PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai
berikut:
1. Apa pengertian dari malformasi anorektal?
2. Bagaimana patofisiologi dari malformasi anorektal?
3. Bagaimana klasifikasi dari malformasi anorektal?
4. Apa tanda dan gejala dari malformasi anorektal?
5. Apa penyebab dari malformasi anorektal?
6. Bagaimana pemeriksaan diaknostik dari malformasi anorektal?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari malformasi anorektal?
8. Apa komplikasi dari malformasi anorektal?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, maka tujuan dari pembuatan makalah ini
adalah:
1. Untuk mendeskripsikan pengertian dari malformasi anorektal.
2. Untuk mendeskripsikan patofisiologi dari malformasi anorektal.
3. Untuk mendeskripsikan klasifikasi dari malformasi anorektal.
4. Untuk mendeskripsikan tanda dan gejala dari malformasi anorektal.
5. Untuk mendeskripsikan penyebab dari malformasi anorektal.
6. Untuk mendeskripsikan pemeriksaan diaknostik dari malformasi anorektal.
7. Untuk mendeskripsikan penatalaksanaan dari malformasi anorektal.
8. Untuk mendeskripsikan komplikasi dari malformasi anorektal.
1.4 Manfaat
Dari penulisan makalah ini, maka penulis mengharapkan penelitian ini dapat bermanfaat
bagi:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis makalah ini memberikan sumbangan khususnya bagi mata kuliah
Keperawatan Anak I, terutama pengetahuan tentang penyakit malformasi anorektal.
2
2. Manfaat Praktis
Secara praktis makalah ini memberikan sumbangan bagi:
a. Mahasiswa, agar lebih memahami pengetahuan tentang penyakit malformasi anorektal.
b. Penulis selanjutnya, sebagai referensi untuk membuat makalah selanjutnya yang
berkaitan dengan penyakit malformasi anorektal.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Selama itu, bagian ventral urogenital berhubungan dengan dunia luar, membran analis
dorsalis terbuka kemudian. Anus berkembang dengan penyatuan tuberculum analis dan
invaginasi external, diketahui sebagai proctodeum, yang mengarah ke rectum tetapi terpisah
oleh membran anal. Membran pemisah ini akan terpisahkan pada usia 8 minggu kehamilan.
Malformasi anorektal terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada
kehidupan embrional. Kelainan dalam perkembangan proses-proses ini pada berbagai stase
menimbulkan suatu spektrum anomaly, kebanyakan mengenai saluran usus bawah dan
bangunan genitourinaria dan bagian rektum kloaka menumbulkan fistula. Menifestasi klinis
diakibatkan adanya obtruksi dan adanya fistula. Obtruksi ini mengakibatkan distensi abdomen,
sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel
menuju rektum, maka urin akan diabsorsi sehingga terjadi asidosis hipperchloremia,
sebaliknya feses mengalir ke arah truktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Keadaan
ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90%
dengan fistula ke vagina (revtovagina) atau perineum (rektovestibular) (Brehman, 2000).
5
4) Anus imperforate tanpa vistula
Mempunyai karakteristik sama pada kedua jenis kelamin
Rectum tertutup sama sekali dan biasanya ditemukan kira-kira 2 cm di atas kulit
perineum.
5) Atresium rektum
Atresium rektum adalah yang jarang terjadi, hanya 1% dari anomaly anorektum
Cacat ini mempunyai kesamaan karakteristik pada kedua jenis kelamin. Tanda yang
unik pada cacat ini adalah bahwa penderita mempunyai kanal anul & anus yang
normal. Ada obstruksi sekitar 2 cm di atas batas kulit
b. Pada perempuan
1) Kloaka persisten
Pada kasus kloaka persisten ini, rectum, vagina dan saluran kencing bertemu dalam
satu saluran bersama. Perineum mempunyai satu lubang yang terletak sedikit di
belakang klitoris.
2) Fistula vestibular
Fitsula vestibular adalah cacat yang sering ditemukan pada perempuan. Rectum
bermuara ke dalam vestibula kelamin perempuan sedikit di luar salaput dara.
