Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN “MALFORMASI ANORECTAL (MAR)”


DI RUMAH SAKIT UMUM dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas profesi ners pada mata kuliah Keperawatan Anak,
yang dibina oleh pembimbing institusi ibu Ns. Lilla Maria, M.Kep

Disusun oleh :
Rani Wahyu Siswati
(2214314901040)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARANI MALANG


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan dengan Malformasi Anorectal (MAR)


di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang

Nama Mahasiswa : Rani Wahyu Siswati


NIM : 2214314901040

Asuhan Keperawatan ini telah disetujui dan disahkan pada


Hari :
Tanggal :

Mengetahui,
Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

Ns.Lilla Maria, M.Kep ____________________


LAPORAN PENDAHULUAN
“MALFORMASI ANORECTAL (MAR)”

1. Konsep Dasar Penyakit MAR


1.1 Pengertian
Malformasi anorektal adalah suatu kelainan malformasi congenital dimana
tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada bagian anus atau tertutupnua anus
secara abnormal atau dengan kata lain tidak ada lubang secara tetap pada daerah
anus. (Hidayat , A.Aziz Alimul.2006:26) Malformasi anorektal (anus imperforate)
adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar. Anus
tidak ada, abnormal atau ektopik. Kelainan anorektal umum pada laki-laki dan
perempuan memperlihatkan hubungan kelainan anorektal rendah dan tinggi diantara
usus, muskulus levator ani, kulit, uretra dan vagina (Donna L.Wong,2004 :520)
Malformasi anorektal adalah kelainan bawaan anus yang disebabkan oleh
ganggan pertumbuhan dan pembentukan anus dari tonjolan embrionik. (Manjoer
Arif, dkk. 2003:379) Dari pengertian diatas bisa dapat disimpulkan bahwa
marformasi anorektal adalah suatu kelainan congenital dan tidak lengkapnya
perkembangan embrionik dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar yang
disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan pembentukan anus.
1.2 Etiologi
Secara pasti penyebab dari Malformasi Anorektal (MAR) belum diketahui.
Namun para ahli memperkirakan malformasi anorektal (MAR) ini merupakan
anomaly gastrointestinal dan genitourinaria yang bersifat congenital .
1.3 Patofisiologi
Malformasi anorektal dapat terjadi karena kelainan congenital dimana saat
proses perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan anus dan
rectum. Dalam perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang berkembang jadi
kloaka yang juga akan berkembang jadi genitor urinary dan struktur anorektal.
Malformasi anorektal terjadi karena tidak sempurnanya migrasi dan perkembangan
struktur kolon antara 7-10 mingggu selama perkembangan janin. Kegagalan migrasi
tersebut juga karena gagalnya agenesis sacral dan abnormalitas pada daerah uretra
dan vagina atau juga pada proses obstruksi. Malformasi anorektal dapat terjadi
karena tida adanya pembukaan usus besar yang keluar anus sehingga menyebabkan
feses tidak dapat dikeluarkan.
1.4 Klasifikasi
Klasifikasi malformasi anorektal
Pada Malformasi Anorektal penanganan yang dilakukan tergantung dari letak
ujung atresia terhadap dasar panggul, sehingga anomaly tersebut dibuat menjadi tipe
rendah, tipe intermediate, dan tipe tinggi.
Perbedaan dari 3 tipe diatas dapat dilihat dibawah ini :
1. Tipe Bawah
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puboorektalis. Terdapat
sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan
tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinaius.
2. Tipe Intermediet
Rectum berada pada atau dibawah tingkat otot puborektalis, lesung anal dan
sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
3. Tipe tinggi
Ujung rectum diatas otot puborektalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini
biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius rektouretal (pria) atau
rektovaginal (wanita).
1.5 Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan radiologi Invertogram
Yaitu teknik pengambilan foto untuk menilai jarak pungtum distal rectum
terhadap muara anus di kulit peritoneum.
2) X-ray untuk memperlihatkan adanya gas dalam usus.
3) Pewarnaan Radiopatik dimuskan ke dalam traknus urinarius misalnya
sistouretogram mikturasi akan memperlihatkan hubungan rekto urinarius dan
kelainan urinarius.
4) Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.
5) Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum
tersebut ke sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat
jarum sudah masuk 1,5 cm defek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
6) Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostic yang umum
dilakuakan pada gangguan ini.
Pemeriksaan khusus pada perempuan
Neonatus perempuan perlu pemeriksaan khusus karena seringnya ditemukan fistel ke
vestibulum atau vagina (80%-90%).
a. Kelainan letak tinggi.
Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feses
menjadi tidak lancer sehingga sebaiknya cepat dilakukan kolostomi. Pada fistel
vestibulum, muara fistel terdapat di vulva. Umumnya evakuasi mulai terhambat
saat penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila
penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan
antara traktus urinarius, traktus genitalis, dan jalan cerna. Evakuasi feses
umumnya tidak sempurna sehungga perlu cepat dilakukan kolostomi. Pada atresia
rectum, anus tampak normal tetapi pada pemeriksaan colok dubur, jari tidak
ddapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu
segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel dibuat invertogram. Jika udara
lebih dari 1 cm dari kulit perlu segera dilakukan kolostomi.
b. Kelainan Letak Rendah.
Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak anus
normal, tetapi tanda timah anus yang buntu ada diposteriornya. Kelainan ini
umumnya menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak
ditempat yang seharusnya tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancer
sehingga biasanya harus segera dilakukan tetapi definitive. Bila tidak ada fistel
dan pada invertogram udara kurang 1 cm dari kulit, dapat segera dilakukan
pembedahan definitive. Dalam hal ini evakuasi tidak ada, sehingga perlu
dilakukan kolostomi.

