penggunaan toilet. Tempat duduk
berlubang untuk eliminasi yang tidak ditopang oleh benda lain
memungkinkan anak merasa aman. Menjejakkan kaki le lantai juga
memfasilitasi defekasi (Stark, 1994 dalam Hockenberry, 2009).
(2) Bowel Management
Meliputi enema atau irigasi kolon satu kali sehari untuk
membersihkan kolon.
(3) Diet Konstipasi
Makanan disediakan hangat atau pada suhu ruangan, jangan terlalu
panas atau dingin. Sayuran dimasak dengan benar. Menghindari
buah-buahan dan sayuran mentah. Menghindari makanan yang
memproduksi gas atau menyebabkan kram, seperti minuman
karbonat, permen karet, buncis, kol, makanan pedas, pemakaian
sedotan.
(4) Diet Laksatif atau Tinggi Serat
Diet laksatif atau tinggi serat antara lain dengan mengkonsumsi
makanan seperti ASI, buah-buahan, sayuran, jus apel dan apricot,
buah kering, makanan tinggi lemak, coklat, dan kafein.
11. Komplikasi
Adapun komplikasi yang muncul pada penderita atresia ani yaitu:
1) Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan.
2) Obstruksi intestinal.
3) Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan.
4) Komplikasi jangka panjang :
(1) Eversi mukosa anal.
(2) Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis.
(3) Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid.
(4) Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
(5) Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi.
(6) Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi.
(Betz, 2002).

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Adapun focus
pengkajian yang dilakukan pada penderita atresia ani yaitu:
1) Identitas pasien/ Biodata
Meliputi nama, tempat dan tanggal lahir, umur, jenis kelamin, alamat,
agama, suku bangsa, Pendidikan, No. CM, tanggal masuk RS, diagnose
media, pekerjaan orang tua, penghasilan orang tua.
2) Keluhan utama
Biasanya bayi akan mengalami distensi abdomen dan mekonium tidak
keluar dalam 24-48 jam.
3) Riwayat Kesehatan
(1) Riwayat Kesehatan sekarang
Muntah, perut kembung dan membuncit, tidak bisa buang udara
besar, mekonium keluar dari vagina atau mekonium terdapat dalam
urin.

(2) Riwayat Kesehatan dahulu


Pasien mengalami muntah-muntah setelah 24-48 jam setelah
kelahiran.
(3) Riwayat Kesehatan keluarga
Mewakili kelainan kongenital bukan kelainan atau penyakit menurun
sehingga belum tentu berasal dari keluarga lain.
(4) Riwayat Kesehatan lingkungan
Kebersihan lingkungan tidak mempengaruhi kejadian atresia ani.
4) Pola Fungsi Kesehatan Gordon
Pola Fungsi Kesehatan Gordon yaitu mengkaji kemampuan pasien dan
keluarga untuk menentukan perawatan selanjutnya.
(1) Pola Nutrisi dan Metabolik
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umumnya terjadi pada
pasien dengan atresia ani post tutup kolostomi. Keinginan pasien
untuk makan mungkin terganggu oleh mual dan muntah dampak dari
anastesi.
(2) Pola Eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru
maka tubuh dibersihkan dari bahan-bahan yang melebihi kebutuhan
dan dari produk buangan. Oleh karena itu pada pasien atresia ani
tidak terdapatnya lubang pada anus, sehingga pasien akan
mengalami kesulitan dalam defekasi.
(3) Pola Aktivitas dan Latihan
Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menghindari
kelemahan otot.
(4) Pola Persepsi Kognitif
Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman
dan daya ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab
pertanyaan.
(5) Pola Tidur dan Istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri
pada luka insisi.
(6) Pola Konsep Diri dan Persepsi Diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image,
body comfort. Tidak terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan
karena dampak luka jahitan operasi.
(7) Pola Peran dan Pola Hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan
sesudah sakit. Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab atau
perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
(8) Pola Reproduksi dan Seksual
Pola ini bertujuan untuk menjelaskan fungsi sosial sebagai alat
reproduksi.
(9) Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi
Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan, dan
rumah.
(10) Pola Keyakinan
Untuk menerapkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan
agama yang dipeluk dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan
ini diharapkan perawat memberikan motivasi dan pendekatan
terhadap klien dalam upaya pelaksanaan ibadah.
5) Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani biasanya
anus tampak merah, usus melebar, termometer yang dimasukkan melalui
anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengar hiperperistaltik,
tanpa mekonium dalam waktu 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urine
dan vagina.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan
untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga, dan komunitas terhadap
situasi yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2017).
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada penderita atresia
ani berdasarkan acuan SDKI PPNI (2017) yaitu:
1) Inkontinensia Fekal
Inkontinensia Fekal
Definisi:
Perubahan kebiasaan buang air besar dari pola normal yang ditandai
dengan pengeluaran feses secara involunter (tidak disadari)
Penyebab:
(1) Kerusakan susunan saraf motorik bawah
(2) Penurunan tonus otot
(3) Gangguan kognitif
(4) Penyalahgunaan laksatif
(5) Kehilangan fungsi pengendalian sfingter rektum
(6) Pascaoperasi pullthrough dan penutupan kolosomi
(7) Ketidakmampuan mencapai kamar kecil
(8) Diare kronis
(9) Stress berlebihan
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif: Objektif:
(1) Tidak mampu mengontrol (1) Feses keluar sedikit-sedikit
pengeluaran feses dan sering
(2) Tidak mampu menunda
defekasi
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif: Objektif:
(Tidak tersedia) (1) Bau feses
(2) Kulit perianal kemerahal
Kondisi klinis terkait:
(1) Spina bifida
(2) Atresia ani
(3) Penyakit Hirschsprung

2) Defisit Nutrisi
Defisit Nutrisi
Definisi:
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
Penyebab:
(10) Ketidakmampuan menelan makanan
(11) Ketidakmampuan mencerna makanan
(12) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
(13) Peningkatan kebutuhan metabolism
(14) Faktor ekonomi (mis. Finansial tidak mencukupi)
(15) Faktor psikologis (mis. Stress, keengganan untuk makan)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif: Objektif:
(tidak tersedia) (2) Berat badan menurun minimal
10% di bawah rentang ideal
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif: Objektif:
(1) Cepat kenyang setelah makan (3) Bising usus hiperaktif
(2) Kram/ nyeri abdomen (4) Otot mengunyah lemah
(3) Nafsu makan menurun (5) Otot menelan lemah
(6) Membrane mukosa pucat
(7) Sariawan
(8) Serum albumin tutun
(9) Rambut rontok berlebihan
(10) Diare
Kondisi klinis terkait:
(4) Stroke
(5) Parkinson
(6) Mobius syndrome
(7) Cerebal palsy
(8) Cleft lip
(9) Cleft palate
(10) Amvotropic lateral sclerosis

3) Hipertermi
Hipertermi
Definisi:
Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh
Penyebab:
(1) Dehidrasi
(2) Terpapar lingkungan panas
(3) Proses penyakit (mis. Infeksi, kanker)
(4) Ketidaksesuain pakaian dengan suhu lingkungan
(5) Peningkatan laju metabolism
(6) Respon trauma
(7) Aktivitas berlebihan
(8) Penggunaan inkubator
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif: Objektif:
(tidak tersedia) (1) Suhu tubuh diatas nilai normal
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif: Objektif:
(tidak tersedia) (1) Kulit merah
(2) Kejang
(3) Takikardi
(4) Takipnea
(5) Kulit terasa hangat
Kondisi klinis terkait:
(1) Proses infeksi
(2) Hipertiroid
(3) Stroke
(4) Dehidrasi
(5) Trauma
(6) Prematuritas
4) Hipovolemia
Hipovolemia
Definisi:
Penurunan volume cairan intravascular, interstisial, dan/atau
intraseluler
Penyebab:
(1) Kehilangan cairan aktif
(2) Kegagalan mekanisme regulasi
(3) Peningkatan permeabilitas kapiler
(4) Kekurangan intake cairan
(5) Evaporasi
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif: Objektif:
(tidak tersedia) (1) Frekuensi nadi meningkat
(2) Nadi teraba lemah
(3) Tekanan darah menurun
(4) Tekanan nadi menyempit
(5) Turgor kulit menurun
(6) Membrane mukosa kering
(7) Volume urin menurun
(8) Hematokrit meningkat
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif: Objektif:
(1) Merasa lemah (1) Pengisian vena menurun
(2) Mengeluh haus (2) Status mental berubah
(3) Suhu tubuh meningkat
(4) Konsentrasi urin meningkat
(5) Berat badan turun tiba-tiba
Kondisi klinis terkait:
(3) Penyakit Addison
(4) Trauma/ perdarahan
(5) Luka bakar
(6) AIDS
(7) Penyakit Crohn
(8) Muntah
(9) Diare
(10) Kolitis ulseratif
(11) Hipoalbuminemia

