Oleh:
Pembimbing:
dr. Firdalena Meutia, M.Kes, Sp.M
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus
dengan judul “Glaukoma Primer Sudut Terbuka”. Laporan Kasus ini
merupakan salah satu tugas dalam menjalankan Kepaniteraan Klinik Senior
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Syiah
Kuala/RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Penulis
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Galukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita galukoma. Kelainan mata glaukoma
ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi saraf optikus, dan menciutnya
lapang pandang. Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata
meningkat, sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan penurunan
fungsi penglihatan.1
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua di Indonesia dan di duniasetelah
katarak. Diperkirakan pada tahun 2020 sebanyak 79,6 juta orang akan menderita glaukoma.
Glaukoma disebabkan oleh gangguan pada lensa, disebutdengan glaukoma akibat kelainan
lensa atau lens-induced glaucoma. Glaukoma akibat kelainan lenda merupakan
penyebab terbesar dari glaukoma sekunder dengan persentase 25% dari total kasus yang
ada.1,2
Secara umum, glaukoma dibagi menjadi dua, yaitu glaukoma primer dan glaukoma
sekunder. Secara definisi, glaukoma primer adalah glaukoma yang terjadi tanpa adanya
hubungan dengan penyakit mata atau penyakit sistemik tertentu yang menyebabkan
peningkatan hambatan aliran aqueous atau sudut tertutup. Glaukoma primer biasanya
mengenai kedua mata. Sebaliknya, glaukoma sekunder adalah glaukoma tang terjadi
berkaitan dengan adanya penyakit mata atau penyakit sistemik tertentu yang bertanggung
jawab terhadap penurunan aliran aqueous. Glaukoma sekunder seringkali mengenai mata
unilateral.1,2
Oleh karena begitu buruknya dampak yang diakibatkan glaukoma makanya
dibutuhkan suatu diagnosis dan pengobatan secara cepat dan tepat sehingga progresivitas
lanjut penyebab kebutaan dapat dicegah secara dini. 1,2
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bagian terpenting dari sudut filtrasi adalah trabekula, yang terdiri dari:
a. Trabekula korneoskleral, serabutnya berasal dari lapisan dalam stroma kornea dan
menuju ke belakang, mengelilingi kanal schlemm untuk berinsersi pada sklera.
b. Scleralspur (insersidari m. Ciliaris) dan sebagian ke m. Ciliaris meridional.
c. Serabut berasal dari akhir membran descement (garis schwalbe) menuju ke jaringan
pengikat m. Siliaris radialis dan sirkularis.
d. Ligamentum pektinatum rudimenter,berasal dari dataran depan iris menuju ke depan
trabekula. Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, jaringan homogen, elastis dan
seluruhnya diliputi endotel.
Tabel 2.1. Perbandingan komposisi plasma, aqueous humor dan vitreous humor6
Komponen
Plasma Aqeous Humor Vitrous Humor
mmol/KgH2O
Na 146 163 144
Cl 109 134 114
HCO3 28 20 20-30
Askorbat 0,04 1,06 2,21
Glukosa 6 3 3,4
Humor aquos merupakan media refrakta jadi harus jernih. Sistem pengeluaran humor
aquos terbagi menjadi 2 jalur, yaitu sebagian besar melalui sistem vena dan sebagian kecil
melalui otot ciliaris.5,7
Produksi aqueous humor melibatkan beberapa proses, yaitu transport aktif, ultrafiltrasi
dan difusi sederhana. Transport aktif di sel epitel yang tidak berpigmen memegang peranan
penting dalam produksi aqueous humor dan melibatkan Na+/K+-ATPase. Proses ultrafiltrasi
adalah proses perpindahan air dan zat larut air ke dalam membran sel akibat perbedaan
tekanan osmotik.6,7
Sistem pengaliran aqueous humor terdiri dari dua jenis sistem pengaliran utama, yaitu
aliran konvensional/ trabecular outflow dan aliran nonkonvensional/uveoscleral outflow.
Trabecular outflow merupakan aliran utama dari aqueous humor, sekitar 90% dari total.