Pemeriksaan khusus pada laki-laki


Yang harus diperhatikan ialah adanya fistel atau kenormalan bentuk perineum dan
ada tidknya butir mekonium di urine. Dari kedua hal tadi pad anak laki-laki dapat
dibuat kelompok dengan atau tanpa fistel urine dan fistel perineum.
a. Kelainan letak tinggi.
Jika ada fistel urin tampak mekonium keluar dari orifisium eksternum uretra,
mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis untuk
menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter urine. Bila kateter
terpasang dan urine jernih, berarti fistel terletak di uretra karena fistel tertutup
kateter. Bila dengan kateter urine mengandung mekonium berarti fistel ke vesika
urinaria. Bila evakuasi feses tidak lancer, penderita memerlukan kolostomi segera.
Pada atresia rectum tindakannya sama dengan perempuan, harus dibuat kolostomi.
Jika tidak ada fistel dan udara lebih dari 1 cm dari kulit pada invertogram, maka
perlu segera dilakuakn kolostomi.
b. Kelainan letak rendah.
Fistel perineum sama pada wanita : lubangnnya terdapat anterior dari letak
anus normal. Pada membrane anal biasanya tampak bayangan mekonium dibawah
selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definitive
secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan pada wanita, tindakan
definitive harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara kurang 1 cm dari kulit
pada invertogram, perlu juga segera dilakukan pertolongan bedah.
1.6 Komplikasi
1. Asidosis hiperkloremia
2. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan
3. Komplikasi jangka panjang
4. Eversi mukosa anal
5. Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
6. Masalah atau kelambatan yang baerhubungan dengan toilet training
7. Inkontinensia (akibat stenosis anal atau impaksi)
8. Prolaps mukosa anorektal (menyebabkan inkontinensia dan rembesan persisten)
9. Fistula kambuhan (karena tegangan di area pembedahan dan infeksi).
1.7 Penatalaksanaan Medis
1. Kolostomi
Kolostomi pada kolon desendens merupakan prosedur yang ideal untuk
penatalaksanaan awal malformasi anorktal. Tindakan kolostomi merupakan upaya
dekomprasi, diversi, dan sebagai proteksi terhadap kemungkinan terjadinya
obstruksi usus. Kolostomi pada kolon desendens mempunyai beberapa
keuntungan disbanding dengan kolostomi pada kolon asendens atau transversum.
Bagian distal dari kolostomi akan mengalami disfungsi dan akan terjadi atropi
karena tidak digunakan. Dengan kolostomi pada kolon desendens maka segmen
yang akan mengalami disfungsi menjadi lebih pendek. Atropi dari segmen distal
akan berakibat tejadinya diare cair sampai dilakukan peneutupan stoma dan hal
ini dapat diminimalkan dengan melakukan kolostomi pada kolon desendens.
Pembersihan mekanik kolon distal lebih mudah dilakukan jika kolostomi terletak
di bagian kolon desendens.
Pada kasus dengan fistel anorektal, urin sering keluar melalui kolon, untuk
kolostomi distal akan keluar memalui stoma bagian distal tanpa danya absorbs.
Bila stoma terletak di kolon proksimal, urin akan keluar ke kolon dan akan
diabsorbsi, hal ini akan meningkatkan resiko terjadinya asidosis metabolic. Loop
kolostomi akan menyebabkan aliran urin dari stoma proksimal ke distal usus dan
terjadi infeksi saluran kencing serta pelebaran distal rectum. Distensi rectum yang
lama akan menyebabkan kerusakan dinding usus yang irreversible disertai
