Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I
PENDAHULUAN

Malformasi anorektal (Imperforate Anus) adalah kelainan kongenital berupa


kegagalan perkembangan saluran anus atau rektum secara normal. Kegagalan saluran
anus untuk berkembang dihubungkan dengan tidak sempurnanya pemisahan antara
usus dan saluran urogenital.Pada beberapa kasus, terdapatnya fistula yang menjadi
penghubung. (1)
Insidensi penyakit Malformasi Anorektal (Imperforate Anus) sebanyak 1 dari
5000 kelahiran bayi di seluruh dunia.Pada laki-laki yang paling sering terjadi adalah
malformasi anorektal dengan fistula rektouretra, sedangkan pada perempuan yaitu
malformasi anorektal dengan fistula rektovestibular.Sedangkan hanya 5 % dari pasien
yang menderita malformasi anorektal tanpa fistula, dan sindrom down terjadi pada
sebagian dari pasien tersebut.(2,3)
Dalam literatur disebutkan bahwa beberapa kasus dari malformasi anorektal
memiliki predisposisi genetik, didiagnosis dari generasi berikutnya.Bayi dengan
kelainan malformasi anorektal juga memiliki sindrom lain yang menyertai, bisa saja
memiliki satu atau lebih kelainan bawaan dari sistem lainnya seperti kelainan jantung,
gastrointestinal, spinal, vertebra, gastrourinaria, dan kelainan ginekologi. Kelainan
jantung bawaan yang sering terjadi seperti atrial septal defect (ASD), dan patent
ductus arteriosus. Kelainan trachoespopfageal juga terjadi pada 10 % kasus
malformasi anorektal.Down Syndrom terjadi pada sebagian kasus dengan malformasi
anorektal tanpa fistula.(1,2,3)
Etiologi belum diketahui secara pasti, sebuah literatur menyebutkan bahwa
terdapat hubungan malformasi anorektal dengan mutasi hampir pada semua
kromosom, mutasi kromosom yang paling sering terjadi yaitu mikrodelesi kromosom
22q, atau disebut dengan sindrom Di George atau CATCH-22 dan Trisomy-21 atau
disebut dengan (sindrom Down). (4)
2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Malformasi anorektal merupakan kelainan kongenital menunjukkan keadaan
tanpa anus atau anus yang tidak sempurna di mana terjadi malformasi septum
urorektal secara parsial atau komplit akibat perkembangan abnormal hindgut,
allantois dan duktus Mulleri. Malformasi anorektal merupakan spektrum penyakit
yang luas melibatkan anus dan rektum serta traktus urinarius dan genitalia.(5,6)
2.2 Etiologi
Etiologi malformasi anorektal belum diketahui secara pasti. Beberapa
literatur berpendapat bahwa kelainan ini sebagai akibat dari abnormalitas
perkembangan embriologi anus, rektum dan traktus urogenital, dimana septum tidak
membagi membran kloaka secara sempurna, dan terdapat juga predisposisi genetik
sebagai penyebabnya.
Terdapat beberapa faktor prognostik yang mempengaruhi terjadinya
morbiditas pada malformasi anorektal, seperti abnormalitas pada sakrum,
gangguan persarafan pelvis, sistem otot perineal yang tidak sempurna, dan gangguan
motilitas kolon.(3,6)

2.3 Anatomi
3

2.4 Embriologi
Pada masa embriologi, kloaka adalah rongga yang di dalamnya terdapat
hindgut, tailgut, allantois dan kemudian menjadi saluran mesonephric. Kloaka
terbentuk di hari ke 21 masa gestasi yang membentuk seperti huruf “U”, allantois di
bagian depan dan hindgut pada bagian belakang. Pada bagian tengah terdapat septum
yang tumbuh ke bawah dan menyatu dengan Rathke Plicae hingga membran kloaka.
Pada minggu ke-6 masa kehamilan, rongga urogenital bagian depan dan rongga anus
di bagian belakang mulai terbentuk. Pada minggu ke 7 masa kehamilan membran
kloaka hancur, dengan demikian terbentuk dua lubang yaitu lubang urogenital dan
lubang anus. Otot-otot disekitar rectum juga berkembang disaat minggu ke-6 dan ke-
7 pada masa kehamilan. Sehingga pada minggu ke-9 masa kehamilan, semua struktur
urogenital dan anus sudah terletak pada tempatnya. (3)

