Anda di halaman 1dari 28

Laporan Kasus

GLAUKOMA PRIMER SUDUT TERBUKA

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik


Senior Pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata Rumah Sakit Umum Daerah
dr.Zainoel Abidin Banda Aceh

Oleh:

Sando Putra Kopertino Malau


1707101030008

Pembimbing:
dr. Firdalena Meutia, M.Kes, Sp.M

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus
dengan judul “Glaukoma Primer Sudut Terbuka”. Laporan Kasus ini
merupakan salah satu tugas dalam menjalankan Kepaniteraan Klinik Senior
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Syiah
Kuala/RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Firdalena Meutia,


M.Kes, Sp.M yang telah bersedia membimbing penulis sehingga dapat
menyelesaikan laporan ini. Penulis mengharapkan kritik dan juga saran yang
membangun dari semua pihak terhadap laporan kasus ini. Semoga laporan
kasus ini bermanfaat bagi penulis dan orang lain.

Banda Aceh, Oktober 2018

Penulis

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Galukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita galukoma. Kelainan mata glaukoma
ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi saraf optikus, dan menciutnya
lapang pandang. Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata
meningkat, sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan penurunan
fungsi penglihatan.1
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua di Indonesia dan di duniasetelah
katarak. Diperkirakan pada tahun 2020 sebanyak 79,6 juta orang akan menderita glaukoma.
Glaukoma disebabkan oleh gangguan pada lensa, disebutdengan glaukoma akibat kelainan
lensa atau lens-induced glaucoma. Glaukoma akibat kelainan lenda merupakan
penyebab terbesar dari glaukoma sekunder dengan persentase 25% dari total kasus yang
ada.1,2
Secara umum, glaukoma dibagi menjadi dua, yaitu glaukoma primer dan glaukoma
sekunder. Secara definisi, glaukoma primer adalah glaukoma yang terjadi tanpa adanya
hubungan dengan penyakit mata atau penyakit sistemik tertentu yang menyebabkan
peningkatan hambatan aliran aqueous atau sudut tertutup. Glaukoma primer biasanya
mengenai kedua mata. Sebaliknya, glaukoma sekunder adalah glaukoma tang terjadi
berkaitan dengan adanya penyakit mata atau penyakit sistemik tertentu yang bertanggung
jawab terhadap penurunan aliran aqueous. Glaukoma sekunder seringkali mengenai mata
unilateral.1,2
Oleh karena begitu buruknya dampak yang diakibatkan glaukoma makanya
dibutuhkan suatu diagnosis dan pengobatan secara cepat dan tepat sehingga progresivitas
lanjut penyebab kebutaan dapat dicegah secara dini. 1,2

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan fisiologi


2.1.1 Bilik Mata Depan (COA)
Bilik mata depan merupakan struktur penting dalam hubungannya dengan pengaturan
tekanan intraokuler. Hal ini disebabkan karena pengaliran cairan aquos harus melalui bilik
mata depan terlebih dahulu sebelum memasuki kanal Schlemm.1 Bilik mata depan dibentuk
oleh persambungan antara kornea perifer dan iris.
Bagian mata yang penting dalam glaukoma adalah sudut filtrasi. Sudut filtrasi ini
berada dalam limbus kornea. Limbus adalah bagian yang dibatasi oleh garis yang
menghubungkan akhir dari membran descement dan membran bowman, lalu ke posterior
0,75 mm, kemudian ke dalam mengelilingi kanal schlem dan trabekula sampai ke COA.
Limbus terdiri dari dua lapisan epitel dan stroma. Epitelnya dua kali setebal epitel kornea. Di
dalam stroma terdapat serat – serat saraf dan cabang akhir dari a. Siliaris anterior.
Sudut filtrasi berbatas dengan akar berhubungan dengan sklera dan kornea, di sini
ditemukan sklera spur yang membuat cincin melingkar 360 derajat dan merupakan batas
belakang sudut filtrasi, serta tempat insersi otot siliar logitudinal. Pada sudut filtrasi terdapat
garis schwalbe yang merupakan akhir perifer endotel dan membran descement dan kanal
schlemm yang menampung cairan mata keluar ke salurannya.

Bagian terpenting dari sudut filtrasi adalah trabekula, yang terdiri dari:
a. Trabekula korneoskleral, serabutnya berasal dari lapisan dalam stroma kornea dan
menuju ke belakang, mengelilingi kanal schlemm untuk berinsersi pada sklera.
b. Scleralspur (insersidari m. Ciliaris) dan sebagian ke m. Ciliaris meridional.
c. Serabut berasal dari akhir membran descement (garis schwalbe) menuju ke jaringan
pengikat m. Siliaris radialis dan sirkularis.
d. Ligamentum pektinatum rudimenter,berasal dari dataran depan iris menuju ke depan
trabekula. Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, jaringan homogen, elastis dan
seluruhnya diliputi endotel.

Kanal schlemn merupakan kapiler yang dimodufikasi yang mengelilingi kornea.


Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel. Pada dinding sebelah dalam terdapat lubang – lubang
sebesar 2 U, sehingga terdapat hubungan langsung antara trabekula dan kanal shlemn. Dari
kanal schlemn, keluar salura kolektor, 20 – 30 buah, yang menuju ke pleksus vena di dalam
jaringan sklera dan episkelera dan vena siliaris anterior di badan siliar.