Aqueous humor mengalir dari bilik anterior ke kanalis Schlemm di trabecular meshwork dan
menuju ke vena episklera, yang selanjutnya bermuara pada sinus kavernosus. Sistem
pengaliran ini memerlukan perbedaan tekanan, terutama di jaringan trabekular.7,8
Uveoscleral outflow, merupakan sistem pengaliran utama yang kedua, sekitar 5-10%
dari total. Aqueous humor mengalir dari bilik anterior ke muskulus siliaris dan rongga
suprakoroidal lalu ke vena-vena di korpus siliaris, koroid dan sklera. Sistem aliran ini relatif
tidak bergantung kepada perbedaan tekanan.6,8
2.2 Glaukoma
2.2.1 Definisi
Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebirauan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan mata glaukoma
ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi saraf optikus, dan menciutnya
lapang pandang. Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata
meningkat, sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus “cupping” dan menyebabkan
penurunan fungsi penglihatan.1,2,3
Gambar 3. Glaukoma
2.2.2 Epidemiologi
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) 2010 diperkirakan sebanyak ±
60,7 juta orang mengalami penyakit glaukoma di tahun 2010 dengan insidensi orang yang
mengalami kebutaan sebanyak 3,2 juta orang dan insidensi glaukoma ini diperkirakan akan
meningkat menjadi 79,4 juta kejadian di tahun 2020 mendatang.4,7
Sebagian besar glaucoma merupakan glaukoma primer. Orang keturunan Asia lebih
sering menderita glaukoma sudut tertutup, sedangkan orang keturunan Afrika dan Eropa lebih
sering menderita glaukoma sudut terbuka.3,4
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, responden yang pernah didiagnosis
glaukoma oleh tenaga kesehatan sebesar 0,48%, tertinggi di provinsi DKI Jakarta 1,85%,
berturut-turut diikuti provinsi Aceh 1,28%, kepulauan Riau 1,26%, Sulawesi tengah 1,21%,
Sumatera Barat 1,14% dan terendah di provinsi Riau 0,04%. Melihat prevalensi dari hasil
Jakarta Urban Eye Health Study tahun 2008 dan persentase responden Riskesdas 2007 yang
pernah didiagnosis glaukoma, meskipun tidak dapat dibandingkan secara langsung, dapat
diduga bahwa sebagian besar penderita glaukoma belum terdeteksi/terdiagnosis. Hasil suatu
penelitian tingkat keparahan pasien baru yang menderita glaukoma di RSUP Dr.Cipto
Mangunkusumo, diketahui sebesar 35,1% pasien datang dengan glaukoma ringan/sedang,
sebesar 51,4% datang dalam kondisi sudah lanjut dan bahkan 13,5% telah mengalami
glaukoma absolut/ buta total.3,4,5
Penurunan ketajaman mata akibat glaukoma dianggap sebagai masalah yang cukup
mengambil andil di negara berkembang dan lebih banyak mempengaruhi dewasa daripada
anak-anak. Wanita beresiko menderita glaukoma 3-4 kali dibandingkan pria.4,5
2.2.4 Klasifikasi
1. Glaukoma Sudut Terbuka
Glaukoma yang sering ditemukan adalah glaukoma sudut terbuka. Glaukoma sudut
terbuka terjadi karena pembendungan terhadap aliran keluar aqueous humor, sehingga
menyebabkan penimbunan. Hal ini dapat memicu proses degenerasi trabecular meshwork,
termasuk pengendapan materi ekstrasel di dalam anyaman dan di bawah lapisan endotel
kanalis Schlemm.9,10,11
Mekanisme kerusakan neuron pada glaukoma sudut terbuka dan hubungannya dengan
tingginya tekanan intraokular masih belum begitu jelas. Teori utama memperkirakan bahwa
adanya perubahan-perubahan elemen penunjang struktural akibat tingginya tekanan
intraokular di saraf optikus, setinggi dengan lamina kribrosa atau pembuluh darah di ujung
saraf optikus. Teori lainnya memperkirakan terjadi iskemia pada mikrovaskular diskus
optikus. Kelainan kromosom 1q-GLC1A (mengekspresikan myocilin) juga menjadi faktor
predisposisi.9,10,11
2. Glaukoma Sudut Tertutup
Glaukoma sudut tertutup terjadi apabila terbentuk sumbatan sudut kamera anterior oleh