5) Pola Nafas Tidak Efektif


Pola Nafas Tidak Efektif
Definisi:
Inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.
Penyebab:
(1) Depresi pusat pernafasan
(2) Hambatan upaya nafas (misal: nyeri saat bernafas, kelemahan otot
pernafasan)
(3) Deformitas dinding dada
(4) Deformitas tulang dada
(5) Gangguan neuromoskular
(6) Gangguan neurologi (misal: elektroensefalogram (EEG) positif,
cedera kepala, gangguan kejang)
(7) Imaturitas neurologis
(8) Penurunan energy
(9) Obesitas
(10) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
(11) Sindrom hipoventilasi
(12) Kerusakan intervasi diafragma (kerusakan syaraf C5 ke atas)
(13) Cedera pada medula spinalis
(14) Efek agen farmakologi
(15) Kecemasan
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif: Objektif:
(1) Dispnea (1) Penggunaan otot bantu
pernafasan
(2) Fase ekspirasi memanjang;
(3) Pola nafas abnormal (misal:
takipnea, bradipnea,
hiperventilasi, kusmaul,
cheyne-stokes).
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif: Objektif:
(1) Ortopnea (1) Pernafasan pursed-lip
(2) Pernafasan cuping hidung
(3) Diameter thoraks anterior-
posterior meningkat
(4) Ventilasi semenit menurun
(5) Kapasitas vital menurun
(6) Tekanan ekspirasi menurun
(7) Tekanan inspirasi menurun
(8) Ekskursi dada berubah
Kondisi klinis terkait:
(1) Depresi system saraf pusat
(2) Cedera kepala
(3) Trauma thoraks
(4) Gullian Bare Syndrome
(5) Multiple sclerosis
(6) Stroke
(7) Kuadriplegia
(8) Intoksikasi alkohol

6) Ansietas
Ansietas
Definisi:
Kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek yang
tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan
individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman
Penyebab:
(1) Krisis situasional
(2) Kebutuhan tidak terpenuhi
(3) Krisis maturasional
(4) Ancaman terhadap konsep diri
(5) Ancaman terhadap kematian
(6) Kekhawatiran mengalami kegagalan
(7) Disfungsi system keluarga
(8) Hubungan orang tua-anak tidakmemuaskan
(9) Faktor keturunan (temperamen mudah teragitasi sejak lahir)
(10) Penyalahgunaan zat
(11) Terpapar bahaya lingkungan (mis. Toksin, polutan, dan lain-lain)
(12) Kurang terpapar informasi
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif: Objektif:
(1) Merasa bingung (1) Tampak gelisah
(2) Merasa khawatir dengan (2) Tampak tegang
akibat dari kondisi yang (3) Sulit tidur
dihadapi
(3) Sulit berkonsentrasi
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif: Objektif:
(1) Mengeluh pusing (1) Frekuensi nafas meningkat
(2) Anoreksia (2) Frekuensi nadi meningkat
(3) Palpitasi (3) Tekanan darah meningkat
(4) Merasa tidak berdaya (4) Diaphoresis
(5) Tremor
(6) Muka tampak pucat
(7) Suara bergetar
(8) Kontak mata buruk
(9) Sering berkemih
(10) Berorientasi pada masa lalu

Kondisi klinis terkait:


(1) Penyakit kronis progresif (mis. Kanker, penyakit autoimun)
(2) Penyakit akut
(3) Hospitalisasi
(4) Rencana operasi
(5) Kondisi diagnosis penyakit belum jelas
(6) Penyakit neurologis
(7) Tahap tumbuh kembang
7) Gangguan Eleminasi Urin
Gangguan Eliminasi Urin
Definisi:
Disfungsi eliminasi urin
Penyebab:
(1) Penurunan kapasitas kandung kemih
(2) Iritasi kandung kemih
(3) Penurunan kemampuan menyadari tanda-tanda gangguan kandung
kemih
(4) Efek tindakan medis da diagnostic (mis. Operasi ginjal, operasi
saluran kemih, anestesi, dan obat-obatan)
(5) Kelemahan otot pelvis
(6) Ketidakmampuan mengakses toilet (mis. Imobilisasi)
(7) Hambatan lingkungan
(8) Ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan eliminasi
(9) Outlet kandung kemih tidak lengkap (mis. Anomaly saluran
kemih kongenital
(10) Imaturitas (pada anak usia <3 tahun)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif: Objektif:
(1) Desakan berkemih (urgensi) (1) Distensi kandung kemih
(2) Urin menetes (dribbling) (2) Berkemih tidak tuntas
(3) Sering buang air kecil (hesitancy)
(4) Nocturia (3) Volume residu urin meningkat
(5) Mengompol
(6) Enuresis
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif: Objektif:
(Tidak tersedia) (Tidak tersedia)
Kondisi klinis terkait:
(1) Infeksi ginjal dan saluran kemih
(2) Hiperglikemi
(3) Trauma
(4) Kanker
(5) Cedera/ tumor/ infeksi medulla spinalis
(6) Neuropati diabetikum
(7) Neuropati alkoholik
(8) Stroke
(9) Parkonsin
(10) Skeloris multiple
(11) Obat alpha adrenergik

8) Resiko infeksi
Resiko Infeksi
Definisi:
Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik
Penyebab:
(1) Penyakit kronis (mis. Diabetes melitus)
(2) Efek prosedur invasive
(3) Malnutrisi
(4) Peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan
(5) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
 Gangguan peristaltic
 Kerusakan integritas kulit
 Perubahan sekresi pH
 Penurunan kerja siliaris
 Ketuban pecah lama
 Ketuban pecah sebelum waktunya
 Merokok
 Statis cairan tubuh
(6) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
 Penurunan hemoglobin
 Imununosupresi
 Leukopenia
 Supresi respon inflamasi
 Vaksinasi tidak adekuat
Kondisi klinis terkait:
(1) AIDS
(2) Luka bakar
(3) Penyakit paru obstruksi kronis
(4) Diabetes melitus
(5) Tindakan invasive
(6) Kondisi penggunaan terapi steroid
(7) Penyalahgunaan obat
(8) Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)
(9) Kanker
(10) Gagal ginjal
(11) Imunosupresi
(12) Lymphedema
(13) Leukositopenia
(14) Gangguan fungsi hati

9) Nyeri Akut
Nyeri Akut
Definisi:
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat
dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3
bulan
Penyebab:
(1) Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)
(2) Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
(3) Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif: Objektif:
(1) Mengeluh nyeri (1) Tampak meringis
(2) Bersikap protektif (mis.
Waspada, posisi menghindar
nyeri)
(3) Gelisah
(4) Frekuensi nadi meningkat
(5) Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif: Objektif:
(Tidak tersedia) (1) Tekanan darah meningkat
(2) Pola napas berubah
(3) Nafsu makan berubah
(4) Proses berpikir terganggu
(5) Menarik diri
(6) Berfokus pada diri sendiri
(7) diaforesis
Kondisi klinis terkait:
(1) Kondisi pembedahan
(2) Cedera traumatis
(3) Infeksi
(4) Sindrom coroner akut
(5) Glaucoma

10) Gangguan citra tubuh


Gangguan Citra Tubuh
Definisi:
Perubahan persepsi tentang penampilan, struktur, dan fungsi fisik
individu
Penyebab:
(1) Perubahan struktur/ bentuk tubuh (mis. Amputasi, trauma, luka
bakar, obesitas, jerawat)
(2) Perubahan fungsi tubuh (mis. Proses penyakit, kehamilan,
kelumpuhan)
(3) Perubahan fungsi kognitif
(4) Ketidaksesuaian budaya, keyakinan atau system nilai
(5) Transisi perkembangan
(6) Gangguan psikososial
(7) Efek tindakan/ pengobatan (mis. Pembedahan, kemoterapi, terapi
radiasi)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif: Objektif:
(1) Mengungkapkan kecacatan/ (1) Kehilangan bagian tubuh
kehilangan bagian tubuh (2) Fungsi/ struktur tubuh
berubah/ hilang
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif: Objektif:
(1) Tidak mau mengungkapkan (1) Menyembunyikan/
kecacatan/ kehilangan bagian menunjukkan bagian tubuh
tubuh secara berlebihan
(2) Mengungkapkan perasaan (2) Menghindari melihat dan/atau
negative tentang perubahan menyentuh bagian tubuh
tubuh (3) Focus berlebihan pada
(3) Mengungkapkan kekhawatiran perubahan tubuh
pada penolakan/ reaksi orang (4) Respon nonverbal pada
lain perubahan dan persepsi tubuh
(4) Mengungkapkan perubahan (5) Focus pada penampilan dan
gaya hidup kekuatan masa lalu
(6) Hubungan sosial berubah
Kondisi klinis terkait:
(1) Mastektomi
(2) Amputasi
(3) Jerawat
(4) Parut atau luka bakar yang terlihat
(5) Obesitas
(6) Hiperpigmentasi pada kehamilan
(7) Gangguan psikiatrik
(8) Program terapi neoplasma
(9) Alopecia chemically induced