2.1.2 Aquos Humour


Aqueous humor adalah cairan jernih yang dibentuk oleh korpus siliaris dan mengisi
bilik mata anterior dan posterior. Aqueous humor mengalir dari korpus siliaris melewati bilik
mata posterior dan anterior menuju sudut kamera okuli anterior. Aqueous humor
diekskresikan oleh trabecular meshwork.2,5
Prosesus siliaris, terletak pada pars plicata adalah struktur utama korpus siliaris yang
membentuk aqueous humor. Prosesus siliaris memiliki dua lapis epitelium, yaitu lapisan
berpigmen dan tidak berpigmen. Lapisan dalam epitel yang tidak berpigmen diduga berfungsi
sebagai tempat produksi aqueous humor.3,5
Sudut kamera okuli anterior, yang dibentuk oleh pertautan antara kornea perifer dan
pangkal iris, merupakan komponen penting dalam proses pengaliran aqueous humor. Struktur
ini terdiri dari Schwalbe’s line, trabecular meshwork dan scleral spur.3,5
Trabecular meshwork merupakan jaringan anyaman yang tersusun atas lembar-lembar
berlubang jaringan kolagen dan elastik . Trabecular meshwork disusun atas tiga bagian, yaitu
uvea meshwork (bagian paling dalam), corneo scleral meshwork (lapisan terbesar) dan
juxtacanalicular/endothelial meshwork (lapisan paling atas). Juxtacanalicular meshwork
adalah struktur yang berhubungan dengan bagian dalam kanalis Schlemm. 2,3,6
Gambar 2.2 Struktur Trabecular Meshwork
Kanalis Schlemm merupakan lapisan endotelium tidak berpori dan lapisan tipis
jaringan ikat. Pada bagian dalam dinding kanalis terdapat vakuola-vakuola berukuran besar,
yang diduga bertanggung jawab terhadap pembentukan gradien tekanan intraokuli.3,4,5
Aqueous humor akan dialirkan dari kanalis Schlemm ke vena episklera untuk
selanjutnya dialirkan ke vena siliaris anterior dan vena opthalmikus superior. Selain itu,
aqueous humor juga akan dialirkan ke vena konjungtival, kemudian ke vena palpebralis dan
vena angularis yang akhirnya menuju ke vena ophtalmikus superior atau vena fasialis. Pada
akhirnya, aqueous humor akan bermuara ke sinus kavernosus.4,5
Tekanan intraokuler ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor aquos dan tahanan
terhadap aliran keluarnya dari mata. Humor aquos merupakan cairan jernih yang mengisi
kamera okuli anterior dan posterior. Volume humor aquos sekitar 250 µL, dan kecepatan
pembentukannya 2,5 µL/menit. Komposisi humor aquos hampir sama dengan komposisi
plasma, yaitu mengandung askorbat, piruvat, laktat, protein, dan glukosa.5

Tabel 2.1. Perbandingan komposisi plasma, aqueous humor dan vitreous humor6
Komponen
Plasma Aqeous Humor Vitrous Humor
mmol/KgH2O
Na 146 163 144
Cl 109 134 114
HCO3 28 20 20-30
Askorbat 0,04 1,06 2,21
Glukosa 6 3 3,4
Humor aquos merupakan media refrakta jadi harus jernih. Sistem pengeluaran humor
aquos terbagi menjadi 2 jalur, yaitu sebagian besar melalui sistem vena dan sebagian kecil
melalui otot ciliaris.5,7
Produksi aqueous humor melibatkan beberapa proses, yaitu transport aktif, ultrafiltrasi
dan difusi sederhana. Transport aktif di sel epitel yang tidak berpigmen memegang peranan
penting dalam produksi aqueous humor dan melibatkan Na+/K+-ATPase. Proses ultrafiltrasi
adalah proses perpindahan air dan zat larut air ke dalam membran sel akibat perbedaan
tekanan osmotik.6,7
Sistem pengaliran aqueous humor terdiri dari dua jenis sistem pengaliran utama, yaitu
aliran konvensional/ trabecular outflow dan aliran nonkonvensional/uveoscleral outflow.
Trabecular outflow merupakan aliran utama dari aqueous humor, sekitar 90% dari total.
Aqueous humor mengalir dari bilik anterior ke kanalis Schlemm di trabecular meshwork dan
menuju ke vena episklera, yang selanjutnya bermuara pada sinus kavernosus. Sistem
pengaliran ini memerlukan perbedaan tekanan, terutama di jaringan trabekular.7,8
Uveoscleral outflow, merupakan sistem pengaliran utama yang kedua, sekitar 5-10%
dari total. Aqueous humor mengalir dari bilik anterior ke muskulus siliaris dan rongga
suprakoroidal lalu ke vena-vena di korpus siliaris, koroid dan sklera. Sistem aliran ini relatif
tidak bergantung kepada perbedaan tekanan.6,8

Gambar 2.2 Trabecular Outflow (kiri) dan Uveosceral Outflow (kanan)


2.1.3 Tekanan Intraokuli
Tekanan intraokuli merupakan kesatuan biologis yang menunjukkan fluktuasi harian.
Tekanan yang tepat adalah syarat untuk kelangsungan penglihatan yang normal yang
menjamin kebeningan media mata dan jarak yang konstan antara kornea dengan lensa dan
lensa dengan retina. Homeostasis tekanan intraokular terpelihara oleh mekanisme regulasi
setempat atau sentral yang berlangsung dengan sendirinya.9
Tekanan mata yang normal berkisar antara 10-22 mmHg. Tekanan intraokuli kedua
mata biasanya sama dan menunjukkan variasi diurnal (Hollwich, 1992). Pada malam hari,
karena perubahan posisi dari berdiri menjadi berbaring, terjadi peningkatan resistensi vena
episklera sehingga tekanan intraokuli meningkat. Kemudian kondisi ini kembali normal pada
siang hari sehingga tekanan intraokuli kembali turun (Doshi et al, 2010). Variasi nomal
antara 2-6 mmHg dan mencapai tekanan tertinggi saat pagi hari, sekitar pukul 5-6 pagi.10
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tekanan intraokuli, antara lain
keseimbangan dinamis produksi dan ekskresi aqueous humor, resistensi permeabilitas
kapiler, keseimbangan tekanan osmotik, posisi tubuh, irama sirkadian tubuh, denyut jantung,
frekuensi pernafasan, jumlah asupan air, dan obat-obatan.10

2.2 Glaukoma
2.2.1 Definisi
Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebirauan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan mata glaukoma
ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi saraf optikus, dan menciutnya
lapang pandang. Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata
meningkat, sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus “cupping” dan menyebabkan
penurunan fungsi penglihatan.1,2,3

