DISUSUN OLEH :
2.2 Klasifiikasi
2.2.1 Secara Umum
2.2.1.1. Tipe 1
Terdapat penyempitar pada sebelah proksimal sehingga dari luar tampak
anus normal.
2.2.1.2. Tipe 2
Terdapat selaput/membran dekat dengan lubang anus.
2.2.1.3. Tipe 3
Ujung rektum berakhir buntu, sehingga dari luar jelas tidak terlihat anus.
2.2.1.4. Tipe 4
Ujung rektum buntu, tetapi terdapat lekukan kedalam anus sehingga dari
luar nampak normal.
2.2.2 Klasifikasi menurut Wingspread
2.2.2.1. Kelompok I
Pada laki-laki golongan I dibagi menjadi 4 kelainan yaitu,
kelaianan fistal urin, atresia rektum, perineum datar dan fistal tidak ada.
Jika pada fistal urin, tampak mekonium keluar dari orifisium eksternum
uretra, mungkin terdapat fistel keuretra maupun ke vesika urinaria. Cara
prktis menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter urin.
Bila kateter terpasang dan urin jernih, brarti fistel terletak pada uretra
karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin mengandung
mekonium maka fistel ke vesika urinaria. Bila evakuasi feses tidak
lancar, penderita membutuhkan kolostomi segera. Pada atresia rektum
tindakannya sama dengan perempuan: harus dibuat kolostomi. Jika fistel
tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit dari ivertogram, maka perlu segera
dilakukan kolostomi.
Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 5
kelainan yaitu kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular,
atresia rektum dan fistel tidak ada. Pada fistel vagina mekonium tampak
dari vagina. Evakuasi feses menjadi tidak lancar sehingga subjeknya
dilakukan kolostomi. Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat di
vulva. Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita minum susu.
Evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai makan makanan padat.
Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal.
Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisah antara traktus urinarius,
traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi feses umumnya tidak
sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi. Pada atresia
rektum, anus tampak normal tetapi pada pemeriksaan colok dubur, jari
tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium
sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel, dibuat
invetogram. Jika udara > 1 cm dari kulit perlu segera dilakukan
kolostomi.
2.2.2.2. Kelompok II
Golongan II pada laki – laki dibagi 4 kelainan yaitu kelainan
fistel perineum, membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada.
Fistel perineum sama dengan pada wanita; lubangnya terdapat
anterior dari letak anus normal. Pada membran anal biasanya
tampak bayangan mekonium dibawah selaput. Bila evakuasi feses
tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin. Pada
stenosis anus, sama dengan perempuan, tindakan definitive harus
dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara.
2.4 Patofisiologi
Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian
belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitoury dan struktur
anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal.
Terjadi atresia anal karen tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur
kolom antara 7 dan 12 minggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat
juga karena kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas dalam uretra dan vagina.
Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabkan fekal tidak dapat
dikeluarkan sehingga instestinal mengalami obstruksi.
2.5 Penatalaksanaan mbak
2.4.1. Medis
2.4.1.1.Eksisi membran anal
2.4.1.2.fistula, yaitu dengan melakukan kolkostomi sementara dan setrelahn
umur 3 bulan dilakukan koreksi sekaligus
2.4.1.3.pembedahan
2.4.2. Keperawatan
2.4.2.1.Pada semua kasus yang memerlukan tindakan bedah, sebelum dilakukan
tindakan itu, bayi dipasang infus, sering dihisap cairan lambungnya, dan
dilakukan observasi tanda vital. Kepada orang tua perlu diberitahukan
mengenai kelainan pada anaknya dan keadaan tersebut dapat diperbaiki
melalui operasi.
2.4.2.2.Edukasi orang tua atau keluarga untuk menjaga kebersihan sgar
mencegah terjadinya infeksi pada post operasai dan anjurkan agar bayi
selalu dibawa konsultasi secara teratur.
2.6 Komplikasi
2.6.1. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan
2.6.2. Kerusakan uretra akibat dari prosedur pembedahan.
2.6.3. Eversi mukosa anal dan stenosis (aKIBAT KONSTRIKSI JARINGAN PERUT
DI ANASTOMOSIS)
2.6.4. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training
2.6.5. Inkontinensia urin (akibat stenosis awal atau inpaksi)
2.6.6. Prolaps mukosa anorektal
2.6.7. Fistula kambuhan ( karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi) menurut
haryono, R 2013
BAB III
3.1 Pengkajian
3.1.1 Biodata klien.
3.1.2 Riwayat keperawatan
3.1.2.1 Riwayat keperawatan/ kesehatan sekarang.
3.1.2.2 Riwayat kesehatan masa lalu.
3.1.3 Riwayat psikologis.Koping keluarga dalam menghadapi masalah.
3.1.4 Riwayat tumbuh kembang anak.
3.1.4.1 BB lahir abnormal.
3.1.4.2 Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh
kembang pernah mengalamitrauma saat sakit.
3.1.4.3 Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal.
3.1.4.4 Sakit kehamilan tidak keluar mekonium.
3.1.5 Riwayat sosial.
3.1.6 Pemeriksaan fisik.
3.1.7 Persepsi kesehatan-pola managemen kesehatan
Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan perawatan di
rumah.
3.1.8 Pola nutrisi metabolik
Anoreksi, penurunan berat badan dan mlnutrisi umum terjadi pada
pasien dengan atresia ani post kolostomi. Keinginan pasien untuk makan
mungkin terganggu oleh mual dan muntah dampak dari anestesi.
3.1.9 Pola eliminasi
Oleh karena pada atresia ani tidak terdapat lubang pada anus, sehingga
pasien akan mengalami kesulitan dalam defekasi.
3.1.10 Pola aktifitas dan latihan
Pola latihan dan aktifitas dipertahankanuntuk menghindari kelemahan
otot.
3.1.11 Pola persepsi kognitif
Mengkaji tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya
ingatan masalalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
3.1.12 Pola tidur dan istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri
pada luka insisi.
3.1.13 Konsep diri dan persepsi diri
Mengkaji konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body
comfort. Terjadi perilaku distraksi, gelisah , penolakan karena dampak
luka jahitan operasi.
3.1.14 Peran dan pola hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah
sakit. Perubahan pola bisa dalam tanggungjawab atau perubahan
kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
3.1.15 Pola reproduksi dan seksual
Pola ini bertujuan mengkaji sebatas fungsi sosial dari alat reproduksi.
3.1.16 Pola pertahanan diri, stres dan toleransi
Adanya faktor stres lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan, masalah
rumah.
3.1.17 Pola keyakinan dan nilai
Untuk mengkaji sikap, keyakinan klien atau keluarga dalam
melaksanakan agama yang dipeluk dan konsekuensinya dalam
keseharian. Dengan ini diharapkan perawat dalam memberikan motivasi
dan pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan ibadah
Haryanto, R. (2013). Penanganan Kejadian Atresia Ani pada Anak. Jurnal Keperawatan
Notokusumo , 1(1), 55-61.
Kusuma, E. (2015). Askep Pada Pasien Atresia Ani. Diambil kembali dari Academia:
http://.academia.edu/8685826/ASKEP_PADA_PASIEN_ATRESIA_ANI