3. Rencana Asuhan Keperawatan


Rencana keperawatan merupakan segala bentuk terapi yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai
peningkatan, pencegahan dan pemulihan kesehatan klien individu, keluarga dan
komunitas (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
1) Inkontinensia Fekal
Inkontinensia Fekal
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama …. X 24 jam diharapkan
kontinensia fekal membaik
Kriteria Hasil:
1) Pengontrolan pengeluaran feses membaik
2) Frekuensi buang air besar normal (1x perhari)
3) Defekasi membaik
Intervensi Rasional
Latihan Eliminasi Fekal Latihan Eliminasi Fekal
Observasi Observasi
1) Monitor peristaltic usus 1) Untuk mengetahui apakah
peristaltic usus dalam keadaan
Terapeutik normal.
1) Anjurkan waktu yang konsisten
untuk waktu buang air besar Terapeutik
2) Berikan privasi kenyamanan dan 1) Agar buang air besar terjadi
posisi yang meningkatkan proses dengan teratur sesuai waktunya
defekasi dan dapat dikontrol.
3) Gunakan enema rendah jika 2) Posisi yang tepat saat defeksi
perlu akan mempengaruhi
4) Anjurkan dilatasi rektal digital, pengeluaran feses sehingga saat
jika perlu defeksi pasien merasa nyaman.
5) Ubah program Latihan eliminasi 3) Kegunaan enema untuk
fekal, jika perlu meningkatkan defekasi dengan
menstrimulasi peristaltic.
Edukasi 4) Pemeriksaan rectum sangat
1) Anjurkan mengkonsumsi diperlukan jika dicurigai adanya
makanan tertentu, sesuai penyakit di rectum.
program atau hasil konsultasi 5) Jika program Latihan tidak
2) Anjurkan asupan cairan yang sesuai dengan pasien makan
adekuat sesuai kebutuhan dapat mengubah program
3) Anjurkan olahraga sesuai Latihan sesuai keinginan pasien.
toleransi
Edukasi
Kolaborasi 1) Makanan yang disesuikan akan
1) Kolaborasi penggunaan membantu pengontrolan
supositoria, jika perlu pengeluaran defekasi
2) Asupan cairan yang adekuat
membantu memperlancar proses
defekasi.
3) Olahraga mampu meningkatkan
gerak peristaltis usus dan
memperlancar proses defekasi.

Kolaborasi
1) Pemberian obat supositoria
membantu untuk memperlancar
defekasi dan lebih efektif jika
pasien tidak bisa meminum obat
melalui mulut.

2) Defisit Nutrisi
Defisit Nutrisi
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama …. X 24 jam diharapkan
status nutrisi membaik
Kriteria hasil:
1) Frekuensi makan membaik
2) Nafsu makan meningkat
3) Perasaan cepat kenyang menurun
4) Berat badan dalam kondisi ideal
5) Porsi makan dihabiskan sesuai diet
Intervensi Rasional
Manajemen Nutrisi Manajemen Nutrisi
Observasi Observasi
1) Identifikasi status nutrisi 1) Pengkajian penting dilakukan
2) Identifikasi alergi dan untuk mengetahui status nutrisi
intoleransi makanan pasien sehingga dapat
3) Identifikasi makanan yang menentukan intervensi yang
disukasi diberikan.
4) Identifiksi kebutuhan kalori dan 2) Untuk mencegah terjadinya
jenis nutrient komplikasi yang serius saat
5) Identifikasi perlunya makanan yang tidak sesuai
penggunaan selang nasogastric dikonsumsi oleh pasien dan
6) Monitor asupan makanan mengakibatkan memperburuk
7) Monitor berat badan kondisi pasien.
8) Monitor hasil pemeriksaan 3) Makanan yang disukai
laboratorium cenderung memberikan nafsu
makan yang baik untuk pasien
Terapeutik sehingga pasien dapat makan
1) Lakukan oral hygiene sebelum lebih lahap.
makan, jika perlu 4) Untuk memberikan diet yang
2) Fasilitasi menentukan pedoman tepat kepada pasien sesuai
diet (mis. Piramida makanan) dengan kondisi tubuhnya
3) Sajikan makanan secara sehingga kebutuhan nutisinya
menarik dan suhu yang sesuai terpenuhi.
4) Berikan makanan tinggi kalori 5) Penggunaan selang nasogastric
dan tinggi protein membantu jika pasien suit
5) Berikan suplemen makanan, menelan makanan secara
jika perlu spontan sehingga pemenuhan
6) Hentikan pemberian makan nutrisi tetap terpenuhi walaupun
melalui selang nasogastric jika melalui selang.
asupan orang dapat ditoleransi 6) Untuk memantau frekuensi
makan pasien apakah sudah
Edukasi mengalami peningkatan atau
1) Anjurkan posisi duduk, jika sebaliknya.
mampu 7) Dengan menimbang berat badan
2) Anjurkan diet yang dapat memantau peningkatan
diprogramkan dan pemenuhan nutrisi pasien.
8) Hasil laboratorium yang
Kolaborasi mendukung pemenuhan nutrisi
1) Kolaborasi pemberian medikasi dapat membantu kita apakah
sebelum makan (mis. Pereda pasien sudah mendapat asupan
nyeri, antiemetic), jika perlu nutrisi yang pas atau mengalami
2) Kolaborasi dengan ahli gizi kekurangan sehingga dapat
untuk menentukan jumlah membantu memberikan
kalori dan jenis nutrient yang perawatan yang tepat.
dibutuhkan, jika perlu
Terapeutik
Promosi berat badan 1) Mulut yang bersih dapat
Observasi meningkatkan nafsu makan.
1) Identifikasi kemungkinan 2) Dapat membantu pasien
penyebab BB kurang memenuhi kebutuhan nutrisi
2) Monitor asanya mual dan dan meningkatkan nafsu makan
muntah dengan makanan pilihannya
3) Monitor jumlah kalori yang sendiri.
dikonsumsi sehari-hari 3) Makanan selagi hangat dan suhu
4) Monitor berat badan pas dapat mencegah terjadi
5) Monitor albumin, limfosit, dan mual dan lebih enak
elektrolit dikonsumsi.
4) Makanan berprotein tinggi
Terapeutik membantu memperbaiki
1) Berikan perawatan mulut jaringan yang rusak dan tinggi
sebelum pemberian makan, jika kalori mebantu memenuhi
perlu kebutuhan energi untuk
2) Sediakan makan yang tepat melakukan aktivitas.
sesuai kondisi pasien (mis. 5) Suplemen makanan dapat
Makanan dengan tekstur halus, membantu meningkatkan nafsu
makanan yang di blander, makan pasien dengan
makanan cair yang diberikan kandungan yang berada
melalui NGT atau gastrostomy, didalamnya.
total parenteral nutrition sesuai 6) Mencegah pasien
indikasi) ketergantungan menggunakan
3) Hidangkan makanan secara selang saat mengkonsumsi
menarik makanan.
4) Berikan suplemen, jika perlu
5) Berikan pujian pada pasien atau Edukasi
keluarga untuk peningkatan 1) Posisi duduk dapat membantu
yang dicapai mencegah naiknya asam
lambung dan perut kembung
Edukasi sehingga saat duduk makanan
1) Jelaskan jenis makanan yang cepat dicerna oleh tubuh.
bergizi tinggi, namun tetap 2) Sesuai dengan kondisi pasien
terjangkau sehingga tidak melebihi asupan
2) Jelaskan peningkatan asupan nutrisi kebutuhan tubuh pasien.
kalori yang dibutuhkan
Kolaborasi
1) Pemberian obat antiemetic dapat
membantu mencegah rasa mual
saat akan makan sehingga
asupan makan dapat masuk
kedalam tubuh dengan baik.
2) Untuk menentukan kebutuhan
nutrisi yang tepat sesuai
kebutuhan tubuh pasien.

Promosi berat badan


Observasi
1) Untuk mengetahui penyebab
terjadinya penurunan BB
sehingga dapat menentukan
perawatan yang tepat.
2) Kondisi mual dan muntah dapat
mempengaruhi asupan nutrisi
masuk kedalam tubuh sehingga
nafsu makan pasien menjadi
menurun.
3) Untuk menentukan diet yang
tepat diberikan kepada pasien
sehingga pasien tidak
mengalami kelebihan atau
kekurangan kalori dalam
tubuhnya.
4) Dengan menimbang berat badan
dapat memantau peningkatan
dan pemenuhan nutrisi pasien.
5) Serum albumin, limfosit dan
elektrolit serum yang normal
menandakan bahwa intake
nutrisi sudah sesuai dengan
kebutuhan tubuh pasien.