Gambar 3. Glaukoma
2.2.2 Epidemiologi
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) 2010 diperkirakan sebanyak ±
60,7 juta orang mengalami penyakit glaukoma di tahun 2010 dengan insidensi orang yang
mengalami kebutaan sebanyak 3,2 juta orang dan insidensi glaukoma ini diperkirakan akan
meningkat menjadi 79,4 juta kejadian di tahun 2020 mendatang.4,7
Sebagian besar glaucoma merupakan glaukoma primer. Orang keturunan Asia lebih
sering menderita glaukoma sudut tertutup, sedangkan orang keturunan Afrika dan Eropa lebih
sering menderita glaukoma sudut terbuka.3,4
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, responden yang pernah didiagnosis
glaukoma oleh tenaga kesehatan sebesar 0,48%, tertinggi di provinsi DKI Jakarta 1,85%,
berturut-turut diikuti provinsi Aceh 1,28%, kepulauan Riau 1,26%, Sulawesi tengah 1,21%,
Sumatera Barat 1,14% dan terendah di provinsi Riau 0,04%. Melihat prevalensi dari hasil
Jakarta Urban Eye Health Study tahun 2008 dan persentase responden Riskesdas 2007 yang
pernah didiagnosis glaukoma, meskipun tidak dapat dibandingkan secara langsung, dapat
diduga bahwa sebagian besar penderita glaukoma belum terdeteksi/terdiagnosis. Hasil suatu
penelitian tingkat keparahan pasien baru yang menderita glaukoma di RSUP Dr.Cipto
Mangunkusumo, diketahui sebesar 35,1% pasien datang dengan glaukoma ringan/sedang,
sebesar 51,4% datang dalam kondisi sudah lanjut dan bahkan 13,5% telah mengalami
glaukoma absolut/ buta total.3,4,5
Penurunan ketajaman mata akibat glaukoma dianggap sebagai masalah yang cukup
mengambil andil di negara berkembang dan lebih banyak mempengaruhi dewasa daripada
anak-anak. Wanita beresiko menderita glaukoma 3-4 kali dibandingkan pria.4,5

2.2.3 Faktor Resiko


1. Tekanan intarokuler yang tinggi
Tekanan intraokulera/bola mata di atas 21 mmHg berisiko tinggi terkena glaukoma.
Meskipun untuk sebagian individu, tekanan bola mata yang lebih rendah sudah dapat
merusak saraf optik.
2. Umur
Risiko glaukoma bertambah tinggi dengan bertambahnya usia. Terdapat 2% dari
populasi 40 tahun yang terkena glaukoma.
3. Riwayat glaukoma dalam keluarga
Glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga penderita galukoma mempunyai risiko 6 kali
lebih besar untuk terkena glaukoma. Risiko terbesar adalah kakak-beradik kemudian
hubungan orang tua dan anak-anak.
4. Obat-obatan
Pemakaian steroid secara rutin, misalnya pemakaian tetes mata yang mengandung
steroid yang tidak terkontrol dapat menginduksi terjdinya glaukoma.
5. Riwayat trauma pada mata
6. Riwayat penyakit lain (Riwayat penyakit Diabetes, Hipertensi)

2.2.4 Klasifikasi
1. Glaukoma Sudut Terbuka
Glaukoma yang sering ditemukan adalah glaukoma sudut terbuka. Glaukoma sudut
terbuka terjadi karena pembendungan terhadap aliran keluar aqueous humor, sehingga
menyebabkan penimbunan. Hal ini dapat memicu proses degenerasi trabecular meshwork,
termasuk pengendapan materi ekstrasel di dalam anyaman dan di bawah lapisan endotel
kanalis Schlemm.9,10,11
Mekanisme kerusakan neuron pada glaukoma sudut terbuka dan hubungannya dengan
tingginya tekanan intraokular masih belum begitu jelas. Teori utama memperkirakan bahwa
adanya perubahan-perubahan elemen penunjang struktural akibat tingginya tekanan
intraokular di saraf optikus, setinggi dengan lamina kribrosa atau pembuluh darah di ujung
saraf optikus. Teori lainnya memperkirakan terjadi iskemia pada mikrovaskular diskus
optikus. Kelainan kromosom 1q-GLC1A (mengekspresikan myocilin) juga menjadi faktor
predisposisi.9,10,11
2. Glaukoma Sudut Tertutup
Glaukoma sudut tertutup terjadi apabila terbentuk sumbatan sudut kamera anterior oleh
iris perifer. Hal ini menyumbat aliran aqueous humor dan tekanan intraokular meningkat
dengan cepat, menimbulkan nyeri hebat, kemerahan, dan penglihatan yang kabur. Serangan
akut sering dipresipitasi oleh dilatasi pupil, yang terjadi spontan di malam hari, saat
pencahayaan kurang. 9,10,11
a. Glaukoma sudut tertutup akut
Pada glaukoma sudut tertutup akut terjadi peningkatan tekanan bola mata dengan tiba-
tiba akibat penutupan pengaliran keluar aqueous humor secara mendadak. Ini
menyebabkan rasa sakit hebat, mata merah, kornea keruh dan edematus, penglihatan
kabur disertai halo (pelangi disekitar lampu). Glaukoma sudut tertutup akut merupakan
suatu keadaan darurat.9,10,11
b. Glaukoma sudut tertutup kronis
Pada glaukoma tertutup kronis, iris berangsur-angsur menutupi jalan keluar tanpa gejala
yang nyata, akibat terbentuknya jaringan parut antara iris dan jalur keluar aqueous
humor. Glaukoma sudut tertutup biasanya bersifat herediter dan lebih sering pada
hipermetropia. Pada pemeriksaan didapatkan bilik mata depan dangkal dan pada
gonioskopi terlihat iris menempel pada tepi kornea.9,10,11
3. Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital adalah bentuk glaukoma yang jarang ditemukan. Glaukoma ini
disebabkan oleh kelainan perkembangan struktur anatomi mata yang menghalangi aliran
keluar aqueous humor. Kelainan tersebut antara lain anomali perkembangan segmen anterior
dan aniridia (iris yang tidak berkembang). Anomali perkembangan segmen anterior dapat
berupa sindrom Rieger/ disgenesis iridotrabekula, anomali Peters/ trabekulodisgenesis
iridokornea, dan sindrom Axenfeld.9,10,11
4. Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang timbul akibat adanya penyakit mata
yang mendahuluinya. Beberapa jenis glaukoma sekunder antara lain glaukoma pigmentasi,
pseudoeksfoliasi, dislokasi lensa, intumesensi lensa, fakolitik, uveitis, melanoma traktus
uvealis, neovaskular, steroid, trauma dan peningkatan tekanan episklera. 9,10,11
5. Glaukoma Tekanan Normal
Beberapa pasien dapat mengalami glaukoma tanpa mengalami peningkatan tekanan
intraokuli, atau tetap dibawah 21 mmHg. Patogenesis yang mungkin adalah kepekaan yang
abnormal terhadap tekanan intraokular karena kelainan vaskular atau mekanis di kaput nervus
optikus, atau bisa juga murni karena penyakit vaskular. Glaukoma jenis ini sering terjadi di
Jepang. Secara genetik, keluarga yang memiliki glaukoma tekanan-normal memiliki kelainan
pada gen optineurin kromosom 10. Sering pula dijumpai adanya perdarahan diskus, yang
menandakan progresivitas penurunan lapangan pandang. 9,10,11
6. Glaukoma Absolut
Glauma absolut meupakan semua jenis glaukoma dengan visus persepsi cahaya negatif
yang dapat terjadi pada semua jenis glaukomaglaukoma absolut sendiri merupakan hasil
akhirndari semua glaukoma yang tidak terkontrol dengan manifestasi mata yang keras, tidak
dapat melihat dan sering nyeri. Glaukoma akut juga dapat menyebabkan glaukoma absolut,
akibat dari kerusakan papl nervus II tahap lanjut, kerusakan lapisan serat saraf retina serta
gangguan vaskularisasi pada serat-serat saraf tersebut. 9,10,11