iris perifer. Hal ini menyumbat aliran aqueous humor dan tekanan intraokular meningkat
dengan cepat, menimbulkan nyeri hebat, kemerahan, dan penglihatan yang kabur. Serangan
akut sering dipresipitasi oleh dilatasi pupil, yang terjadi spontan di malam hari, saat
pencahayaan kurang. 9,10,11
a. Glaukoma sudut tertutup akut
Pada glaukoma sudut tertutup akut terjadi peningkatan tekanan bola mata dengan tiba-
tiba akibat penutupan pengaliran keluar aqueous humor secara mendadak. Ini
menyebabkan rasa sakit hebat, mata merah, kornea keruh dan edematus, penglihatan
kabur disertai halo (pelangi disekitar lampu). Glaukoma sudut tertutup akut merupakan
suatu keadaan darurat.9,10,11
b. Glaukoma sudut tertutup kronis
Pada glaukoma tertutup kronis, iris berangsur-angsur menutupi jalan keluar tanpa gejala
yang nyata, akibat terbentuknya jaringan parut antara iris dan jalur keluar aqueous
humor. Glaukoma sudut tertutup biasanya bersifat herediter dan lebih sering pada
hipermetropia. Pada pemeriksaan didapatkan bilik mata depan dangkal dan pada
gonioskopi terlihat iris menempel pada tepi kornea.9,10,11
3. Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital adalah bentuk glaukoma yang jarang ditemukan. Glaukoma ini
disebabkan oleh kelainan perkembangan struktur anatomi mata yang menghalangi aliran
keluar aqueous humor. Kelainan tersebut antara lain anomali perkembangan segmen anterior
dan aniridia (iris yang tidak berkembang). Anomali perkembangan segmen anterior dapat
berupa sindrom Rieger/ disgenesis iridotrabekula, anomali Peters/ trabekulodisgenesis
iridokornea, dan sindrom Axenfeld.9,10,11
4. Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang timbul akibat adanya penyakit mata
yang mendahuluinya. Beberapa jenis glaukoma sekunder antara lain glaukoma pigmentasi,
pseudoeksfoliasi, dislokasi lensa, intumesensi lensa, fakolitik, uveitis, melanoma traktus
uvealis, neovaskular, steroid, trauma dan peningkatan tekanan episklera. 9,10,11
5. Glaukoma Tekanan Normal
Beberapa pasien dapat mengalami glaukoma tanpa mengalami peningkatan tekanan
intraokuli, atau tetap dibawah 21 mmHg. Patogenesis yang mungkin adalah kepekaan yang
abnormal terhadap tekanan intraokular karena kelainan vaskular atau mekanis di kaput nervus
optikus, atau bisa juga murni karena penyakit vaskular. Glaukoma jenis ini sering terjadi di
Jepang. Secara genetik, keluarga yang memiliki glaukoma tekanan-normal memiliki kelainan
pada gen optineurin kromosom 10. Sering pula dijumpai adanya perdarahan diskus, yang
menandakan progresivitas penurunan lapangan pandang. 9,10,11
6. Glaukoma Absolut
Glauma absolut meupakan semua jenis glaukoma dengan visus persepsi cahaya negatif
yang dapat terjadi pada semua jenis glaukomaglaukoma absolut sendiri merupakan hasil
akhirndari semua glaukoma yang tidak terkontrol dengan manifestasi mata yang keras, tidak
dapat melihat dan sering nyeri. Glaukoma akut juga dapat menyebabkan glaukoma absolut,
akibat dari kerusakan papl nervus II tahap lanjut, kerusakan lapisan serat saraf retina serta
gangguan vaskularisasi pada serat-serat saraf tersebut. 9,10,11
2.2.5 Patofisiologi
Setiap hari mata memproduksi sekitar 1 sdt humor aquos yang menyuplai makanan
dan oksigen untuk kornea dan lensa dan membawa produk sisa keluar dari mata melalui
anyaman trabekulum ke Canalis Schlemm.
Pada keadaan normal tekanan intraokular ditentukan oleh derajat produksi cairan mata
oleh epitel badan siliar dan hambatan pengeluaran cairan mata dari bola mata. Pada glaukoma
tekanan intraokular berperan penting oleh karena itu dinamika tekanannya diperlukan sekali.
Dinamika ini saling berhubungan antara tekanan, tegangan dan regangan.
1. Tekanan
Tekanan hidrostatik akan mengenai dinding struktur (pada mata berupa dinding
korneosklera). Hal ini akan menyebabkan rusaknya neuron apabila penekan pada sklera
tidak benar.