dengan kelainan hipomotilitas dinding usus yang menetap, hal ini akan
menyebabkan konstipasi di kemudian hari. Double barrel transversocolostomy
dextra dengan tujuan dekomprasi dan diversi memiliki keuntungan antara lain :
a. Meninggalkan seluruh kolon kiri bebeas pada saat tindakan definitf tidak
menimbulkan kesulitan
b. Tidak terlalu sulit dikerjakan
c. Stoma distal dapat berlaku sebagaimana muara pelepasan secret kolon distal
d. Feses kolon kanan relative tidak berbau dibanding kolon kiri oleh karena
pembusukan feses.
e. Dimungkinkan irigasi dan pengosongan dari kantong rectum yang buntu
2. Posterosagital anorectoplasty (PSARP)
Metode ini diperkenalkan oleh Pena dan de Vries pada tahun 1982. Prosedur
ini memebrikan beberapa keuntungan seperti kemudahan dalam operasi fistel
rektourinaria maupun rektovaginal dengan cara membelah otot pelvis, sing, dan
sfingter. PSARP dibagi menjadi tiga yaitu minimal, limited, dan full PSARP.
Posisi penderita adalah prone dengan elevasi pada pelvis. Dengan bantuan
stimulator dilakukan identifikasi anal dimple. Insisi dimulai dari tengah sacrum
ke bawah melewati pusat sfingter eksterna ampai kedepan kurang lebih 2 cm.
Insisi diperdalam dengan membuka subkutis, lemak, parasagital fibre dan muscle
complex. Tulangcoccygeus dibelah sehingga tampak dinding belakang rectum.
Rektum dibebaskan dari dinding belakang dan jika ada fistel dibebaskan juga,
rectum dipisahkan dengan vagina yang dibatasi oleh common wall. Dengan
jahitan, rectum ditarik melewati otot levator,muscle complex, dan parasagital
fibre kemudian dilakukan anoplasty dan dijaga agar tidak tegang.
Untuk minimal PSARP tidak dilakukan pemitingan otot levator maupun
vertical fibre, yang penting adalah memisahkan common wall untuk memsahkan
rectum dengan vagina dan dibelah hanya otot sfingter eksternus. Untuk limited
PSARP yang dibelah adalah otot sfingter eksternus, muscle fibre, muscle
complex, serta tidak memberlah tulang coccygeus. Penting melakukan diseksi
rectum agar tidak merusak vagina. Masing-masing jenis prosedur mempunyai
indikasi yang berbeda. Minimal PSARP dilakukan pada fistell perianal, anal
stenosis, anal membrane, bucket handle, dan atresia ani tanpa fistel yang akhiran
rectum kurang dari 1 cm dari kuit. Limited PSARP dilakukan pada atresia ani
dengan fistel rektovestibular. Full PSARP dilakukan pada atresia ani letak tinggi,
dengan gambaran invertogram akhir rectum lebih dari 1 cm dari kulit, pada
fistelrektovaginalis, fistel rekto uretralis, atresia rectum, dan stenosis rectum.
2. Konsep Asuhan Keperawatan
2.1 Pengkajian
A. Pengumpulan Data
1) Identitas
a) Identitas anak
Nama, umur, jenis kelamin, agama, kedudukan klien dalam keluarga,
tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis, nomor
rekam medic, alamat.
b) Identitas Orang tua
Nama ayah, nama ibu, umur, pendidikan, pekerjaan, agama dan alamat.
2) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Pada pengkajian keperawatan dapat ditemukan penyumbatan anus (anus
tidak normal), tidak adanya mekonium, adanya kembung dan terjadi
muntah pada 24-48 jam setelah lahir. Atau pada bayi laki-laki dengan
fistula urinaria didapatkan mekonium pada urin, dan pada bayi
perempuan dengan fistula urogenital ditemukan mekonium pada vagina.
b) Riwayat Kesehatan dahulu
1. Riwayat Parental
Kesehatan ibu selama hamil, kapan hari pertama haid terakhir