2.2.5 Patofisiologi
Setiap hari mata memproduksi sekitar 1 sdt humor aquos yang menyuplai makanan
dan oksigen untuk kornea dan lensa dan membawa produk sisa keluar dari mata melalui
anyaman trabekulum ke Canalis Schlemm.
Pada keadaan normal tekanan intraokular ditentukan oleh derajat produksi cairan mata
oleh epitel badan siliar dan hambatan pengeluaran cairan mata dari bola mata. Pada glaukoma
tekanan intraokular berperan penting oleh karena itu dinamika tekanannya diperlukan sekali.
Dinamika ini saling berhubungan antara tekanan, tegangan dan regangan.
1. Tekanan
Tekanan hidrostatik akan mengenai dinding struktur (pada mata berupa dinding
korneosklera). Hal ini akan menyebabkan rusaknya neuron apabila penekan pada sklera
tidak benar.

2. Tegangan
Tegangan mempunyai hubungan antara tekanan dan kekebalan. Tegangan yang rendah
dan ketebalan yang relatif besar dibandingkan faktor yang sama pada papil optik
ketimbang sklera. Mata yang tekanan intraokularnya berangsur-angsur naik dapat
mengalami robekan dibawah otot rektus lateral.

3. Regangan
Regangan dapat mengakibatkan kerusakan dan mengakibatkan nyeri.

Tingginya tekanan intraokuler tergantung pada besarnya produksi aquoeus humor


oleh badan siliar dan pengaliran keluarnya. Besarnya aliran keluar aquoeus humor melalui
sudut bilik mata depan juga tergantung pada keadaan sudut bilik mata depan, keadaan jalinan
trabekulum, keadaan kanal Schlemm dan keadaan tekanan vena episklera.
Tekanan intraokuler dianggap normal bila kurang daripada 20 mmHg pada
pemeriksaan dengan tonometer aplanasi. Pada tekanan lebih tinggi dari 20 mmHg yang juga
disebut hipertensi oculi dapat dicurigai adanya glaukoma. Bila tekanan lebih dari 25 mmHg
pasien menderita glaukoma (tonometer Schiotz).
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel ganglion
difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina dan
berkurangnya akson di saraf optikus. Iris dan korpus siliar juga menjadi atrofi, dan prosesus
siliaris memperlihatkan degenerasi hialin.
Diskus optikus menjadi atrofi disertai pembesaran cekungan optikus diduga
disebabkan oleh ; gangguan pendarahan pada papil yang menyebabkan degenerasi berkas
serabut saraf pada papil saraf optik (gangguan terjadi pada cabang-cabang sirkulus Zinn-
Haller), diduga gangguan ini disebabkan oleh peninggian tekanan intraokuler. Tekanan
intraokuler yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik yang merupakan tempat
dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi papil saraf optik relatif lebih
kuat daripada bagian tengah sehingga terjadi cekungan pada papil saraf optik. Serabut atau
sel syaraf ini sangat tipis dengan diameter kira-kira 1/20.000 inci. Bila tekanan bola mata
naik serabut syaraf ini akan tertekan dan rusak serta mati. Kematian sel tersebut akan
mengakibatkan hilangnya penglihatan yang permanen.
Keterangan gambar : Normal dan abnormal aliran humor aquos :

a. Aliran normal melalui anyaman trabekula (panah besar) dan rute uveasklera (panah
kecil) dan anatomi yang berhubungan. Kebanyakan aliran humor aquos melewati
anyaman trabekula. Setiap rute dialirkan ke sirkulasi vena mata.

b. Pada glaukoma sudut terbuka, aliran humor aquos melalui rute ini terhalang.

c. Pada glakuoma sudut tertutup, posisi abnormal iris sehingga memblok aliran humor
aquos melewati sudut bilik mata depan (iridocorneal).

2.2.6 Manifestasi Klinis


Glaukoma disebut sebagai “pencuri penglihatan” karena berkembang tanpa ditandai
dengan gejala yang nyata. Oleh karena itu, separuh dari penderita glaukoma tidak menyadari
bahwa mereka menderita penyakit tersebut. Biasanya diketahui disaat penyakitnya sudah
lanjut dan telah kehilangan penglihatan.

Pada glaukoma sudut terbuka akan terjadi penglihatan yang kabur dan penurunan
persepsi warna dan cahaya. Terjadi penurunan luas lapang pandang yang progresif. Yang
pertama hilang adalah lapang pandang perifer yang pada akhirnya hanya akan menyisakan
penglihatan yang seperti terowongan (tunnel vision). Penderita biasanya tidak memperhatikan
kehilangan lapang pandang perifer ini karena lapang pandang sentralnya masih utuh.