2. Tegangan
Tegangan mempunyai hubungan antara tekanan dan kekebalan. Tegangan yang rendah
dan ketebalan yang relatif besar dibandingkan faktor yang sama pada papil optik
ketimbang sklera. Mata yang tekanan intraokularnya berangsur-angsur naik dapat
mengalami robekan dibawah otot rektus lateral.
3. Regangan
Regangan dapat mengakibatkan kerusakan dan mengakibatkan nyeri.
a. Aliran normal melalui anyaman trabekula (panah besar) dan rute uveasklera (panah
kecil) dan anatomi yang berhubungan. Kebanyakan aliran humor aquos melewati
anyaman trabekula. Setiap rute dialirkan ke sirkulasi vena mata.
b. Pada glaukoma sudut terbuka, aliran humor aquos melalui rute ini terhalang.
c. Pada glakuoma sudut tertutup, posisi abnormal iris sehingga memblok aliran humor
aquos melewati sudut bilik mata depan (iridocorneal).
Pada glaukoma sudut terbuka akan terjadi penglihatan yang kabur dan penurunan
persepsi warna dan cahaya. Terjadi penurunan luas lapang pandang yang progresif. Yang
pertama hilang adalah lapang pandang perifer yang pada akhirnya hanya akan menyisakan
penglihatan yang seperti terowongan (tunnel vision). Penderita biasanya tidak memperhatikan
kehilangan lapang pandang perifer ini karena lapang pandang sentralnya masih utuh.
Pada glaukoma sudut tertutup dapat terjadi gejala nyeri, sakit kepala, nausea, mata
merah, penglihatan kabur dan kehilangan penglihatan.
Tanda klinis glaukoma:
1. Pada pemeriksaan penyinaran oblik atau dengan slit-lamp didapatkan bilik mata
depan normal.
2. Peningkatan TIO yang dapat diukur dengan tonometri Schiotz, aplanasiGoldmann dan
Non Contact Tonometry (NCT). Peningkatan TIO padaglaukoma yang disebabkan
kortikosteroid biasanya terjadi secara perlahan-lahan.
3. Perubahan pada diskus saraf optik, dibagi menjadi early glaucomatous dan advanced
glaucomatous changes.
Kelainan mata yang terjadi karena tekanan intraokular (TIO) meningkat secara cepat
sebagai hasil dari tertutupnya sudut bilik mata depan secara total dan mendadak akibat blok
pupil karena kondisi primer mata dengan segmen anterior yang kecil. Pada kelainan ini, lensa
tampak jernih dan pupil lebar lonjong (Nurwasis, 2006).
Glaukoma sekunder sudut terbuka ataupun tertutup yang disebabkan radang pada iris
dan corpus ciliaris. Pada kelainan ini tampak adanya keratik presipitat, flare dan sel sinekia
posterior total, iris bombans sudut tertutup (Nurwasis, 2006).
3. Glaukoma neovaskuler
2.2.9 Tatalaksana
Sasaran utama pengobatan glaukoma adalah untuk menurunkan tekanan intraokuler
sehingga dapat mencegah terjadinya penurunan lapangan pandang dan ketajaman penglihatan
lebih lanjut yang berujung pada kebutaan dengan cara mengontrol tekanan intraokuler supaya
berada dalam batasan normal.
Medikamentosa
1. Supresi pembentukan aquous humor
Penghambat adrenergik beta adalah obat yang sekarang paling luas digunakan
untuk terapi glaukoma. Obat-obat ini dapat digunakan tersendiri atau dikombinasi dengan
obat lain.Timolol maleat 0,25% dan 0,5%, betaksolol 0,25% dan 0,5%, levobunolol 0,25% dan
0,5%dan metipranolol 0,3% merupakan preparat-preparat yang sekarang tersedia.
