Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ATRESIA ANI

DISUSUN OLEH :

Maria Septi W (201711062)


Marlina Panca Utami B M (201711064)
Nadia Narazalma (201711066)
Elizabeth Sinta Ivana G (201711091)
Gregorius Dimas Y (201711095)
Laras Ditya (201711101)
Lu’lu Fi’la M Z (201711104)

PROGRAM DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANTI RAPIH
YOGYAKARTA
2019
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai
lubang keluar. Atresia ani juga merupakan tidaklengkapnya perkembangan embrionikn
pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal. (Haryono R,2013.) Atresia ani
terjadi pada 1 dari 4000 - 5000 kelahiran baru. Frekuensi pada anak laki-laki lebih tinggi
dibanding perempuan. Pada anak laki-laki dapat terjadi fistula rekto-uretra, sedang pada
perempuan dapat terjadi fistula rekto-vestibular. Atresia ani tanpa fistula terjadi hanya
5% dari seluruh kejadian atresia ani (Haryono, 2013).
Dalam asuhan neonatus tidak sedikit dijumpai adanya kelainan cacat kongenital
pada anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena
terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan (Mustofa, 2009)
Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa
terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.
Kelainan kongenital pada anus ini biasanya disebabkan karena putusnya saluran
pencernaan dari atas dengan daerah dubur, kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam
kandungan berusia 12 minggu /3 bulan, dan adanya gangguan atau berhentinya
perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus
urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.

1.2 Rumusan masalah


1.2.1 Bagaimana teori mengenai Atresia ani ?
1.2.2 Bagaimana konsep asuhan keperawatan tentang Atresia ani ?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui tinjauan teoritis dan asuhan keperawatan teoritis pada pasien
dengan atresia ani Tujuan khusus
1.4 Manfaat
1.4.1 Menambah pengetahuan dan keterampilan kelompok dalam menerapkan
asuhan keperawatan pada pasien dengan atresia ani
1.4.2 Menambah pengetahuan dan wawasan pembaca
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Atresia ani terjadi karena tidak adanya lubang ditrempat yang seharusnya
berlubang karena cacat bawaan. (menurut thesa)
Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai
lubang keluar. Atresia ani juga merupakan tidaklengkapnya perkembangan embrionikn
pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal. (mnurut haryono R,2013.)
Atresia ani merupakan suatu kelainan bawaan dimana tidak ada lubang tetap
pada anus (buku sugeng,2010)
kesimpulan: atresia ani adalah suatu malforasi conginetal dimana tidak memiliki
lubang rectal karena tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus.

2.2 Klasifiikasi
2.2.1 Secara Umum
2.2.1.1. Tipe 1
Terdapat penyempitar pada sebelah proksimal sehingga dari luar tampak
anus normal.
2.2.1.2. Tipe 2
Terdapat selaput/membran dekat dengan lubang anus.
2.2.1.3. Tipe 3
Ujung rektum berakhir buntu, sehingga dari luar jelas tidak terlihat anus.
2.2.1.4. Tipe 4
Ujung rektum buntu, tetapi terdapat lekukan kedalam anus sehingga dari
luar nampak normal.
2.2.2 Klasifikasi menurut Wingspread
2.2.2.1. Kelompok I
Pada laki-laki golongan I dibagi menjadi 4 kelainan yaitu,
kelaianan fistal urin, atresia rektum, perineum datar dan fistal tidak ada.
Jika pada fistal urin, tampak mekonium keluar dari orifisium eksternum
uretra, mungkin terdapat fistel keuretra maupun ke vesika urinaria. Cara
prktis menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter urin.
Bila kateter terpasang dan urin jernih, brarti fistel terletak pada uretra
karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin mengandung
mekonium maka fistel ke vesika urinaria. Bila evakuasi feses tidak
lancar, penderita membutuhkan kolostomi segera. Pada atresia rektum
tindakannya sama dengan perempuan: harus dibuat kolostomi. Jika fistel
tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit dari ivertogram, maka perlu segera
dilakukan kolostomi.
Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 5
kelainan yaitu kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular,
atresia rektum dan fistel tidak ada. Pada fistel vagina mekonium tampak
dari vagina. Evakuasi feses menjadi tidak lancar sehingga subjeknya
dilakukan kolostomi. Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat di
vulva. Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita minum susu.
Evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai makan makanan padat.
Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal.
Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisah antara traktus urinarius,
traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi feses umumnya tidak
sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi. Pada atresia
rektum, anus tampak normal tetapi pada pemeriksaan colok dubur, jari
tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium
sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel, dibuat
invetogram. Jika udara > 1 cm dari kulit perlu segera dilakukan
kolostomi.
2.2.2.2. Kelompok II
Golongan II pada laki – laki dibagi 4 kelainan yaitu kelainan
fistel perineum, membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada.
Fistel perineum sama dengan pada wanita; lubangnya terdapat
anterior dari letak anus normal. Pada membran anal biasanya
tampak bayangan mekonium dibawah selaput. Bila evakuasi feses
tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin. Pada
stenosis anus, sama dengan perempuan, tindakan definitive harus
dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara.