Pada glaukoma sudut tertutup dapat terjadi gejala nyeri, sakit kepala, nausea, mata
merah, penglihatan kabur dan kehilangan penglihatan.
Tanda klinis glaukoma:
1. Pada pemeriksaan penyinaran oblik atau dengan slit-lamp didapatkan bilik mata
depan normal.
2. Peningkatan TIO yang dapat diukur dengan tonometri Schiotz, aplanasiGoldmann dan
Non Contact Tonometry (NCT). Peningkatan TIO padaglaukoma yang disebabkan
kortikosteroid biasanya terjadi secara perlahan-lahan.
3. Perubahan pada diskus saraf optik, dibagi menjadi early glaucomatous dan advanced
glaucomatous changes.

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang


Penderita glaukoma memerlukan pemeriksaan umum sebagaimana penderita penyakit
mata lain dan beberapa pemeriksaan khusus untuk glauoma. Beberpa pemeriksaan untuk
glaukoma terkait dengan penglihatan ini adalah sebagai berikut: 12
1. Pemeriksaan tajam penglihatan atau visus
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai fungsi atau tajam penglihatan dengan
menggunakan kartu snellen. Pada kartu tersebut dapat dilihat angka yang menyatakan jarak
dimana huruf yang tertera pada kartu dapat dilihat oleh mata normal. Tajam penglihatan
seseorang dikatakan normal bila tajam penglihatan adalah 6/6 atau 100%, yaitu dapat melihat
huruf yang oleh orang normal dapat dilihat dari jarak 6 meter.tajam penglihatan 6/60 berarti
pasien dapat melihat pada jarak 6 meter yang mana pada orang normal dapat dilihat pada
jarak 60 meter.5
2. Oftalmoskop
Oftalmoskopi pada penderita glaukoma tereutama untuk menilai kondisi papil saraf
optik. Papil saraf optik yang dinilai adalah warna dan lebarnya ekskavasi (penggaungan).
Apakah suatu pengobatan berhasil atau tidak dapat dilihat dari ekskaviasi yang luas nya tetap
atau membesar.6
3. Tonometri
Pemeriksaan tekanan intraokuli dapat dilakukan dengan menggunakan tonometri. Yang
sering dipergunakan adalah tonometri aplanasi Goldmann, yang dilekatkan ke slitlamp dan
mengukur gaya yang diperlukan untuk meratakan daerah kornea tertentu. Rentang tekanan
intraokuli yang normal adalah 10-21 mmHg. Namun, pada usia yang lebih tua tekanan
intraokulinya lebih tinggi sehingga batas atasnya adalah 24 mmHg. Pada glaukoma sudut
terbuka primer, 32-50% individu yang terkena akan menunjukkan tekanan intraokular yang
normal saat pertama kali diperiksa, sehingga diperlukan pula pemeriksaan diskus optikus
glaukomatosa ataupun pemeriksaan lapangan pandang.7
4. Gonioskopi
Pada pemeriksaan gonioskopi, dapat dilihat struktur sudut bilik mata depan. Lebar
sudut bilik mata depan dapat diperkirakan dengan pencahayaan oblik bilik mata depan.
Apabila keseluruhan trabecular meshwork, scleral spur dan prosesus siliaris dapat terlihat,
sudut dinyatakan terbuka. Apabila hanya Schwalbe’s line atau sebagian kecil dari trabecular
meshwork yang dapat terlihat, dinyatakan sudut sempit. Apabila Schwalbe’s line tidak
terlihat, sudut dinyatakan tertutup.8

5. Pemeriksaan lapangan pandang (piremetry)


Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma terutama mengenai 30 derajat lapangan
pandang bagian sentral. Perubahan paling dini adalah semakin nyatanya bintik buta.
Perluasan akan berlanjut ke lapangan pandang Bjerrum (15 derajat dari fiksasi) membentuk
skotoma Bjerrum, kemudian skotoma arkuata. Daerah-daerah penurunan lapangan pandang
yang lebih parah di dalam daerah Bjerrum dikenal sebagai skotoma Seidel. Skotoma arkuata
ganda di atas dan di bawah meridian horizontal, sering disertai oleh nasal step (Roenne)
karena perbedaan ukuran kedua defek arkuata tersebut. Pengecilan lapangan pandang
cenderung berawal di perifer nasal sebagai konstriksi isopter. Selanjutnya, mungkin terdapat
hubungan ke defek arkuata, menimbulkan breakthrough perifer. Lapangan pandang perifer
temporal dan 5-10 derajat sentral baru terpengaruh pada stadium lanjut penyakit. Pada
stadium akhir, ketajaman penglihatan sentral mungkin normal tetapi hanya 5 derajat lapangan
pandang.8,9
Alat-alat yang dapat digunakan untuk melakukan pemeriksaan lapangan pandang pada
glaukoma adalah automated perimeter (misalnya Humphrey, Octopus, atau Henson),
perimeter Goldmann, Friedmann field analyzer, dan layar tangent.8,9
Gambar 4 Kelainan Lapangan Pandang pada Glaukoma

2.2.8 Diagnosa Banding

1. Glaukoma sudut tertutup primer akut

Kelainan mata yang terjadi karena tekanan intraokular (TIO) meningkat secara cepat
sebagai hasil dari tertutupnya sudut bilik mata depan secara total dan mendadak akibat blok
pupil karena kondisi primer mata dengan segmen anterior yang kecil. Pada kelainan ini, lensa
tampak jernih dan pupil lebar lonjong (Nurwasis, 2006).

2. Glaukoma sudut tertutup sekunder karena uveitis

Glaukoma sekunder sudut terbuka ataupun tertutup yang disebabkan radang pada iris
dan corpus ciliaris. Pada kelainan ini tampak adanya keratik presipitat, flare dan sel sinekia
posterior total, iris bombans sudut tertutup (Nurwasis, 2006).

3. Glaukoma neovaskuler

Glaukoma sekunder yang disebabkan adanya neovaskularisasi pada permukaan iris,


sudut, dan trabekular Meshwork (Nurwasis, 2006).
4. Glaukoma fakolitik
Glaukoma sekunder sudut terbuka yang timbul akibat keluarnya protein lensa pada
katarak matur dan hipermatur (Nurwasis, 2006).