Kontraindikasi utama pemakaian obat-obat ini adalah penyakit obstruksi jalan napas
menahun-terutama asma-dan defek hantaran jantung. Untuk betaksolol, selektivitas relatif
reseptor β1-dan afinitas keseluruhan terhadap semua reseptor β yang rendah-menurunkan
walaupun tidak menghilangkan risiko efek samping sistemik ini. Depresi, kacau pikir dan
rasa lelah dapattimbul pada pemakaian obat penghambat beta topikal.9,10,11
Apraklonidin adalah suatu agonis adrenergik α2 baru yang menurunkan pembentukan humor
akueus tanpa efek pada aliran keluar. Epinefrin dan dipivefrin memiliki efek
pada pembentukan humor akueus.11,12
Inhibitor karbonat anhidrase sistemik-asetazolamid adalah yang paling
banyak digunakan, tetapi terdapat alternatif yaitu diklorfenamid dan metazolamid-
digunakan untuk glaukoma kronik apabila terapi topikal tidak memberi hasil memuaskan
dan pada glaukomaakut dimana tekanan intraokular yang sangat tinggi perlu segera
dikontrol. Obat-obat inimampu menekan pembentukan humor akueus sebesar 40-60%.
Asetazolamid dapat diberikan per oral dalam dosis 125-250 mg sampai tiga kali sehari
atau sebagai Diamox Sequels 500mg sekali atau dua kali, atau dapat diberikan secara
intravena (500 mg). Inhibitor karbonatanhidrase menimbulkan efek samping sistemik yang
membatasi penggunaan obat-obat iniuntuk terapi jangka panjang. 11,12
Obat-obat hiperosmotik mempengaruhi pembentukan humor akueus sertamenyebabkan
dehidrasi korpus vitreum.
2. Fasilitasi aliran keluar aquous humor
Pembedahan ditujukan untuk memperlancar aliran keluar cairan aquos di dalam sistem
drainase atau sistem filtrasi sehingga prosedur ini disebut teknik filtrasi. Pembedahan
dapat menurunkan tekanan intraokuler jika dengan medikamentosa tidak berhasil.
Walaupun telah dilakukan tindakan pembedahan, penglihatan yang sudah hilang tidak
dapat kembali normal, terapi medikamentosa juga tetap dibutuhkan, namun jumlah dan
dosisnya menjadi lebih sedikit.
a. Trabekulektomi
Merupakan teknik yang paling sering digunakan. Pada teknik ini, bagian kecil
trabekula yang terganggu diangkat kemudian dibentuk bleb dari konjungtiva sehingga
terbentuk jalur drainase yang baru. Lubang ini akan meningkatkan aliran keluar cairan
aquos sehingga dapat menurunkan tekanan intraokuler. Tingkat keberhasilan operasi
ini cukup tinggi pada tahun pertama, sekitar 70-90%. Sayangnya di kemudian hari
lubang drainase tersebut dapat menutup kembali sebagai akibat sistem penyembuhan
terhadap luka sehingga tekanan intraokuler akan meningkat. Oleh karena itu,
terkadang diperlukan obat seperti mitomycin-C and 5-fluorourasil untuk
memperlambat proses penyembuhan. Teknik ini bisa saja dilakukan beberapa kali
pada mata yang sama.
b. Iridektomi perifer
Pada tindakan ini dibuat celah kecil pada kornea bagian perifer dengan insisi di daerah
limbus. Pada tempat insisi ini, iris dipegang dengan pinset dan ditarik keluar. Iris yang
keluar digunting sehingga akan didapatkan celah untuk mengalirnya cairan aquos
secara langsung tanpa harus melalui pupil dari bilik mata belakang ke bilik mata
depan. Teknik ini biasanya dilakukan pada glaukoma sudut tertutup, sangat efektif
dan aman, namun waktu pulihnya lama.
c. Sklerotomi dari Scheie
Pada Operasi Scheie diharapkan terjadi pengaliran cairan aquos di bilik mata depan
langsung ke bawah konjungtiva. Pada operasi ini dilakukan pembuatan flep
konjungtiva di limbus atas (arah jam 12) dan dibuat insisi korneoskleral ke dalam
bilik mata depan. Untuk mempertahankan insisi ini tetap terbuka, dilakukan
kauterisasi di tepi luka insisi. Kemudian flep konjungtiva ini ditutup. Dengan operasi
ini diharapkan terjadinya filtrasi cairan aquos melalui luka korneoskleral ke
subkonjungtiva.
d. Cryotherapy surgery
Pada glaukoma absolut badan siliar berfungsi normal memproduksi cairan akuos, tapi
arus keluar terhambat untuk satu alasan atau yang lain. Sehingga tekanan intraokular
yang tinggi menyebabkan rasa sakit kepada pasien dan menyebabkan mata buta yang
menyakitkan.