Gambar embriologi anus

2.5 Manifestasi Klinis.


Sebagian besar bayi dengan anus imperforata memiliki satu atau lebih
abnormalitas yang mengenai sistem lain. Insidennya berkisar antara 50% -
60%.Makin tinggi letak abnormalitas berhubungan dengan malformasi yang lebih
sering. Kebanyakan dari kelainan itu ditemukan secara kebetulan, akan tetapi
beberapa diantaranya dapat mengancam nyawa seperti kelainankardiovaskuler.(3)
4

Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan


malformasi anorektaladalah: (3,7)

1. Kelainan kardiovaskuler
Ditemukan pada sepertiga pasien dengan anus imperforata. Jenis kelainan
yang paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus arteriosus,
diikuti oleh tetralogi of fallot dan vestrikular septal defect.
2. Kelainan gastrointestinal
Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%), obstruksi
duodenum (1%-2%)
3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis
Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan lumbosakral
sepertihemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan hemisacrum. Sedangkan
kelainan spinal yang sering ditemukan adalah myelomeningocele, meningocele, dan
teratoma intraspinal.
4. Kelainan traktus genitourinarius
Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada
malformasi anorektal. Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan
urogeital dengan malformasi anorektal letak tinggi antara 50 % sampai 60%, dengan
malformasi anorektal letak rendah 15% sampai 20%.
Kelainan tersebut dapat berdiri sendiri ataupun muncul bersamaan
sebagai VACTERL (Vertebrae,Anorectal, Cardiovascular, Tracheoesophageal, Renal
and Limb abnormality).(7)

2.6 Klasifikasi

Secara fungsional, pasien dengan anus imperforata/atresia ani dibagi menjadi


dua kelompok besar, yaitu:
1. Tanpa anus, tetapi dengan dekompresi adekuat traktus gastrointestinal dicapai
melalui saluran fistula eksterna.
5

Kelompok ini terutama melibatkan bayi perempuan dengan fistula rektovagina


atau rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan
dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adekuat sementara waktu.
(8,9)
2. Tanpa anus dan tanpa fistula atau traktus yang tidak adekuat untuk jalan keluar
feses.
Pada kelompok ini, tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan
dekompresi spontan kolon, sehingga memerlukan beberapa bentuk intervensi
bedah segera.(8,9)

Klasifikasi atresia ani dibagi menjadi dua berdasarkan letak terminasi rektum
terhadap dasar pelvis, yaitu:
1. Anomali letak rendah
Rektum menembus muskulus levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung
rektum paling jauh 1 cm. Anomali ini dapat berupa stenosis anus yang hanya
membutuhkan dilatasi membran atau merupakan membran anus tipis yang
mudah dibuka segera setelah anak lahir. Baik pada laki-laki maupun perempuan,
anomali letak rendah berhubungan dengan perineal fistula. Terdapat sfingter
internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak
terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.(8,10)

2. Anomali letak tinggi (supralevator)


Pada anomali letak tinggi, ujung rektum tidak mencapai tingkat muskulus levator
ani dengan jarak antara ujung buntu rektum sampai kulit perineum lebih dari 1
cm. Hal ini biasanya berhubungan dengan fistel genitourinarius – rektovesikal
(pria) atau rektovestibular (perempuan).Pada perempuan, anomali letak tinggi
sering berhubungan dengan kloaka persisten. Jika fistula yang terbentuk adekuat,
maka secara klinis tidak terdapat tanda-tanda obstruksi. Sedangkan bila tidak
adekuat, maka terdapat tanda-tanda obstruksi yang lebih nyata. (8,10)
6

Klasifikasi malformasi anorektal pada perempuan:


1. Fistula rektovestibular
Kelainan ini merupakan kelainan yang sering dan umum pada wanita. Rektum
terbuka di depan alat kelamin wanita diluar selaput dara. Prognosis
fungsionalnya baik, sakrum biasanya normal, alur garis tengah perineum, dan
lesung anal yang semuanya menunjukkan mekanisme sfingter masih utuh. (11)
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis pada alat kelamin bayi
baru lahir dengan meatus uretra normal dan vagina yang normal, dan terdapat
lubang ketiga yaitu fistula rektovestibular.(6)

a) Perineal fistula b) Rectovestibular fistula

2. Kloaka persisten
Dalam kasus kloaka persisten, rektum, vagina, dan saluran kemih bertemu dalam
satu saluran tunggal. Perineum memperlihatkan suatu lubang tunggal tepat di
belakang klitoris.Panjang saluran ini bervariasi antara 1-10 cm, panjang dari
saluran ini menunjukkan suatu prognosis.Pasien dengan saluran dengan panjang
< 3 cm pada umumnya sakrum dan sfingter berkembang dengan baik.Pasien
dengan panjang saluran > 3 cm sering kali menunjukkan kelainan yang lebih
kompleks dengan sakrum dan sfingter yang kurang berkembang dengan
baik.Pasien dengan kloaka persisten merupakan suatu kedaruratan urologi karena
90% memiliki kelainan urologi.Sebelum dilakukan kolostomi, diagnosis urologi
harus segera ditegakkan untuk dekompresi saluran kemih. (11)
7

Gambar A. Kloaka persisten dengan saluran panjang


Gambar B. Kloaka persisten dengan saluran pendek

3. Fistula rektoperineal
Pada kelainan ini, rectum tetap memiliki posisi yang tepat dalam mekanisme
sfingter, kecuali bagian bawah yang terletak pada anterior.Rektum dan vagina
terpisah dengan baik, namun terdapat permasalahan anatomi lubang anus yang
berhubungan dengan mekanisme sfingter dan badan perineal. (6)
8

Gambar fistula rektoperineal

4. Anus imperforate tanpa fistula


Anus yang tertutup biasanya ditemukan 2 cm diatas kulit perineum.Sakrum dan
mekanisme sfingter pada umumnya berkembang dengan baik.Prognosis pada
umumnya juga baik. Kelainan ini sering dikaitkan dengan sindrom down.(11)

Klasifikasi Malformasi Anorektal pada laki-laki:


1. Fistula perineal
Fistula perineal adalah kelainan yang paling sederhana yang dapat terjadi baik
pada pria maupun wanita. Pasien memiliki lubang kecil yang terletak pada
perineum anterior ke pusat sfingter eksternal, dekat dengan skrotum pada pria
atau vulva pada wanita.Pasien ini biasanya memiliki sakrum yang baik, alur garis
tengah, dan lesung anal. Frekuensi kerusakan organ lain terkait yang
mempengaruhi sekitar 10%. Diagnosis ditetapkan oleh inspeksi perineum
sederhana, tetapi sering kali diagnosis ini terlewatkan karena pemeriksaan
neonatal yang kurang memadai.Keterlambatan diagnosis mungkin memiliki
dampak signifikan yaitu obstipasi.(11)
9

Gambar fistula rektoperineal

2. Fistula rektouretral
Dalam fistula rektouretral,rektum berkomunikasi dengan bagian bawah uretra
(uretra bulbar) atau bagian atas dari uretra (uretra prostat).Mekanisme sfingter
pada umumnya baik, tetapi pada sebagian pasien memiliki otot-otot perineal dan
perineum datar.Sakrum juga memiliki derajat perkembangan yang berbeda,
terutama dalam kasus fistula rektouretral prostat.Sebagian besar pasien memiliki
sakrum yang kurang berkembang, perineum yang datar, skrotum terpecah
menjadi dua belah, dan letak lesung anal sangat dekat dengan skrotum.(11)

Gambar fistula rektourethral


10

3. Fistula rektovesikal (bladder neck)


Pada pasien yang memiliki fistula rektovesikal, rektum berkomunikasi dengan
saluran kemih pada tingkat leher kandung kemih.Mekanisme sfingter pada
umumnya kurang berkembang.Sakrum kurang berkembang dan perineum terlihat
datar.Kelainan ini terjadi pada 10% dari jumlah pasien laki-laki.Prognosis
biasanya tidak baik.(11)

Gambar fistula rektovesikal

4. Anus imperforata tanpa fistula


Kelainan ini memiliki karakteristik yang sama pada kedua jenis kelamin. (11)