Terapeutik
1) Mulut yang bersih dapat
meningkatkan nafsu makan.
2) Agar mempermudah pasien
makan dan asupan makanan
terpenuhi.
3) Makanan yang menarik dapat
membantu meningkatkan nafsu
makan pasien.
4) Suplemen dapat membantu
meningkatkan nafsu makan
pasien karena kandungan yang
terkandung di dalamnya.
5) Dengan memberikan pujian
pasien dan keluarganya merasa
dihargai atas usahanya dalam
membantu perawatan pasien.

Edukasi
1) Dengan memberikan edukasi
mengenai jenis makanan dapat
membantu keluarga
menyiapakan makanan yang
sesaui dengan kondisi pasien
saat dirumah.
2) Asupan kalori yang dibutuhkan
disesuaikan dengan kondisi
pasien maka dari itu penjelasan
sangat diperlukan sehingga
tidak terjadinya salah persepsi.

3) Hipertermi
Hipertermi
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama …. X 24 jam diharapkan
suhu tubuh tetap berada pada rentang normal
Kriteria hasil:
1) Tidak menggigil
2) Suhu tubuh dalam rentang normal
3) Suhu kulit membaik
4) Nadi dan respirasi dalam rentang normal
Intervensi Rasional
Manajemen Hipertermi Manajemen Hipertermi
Observasi Observasi
1) Identifikasi penyebab 1) Untuk mengetahui penyebab
hipertermia (mis. Dehidrasi, terjadinya hipertermi dan dapat
terpapar lingkungan panas, memberikan perawatan serta
penggunaan incubator). pengobatan yang tepat.
2) Monitor suhu tubuh 2) Untuk mengetahui apakah suhu
3) Monitor kadar elektrolit tubuh pasien mengelami
4) Monitor haluaran urine peningkatan atau penurunan saat
5) Monitor komplikasi akibat diberikan berawatan.
hipertermi 3) Untuk mencegah terjadinya
dehidrasi saat terjadinya
Terapeutik penguapan karena demam.
1) Sediakan lingkungan yang 4) Untuk memantau keseimbangan
dingin cairan pasien sehingga saat
2) Longgarkan atau lepaskan hipertermi pasien tidak
pakaian mengalami dehidrasi.
3) Basahi dan kipasi permukaan 5) Untuk mencegah terjadinya
tubuh keadaan serius dan dengan cepat
4) Berikan cairan oral melakukan tindakan
5) Ganti linen setiap hari atau penanganan sehingga tidak
lebih sering jika mengalami mengancam jiwa pasien.
hiperhidosis (keringat
berlebihan) Terapeutik
6) Lakukan pendinginan eksternal 1) Lingkungan yang dingin dapat
(mis. Selimut hipotermia atau membantu mencegah terjadinya
kompres dingin pada dahi, penguapan dan mencegah
leher, dada, abdomen, aksila) terjadinya dehidrasi.
7) Hindari pemberian antiperetik 2) Pakaian yang longgar dapat
atau aspirin membantu menurunkan suhu
8) Berikan oksigen, jika perlu tubuh pasien dan mencegah
keringat keluar lebih banyak.
Edukasi 3) Untuk mencegah pengeluaran
1) Anjurkan tidah baring keringan berlebihan sehingga
dapat mencegah terjadinya
dehidrasi karena evaporasi.
Kolaborasi 4) Asupan cairan oral dapat
1) Kolaborasi pemberian cairan membantu memenuhi asupan
dan elektrolit intravena, jika cairan dalam tubuh yang hilang
perlu pada saat penguapan melalui
keringat dan mencegah
dehidrasi.
5) Untuk mencegah terjadinya
peningkatan suhu karena
ketidaknyamanan tempat tidur.
6) Dengan kompres dingin atau
hangat-hangat kuku dapat
membantu memperlancar aliran
darah sehingga suhu panas di
dalam tubuh dapat keluar
melalui keringat.
7) Pemberian antiperitek yang tiba-
tiba dapat menurunkan drastic
suhu tubuh tetepi perlu
diperhatikan jika tiba-tiba suhu
Kembali meninggi.
8) Jika kondisi demam pasien
mengalami sesak napas dapat
diberikan oksigen untuk
membantu pemenuhan oksigen
pasien

Edukasi
1) Tirah baring sangat diperlukan
saat kondisi demam untuk
mencegah terjadinya banyak
aktivitas dan pengeluaran
keringat yang berlebihan
sehingga suhu tubuh dapat
segera Kembali normal.

Kolaborasi
1) Pemberian cairan melalui
intravena dapat membantu
memenuhi cairan tubuh yang
hilang yang disebabkan oleh
penguapan karena suhu tubuh
yang tinggi.

4) Hypovolemia
Hipovolemia
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama …. X 24 jam diharapkan
status cairan membaik.
Kriteria Hasil:
1) Turgor kulit meningkat
2) Output urine meningkat
3) Kekuatan nadi membaik
4) Frekuensi nadi meningkat
5) Tekanan darah membaik
6) Tekanan nadi membaik
7) Membrane mukosa membaik
8) Kadar hematocrit membaik
9) Status mental membaik
10) Suhu tubuh membaik
11) Keluahan haus menurun
12) Mata cekung membaik
13) Berat badan membaik

Intervensi Rasional
Manajemen Hipovolemia Manajemen Hipovolemia
Observasi Observasi
1) Observasi tanda-tanda vital dan 1) Mengetahui keadaan umum
gelaja hypovolemia pasien dan memantau adanya
2) Monitor intake dan output perubahan tanda-tanda vital
cairan serta gejala-gejala yang
memberparah hypovolemia.
Terapeutik 2) Menentukan status
1) Hitung kebutuhan cairan keseimbangan cairan tubuh
2) Berikan posisi modified pasien dan menentukan tingkat
trendelenburg dehidrasi ataupun tingkat
3) Berikan asupan cairan oral kelebihan cairan pasien.

Edukasi Terapeutik
1) Anjurkan memperbanyak 1) Agar kebutuhan cairan pasien
asupan cairan oral terpenuhi sesuai dengan
2) Anjurkan menghindari kondisinya.
perubahan posisi mendadak 2) Posisi modified Trendelenburg
mampu digunakan untuk
Kolaborasi menstabilkan pasien syok
1) Kolaborasi pemberian cairan IV hemodinamik karena mampi
isotonis (mis. NaCl, RL) meningkatkan aliran balik vena
2) Kolaborasi pemberian cairan IV dan meningkatkan curah
hipotonis (mis. Glukosa 2,5%, jantung.
NaCl 0,4%) 3) Asupan oral diberikan untuk
3) Kolaborasi pemberian cairan mempercepat pemenuhan
koloid (mis. Albumin, kebutuhan cairan selain cairan
plasmanate) IV.
4) Kolaborasi pemberian produk
darah

Manajemen syok hipovolemik Edukasi


Observasi 1) Membantu keluarga pasien
1) Monitor status kardiopulmonal memberikan asupan oral kepada
(frekuensi dan kekuatan nadi, pasien agar mempercepat
frekuensi napas, dan TD) pemenuhan cairan yang kurang.
2) Monitor status oksigenasi 2) Perubahan posisi yang
(oksimetri nadi, AGD) mendadak menyebabkan
3) Monitor status cairan (masukan menjadi pusing dan berkunang-
dan keluaran, turgor kulit, CRT) kunang.
4) Periksa tingkat kesadaran dan
respon pupil Kolaborasi
5) Periksa seluruh permukaan 1) Cairan IV isotonis membantu
tubuh. menenuhi sejumlah cairan yang
telah hilang yang sesuai dengan
Terapeutik komponen osmolalitas darah
1) Pertahankan jalan napas paten dan membantu meningkatkan
2) Berikan oksigen untuk volume ekstraseluler.
mempertahankan saturasi 2) Cairan hipotonis bersungsi
oksigen >94% untuk menggantikan cairan
3) Persiapkan intubasi dan seluler, dan menyediakan air
ventilasi mekanis, jika perlu bebas untuk eksresi sampah
4) Berikan posisi syok (modified tubuh, sehingga mendorong air
trendelenberg) masuk ke dalam sel untuk
5) Pasang jalur IV berukuran besar memperbaiki keseimbangan di
(mis, no 14/16) intrasel dan ekstrasel.
6) Pasang kateter urin untuk 3) Pemberian cairan koloid
menilai produksi urin membantu mempercepat
7) Pasang selang nasogastrik untuk pemenuhan cairan yang mana
dekompresi lambung cairan berpindah dari sel ke
8) Ambil sampel darah untuk intravaskuler sehingga
pemeriksaan darah lengkap dan menyebabkan sel-sel
elektrolit mengkerut.
Kolaborasi 4) Pemberian darah membantu
1) Kolaborasi pemberian infus dalam meningkatkan volume
cairan kristaloid 20 mL/kgBB darah sehingga proses
pada anak homeostatis tubuh tetap terjaga.