2.2.9 Tatalaksana
Sasaran utama pengobatan glaukoma adalah untuk menurunkan tekanan intraokuler
sehingga dapat mencegah terjadinya penurunan lapangan pandang dan ketajaman penglihatan
lebih lanjut yang berujung pada kebutaan dengan cara mengontrol tekanan intraokuler supaya
berada dalam batasan normal.
Medikamentosa
1. Supresi pembentukan aquous humor
Penghambat adrenergik beta adalah obat yang sekarang paling luas digunakan
untuk terapi glaukoma. Obat-obat ini dapat digunakan tersendiri atau dikombinasi dengan
obat lain.Timolol maleat 0,25% dan 0,5%, betaksolol 0,25% dan 0,5%, levobunolol 0,25% dan
0,5%dan metipranolol 0,3% merupakan preparat-preparat yang sekarang tersedia.
Kontraindikasi utama pemakaian obat-obat ini adalah penyakit obstruksi jalan napas
menahun-terutama asma-dan defek hantaran jantung. Untuk betaksolol, selektivitas relatif
reseptor β1-dan afinitas keseluruhan terhadap semua reseptor β yang rendah-menurunkan
walaupun tidak menghilangkan risiko efek samping sistemik ini. Depresi, kacau pikir dan
rasa lelah dapattimbul pada pemakaian obat penghambat beta topikal.9,10,11
Apraklonidin adalah suatu agonis adrenergik α2 baru yang menurunkan pembentukan humor
akueus tanpa efek pada aliran keluar. Epinefrin dan dipivefrin memiliki efek
pada pembentukan humor akueus.11,12
Inhibitor karbonat anhidrase sistemik-asetazolamid adalah yang paling
banyak digunakan, tetapi terdapat alternatif yaitu diklorfenamid dan metazolamid-
digunakan untuk glaukoma kronik apabila terapi topikal tidak memberi hasil memuaskan
dan pada glaukomaakut dimana tekanan intraokular yang sangat tinggi perlu segera
dikontrol. Obat-obat inimampu menekan pembentukan humor akueus sebesar 40-60%.
Asetazolamid dapat diberikan per oral dalam dosis 125-250 mg sampai tiga kali sehari
atau sebagai Diamox Sequels 500mg sekali atau dua kali, atau dapat diberikan secara
intravena (500 mg). Inhibitor karbonatanhidrase menimbulkan efek samping sistemik yang
membatasi penggunaan obat-obat iniuntuk terapi jangka panjang. 11,12
Obat-obat hiperosmotik mempengaruhi pembentukan humor akueus sertamenyebabkan
dehidrasi korpus vitreum.
2. Fasilitasi aliran keluar aquous humor

Obat parasimpatomimetik meningkatkan aliran keluar humor akueus dengan bekerja


pada jalinan trabekular melalui kontraksi otot siliaris. Obat pilihan adalah pilokarpin,
larutan 0,5-6% yang diteteskan beberapa kali sehari atau gel 4% yang diteteskan sebelum
tidur. Karbakol0,75-3% adalah obat kolinergik alternatif. Obat-obat antikolinesterase
ireversibel merupakan obat parasimpatomimetik yang bekerja paling lama. Obat-obat ini
adalah demekarium bromide 0,125 dan 0,25% dan ekotiopat iodide 0,03-0,25% yang umumnya
dibatasi untuk pasien afakik atau pseudofakik karena mempunyai potensi kataraktogenik. Perhatian:
obat-obat antikolinesterase ireversibel akan memperkuat efek suksinilkolin yang diberikan
selamaanastesia dan ahli anestesi harus diberitahu sebelum tindakan bedah. Obat-obat ini
jugamenimbulkan miosis kuat yang dapat menyebabkan penutupan sudut pada pasien dengansudut
sempit. Pasien juga harus diberitahu kemungkinan ablasio retina.Semua obat
parasimpatomimetik menimbulkan miosis disertai meredupnya penglihatan terutama pada pasien
katarak dan spasme akomodatif yang mungkinmengganggu pada pasien muda. 11,12
Epinefrin 0,25-2% diteteskan sekali atau dua kali sehari, meningkatkan aliran
keluar humor akueus dan disertai sedikit penurunan pembentukan humor akueus. Terdapat
sejumlah efek samping okular eksternal, termasuk vasodilatasi konjungtiva reflek,
ndapanadrenokrom, konjungtivitis folikularis dan reaksi alergi.efek samping intraokular
yang dapat tejadi adalah edema makula sistoid pada afakik dan vasokonstriksi ujung saraf
optikus. Dipivefrin adalah suatu prodrug epinefrin yang dimetabolisasi secara intraokular
menjadi bentuk aktifnya. Epinefrin dan dipivefrin jangan digunakan untuk mata dengan
sudut kameraanterior sempit. 11,12

3. Menurunkan volume korpus vitreus


Obat-obat hiperosmotik menyebabkan darah menjadi hipertonik sehingga air
tertarik keluar dari korpus vitreum dan terjadi penciutan korpus vitreum. Selain itu, terjadi
penurunan produksi humor akueus. Penurunan volume korpus vitreum bermanfaat dalam
pengobatan glaukoma sudut tetutup akut dan glaukoma maligna yang menyebabkan pergeseran lensa
kristalina ke depan (disebabkan oleh perubahan volume korpus vitreum atau koroid) dan menyebabkan
penutupan sudut (glaukoma sudut tertutup sekunder). Gliserin (gliserol) oral, 1 mL/kg berat
dalam larutan 50% dingin dicampur sari lemon adalah obat yang paling sering digunakan, tetapi
pemakaian pada penderita diabetes harus berhati-hati. Pilihan lain adalah isosorbin oral dan urea
atau manitol intravena. 11,12
B. Pembedahan

Pembedahan ditujukan untuk memperlancar aliran keluar cairan aquos di dalam sistem
drainase atau sistem filtrasi sehingga prosedur ini disebut teknik filtrasi. Pembedahan
dapat menurunkan tekanan intraokuler jika dengan medikamentosa tidak berhasil.
Walaupun telah dilakukan tindakan pembedahan, penglihatan yang sudah hilang tidak
dapat kembali normal, terapi medikamentosa juga tetap dibutuhkan, namun jumlah dan
dosisnya menjadi lebih sedikit.