5. Atresia rektum
Kelainan ini merupakan kelainan yang jarang terjadi, yaitu hanya 1% dari
anomali anorektal. Karakteristik pada kedua jenis kelamin sama. Gambaran yang
unik dari kelainan ini yaitu bahwa pasien memiliki lubang anus yang normal dan
anus yang normal.Sebuah halangan terdapat sekitar 2cm diatas permukaan
kulit.Prognosis fungsionalnya sangat baik karena memiliki sfingter yang normal
dan sensasi yang normal.(11)

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


11

Pasien dengan atresia ani biasanya berada dalam kondisi yang stabil dan
diagnosisnya segera tampak setelah kelahiran. Cara penegakkan diagnosis adalah
semua bayi yang lahir harus dilakukan pemasukan termometer melalui anusnya,
tidak hanya untuk mengetahui suhu tubuh, tapi juga untuk mengetahui apakah
terdapat atresia ani atau tidak.Selain itu juga diperlukan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjangsecara cermat.(8)
Pemeriksaan fisik dilakukan denga meletakkan bayi dalam posisi litotomi
dengan pencahayaan yang cukup,dilakukan penelusuran lubang anus dengan
menggunakan termometer, pipa sonde ukuran 5F, spekulum nasal atau
probeduktus lakrimalis. Pada bayi laki-laki dilakukan penelusuran dari anal
dimple ke medial sampai ke arah penis. Sedangkan pada perempuan dilakukan
penelusuran dari lubang di perineum ke arah vestibulum.

Pada bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineal dan dilanjutkan


dengan pemeriksaan urinalisa. Apabila diketemukan fistula perineal, bucket
handle, stenosis ani atau anal membrane berarti atresia ani letak rendah.
Sedangkan apabila pada pemeriksaan urinalisa didapatkan mekoneum, udara
dalam vesica urinaria serta flat bottom berarti letak tinggi. Apabila masih ada
keraguan dilakukan pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan radiologis ini
dilakukan dengan posisi kepala bayi diletakan di bawah selama 3-5 menit, dengan
petanda yang ditempelkan ke kulit. Posisi ini pertama kali ditemukan oleh
Wangensten dan Rice pada tahun 1930. Apabila hasil invertogram akhiran
rektum kurang dari 1 cm dari kulit berarti letak rendah dan apabila
akhiran rektum lebih dari 1 cm berarti malformasi anorektal letak tinggi.

Pada bayi perempuan, apabila tidak diketemukan adanya fistel maka


dilakukan invertogram. Apabila hasil invertogram akhiran rektum kurang dari 1
cm dari kulit berarti letak rendah dan segera dilakukan minimal PSARP, apabila
akhiran rektum lebih dari 1 cm berarti malformasi anorektal letak tinggi
dilakukan kolostomi terlebih dahulu.(3,6,12)
12

2.8 Diagnosa Banding

Beberapa kondisi harus diperhatikan saat memeriksakan pasien yang diduga


menderita malformasi anorektal. Secara inspeksi pada atresia rectal maupun
atresia ani mirip dengan malformasi anorektal, namun dapat dibedakan salah
satunya dengan inspeksi tanda khas dari atresia rectal, yaitu pada atresia rectal
masih dijumpai adanya anal dimple tetapi saat dilakukan pemeriksaan colok
dubur, jari ataupun termometer tidak masuk ke dalam anus. Sedangkan pada
malformasi anorektal tidak dijumpai adanya anal dimple.(14)
Bayi atau anak dengan anal stenosis juga memiliki gejala yang hampir sama
saat dilakukan inspeksi. Namun pada anal stenosis saat dilakukan pemeriksaan
colok dubur, jari atau termometer bisa masuk ke dalam lubang anus namun
sangat sulit. Saat pemeriksaan colok dubur pada anal stenosis biasanya
didapatkan di sarung tangan terdapat adanya darah yang bercampur dengan feses.
(15)

Tabel Diagnosa Banding : (3)