Manajemen syok hipovolemik


Observasi
1) Memastikan tidak adanya
perubahan keadaan umum
melewati batas normal dan
menunjukkan syok yang parah.
2) Untuk mengetahui
perkembangan status kesehatan
pasien dan mencegah
komplikasi lanjutan.
3) Mencegah terjadinya
kekurangan cairan dan
kebutuhan cairan tetap terjaga
4) Untuk menjaga kesadaran
pasien tidak menurun dan pasien
masih meberikan respon
terhadap lingkungan sekitar.

Terapeutik
1) Pasien dapat memenuhi
kebutuhan oksigen dengan
maksimal
2) Untuk mencegah dan
memperbaiki hipoksia jaringan.
3) Pemasangan ventilasi mekanik
bertujuan untuk mendapatkan
PaO2 lebih daro 90 mmHg atau
SaO2 lebih dari 90% sehingga
pemenuhan oksigenasi terpenuhi
dengan baik.
4) Posisi modified Trendelenburg
mampu digunakan untuk
menstabilkan pasien syok
hemodinamik karena mampi
meningkatkan aliran balik vena
dan meningkatkan curah
jantung.
5) Pemberian cairan dengan jalur
IV besar dapat membantu
kekurangan cairan yang besar
terpenuhi dengan cepat.
6) Pemasangan kateter diperlukan
karena untuk memantau cairan
yang keluar sehingga antara
cairan yang masuk dan keluar
tetep balance.
7) Pemasangan NGT membantu
untuk dekompresi lampung
bertujuan untuk mengeluarkan
darah yang ada pada lambung
(bilas lambung)
8) Untuk mengukur keasaman
(pH), jumlah oksigen, dan
karbondioksida dalam darah.
Pemeriksaan ini digunakan
untuk menilai fungsi kerja paru-
paru dalam menghantarkan
oksigen ke dalam sirkulasi darah
dan mengambil karbondioksida
dalam darah.

Kolaborasi
1) Mempertahankan atau
mengganti cairan tubuh yang
mengandung air, elektrolit,
protein, karbohidrat, dan lemak,
memperbaiki keseimbangan
asam basa, dan memperbaiki
volume komponen darah.

5) Pola Nafas Tidak Efektif


Pola Nafas Tidak Efektif
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama …. X 24 jam diharapkan
pola nafas menjadi adekuat.
Kriteria hasil:
1) Dyspnea menurun
2) Penggunaan oto bantu napas menurun
3) Frekuensi napas membaik
4) Kedalam napas membaik
Intervensi Rasional
Manajemen jalan nafas Manajemen jalan nafas
Observasi Observasi
1) Monitor pola nafas (frekuensi, 1) Memonitor keadaan pernapasan
kedalaman, usaha nafas) klien.
2) Monitor bunyi nafas tambahan 2) Mengetahui adanya sumbatan
(missal: gurgling, mengi, pada jalan napas.
whezzing, ronkhi kering) 3) Untuk mengetahui kondisi
3) Monitor sputum (jumlah, sputum yang menghambat jalan
warna, aroma). napas pasien.
Teraupetik Terapeutik
1) Pertahankan kepatenan jalan 1) Untuk membebaskan jalan
nafas dengan head-tilt dan chin- napas pasien dan pasien masih
lift (jaw-thrust jika curiga mendapatkan oksigen
trauma servikal) semaksimal mungkin.
2) Posisikan Semi-Fowler atau 2) Untuk memaksimalkan
Fowler potensial ventilasi.
3) Lakukan fisioterapi dada jika 3) Untuk membantu pengeluaran
perlu sputum yang menghambat jalan
4) Lakukan penghisapan lendir napas.
kurang dari 15 detik 4) Membantu membebaskan jalan
5) Lakukan hiperoksigenasi napas dari penumpukan sputum
sebelum penghisapan sehingga memaksimalkan
endotrakeal penghirupan oksigen.
6) Keluarkan sumbatan benda 5) Agar pasien tidak mengalami
padat dengan forsep McGill kekurangan oksigen saat
7) Berikan oksigen jika perlu penghisapan endotrakeal.
6) Membantu membebaskan jalan
Edukasi napas dari sumbatan dan
1) Anjurkan asupan cairan 2000 memaksimalkan oksigen
ml/hari, jika tidak kontraindikasi terhirup.
2) Ajarkan teknik batuk efektif. 7) Pemberian oksigen untuk
mencegah terjadinya hipoksia
Kolaborasi jaringan dan kebutuhan oksigen
1) Kolaborasi pemberian tetap terpenuhi.
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu. Edukasi
1) Untuk mencegah terjadinya
Pemantauan Respirasi dehidrasi.
Observasi 2) Batuk efektif sangat diperlukan
1) Monitor frekuensi, irama, untuk membantu pengeluaran
kedalaman, dan upaya nafas secret mencegah pasien menjadi
2) Monitor pola nafas (seperti sesak napas saat pengeluaran
bradipnea, takipnea, sputum.
hiperventilasi, kussmaul,
Cheyne-stokes, biot, ataksik). Kolaborasi
3) Monitor kemampuan batuk 1) Untuk membantu pembebasan
efektif jalan napas dari sumbatan
4) Monitor adanya produksi sputum sputum dan mengencerkan
5) Monitor adanya sumbatan jalan sputum.
nafas
6) Palpasi kesimetrisan ekspansi Pemantauan Respirasi
paru Observasi
7) Auskultasi bunyi nafas 1) Untuk mengetahui kondisi
8) Monitor saturasi oksigen keadekuatan pernapasan pasien.
9) Monitor nilai AGD 2) Untuk mengetahui kondisi
keadekuatan pernapasan pasien.
Teraupetik 3) Untuk mengetahui kemampuan
1) Atur interval pemantauan pasien batuk secara spontan.
respitrasi sesuai kondisi pasien 4) Untuk mengetahui apakah ada
2) Dokumentasi hasil pemantauan. produksi sputum berlebih
sehingga sputum tersebut dapat
Edukasi diantisipasi dalam menghambat
1) Jelaskan tujuan dan prosedur pernapasan pasien.
pemantauan. 5) Untuk mengetahui apakah ada
2) Informasikan hasil pemantauan, sumbatan yang menghambat
jika perlu. jalan napas pasien.
6) Melihat apakah ada obstruksi di
salah satu bronkus atau adanya
gangguan pada ventilasi.
7) Untuk mengetahui suara napas
tambahan dan keabnormalan
pada paru-paru.
8) Mencegah terjadinya hipoksia
jaringan.
9) Untuk mengukur kadar oksigen,
karbondioksida, ph di dalam
darah.

Terapeutik
1) Memantau kondisi pasien
dibutuhkan waktu yang tepat
sehingga disaat perubahan
kondisi pasien sebagai perawat
dapat mengantisipasi
kemungkinan perubahan kondisi
pasien yang terjadi secara
mendadak.
2) Sebagai bukti perbandingan
kondisi pasien dan bisa
diinformasikan kepada keluarga
pasien dan informasi tersebut
dapat dipertanggungjawabkan
sebagai bukti.

Edukasi
1) Segala sesuatu tindakan
prosedur perlu dikomunikasikan
agar tidak terjadi salah persepsi.
2) Agar keluarga pasien
mengetahui mengenai kondisi
pasien baik kondisinya bagus
atau buruk dan mengantisipasi
kemungkinan-kemungkinan.