C. Laser
Pada teknik laser, operator akan mengarahkan sebuah lensa pada mata kemudian sinar
laser diarahkan ke lensa itu yang akan memantulkan sinar ke mata. Risiko yang dapat terjadi
pada teknik ini yaitu tekanan intraokuler yang meningkat sesaat setelah operasi. Namun hal
tersebut hanya berlangsung untuk sementara waktu.
2.2.10 Prognosis
Glaukoma akut merupakan kegawat daruratan mata, yang harus segera ditangani dalam
24 – 48 jam. Tujuan terapi glaukoma adalah menghentikan kecepatan kerusakan visual.
Sampai saat ini, penurunan tekanan intraokular (TIO) masih merupakan terapi utama.
Beberapa pasien masih akan tetap mengalami kehilangan penglihatan meski terdapat
penurunan tekanan yang bermakna. Namun, penurunan tekanan intraokular (TIO) dengan
cepat menurunkan laju progresivitas secara bermakna. Jika diagnosis terlambat ditegakkan,
bahkan ketika telah terjadi kerusakan penglihatan bermakna, mata kemungkinan besar
mengalami kebutaan meski diberikan terapi. Jika tekanan intraokular (TIO) tetap terkontrol
setelah terapi akut glaukoma sudut tertutup, maka kecil kemungkinannya terjadi kerusakan
penglihatan progresif. Demikian pula untuk glaukoma sekunder jika terapi penyebab dasar
menghasilkan penurunan tekanan intraokular (TIO) ke kisaran normal.12,13
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 51 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Suku : Aceh
Alamat : Sigli
CM : 1-14-14-67
Tanggal Pemeriksaan : 18 Oktober 2017
B. Anamnesis
Keluhan utama : penurunan penglihatan pada kedua mata
Riwayat penyakit sekarang : pasien datang ke poliklinik mata RSUDZA dengan
keluhan penurunan penglihatan pada kedua mata yang dialami ± 2 tahun yang lalu
secara perlahan-lahan, dimulai dari mata kiri kemudian mata kanan, dan apabila melihat
cahaya menjadi pudar. Pasien tidak ada mengeluhkan mata merah dan sakit, serta tidak
ada keluhan air mata berlebihan, atau kotoran mata yang berlebihan. Untuk membantu
penglihatannya pasien menggunakan kacamata baca pada mata kiri sejak 2 tahun yang
lalu. Pasien juga mengeluhkan kepala terasa sakit seperti ditekan.
Riwayat penyakit dahulu : Presbiopia pada mata kiri ± 2 tahun yang lalu. Riwayat
Diabetes Mellitus disangkal, riwayat Hipertensi tidak terkontrol 5 tahun yang lalu.
Tidak ada riwayat trauma sebelumnya pada mata pasien.
Riwayat penyakit keluarga : Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan
yang sama dengan pasien. Riwayat diabetes milletus, hipertensi, maupun penyakit
menahun lainnya ada keluarga disangkal oleh pasien.
22
C. Pemeriksaan Fisik
1. Status Present
Kesadaran : Compos mentis, GCS 15
Tekanan Darah : 150/100 mmHg
Nadi : 87 x/menit
Frekuensi Nafas : 18 x/menit
Temperatur : 36,9 0C
2. Status Oftalmologis
VOS: 6/30
VOD: 6/9
PH 6/24
b. Pemeriksaan Uji Konfrontasi OD: mengalami penyempitan seperti teropong (tunnel vision)
3. Foto Klinis Pasien
4. Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan TIO : - TIO OD = 37,2 mmHg
- TIO OS = 10,2 mmHg
5. Diagnosis Banding:
- Glaukoma Primer Sudut Terbuka
- Glaukoma Primer Sudut Tertutup
- Glaukoma Sekunder
- Hipertensi Okular
6. Diagnosis Kerja
Glaukoma Primer Sudut Terbuka
7. Tatalaksana
- Travoprost ophtalmic solution 0,004% ED 2 dd gtt I OD
- Timolol Maleat 0,5% ED 2 dd gtt I OD
- Acetazolamide 250 mg 1 dd tab I
7. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad Malam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad Malam
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari anamnesis didapatkan pada pasien datang ke poliklinik mata RSUDZA dengan
keluhan penurunan penglihatan pada kedua mata yang dialami ± 2 tahun yang lalu secara
perlahan-lahan, dimulai dari mata kiri kemudian mata kanan, dan apabila melihat cahaya
menjadi pudar. Pasien tidak ada mengeluhkan mata merah dan sakit, serta tidak ada keluhan
air mata berlebihan, atau kotoran mata yang berlebihan. Untuk membantu penglihatannya
pasien menggunakan kacamata baca pada mata kiri sejak 2 tahun yang lalu. Dari anamnesis
tersebut kita bisa mencurigai bahwa pada mata kanan pasien mengalami glaukoma sudut
terbuka, sedangkan presbiopia pada mata kiri pasien. Pada glaukoma sudut terbuka akan
terjadi penglihatan yang kabur, penurunan persepsi warna dan cahaya, biasanya tidak
menunjukkan gejala hingga kerusakan timbul.