(HPHT), imunisasi TT, nutrisi selama ibu hamil dan kebiasaan atau
perilaku ibu sewaktu hamil yang merugikan bagi perkembangan dan
pertumbuhan janin, seperti : kebiasaan merokok, minum kopi, minum
minuman keras, mengkonsumsi narkoba dan obat obatan secara
sembarang.
2. Riwayat intranatal
Lamanya kehamilan, jenis dan lamanya partus, jenis
pertolongan persalinan, berat badan lahir, keadaan bayi lahir awal,
awal timbulnya pernafasan, tangisan pertama dan tindakan khusus.
3. Riwayat neonatal
Skor APGAR (warna, sianosis, pucat, ikhterik), mucus yang
berlebihan paralisis, konvulsi, demam, kelainan congenital, kesulitan
menghisap, kesulitan pemberian makan atau ASI.
c) Riwayat kesehatan Keluarga
Mengkaji kemungkinan adanya anggota keluarga uang mengalami
gangguan seperti yang dialami klien atau gangguan tertentu yang
berhubungan langsung dengan gangguan system gastrointestinal.
3) Pemeriksaan Fisik
Pra Operatif
a) Daerah perineum
Inspeksi dengan cermat daerah perineum secara dini untuk mencari
hubungan fistula ke kulit untuk menemukan muara anus ektopik atau
stenatik untuk memperbaiki bentuk luar jangka panjang untuk melihat
adanya mekonium (apakah keluar dari vagina atau keluar bersama urine)
untuk melihat adanya garis hitam yang menentukan letak fistel dan terapi
segeranya.
b) Abdomen
1. Memeriksa tanda-tanda obstruksi usus (perut kembung).
2. Amati adanya distensi abdomen.
3. Ukur lingkar abdomen.
4. Dengarkan bising usus (4 kuadran).
5. Perkusi abdomen
6. Palpasi abdomen (mungkin kejang usus)
c) Kaji hidrasi dan status nutrisi
1. Timbang berat badan tiap hari
2. Amati muntah proyektif (karakteristik muntah)
d) TTV
1. Pada semua bayi baru lahir harus dilakukan pemasukan thermometer
melalui anus. Tindakan ini tidak hanya untuk mengetahui suhu tubuh,
tetapi juga untuk mengetahui apakah terdapat anus imperforata atau
tidak.
2. Ukur frekuensi pernafasan (terjadinya takipnea atau dispnea)
3. Ukur nadi (terjadinya takikardia)
Post Operatif
a) Meliputi penampilan secara umum lemah, tingkat kesadaran berat
badan, tinggi badan.
b) Tanda-tanda vital terdiri dari suhu, nadi, pernapasan dan tekanan darah
c) System pernapasan
Kaji adanya pernapasan cepat dan dangkal
d) Sistem Kardiovaskuler
Kaji adanya takhikardia, hipotensi, leukositosis
e) Sistem Pencernaan
Kaji adanya stoma pada abdomen, bising usus melemah atau
menghilang. Adanya nyeri tekan dan lepas pada daerah abdomen karena
ada luka post kolostomi, pada anus terdapat post operasi PSARP.
Pemeriksaan pada Post Op yaitu infeksi terdapat kolostomi, warna pink
seperti cery atau merah kehitaman, adakah perdarahan stoma dan
bagaimana jumlah dan tipe feses. Bentuk abdomen datar, tekstur kulit
lembut. Pada saat palpasi apakah adanya pembesaran atau massa,
kelembaban kulit kering, turgor kulit cepat kemali setelah dicabut, tidak
adanya pembesaran hepar dan limpa,pada saat auskultasi terdengar
bising usus, pada saat perkusi apakah terdapat bunyi timpani atau
danles.
f) System endokrin
Pada system ini tidak ada gangguan spesifik yang menyertai MAR, kaji
adanya pembesaran kelenjar tiroid dan paratiroid.
g) Sistem Genitourinaria
Biasanya pasien dengan post op PSARP di pasang dower kateter, pada
laki-laki bentuk genetalia eksterna utuh, kaji apakah sudah disirkumisi,
frekuensi BAK dan kelancarannya, adanya fistula.
h) Sistem Muskuloskeletal
Pada system ini tidak ada gangguan spesifik yang menyertai MAR, kaji