6) Ansietas
Ansietas
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama …. X 24 jam diharapkan
tingkat ansietas menurun
Kriteria Hasil:
1) Konsentrasi membaik
2) Pola tidur membaik
3) Perilaku gelisah menurun
4) Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
5) Perilaku tegang menurun
Intervensi Rasional
Reduksi Ansietas Reduksi Ansietas
Observasi Observasi
1) Identifikasi saat tingkat ansietas 1) Untuk mengetahui perubahan-
berubah (mis. Kondisi, waktu, perubahan kondisi pasien.
stressor) 2) Kemampuan mengambil
2) Identifikasi kemampuan keputusan perlu dikaji karena
mengambil keputusan akan mempengaruhi seberapa
3) Monitor tanda anxietas (verbal tepat dan cepat pasien
dan nonverbal) mengambil keputusan.
3) Untuk mengetahui kecemasan
Terapeutik pasien.
1) Ciptakan suasana terapeutik
untuk menumbuhkan Terapeutik
kepercayaan 1) Suasana yang nyaman akan
2) Temani pasien untuk mengurangi membuat pasien percaya bahwa
kecemasan, jika memungkinkan petugas mampu membantu
3) Pahami situasi yang membuat pasien mengatasi
ansietas kecemasannya.
4) Dengarkan dengan penuh 2) Pasien merasa ada yang
perhatian menghibur dan tidak kesepian.
5) Gunakan pendekatan yang 3) Keadaan kondisi sekitar pasien
tenang dan meyakinkan perlu dipertimbangkan agar
6) Motivasi mengidentifikasi situasi tidak menambah ansietas pasien
yang memicu kecemasan meningkat
7) Diskusikan perencanaan realistis 4) Dengan mendengarkan penuh
tentang peristiwa yang akan perhatian pasien merasa dihargai
datang dan terhibur.
5) Pendekatan yang tenang akan
Edukasi membuat pasien juga merasa
1) Jelaskan prosedur, termasuk tenang.
sensasi yang mungkin dialami 6) Dapat membantu pasien
2) Informasikan secara factual mengungkapkan situasi yang
mengenai diagnosis, pengobatan, menyebabkan kecemasannya
dan prognosis muncul.
3) Anjurkan keluarga untuk tetap 7) Dengan merencanakan masa
bersama pasien, jika perlu depan mampu membuat pasien
4) Anjurkan melakukan kegiatan melupakan sejenak kecemasan
yang tidak kompetitif, sesuai yang dialaminya dan mau
kebutuhan berpikir positif kedepannya.
5) Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi Edukasi
6) Latih kegiatan pengalihan, untuk 1) Agar pasien merasa lebih tenang
mengurangi ketegangan dan tidak waswas mengenai
7) Latih penggunaan mekanisme tindakan yang kita berikan.
pertahanan diri yang tepat 2) Agar pasien merasa lebih tenang
8) Latih Teknik relaksasi dan menerima segala hal yang
terjadi setelah mendapat
Kolaborasi penjelasan.
1) Kolaborasi pemberian obat anti 3) Pendampingan keluarga
ansietas, jika perlu merupakan hal utama dimana
pasien merasa ada yang
menemani dan terhibur.
Terapi Relaksasi 4) Kegiatan kompetitif akan
Observasi membuat pikiran pasien
1) Identifikasi penurunan tingkat semakin terbebani karena harus
energi, ketidakmampuan diajak berkompotensi.
berkonsentrasi, atau gejala lain 5) Dengan mengungkapkan
yang mengganggu kemampuan persepsi dan perasaan petugas
kognitif jadi mengetahui apa yang
2) Identifikasi Teknik relaksasi dirasakan pasien dan dapat
yang pernah efektif digunakan memberikan perawatn yang
3) Identifikasi kesedihan, tepat kepada pasien.
kemampuan, dan penggunaan 6) Kegiatan pengalihan dapat
Teknik sebelumnya membantu pasien melupakan
4) Periksa ketegangan otot, sejenak mengenai kecemasan
frekuensi nadi, tekanan darah, yang dialaminya.
dan suhu sebelum dan sesudah 7) Penggunaan koping individu
Latihan yang sesuai akan membantu
5) Monitor respons terhadap terapi pasien secara cepat bangkit dari
relaksasi kecemasannya.
8) Teknik relaksasi dapat
Terapeutik membantu pasien menjadi lebih
1) Ciptakan lingkungan tenang dan tenang.
tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang Terapi Relaksasi
nyaman, jika memungkinkan Observasi
2) Berikan informasi tertulis 1) Untuk mengetahui kondisi
tentang persiapan dan prosedur pasien setelah ansietas yang
Teknik relaksasi dialaminya.
3) Gunakan pakaian longgar 2) Untuk membantu pasien
4) Gunakan nada suara lembut mendapat perawatan yang tepat
dengan irama lambat dan dan tidak menimbulkan
berirama kebosanan.
5) Gunakan relaksasi sebagai 3) Untuk mengetahui sejauh mana
strategi penunjang dengan pasien sudah mampu
analgetic atau tindakan medis menggunakan Teknik relaksasi
lain, jika sesuai yang diketahuinya.
4) Untuk mengetahui kondisi
Edukasi pasien apakah mengalami
1) Jelaskan tujuan, manfaat, perubahan yang signifikan
Batasan, dan jenis, relaksasi setelah dilakukan terapi Latihan.
yang tersedia (mis. Music, 5) Untuk mengetahui keberhasilan
meditasi, napas dalam, relaksasi dari terapi relaksasi yang
otot progresif) dilakukan
2) Jelaskan secara rinci intervensi
relaksasi yang dipilih Terapeutik
3) Anjurkan mengambil posisi 1) Lingkungan yang tenang akan
nyaman membantu pasien mendapatkan
4) Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaks yang pas.
sensasi relaksasi 2) Dengan membrikan informasi
5) Anjurkan sering mengulang atau maka pasien merasa lebih tenang
melatih Teknik yang dipilih dan berpikir bahwa tindakan
6) Demonstrasikan dan latih Teknik tersebut aman dilakukan.
relaksasi (mis. Napas dalam, 3) Pakaian longgar membantu
peregangan atau imajinasi pasien mendapatkan kondisi
terbimbing) nyaman.
4) Nada suara lembut membantu
pasien mendapatkan situasi yang
tenang dan damai.
5) Teknik relaksasi membantu
pasien mengalihkan kecemasan
selain menggunakan obat-
obatan.

Edukasi
1) Agar pasien dapat memilih
relaksasi sesuai keinginannya
dan merasa aman bahwa
tindakan tersebut dilakukan.
2) Agar tidak terjadi salah persepsi
dan menimbulkan kecemasan
kembali.
3) Posisi nyaman dapat membantu
pasien merasa lebih rileks.
4) Agar kecemasan dapat menurun
dengan cepat.
5) Agar kecemasan dapat menurun
dengan cepat dan dapat
diterapkan jika terjadi
kecemasan kembali.
6) Agar pasien mampu menerapkan
Teknik relaksasi yang diajarkan
jika nantinya mengalami
kecemasan Kembali.

7) Gangguan Eleminasi Urine


Gangguan Eliminasi Urine
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatn selama …. X 24 jam diharapkan
eliminasi urine membaik
Kriteria Hasil:
1) Sensai berkemih meningkat
2) Desakan berkemih menurun
3) Distensi kandung kemih menurun
4) Tidak ada disuria
Intervensi Rasional
Manajemen Eliminasi Urine Manajememen Eliminasi Urine
Observasi Observasi
1) Identifikasi tanda dan gejala 1) Untuk mengetahui kondisi
retensi atau inkontinensia urine pasien dan menerapkan
2) Identifikasi faktor yang pengobatan yang tepat.
menyebabkan retensi atau 2) Untuk mengetahui penyebab
inkontinensia urine terjadinya retensi urine sehingga
3) Monitor eliminasi urine (mis. bisa menerapkan perawatan
Frekuensi, konsistensi, aroma, yang tepat pada pasien.
volume, dan warna 3) Untuk mengetahui kondisi
pasien mengenai eliminasi
Terapeutik urinenya apakah sudah sesuai
1) Catat waktu-waktu dan haluaran dalam kondisi normal.
berkemih
2) Batasi asupan cairan, jika perlu Terapeutik
3) Ambil sampel urine tengah 1) Untuk mengontrol kapan pasien
(midstream) atau kultur berkemih.
2) Asupan cairan berlebih akan
Edukasi membuat pasien sering
1) Ajarkan tanda dan gejala infeksi berkemih.
saluran kemih 3) Untuk mengetahui apakah ada
2) Ajarkan mengukur asupan cairan zat-zat lain yang terkandung di
dan haluaran urine dalam urine.
3) Anjurkan mengambil specimen
cairan urine midstream Edukasi
4) Ajarkan mengenali tanda 1) Agar lebih tepat dan cepat
berkemih dan waktu yang tepat memperoleh penanganan.
untuk berkemih 2) Agar keluarga dapat memantau
5) Ajarkan terapi modalitas pasien jika dirumah terjadi hal
penguatan otot-otot pinggul/ yang sama.
berkemih 3) Agar keluarga pasien bisa
6) Anjurkan minum yang cukup, mengambil specimen urine jika
jika tidak ada kontraindikasi terjadi hal yang sama.
7) Anjurkan mengurangi minum 4) Membantu pengeluaran urine
menjelang tidur agar keluar maksimal.
5) Minum yang cukup dapat
Kolaborasi membantu memperlancar
1) Kolaborasi pemebrian obat pengeluaran urine.
suposituria uretra, jika perlu 6) Minum air menjelang tidur
dapat membantu memperlancar
kandung kemih saat tidur.

Kolaborasi
1) Suposituria ureta dapat
membantu memperlancar
pengeluaran urine.