Dari hasil pemeriksaan tonometri dijumpai TIO pasien meningkat pada mata kanan yaitu TIOD 37,2
mmHg sedangkan mata kiri masih normal dengan TIOS 10,2 mmHg. Hal ini sesuai dengan teori yang
mengatakan bahwa untuk penegakkan diagnosa glaukoma perlu dilakukan pemeriksaan
tonometri karena glaukoma sendiri merupakan sekelompok penyakit neuropati optik yang
disebabkan oleh peningkatan tekanan intraokular pada papil saraf optik. Tekanan intraoccular
normal yaitu sebesar 10-21 mmHg, pada glaukoma sudut terbuka kronis tekanan ini biasanya
sebesar 22-40 mmHg sedangkan pada glaukoma sudut tertutup tekanan meningkat hingga
diatas 60 mmHg.
Dari pemeriksaan segmen anterior tidak didapatkan kelainan menandakan tidak
menimbulkan komplikasi yang
Pasien kemudian ditatalaksana dengan pemberian obat topikal tropin 1%, timol 0,5%,
gkaupen serta obat oral glaucon yang mengandung acetazolamide yang berfungsi untuk
menurunkan produksi aquous humor, aspar K dan gliserin. Obat-obat tersebut berfungsi
untuk menurunkan TIO. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa penatalaksanaa
pada glaukoma akut yang paling penting adalah menurunkan TIO. Pasien direncanakan
untuk tindakan ekstraksi
Prognosis pasien ini buruk karena datang ke rumah sakit lewat dari 48 jam dengan
visus yang buruk. Pada tahap awal diberikan obat-obat penurun TIO, kemudian diobservasi,
bila TIO dapat turun menuju normal dan ada perbaikan visus maka prognosis pasien bonam.
Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa prognosis pasien akan semakin baik bila
mendapat pengobatan yang adekuat dalam 24 – 48 jam. Jika tekanan intraokular tetap
terkontrol setelah terapi akut glaukomasudut tertutup, maka kecil kemungkinannya
terjadi kerusakan penglihatan progresif.
DAFTAR PUSTAKA
1. Olver, Jane and Lorraine Cassidy. Ophthalmology At A Glance. USA: Blackwell Science
Ltd; 2005.
2. Ilyas, S dan Yulianti, SR. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Keempat. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI; 2013.
3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi dan Analisis Glaukoma. Jakarta: Pusat
data dan informasi Kemenkes RI; 2015.
4. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2009.
p.212-17.
5. Sihota Ramanjit and Tandon Radhika. Physiology of the Eye in Parsons disease of the
Eye. Twentieth Edition. New Delhi: 2006; p18-20.
6. Shaffer and Becker. Aqueous Humor Formation in Diagnosis and Therapy of the
Glaucomas. 7th edition. Mosby In: 1999; p20-45
8. James B, Chew C, and Bron A. Lecture Notes Oftalmologi, ninth edition. USA: Blackwell
Science; 2006. p. 95.
9. Nutheti R, Shamanna BR, Nirmalan PK, et al. Impact of Impaired Vision and Eye Disease
on quality of life in Andhra Pradesh. InvestOphtalmolVisSci. 2006; 47: p. 4742-48.
11. Kanski, J.J. Glaucoma: Primary Open-Angle Glaucoma. In: Edwards, R., ed. Clinical
Ophthalmology, A Systemic Approach, Sixth Edition. Philadelphia: 2007; p. 382-90.
12. Quigley HA. New Paradigms in the Management of Glaucoma Eye. 2005; 19: 1241-8.
28