No Diagnosa Banding
.
1 Atresia Rekti
2 Stenosis Anal

2.9 Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan pada atresia ani berpusat pada penentuan


klasifikasinya, yaitu anomali letak tinggi atau letak rendah, ada atau tidak adanya
fistula, dan mengevaluasi apakah terdapat kelainan kongenital lain yang
menyertai. Dibutuhkan waktu sampai 24 jam sebelum fistula dapat ditemukan,
oleh karena itu, observasi pada neonatus sangat dibutuhkan sebelum operasi
definitif dilakukan. Semua pasien dimasukkan nasogastric tube sebelum makan
untuk melihat adanya atresia esofagus dan dimonitoring apakah terdapat
mekonium pada perineum atau urine. Selain itu, dalam 24 jam pertama, bayi
13

harus mendapatkan terapi cairan dan antibiotik. Pada anomali letak tinggi dengan
atau tanpa fistel dan atresia ani dengan fistula yang tidak adekuat, sifat
tatalaksananya adalah emergency, sedangkan pada ada atresia ani dengan
fistula yang adekuat dan anterior anus adalah elektif. (8,10,13)

Penatalaksanaan Anomali Letak Rendah:

Pada anomali letak rendah, tindakan yang dilakukan adalah operasi perineal
tanpa kolostomi. Operasi yang dilakukan berupa repair yaitu anoplasti. Terdapat
3 pendekatan yang dapat dilakukan. Untuk anal stenosis, dimana pembukaan
anus berada pada lokasi yang normal, maka dilatasi serial merupakan
penatalaksanaan kuratif. Dilatasi dapat dilakukan sehari-hari oleh orang tua atau
pengasuh anak dan ukuran dari dilator harus dinaikkan secara progresif (dimulai
dari 8 atau 9 French dan dinaikkan ke 14 atau 16 French). Jika pembukaan anal
berada di sebelah anterior dari sfingter eksternus dengan jarak yang kecil antara
pembukaan dan bagian tengah dari sfingter eksternus, dan perineal intak, maka
anoplasti cutback dilakukan. Tindakannya terdiri dari insisi dari orifisium anal
ektopik menuju bagian tengah dari sfingter anus, dan dengan demikian terjadi
pelebaran pembukaan anal. Namun, jika jaraknya lebar antara pembukaan anal
dengan bagian tengah dari sfingter ani eksternus, maka yang dilakukan adalah
anoplasti transposisi, dimana pembukaan anal yang tidak pada tempatnya
dipindahkan ke posisi yang normal pada bagian tengah dari otot sfingter, dan
perineal di rekonstruksi. (8,10,13)

Penatalaksanaan Anomali Letak Tinggi:

Penatalaksanaan pada anomali letak tinggi dan intermediat membutuhkan tiga


tahapan rekonstruksi. Tahapan pertama yang harus dilakukan adalah kolostomi
terlebih dahulu segera setelah lahir untuk dekompresi dan diversi, diikuti dengan
operasi definitif berupa prosedur abdominoperineal pullthrough(Swenson,
Duhamel, Soave) setelah 4-8 minggu (sumber lain menyebutkan 3-6 bulan) dan
diakhiri dengan penutupan dari kolostomi yang dilakukan beberapa bulan
14

setelahnya. Tindakannya berupa pemisahan fistula rektourinari atau rektovagina


secara pull-through dari kantong rektal bagian terminal menuju posisi anus yang
normal. Dilatasi anus dimulai 2 minggu setelah operasi definitifdan dilanjutkan
beberapa bulan setelahnya dengan penutupan kolostomi. (8,10,13)

Pena dan DeVries pada tahun 1982 memperkenalkan metode operasi definitif
dengan pendekatan postero-sagital anorectoplasty (PSARP), yaitu dengan cara
membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk
memudahkan mobilisasi kantong rektum dan pemotongan fistel dengan stimulasi
elektrik dari perineum. Jika terdapat adanya kloaka persisten, maka traktus
urinarius perlu dievaluasi secara hati-hati saat kolostomi untuk memastikan
terjadinya pengosongan yang normal dan menentukan apakah vesica urinaria
perlu di drainase dengan vesikostomi. Pada perempuan, jika terdapat kloaka
persisten maka perlu dilakukan rekonstruksi traktus urinarius dan vagina. Jika
terdapat keraguan dalam penentuan letak anomalinya, lebih baik dilakukan
kolostomi. Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara
jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik
serta antisipasi trauma psikis. Sebagai tujuan akhirnya adalah defekasi secara
teratur dan konsistensinya baik. (8,10,13)
15