a. Trabekulektomi
Merupakan teknik yang paling sering digunakan. Pada teknik ini, bagian kecil
trabekula yang terganggu diangkat kemudian dibentuk bleb dari konjungtiva sehingga
terbentuk jalur drainase yang baru. Lubang ini akan meningkatkan aliran keluar cairan
aquos sehingga dapat menurunkan tekanan intraokuler. Tingkat keberhasilan operasi
ini cukup tinggi pada tahun pertama, sekitar 70-90%. Sayangnya di kemudian hari
lubang drainase tersebut dapat menutup kembali sebagai akibat sistem penyembuhan
terhadap luka sehingga tekanan intraokuler akan meningkat. Oleh karena itu,
terkadang diperlukan obat seperti mitomycin-C and 5-fluorourasil untuk
memperlambat proses penyembuhan. Teknik ini bisa saja dilakukan beberapa kali
pada mata yang sama.
b. Iridektomi perifer
Pada tindakan ini dibuat celah kecil pada kornea bagian perifer dengan insisi di daerah
limbus. Pada tempat insisi ini, iris dipegang dengan pinset dan ditarik keluar. Iris yang
keluar digunting sehingga akan didapatkan celah untuk mengalirnya cairan aquos
secara langsung tanpa harus melalui pupil dari bilik mata belakang ke bilik mata
depan. Teknik ini biasanya dilakukan pada glaukoma sudut tertutup, sangat efektif
dan aman, namun waktu pulihnya lama.
c. Sklerotomi dari Scheie
Pada Operasi Scheie diharapkan terjadi pengaliran cairan aquos di bilik mata depan
langsung ke bawah konjungtiva. Pada operasi ini dilakukan pembuatan flep
konjungtiva di limbus atas (arah jam 12) dan dibuat insisi korneoskleral ke dalam
bilik mata depan. Untuk mempertahankan insisi ini tetap terbuka, dilakukan
kauterisasi di tepi luka insisi. Kemudian flep konjungtiva ini ditutup. Dengan operasi
ini diharapkan terjadinya filtrasi cairan aquos melalui luka korneoskleral ke
subkonjungtiva.
d. Cryotherapy surgery
Pada glaukoma absolut badan siliar berfungsi normal memproduksi cairan akuos, tapi
arus keluar terhambat untuk satu alasan atau yang lain. Sehingga tekanan intraokular
yang tinggi menyebabkan rasa sakit kepada pasien dan menyebabkan mata buta yang
menyakitkan.

C. Laser
Pada teknik laser, operator akan mengarahkan sebuah lensa pada mata kemudian sinar
laser diarahkan ke lensa itu yang akan memantulkan sinar ke mata. Risiko yang dapat terjadi
pada teknik ini yaitu tekanan intraokuler yang meningkat sesaat setelah operasi. Namun hal
tersebut hanya berlangsung untuk sementara waktu.

2.2.10 Prognosis
Glaukoma akut merupakan kegawat daruratan mata, yang harus segera ditangani dalam
24 – 48 jam. Tujuan terapi glaukoma adalah menghentikan kecepatan kerusakan visual.
Sampai saat ini, penurunan tekanan intraokular (TIO) masih merupakan terapi utama.
Beberapa pasien masih akan tetap mengalami kehilangan penglihatan meski terdapat
penurunan tekanan yang bermakna. Namun, penurunan tekanan intraokular (TIO) dengan
cepat menurunkan laju progresivitas secara bermakna. Jika diagnosis terlambat ditegakkan,
bahkan ketika telah terjadi kerusakan penglihatan bermakna, mata kemungkinan besar
mengalami kebutaan meski diberikan terapi. Jika tekanan intraokular (TIO) tetap terkontrol
setelah terapi akut glaukoma sudut tertutup, maka kecil kemungkinannya terjadi kerusakan
penglihatan progresif. Demikian pula untuk glaukoma sekunder jika terapi penyebab dasar
menghasilkan penurunan tekanan intraokular (TIO) ke kisaran normal.12,13
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 51 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Suku : Aceh
Alamat : Sigli
CM : 1-14-14-67
Tanggal Pemeriksaan : 18 Oktober 2017

B. Anamnesis
Keluhan utama : penurunan penglihatan pada kedua mata
Riwayat penyakit sekarang : pasien datang ke poliklinik mata RSUDZA dengan
keluhan penurunan penglihatan pada kedua mata yang dialami ± 2 tahun yang lalu
secara perlahan-lahan, dimulai dari mata kiri kemudian mata kanan, dan apabila melihat
cahaya menjadi pudar. Pasien tidak ada mengeluhkan mata merah dan sakit, serta tidak
ada keluhan air mata berlebihan, atau kotoran mata yang berlebihan. Untuk membantu
penglihatannya pasien menggunakan kacamata baca pada mata kiri sejak 2 tahun yang
lalu. Pasien juga mengeluhkan kepala terasa sakit seperti ditekan.

Riwayat penyakit dahulu : Presbiopia pada mata kiri ± 2 tahun yang lalu. Riwayat
Diabetes Mellitus disangkal, riwayat Hipertensi tidak terkontrol 5 tahun yang lalu.
Tidak ada riwayat trauma sebelumnya pada mata pasien.

Riwayat penyakit keluarga : Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan
yang sama dengan pasien. Riwayat diabetes milletus, hipertensi, maupun penyakit
menahun lainnya ada keluarga disangkal oleh pasien.

Riwayat pengobatan : Penggunaan obat-obat- tetes mata

Riwayat Kebiasaan sosial : Pasien merupakan seorang petani.