ROM, kekuatan otot, dan reflex.
i) Sistem Integumen
Pada system ini tidak ada gangguan spesifik yang menyertai MAR, kaji
adanya penurunan turgor kulit dan peningkatan suhu tubuh.
j) Sistem persarafan
Kaji fungsi serebral dan cranial klien
4) Data Penunjang
Pada Pra operatif biasanya diperiksa hematologi diantaranya :
haemoglobin, leukosit, hematokrit dan trombosit. Dan pada data
laboratorium klien dengan post operasi (baru operasi) biasanya ditemukan
adanya peningkatan leukosit dari 10.000/mm3 , hal ini menunjukan adanya
infeksi oleh mikroorganisme. Pada pemeriksaan Hb ditemukan adanya
penurunan akibat adanya perdarahan yang mlebih saat operasi atau nutrisi
kurang dari kebutuhan namun setelah post operasi yang lama tidak
ditemukan adanya data laboratorium yang menyimpang dari harga normal.
B. Analisis data
Merupakan proses berfikir secara ilmiah berdasarkan teori teori yang
dihubungkan dengan data-data yang ditemukan saat pengkajian,
mengintreprastasikan data atau membandingkan dengan standar fsiologi setelah
dianalisa maka akan didapat penyebab terjadinya masalah pada klien.
Data tersebut dapat diperoleh dari keadaan pasien yang tidak sesuai dengan
standar criteria yang sudah ada. Untuk itu perawat harus jeli memahami tentang
standar keperawatan sebagai bahan pembandingan, apakah keadan kesehatan
klien sesuai atau tidak dengan standar yang ada.
Pengelompokan data adalah mengelompokan data-data klien dimana klien
mengalami permasalahan kesalahan atau keperawatan berdasarkan criteria
permasalahannya, setelah data dikelompokan maka perawat dapat
mengidentifikasi masalah keperawatan klien dan merumuskannya.
2.2 Diagnosa Keperawatan
Pra Operatif
1. Gangguan pola nafas berhubungan dengan penekanan torakal sekunder terhadap
distensi abdomen
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan muntah
3. Ansietas pada orang tua berhubungan dengan tindakan / prosedur pembedahan

Post Operatif

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kapasitas paru sekunder
terhadap pemberian anestesi.
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan perlukaan jaringan pada pembedahan
3. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
4. Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan.
intake tidak adekuat
5. Ganguan eliminasi berhubungan dengan
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya perlukaan jaringan
7. Perubahan terhadap pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
melemahnya kemampuan fisik dan proses hospitalisasi
8. Kurang pengetahuan berhubungan pendidikan kesehatan tentang perawatan
kolostomi
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif Huda Amin, Hardi kusums.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa medis & Nanda NIC-NOC Jilid 2.Jogjakarta;MediAction.
Rifai, Bahtiar. 2013. Naskah Publikasi : Asuhan Keperawatan pada An. I dengan Gangguan
Sistem Pencernaan : Malformasi Anorektal Post Posterio Sagital Anorecto Plasty
( PSARP) di Ruang Melati 2 Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta.
Universitas Muhammadiyah Surakarta : Prodi Ilmu Keperawatan
Amin, Herdi. (2016). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Penerapan Diagnosis Medis
Dan Nanda Nic-Noc. Edisi revisi jilid 1. mediAction: Jogjakarta
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PP

Anda mungkin juga menyukai