Algoritma Malformasi Anorektal untuk bayi perempuan:

-Sakrum - Ginjal dan Perut

-Eshopagus -Spinal
Kelainan penyerta -Tulang belakang lumbal - Echo jantung

Inspeksi perineal

Cloaca Fistula Perineal Fistula vestibular


Tidak ada fistula

-Colostomy Drain Hydrocolpus -Anoplasty atau -Colostomy atau Fotocross table


dilatasi perbaikan primer position
-Urinary Diversion (jika
dibutuhkan)

Rektum di bawah tulang coccyx Rektum tinggi

Colostomy
16

Algoritma Malformasi Anorektal untuk bayi laki-laki:

Inspeksi perineal

Fistula Perineal Udara rectum di atas tulang


Udara rectum di bawah tulang coccyx
coccyx
Disertai kelainan penyerta
Tidak disertai kelainan
penyerta Sakrum abnormal

Bagian bawah datar

Anoplasti
PSARP dipertimbangkan
dengan atau tanpa Colostomy
colostomy

2.10 Komplikasi

1. Infeksi luka pasca operasi


2. Konstipasi
3. Transient Femoral Nerve Palsy
4. Prolaps Rectal (2)
17

DAFTAR PUSTAKA

1. Hutson JM, Beasley SW. Anorectal Malformation.The Surgical Examination


Second Edition:Springer. p.281-84

2. Langer JC, Holcomb GW, Murphy JP, Ostlie DJ. Imperforate Anus and
Cloacal malformation. Ashcraft’s pediatric surgery 6th edition. Philadelphia:
Elsevier Inc.; 2014. p. 492-513.

3. PenaA.,LevittM. Anorectal malformations. In:J.L.Grossfell,J.A.


O’NeilJr.,E.W.Fonkalsrud, A.G.Coran (Ed.):.Pediatric Surgery6thed-Vol1.
Mosby,Inc,Philadelphia.2006p.1566-88.

4. Kyrklund K., Anorectal Malformation [dissertation].UniversityofHelsinki,


Finlandia; 2016

5. Bhatnagar V. Assessment of postoperative results in malformation


anorectal. J Indian Assoc Pediatr Surg.. 2005. 10:80-5.

6. Levitt M., Pena A. 2010. Imperforate anus and cloacal malformations. In:
G.W. Holcomb III, J.P. Murphy, D.J. Ostlie (Ed.): Aschraft’s Pediatric Surgery
5th ed. Elsevier-Inc, Philadelphia p. 468-90.

7. Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M. principles and Practice of


Pediatric Surgery Vol.2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins,
2005.p.1395-1434

8. Brunicardi FC, Anderson DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Matthews JB,
et al. Pediatric Surgery. In: Schwartz’s Principles of Surgery. 9th edition.
McGraw Hill; 2010.p. 2777-2780.

9. Sjamsuhidajat R. De Jong W. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC; 2005.p. 668-70.

10. Williams N, Bulstrode CJK, O’connell PR. Bailey and love short practice of
surgery. 25th edition. Edward Arnold (Publisher) Ltd;2008.p. 87-88, 1247.
18

11. Pena A. Surgical Condition of the Anus, Rectum, and Colon. Pediatric
Surgery. Germany: Springer; 2006.p. 289 -312.

12. De Vries, Pena, A., Postero sagital anorectoplasty, Journal Pediatric


Surgery.1982;17, 638-43.

13. Mahmoud N, Rombeau J, Ross HM, et al.In: Townsend CM, Beauchamp RD,
Evers BM, Mattox KL, editors. Pediatric Surgery. Sabiston Textbook of
Surgery The Biological Basis of Modern Surgical Practice. 17th edition.
Elsevier Saunders; 2004.p.1746-8.

14. Holschneider, A.M & Hutson, J.M. anorectal malformations in children:


embryology, diagnosis, surgical treatment follow-up. New York:2007

15. Ehrenpreis. E.D, Avital. S, Singer. M. Anal and Rectal Diseases: A Concise
Manual. USA:2012

Anda mungkin juga menyukai