22
C. Pemeriksaan Fisik
1. Status Present
Kesadaran : Compos mentis, GCS 15
Tekanan Darah : 150/100 mmHg
Nadi : 87 x/menit
Frekuensi Nafas : 18 x/menit
Temperatur : 36,9 0C

2. Status Oftalmologis

VOS: 6/30
VOD: 6/9
PH 6/24

a. Pemeriksaan Segmen Anterior


Bagian Mata OD OS
Palpebra Superior Normal Normal
Palpebra Inferior Normal Normal
Konjungtiva Tarsal Normal Normal
Superior
Konjungtiva Tarsal Normal Normal
Inferior
Konjungtiva Bulbi Normal Normal
Kornea Jernih Jernih
COA dangkal Cukup
Iris/Pupil Bulat,3mm, RCL (+), Bulat, 3mm, RCL
RCTL (+) (+), RCTL (+)
Lensa Jernih Jernih

b. Pemeriksaan Uji Konfrontasi OD: mengalami penyempitan seperti teropong (tunnel vision)
3. Foto Klinis Pasien

Gambar 3.1 Foto Klinis

4. Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan TIO : - TIO OD = 37,2 mmHg
- TIO OS = 10,2 mmHg
5. Diagnosis Banding:
- Glaukoma Primer Sudut Terbuka
- Glaukoma Primer Sudut Tertutup
- Glaukoma Sekunder
- Hipertensi Okular

6. Diagnosis Kerja
Glaukoma Primer Sudut Terbuka
7. Tatalaksana
- Travoprost ophtalmic solution 0,004% ED 2 dd gtt I OD
- Timolol Maleat 0,5% ED 2 dd gtt I OD
- Acetazolamide 250 mg 1 dd tab I
7. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad Malam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad Malam
BAB IV
PEMBAHASAN

Dari anamnesis didapatkan pada pasien datang ke poliklinik mata RSUDZA dengan
keluhan penurunan penglihatan pada kedua mata yang dialami ± 2 tahun yang lalu secara
perlahan-lahan, dimulai dari mata kiri kemudian mata kanan, dan apabila melihat cahaya
menjadi pudar. Pasien tidak ada mengeluhkan mata merah dan sakit, serta tidak ada keluhan
air mata berlebihan, atau kotoran mata yang berlebihan. Untuk membantu penglihatannya
pasien menggunakan kacamata baca pada mata kiri sejak 2 tahun yang lalu. Dari anamnesis
tersebut kita bisa mencurigai bahwa pada mata kanan pasien mengalami glaukoma sudut
terbuka, sedangkan presbiopia pada mata kiri pasien. Pada glaukoma sudut terbuka akan
terjadi penglihatan yang kabur, penurunan persepsi warna dan cahaya, biasanya tidak
menunjukkan gejala hingga kerusakan timbul.

Dari hasil pemeriksaan tonometri dijumpai TIO pasien meningkat pada mata kanan yaitu TIOD 37,2
mmHg sedangkan mata kiri masih normal dengan TIOS 10,2 mmHg. Hal ini sesuai dengan teori yang
mengatakan bahwa untuk penegakkan diagnosa glaukoma perlu dilakukan pemeriksaan
tonometri karena glaukoma sendiri merupakan sekelompok penyakit neuropati optik yang
disebabkan oleh peningkatan tekanan intraokular pada papil saraf optik. Tekanan intraoccular
normal yaitu sebesar 10-21 mmHg, pada glaukoma sudut terbuka kronis tekanan ini biasanya
sebesar 22-40 mmHg sedangkan pada glaukoma sudut tertutup tekanan meningkat hingga
diatas 60 mmHg.
Dari pemeriksaan segmen anterior tidak didapatkan kelainan menandakan tidak
menimbulkan komplikasi yang
Pasien kemudian ditatalaksana dengan pemberian obat topikal tropin 1%, timol 0,5%,
gkaupen serta obat oral glaucon yang mengandung acetazolamide yang berfungsi untuk
menurunkan produksi aquous humor, aspar K dan gliserin. Obat-obat tersebut berfungsi
untuk menurunkan TIO. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa penatalaksanaa
pada glaukoma akut yang paling penting adalah menurunkan TIO. Pasien direncanakan
untuk tindakan ekstraksi
Prognosis pasien ini buruk karena datang ke rumah sakit lewat dari 48 jam dengan
visus yang buruk. Pada tahap awal diberikan obat-obat penurun TIO, kemudian diobservasi,
bila TIO dapat turun menuju normal dan ada perbaikan visus maka prognosis pasien bonam.
Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa prognosis pasien akan semakin baik bila
mendapat pengobatan yang adekuat dalam 24 – 48 jam. Jika tekanan intraokular tetap
terkontrol setelah terapi akut glaukomasudut tertutup, maka kecil kemungkinannya
terjadi kerusakan penglihatan progresif.
DAFTAR PUSTAKA

1. Olver, Jane and Lorraine Cassidy. Ophthalmology At A Glance. USA: Blackwell Science
Ltd; 2005.

2. Ilyas, S dan Yulianti, SR. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Keempat. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI; 2013.

3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi dan Analisis Glaukoma. Jakarta: Pusat
data dan informasi Kemenkes RI; 2015.

4. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2009.
p.212-17.

5. Sihota Ramanjit and Tandon Radhika. Physiology of the Eye in Parsons disease of the
Eye. Twentieth Edition. New Delhi: 2006; p18-20.

6. Shaffer and Becker. Aqueous Humor Formation in Diagnosis and Therapy of the
Glaucomas. 7th edition. Mosby In: 1999; p20-45

7. Kaufman L. Paul. Aqueous Humor Dynamics, Clinical Opthalmology. vol 3. Philadelphia:


2004; p.1-15.

8. James B, Chew C, and Bron A. Lecture Notes Oftalmologi, ninth edition. USA: Blackwell
Science; 2006. p. 95.

9. Nutheti R, Shamanna BR, Nirmalan PK, et al. Impact of Impaired Vision and Eye Disease
on quality of life in Andhra Pradesh. InvestOphtalmolVisSci. 2006; 47: p. 4742-48.

10. American Acedemy of Ophthalmology. Ophthalimic Pathology. San Francisco. American


Academy of Ophthalmology: 2007.

11. Kanski, J.J. Glaucoma: Primary Open-Angle Glaucoma. In: Edwards, R., ed. Clinical
Ophthalmology, A Systemic Approach, Sixth Edition. Philadelphia: 2007; p. 382-90.

12. Quigley HA. New Paradigms in the Management of Glaucoma Eye. 2005; 19: 1241-8.

28

Anda mungkin juga menyukai