Sedangnkan golongan II pada perempuan dibagi menjadi 3


kelainan yaitu kelainan fistel perineum, stenosis anus dan fistel
tidak ada. Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantar vulva
dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu
menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak
ditempat yang seharuasnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses
tidak lancar sehingga biasanya harus segera dilakuakan terapi
definitive. Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara.

2.3 Tanda gejala


2.3.1. Kembung yang progresif
2.3.2. Kadang-kadang disertai: muntah-muntah pada umur 24-48 jam
2.3.3. Urin bercampur meconium
2.3.4. Mekonium tidak keluar selama 24 jam pertama saat kelahiran
2.3.5. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu pada rektal bayi
2.3.6. Mekonium keluar mellui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya
2.3.7. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula)
2.3.8. Bayi muntah-munta pada umur 24-48 jam
2.3.9. Pada pemeriksaan rektal touche terdapat membran anal
2.3.10. Perut kembung.

2.4 Patofisiologi
Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian
belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitoury dan struktur
anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal.
Terjadi atresia anal karen tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur
kolom antara 7 dan 12 minggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat
juga karena kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas dalam uretra dan vagina.
Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabkan fekal tidak dapat
dikeluarkan sehingga instestinal mengalami obstruksi.
2.5 Penatalaksanaan mbak
2.4.1. Medis
2.4.1.1.Eksisi membran anal
2.4.1.2.fistula, yaitu dengan melakukan kolkostomi sementara dan setrelahn
umur 3 bulan dilakukan koreksi sekaligus
2.4.1.3.pembedahan
2.4.2. Keperawatan
2.4.2.1.Pada semua kasus yang memerlukan tindakan bedah, sebelum dilakukan
tindakan itu, bayi dipasang infus, sering dihisap cairan lambungnya, dan
dilakukan observasi tanda vital. Kepada orang tua perlu diberitahukan
mengenai kelainan pada anaknya dan keadaan tersebut dapat diperbaiki
melalui operasi.
2.4.2.2.Edukasi orang tua atau keluarga untuk menjaga kebersihan sgar
mencegah terjadinya infeksi pada post operasai dan anjurkan agar bayi
selalu dibawa konsultasi secara teratur.
2.6 Komplikasi
2.6.1. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan
2.6.2. Kerusakan uretra akibat dari prosedur pembedahan.
2.6.3. Eversi mukosa anal dan stenosis (aKIBAT KONSTRIKSI JARINGAN PERUT
DI ANASTOMOSIS)
2.6.4. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training
2.6.5. Inkontinensia urin (akibat stenosis awal atau inpaksi)
2.6.6. Prolaps mukosa anorektal
2.6.7. Fistula kambuhan ( karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi) menurut
haryono, R 2013
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.1 Biodata klien.
3.1.2 Riwayat keperawatan
3.1.2.1 Riwayat keperawatan/ kesehatan sekarang.
3.1.2.2 Riwayat kesehatan masa lalu.
3.1.3 Riwayat psikologis.Koping keluarga dalam menghadapi masalah.
3.1.4 Riwayat tumbuh kembang anak.
3.1.4.1 BB lahir abnormal.
3.1.4.2 Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh
kembang pernah mengalamitrauma saat sakit.
3.1.4.3 Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal.
3.1.4.4 Sakit kehamilan tidak keluar mekonium.
3.1.5 Riwayat sosial.
3.1.6 Pemeriksaan fisik.
3.1.7 Persepsi kesehatan-pola managemen kesehatan
Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan perawatan di
rumah.
3.1.8 Pola nutrisi metabolik
Anoreksi, penurunan berat badan dan mlnutrisi umum terjadi pada
pasien dengan atresia ani post kolostomi. Keinginan pasien untuk makan
mungkin terganggu oleh mual dan muntah dampak dari anestesi.
3.1.9 Pola eliminasi
Oleh karena pada atresia ani tidak terdapat lubang pada anus, sehingga
pasien akan mengalami kesulitan dalam defekasi.
3.1.10 Pola aktifitas dan latihan
Pola latihan dan aktifitas dipertahankanuntuk menghindari kelemahan
otot.
3.1.11 Pola persepsi kognitif
Mengkaji tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya
ingatan masalalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
3.1.12 Pola tidur dan istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri
pada luka insisi.
3.1.13 Konsep diri dan persepsi diri
Mengkaji konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body
comfort. Terjadi perilaku distraksi, gelisah , penolakan karena dampak
luka jahitan operasi.
3.1.14 Peran dan pola hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah
sakit. Perubahan pola bisa dalam tanggungjawab atau perubahan
kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
3.1.15 Pola reproduksi dan seksual
Pola ini bertujuan mengkaji sebatas fungsi sosial dari alat reproduksi.
3.1.16 Pola pertahanan diri, stres dan toleransi
Adanya faktor stres lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan, masalah
rumah.
3.1.17 Pola keyakinan dan nilai
Untuk mengkaji sikap, keyakinan klien atau keluarga dalam
melaksanakan agama yang dipeluk dan konsekuensinya dalam
keseharian. Dengan ini diharapkan perawat dalam memberikan motivasi
dan pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan ibadah