8) Resiko Infeksi
Resiko Infeksi
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama …. X 24 jam diharapkan
derajat infeksi menurun
Kriteria Hasil:
1) Tidak demam
2) Tidak ada kemerahan
3) Tidak ada nyeri
4) Tidak ada bengkak
5) Kadar sel darah putih normal
Intervensi Rasional
Pencegahan Infeksi Pencegahan Infeksi
Observasi Observasi
1) Monitor tanda dan gejala infeksi 1) Untuk mengetahui kondisi
local dan sistemik pasien apakah mengalami
infeksi atau tidak.
Terapeutik Terapeutik
1) Batasi jumlah pengunjung 1) Pengunjung yang banyak akan
2) Berikan perawatan kulit pada membuat pasien lebih banyak
daerah edema terpapar bakteri virus dari luar
3) Cuci tangan sebelum dan sehingga infeksi bisa bertambah.
sesudah kontak dengan pasien 2) Untuk mencegah terjadinya
dan lingkungan pasien infeksi yang meluas.
4) Pertahankan Teknik aseptic pada 3) Untuk mencegah terjadinya
pasien berisiko tinggi infeksi nosocomial.
4) Untuk mencegah terjadinya
Edukasi infeksi nosocomial.
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2) Ajarkan cara memeriksa luka Edukasi
3) Anjurkan meningkatkan asupan 1) Agar keluarga pasien dan pasien
cairan paham mengenai tanda dan
gejala infeksi dan dapat
Kolaborasi melakukan pencegahan.
1) Kolaborasi pemberian imunisasi, 2) Agar luka tidak menginfeksi
jika perlu semakin luas.
3) Asupan cairan yang cukup dapat
Manajemen Imunisasi membantu system metabolism
Observasi berjalan dalam kondisi normal.
1) Identifikasi riwayat Kesehatan
dan riwayat alergi Kolaborasi
2) Identifikasi kontraindikasi 1) Imunisasi membantu untuk
pemberian imunisasi menambah imunitas tubuh.
3) Identifikasi status imunisasi
setiap kunjungan ke pelayanan Manajemen Imunisasi
Kesehatan Observasi
1) Untuk mengetahui kondisi
pasien dan dapat melakukan
antisipasi perawatan jika hal
Terapeutik yang tidak diinginkan terjadi.
1) Berikan suntikan pada bayi 2) Mencegah terjadinya tanda-tanda
dibagian paha anterolateral alergi dan memperburuk kondisi
2) Dokumentasi informasi vaksinasi pasien.
3) Jadwalkan imunisasi pada 3) Untuk membantu pasien
interval waktu yang tepat mendapat imunisasi yang belum
didapatkan.
Edukasi
1) Jelaskan tujuan, manfaat, resiko Terapeutik
yang terjadi, jadwal dan efek 1) Daerah paha amterolateral
samping merupakan banyak lapisan otot
2) Informasikan imunisasi yang sehingga bayi tidak terasa sakit
diwajibkan pemerintah saat disuntik.
3) Informasikan imunisasi yang 2) Untuk mengingat bahwa
melindungi terhadap penyakit imunisasi sudah diberikan dan
namun saat ini tidak diwajibkan tidak terjadi pemberian yang
pemerintah double.
4) Informasikan vaksinasi untuk 3) Dengan jadwal imunisasi yang
kejadian khusus tepat maka pasien mendapat
5) Informasikan penundaan imunisasi sesuai dengan
pemberian imunisasi tidak berarti waktunya.
mengulang jadwal imunisasi
kembali Edukasi
6) Informasikan penyedia layanan 1) Untuk mencegah terjadinya
pekan imunisasi nasional yang miss komunikasi.
menyediakan vaksin gratis 2) Agar pasien mendapat imunisasi
yang sudah ditetapkan oleh
pemerintah.
3) Agar pasien mengetahui jenis
imunisasi lain yang tidak
diwajibkan pemerintah tetapi
boleh digunakan.
4) Dapat membantu pasien
memperoleh informasi
mengenai vaksinasi pada
kejadian khusus jika terjadi pada
dirinya.
5) Penundaan imunisasi dilakukan
jika pasien dalam kondisi tidak
baik maka itu dapat mencegah
terjadinya komplikasi dari
pemberian imunisasi.
6) Agar pasien dapat melakukan
imunisasi tetapi dengan biaya
yang murah dan membantu bagi
yang ekonominya tidak mampu.

9) Nyeri Akut
Nyeri Akut
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan
tingkat nyeri menurun
Kriteria Hasil:
1) Frekuensi nadi membaik
2) Pola napas membaik
3) Keluhan nyeri menurun
4) Tidak tampak meringis
Intervensi Rasional
Manajemen Nyeri Manajemen Nyeri
Observasi Observasi
1) Identifikasi lokasi, 1) Untuk mengetahui tingkat nyeri
karakteristik, durasi, frekuensi, pasien.
kualitas, intensitas nyeri 2) Untuk mengetahui seberapa
2) Identifikasi skala nyeri berat nyeri yang dialami pasien
3) Identifikasi respon nyeri non 3) Untuk mengetahui ekspresi
verbal pasien saat mengalami nyeri
4) Identifikasi faktor yang 4) Untuk membantu mengatasi
memperberat dan memperingan faktor-faktor yang memperberat
nyeri nyeri pasien.
5) Identifikasi pengetahuan dan 5) Untuk mengetahui seberapa
keyakinan tentang nyeri paham pasien mengetahui
6) Identifikasi pengaruh budaya mengenai nyeri.
terhadap respon nyeri 6) Untuk mengetahui pengaruh
7) Identifikasi pengaruh nyeri yang memperberat nyeri.
pada kualitas hidup 7) Untuk mengetahui apakah nyeri
8) Monitor keberhasilan terapi pasien mempengaruhi kualitas
komplementer yang sudah hidupnya sehingga petugas
diberikan dapat memberikn perawatan
9) Monitor efek samping yang tepat.
penggunaan analgetic 8) Untuk mengetahui tingkat
keberhasilan terapi
Terapeutik komplementer yang sudah kita
1) Berikan Teknik berikan.
nonfarmakologis untuk 9) Untuk mengetahui apakah
mengurangi rasa nyeri (mis. pasien mengalami
TENS, hypnosis, akupresur, kontraindikasi dari penggunaan
terapi music, biofeedback, analgetic
terapi pijat, aroma terapi,
Teknik imajinasi terbimbing, Terapeutik
kompres hangat/dingin, terapi 1) Teknik nonfarmakologi dapat
bermain) membantu mempercepat
2) Kontrol lingkungan yang menurunkan tingkat nyeri
memperberat rasa nyeri (mis. pasien diluar penggunaan
Suhu ruangan, pencahayaan, analgetic
kebisingan) 2) Untuk mengurangi tingkat
3) Fasilitasi istirahat dan tidur ketidaknyamanan yang
4) Pertimbangkan jenis dan dirasakan pasien.
sumber nyeri dalam pemilihan 3) Istirahat dan tidur juga dapat
strategi meredakan nyeri membnatu pasien menurunkan
rasa nyerinya karena tidur
Edukasi membatu menghistirahatkan
1) Jelaskan penyebab, periode, tubuh sejenak.
dan pemicu nyeri 4) Agar dapat memilihkan
2) Jelaskan strategi meredakan perawatan yang tepat mengenai
nyeri nyeri yang dialami pasien
3) Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri Edukasi
4) Anjurkan menggunakan 1) Agar mengetahui penyebab,
analgetic secara tepat periode, dan pemicu nyeri yang
5) Ajarkan Teknik dialami pasien.
nonfarmakologis untuk 2) Agar pasien dapat menggunakan
mengurangi rasa nyeri Teknik menurunkan rasa nyeri.
3) Agar pasien mampu mengetahui
Kolaborasi seberapa nyeri yang
1) Kolaborasi pemberian analgetic, dirasakannya.
jika perlu 4) Agar pasien mampu
menggunakan obat analgetic
Pemberian Analgetik secara tepat dosis.
Observasi 5) Agar pasien mampu
1) Identifikasi karakteristik nyeri menggunakan Teknik
(mis. Pencetus, Pereda, nonfarmakologi dan dapat
kualitas, lokasi, intensitas, menerapkannya dirumah jika
frekuensi, durasi) mengalami nyeri.
2) Identifikasi riwayat alergi obat
3) Identifikasi kesesuaian jenis
analgesic (mis. Narkotika, non-
narkotika, atau NSAID) dengan Kolaborasi
tingkat keparahan nyeri 1) Dengan pemberian analgetic
4) Monitor tanda-tanda vital dapat membantu mengurangi
sebelum dan sesudah rasa nyeri pasien.
pemberian analgesic
5) Monitor efektifitas analgetic Pemberian Analgetik
Observasi
Terapeutik 1) Untuk mengetahui karakteristik
1) Diskusikan jenis analgetic yang nyeri pasien.
disukai untuk mencapai 2) Untuk mengetahui apakah
analgesia optimal, jika perlu pasien mengalami alergi obat
2) Pertimbangkan penggunaan sehingga pemberian analgetic
infus kontinu, atau bolus opioid dapat diberikan dengan tepat.
untuk mempertahankan kadar 3) Untuk menentukan jenis
dalam serum analgetic yang tepat diberikan
3) Tetapkan target efektifitas kepada pasien.
analgetic untuk 4) Untuk mengetahui keadaan
mengoptimalkan respon pasien pasien sesudah dan sebelum
4) Dokumentasikan respon pemberian analgetic.
terhadap efek analgesik dan 5) Untuk mengetahui keberhasilan
efek yang tidak diinginkan analgetic diberikan kepada
pasien.
Edukasi
1) Jelaskan efek terapi dan efek Edukasi
samping obat 1) Agar keluarga dan pasien
mengetahui kontraindikasi dari
Kolaborasi pengobatan yang dilakukan.
1) Kolaborasi pemberian dosis
dan jenis analgesik, sesuai Kolaorasi
indikasi 1) Agar dapat memberikan dosis
analgesik secara tepat.