2. Klasifikasi malformasi anorektal berdasarkan atas hubungan rektum dengan otot
puborektal menurut (Wong, 2004) :
Pada Malformasi Anorektal penanganan yang dilakukan tergantung dari letak ujung
atresia terhadap dasar panggul, sehingga anomaly tersebut dibuat menjadi tipe rendah, tipe
intermediate, dan tipe tinggi. Perbedaan dari 3 tipe diatas dapat dilihat dibawah ini :
a. Kelainan letak rendah (low anomalies)
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puboorektalis. Terdapat
sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak
terdapat hubungan dengan saluran genitourinaius.
b. Kelainan letak sedang (intermedieat anomalies)
Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborektalis, terdapat cekungan anus,
lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
6
c. Kelainan letak tinggi (high anomalies)
Rektum berakhir di atas M.Puborektalis dengan jarak antara ujung buntu rectum
dengan kulit perineum > 1 cm. Letak tinggi biasanya disertai dengan fistel kesaluran
kencing atau kesaluran genital. Akhir rektum terletak di atas otot puborektal, tidak
terdapat spinter interna dan terdapat hubungan dengan genitourinaria pada laki-laki
fistula rektouretra, pada perempuan rektovaginal.
3. Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:
a. Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus
b. Membran anus yang menetap
c. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam-macam jarak
dari peritoneum
d. Lubang anus yang terpisah dengan ujung rektum
Malformasi anorektal terdiri dari berbagai macam bentuk. Beberapa bentuk tersebut
diantaranya adalah:
1. Congenital anal stenosis
2. Anal membrane atresia.
3. Anal agenesis
4. Rectal atresia
5. Rectoperitoneal fistula
6. Rectovaginal fistula
7
2. Cairan muntah mula-mula hijau kemudian bercampur tinja.
3. Kejang usus.
4. Bising usus meningkat.
5. Distensi abdomen.
6. Keluar mekonium baik dari vagina atau bersama urine (tergantung letak fistel).
7. Mekonium keluar pada anus seperti pasta gigi.
8
2. Pemeriksaan colok dubur, pada atresia rektum jari tidak masuk lebih 1–2 cm.
3. Protosigmoidoskopi, anoskopi, radiografi lateral terbalik.
4. Urogram intravena, sistourethrogram: dilakukan pada waktu miksi harus dilakukan karena
seringnya malformasi traktuf urinarius menyertai anomali ini.
5. Rontgenologis kolumna vertebralis: untuk mengetahui kelainan yang menyertai yaitu
anomali vertebra.
6. Pemeriksaan inspeksi dan palpasi daerah perineum secara dini.
7. Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium
8. Pemeriksaan sinar-X lateral inverse (teknik Wangensteen-Rice) dapat menunjukkan
adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada atau di dekat perineum,
dapat menyesatkan jika rectum penuh dengan mekonium yang mencegah udara sampai
keujung kantong rectal
9. Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak kantong rectal
10. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan cara menusukkan jarum tersebut
sambil melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5
cm, defek tersebut dianggap sebagai defek tingkat tinggi.
11. Pemeriksaan radiologi Invertogram
Yaitu teknik pengambilan foto untuk menilai jarak pungtum distal rectum terhadap muara
anus di kulit peritoneum.
12. Pewarnaan Radiopatik dimuskan ke dalam traknus urinarius misalnya sistouretogram
mikturasi akan memperlihatkan hubungan rekto urinarius dan kelainan urinarius.
9
juga dilakukan vaginostomi dan diversi urine jika perlu (setelah anak lebih besar 1 –
1,5 tahun).
b. Pada malformasi anus laki-laki tipe covered anal dilakukan insisi atau diiris hanya
pada garis hitam di kulitnya, kemudian diperlebar perlahan-lahan dan apabila ada
lubang dilanjutkan dengan kelingkin yang dilapisi vaselin didorong masuk sampai
teraba atau menonjol ujung rektum kemudian ujung rektum di insisi tanpa dijahit.
Pada defek letak rendah langsung dilakukan terapi definitif yaitu anorektoplasti
posterior sagital (PSARP), sisanya dilakukan kolostomi sementara.
2. Tindakan Definitif
a. Pembedahan definitif ini dimaksudkan untuk menghilangkan obstruksi dan
mempertahankan kontak kontinensi. Untuk malformasi rectum setelah bayi berumur
6 bulan dilakukan ano-rekto-vagina-uretroplasti posterior sagital (PSAVURP).
b. Pada malformasi anus tindakan koreksi lebih lanjut tergantung pada defek:
1) Pada malformasi anus yang tidak ada fistel tetapi tampak ada anal dimple
dilakukan insisi dianal dimple melalui tengah sfingter ani eksternus.
2) Jika fistel ano uretralis terapi anal dimple tidak boleh langsung ditembus tapi
lebih dulu fistel ano uretralis tersebut diikat. Bila tidak bisa kasus dianggap dan
diperlakukan sebagai kasus malformasi rektum.