10) Gangguan Citra Tubuh


Gangguan Citra tubuh
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan …. X 24 jam diharapkan citra
tubuh meningkat
Kriteria Hasil:
1) Verbalisasi perasaan negative tentang perubahan tubuh menurun
2) Verbalisasi kekhawatiran pada reaksi orang lain menurun
3) Berani melihat bagian tubuh
4) Berani menyentuh bagian tubuh
Intervensi Rasional
Promosi Citra Tubuh Promosi Citra Tubuh
Observasi Observasi
1) Identifikasi harapan citra tubuh 1) Untuk mengetahui harapan
berdasarkan tahap mengenai citra tubuh yang
perkembangan dimiliki pasien.
2) Identifikasi budaya, agama, 2) Untuk mengetahui faktor diluar
jenis kelamin, dan umur terkait yang mempengaruhi citra tubuh
citra tubuh pasien.
3) Identifikasi perubahan citra 3) Untuk mengetahui seberapa
tubuh yang mengakibatkan perubahan citra tubuh
isolasi sosial mengakibatkan isolasi sosial
4) Monitor frekuensi pernyataan sehingga dapat memberikan
kritik terhadap diri sendiri perawatan yang tepat.
5) Monitor apakah pasien bisa 4) Untuk mengetahui seberapa
melihat bagian tubuh yang pesan pasien mengkritik diri
berubah sendiri.
5) Untuk mengetahui seberapa
Terapeutik berapi pasien menghargai
1) Diskusikan perubahan tubuh dirinya.
dan fungsinya
2) Diskusikan perbedaan
penampilan fisik terhadap Terapeutik
harga diri 1) Agar pasien dapat mengetahui
3) Diskusikan akibat perubahan perubahan yang terjadi.
pubertas, kehamilan, dan 2) Agar pasien bisa
penuaan membandingkan kondisi
4) Diskusikan kondisi stress yang fisiknya yang saat ini dan dapat
mempengaruhi citra tubuh (mis. menerima kondisinya walaupun
Luka, penyakit, pembedahan) dengan kondisi terbatas.
5) Diskusikan cara 3) Agar pasien tidak terkejut
mengembangkan harapan citra mengenai perubahan-perubahan
tubuh secara realistis yang terjadi.
6) Diskusikan persepsi pasien dan 4) Kondisi stress akan membuat
keluarga tentang perubahan pasien semakin berpikiran buruk
citra tubuh mengenai tubuhnya dan enggan
menerima kondisi tubuhnya.
Edukasi 5) Agar pasien dapat berpikir yang
1) Jelaskan kepada keluarga positif mengenai tubuhnya
tentang perawatan perubahan walaupun berapa dalam
citra tubuh keterbatasan.
2) Anjurkan mengungkapkan 6) Agar pasien dan keluarga dapat
gambaran diri terhadap citra saling memberikan dukungan.
tubuh
3) Anjurkan menggunakan alat Edukasi
bantu (mis. Pakaian, wig, 1) Agar keluarga dapat
kosmetik) memberikan perawatan yang
4) Anjurkan mengikuti kelompok sesuai dirumah saat pasien
pendukung (mis. Kelompok mengalami perubahan kondisi
sebaya) tubuhnya.
5) Latih fungsi tubuh yang 2) Agar pasien mampu
dimiliki memandang tubuhnya seperti
6) Latih peningkatan penampilan sediakala.
diri (mis. Berdandan) 3) Agar pasien dapat menutupi
7) Latih pengungkapan kondisi tubuhnya yang berubah
kemampuan diri kepada orang jika pasien masih malu.
lain maupun kelompok 4) Kelompok sebaya dengan
kondisi yang sama akan dapat
membantu pasien termotivasi
bahwa keadaannya bukan hanya
dirinya saja.
5) Agar pasien masih mampu
menggunakan bagian tubuhnya
yang masih normal untuk
beraktivitas seperti sediakala.
6) Dengan berdandan pasien
merasa terhibur dan bisa
diterapkan untuk menutupi
kekurangan yang ada pada
tubuhnya.
7) Agar pasien mampu
mengeluarkan bakatnya pada
saat kondisi yang terbatas.

4. Implementasi Keperawatan
Pelaksaan (Implementasi) adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah
pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru (Rohmah & Wahid, 2016:99)

5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan setelah melakukan intervensi yang telah dibuat untuk
mengetahui respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan.
Berdasarkan diagnosa keperawatan di atas, evaluasi hasil yang diharapkan adalah
sebagai berikut:
1) Kontinensia fekal membaik
2) Status nutrisi membaik
3) Suhu tubuh berada dalam rentang normal
4) Status cairan membaik
5) Pola napas adekuat
6) Tingkat ansietas menurun
7) Eliminasi urine membaik
8) Derajat infeksi menurun
9) Tingkat nyeri menurun
10) Citra tubuh meningkat
DAFTAR PUSTAKA
Adriana. 2013. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika

Betz, Sowden, 2012. Buku Saku Keperawatan Pedriatri. Jakarta: EGC.

Betz, Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 3. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

Faradilla, Nova. 2009. Ileus Obstruksi. Pekanbaru: FKUNRI.

Haryono, Rudi. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Kelainan Bawaan Sistem


Pencernaan. Yogyakarta: Goysen Publishing.

Maryunani, Anik. 2014. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita & Anak Pra-Sekolah.
Jakarta: In Medika.

Ngastiyah. 2011. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC.

Sinta, Lusiana El., Feni Andriani., DKK. 2019. Buku Ajar Asuhan Kebidanan
pada Neonatus, Bayi dan Balita. Edisi Pertama. Sidoarjo: Indomedia
Pustaka.

Tim Pogja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat PPNI.

Tim Pogja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Cetakan II. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pogja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1. Cetakan II. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Wong, L. Donna. 2013. Buku Ajar Keperwatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

Yuliastati & Amelia Arnis. 2016. “Modul Keperawatan Anak”. Edisi 1. Jakarta:
Kemenkes RI.
Faktor kongenital dan faktor lain yang tidak Gangguan pertumbuhan fusi, dan
diketahui/ idiopatik pembentukan anus dari tinjolan embroik

Ujung rectum buntu Atresia Ani Hubungan abnormal rectum dan vagina

Pathway
Kebocoran isi anus
Inkontenensia Fekal Ketidakmampuan fekal dikeluarkan

Feses masuk ke uretra


Pre operasi Fekal menjadi menumpuk diatas Dilakukan tindakan operasi

Mikroorganaisme masuk ke
Kurang pengetahuan Obstruksi Terputusnya saluran kemih
Colostomy
tentang tindakan operasi keutuhan jaringan

Distensi abdomen Perubahan Konsep Diri Pot de entri mikoorgenisme Infeksi saluran kemih
Respon psikologis

Merangsang peningkatan HDR Memudahkan masuknya Gangguan Eliminasi Urine


Pasien dan keluarga cemas
peristaltic usus kuman kedalam tubuh

Gangguan Citra Tubuh


Ansietas Resiko Infeksi Merangsang mediator kimia
Pergerakan
(bradikidin, serotonin, histamin
makanan lambat Penumpukan feses Prostaglandin) diujung-ujung saraf
Mendorong diafragma bebas
Rasa penuh diperut Pengeluaran inter Leuikin I
Proses Peradangan
Complien paru Radik dorsalis Impuls/ rangsangan
terganggu Peningkatan HCL (asam
lambung) Set point temperatur
meningkat Medulla spinalis
Kebutuhan O2
tidak adekuat Anoreksia, mual, Muntah berlebihan
muntah Febris Thalamus

Pernapasan tidak optimal Defisit Nutrisi Hipovolemia Korteks serebri


Hipertermi

Sesak Pola Nafas Tidak Efektif Nyeri Akut Persepsi nyeri

Anda mungkin juga menyukai