3) Pada agenesis anorektal pada kelainan tinggi setelah bayi berat badan mencapai
10 kg tersebut harus diperbaiki dengan operasi sakroperineal atau abdomino
perineal dimana kolon distal ditarik ke aneterior ke muskulus puborektalis dan
dijahitkan ke perinuem. Pada anomali ini, sfingter ani eksternus tidak memadai
dan tidak ada sfingter internus, sehingga kontinensi fekal tergantung pada fungsi
muskulus pubo rektalis. Sebagai hasil dari anak dengan kelainan tinggi tanpa
muskulatur atau muskolatur yang buruk, kontinensia mungkin didapat secara
lambat tetapi dengan pelatihan intensif dengan menggunakan otot yang ada,
pengencangan otot kemudian dengan levator plasti, nasihat tentang diet dan
memelihara "neorektum" tetap kosong, kemajuan dapat dicapai.
10
2.8 Komplikasi Malformasi Anorektal
Semua pasien yang mempunyai malformasi anorectal dengan komorbiditas yang tidak
jelas mengancam hidup akan bertahan. Pada lesi letak tinggi, banyak anak mempunyai
masalah pengontrolan fungsi usus dan juga paling banyak menjadi konstipasi. Pada lesi letak
rendah, anak pada umumnya mempunyai control usus yang baik, tetapi masih dapat menjadi
konstipasi.
Komplikasi operasi yang buruk berkesempatan menjadi kontinensia primer, walaupun
akibat ini sulit diukur. Reoperasi penting untuk mengurangi terjadinya kontinensia. Kira-kira
90% anak perempuan dengan fistula vestibulum, 80% anak laki-laki dengan fistula
ureterobulbar, 66% anak laki-laki dengan fistula ureteroprostatic, dan hanya 15% anak laki-
laki dengan fistula bladder-neck mempunyai pergerakan usus yang baik. 76% anak dengan
anus imperforata tanpa fistula mempunyai pergerakan usus yang baik.
Selain itu komplikasi lain yang muncul pada malformasi anorektal menurut (Betz, 2002),
diantaranya yaitu:
1. Asidosis hiperkloremia
2. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan
3. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah)
4. Komplikasi jangka panjang :
a. Eversi mukosa anal
b. Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
c. Impaksi dan konstipasi (akibat dilatasinya sigmoid)
d. Masalah atau keterlambatan yg berhubungan dg toilet training
e. Inkontinensia (akibat stenosis anal atau impaksi)
f. Prolaps mukosa anorektal (menyebabkan inkontinensia dan rembesan persisten)
g. Fistula kambuhan (karena tegangan diarea pembedahan dan infeksi)
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Malformasi anorektal adalah kelainan bawaan anus yang disebabkan oleh ganggan
pertumbuhan dan pembentukan anus dari tonjolan embrionik (Manjoer Arif, dkk. 2003).
Penyebab kasus malformasi anorektal belum diketahui secara pasti, dan tindakan pembedahan
pada terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan tingkat keparahan.
Semakin tinggi lesi, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan tinggi, dilakukan
kolostomi beberapa hari setelah lahir. Lesi rendah diatasi dengan menarik kantong rectal
melalui sfingter sampai lubang pada kulit anal, fistula, bila ada, harus ditutup. Defek
membrane mukosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal.
Malformasi anorektal merupakan kelainan kongenital yang relatif sering dan seringkali
disertai dengan kelainan kongenital lain. Kelainan-kelainan inilah yang seringkali bertanggung
jawab atas morbiditas dan mortalitas penderita malformasi anorektal. Oleh karena itu, evaluasi
yang seksama harus dilakukan terhadap bayi penderita malformasi anorektal untuk
meminimalisir komplikasi-komplikasi ini.
3.2 Saran
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis berharap bahwa setelah mengetahui dan
mempelajari tentang malformasi anorektal, maka dapat meningkatkan wawasan untuk:
1. Bagi seorang perawat untuk mengetahui kelainan ini secara dini, pada semua bayi baru
lahir harus dilakukan colok anus dengan menggunakan termometer yang dimasukkan
sampai sepanjang 2 cm ke dalam anus, atau dapat juga dengan jari kelingking yang
memakai sarung tangan. Jika terdapat kelainan, maka termometer atau jari tidak dapat
masuk. Bila anus terlihat normal dan penyumbatan terdapat lebih tinggi dari perineum.
Gejala akan timbul dalam 24-48 jam setelah lahir berupa perut kembung, muntah
berwarna hijau.
2. Bagi seorang ibu lebih memperhatikan bila bayinya belum BAB dalam waktu 24-48 jam,
agar segera datang kepusat pelayanan kesehatan untuk memeriksakan bayinya atau
berkonsultasi dengan tenaga kesehatan agar bisa dilakukan tindakan selanjutnya.
12
DAFTAR PUSTAKA
13