3.1.18 Pemeriksaan penunjangUntuk memperkuat diagnosis sering diperlukan


pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
3.1.18.1 Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi
intestinal.
3.1.18.2 Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel
dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung
rektum dari sfingternya.
3.1.18.3 Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama
dalam sistem pencernaan dan mencariadanya faktor reversible
seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
3.1.18.4 CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
3.1.18.5 Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
3.1.18.6 Pemeriksaan fisik rectum
Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan
menggunakan selang atau jari.
3.1.18.7 Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula
yang berhubungan dengan traktusurinarius.
3.2 Diagnosa keperawatan
3.2.1 Diagnosa preoperasi:
3.2.1.1 Konstipasi berhubungan dengan ganglion.
3.2.1.2 Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
menurunnya intake yang tidak adekuat, muntah.
3.2.1.3 Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang penyakit dan prosedur perawatan.
3.2.2 Diagnosa postoperasi:
3.2.2.1 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi.
3.2.2.2 Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan
3.3 Perencanaan keperawatan
N Diagnos Tujuan Intervensi Rasional
o a
1 Konstip Tujuan: setelah
asi dilakukan 1. Lakukan enema atau 1. Evaluasi
berhubu tindakan irigasi rektal sesuai bowel
ngan keperawatan order meningkata
dengan selama 1x24 jam 2. Kaji bising usus dan nkan
ganglion Kien mampu abdomen setiap 4 jam. kenyamanan
mempertahankan 3. Ukur lingkar abdomen. pada anak.
pola eliminasi 2. Meyakinkan
BAB dengan berfungsiny
teratur. a usus.
Kriteria hasil 3. Pengukuran
a. Penurunan lingkar
distensi abdomen
abdomen. membantu
b. Meningkatny mendeteksi
a terjadinya
kenyamanan. distensi.
a. .

2. Resiko Tujuan:setelah 1. Monitor intake-output 1. Monitor


kekuran dilakukan cairan. intake-
gan tindakan 2. Lakukan pemasangan output
volume keperawatan infus dan berikan cairan cairan.
cairan selama 1x24 jam IV. 2. Lakukan
berhubu klien dapat 3. Observasi TTV pemasangan
ngan mempertahankan 4. Monitor status infus dan
dengan keseimbangan hidrasi(kelembaban berikan
menurun cairan. membran mukosa, nadi cairan IV.
nya Kriteria hasil: adekuat, tekanan darah 3. Observasi
intake, a. Output urin ortostatik) TTV
muntah. 1-2 ml/ Kg/ 4. Monitor
Jam. status
b. Capillary hidrasi(kele
refill 3-5 mbaban
detik. membran
c. Turgor kulit mukosa,
baik. nadi
d. Membran adekuat,
mukosa tekanan
lembab. darah
ortostatik)
3. Cemas Tujuan : Setelah 1. Jelaskan dengan istilah 1. Agar orang
orang dilakukan yang dimengerti tentang tua mengerti
tua tindakan anatomi dan fisiologi kondisi klien.
berhubu keperawatan saluaran pencernaan 2. Pengetahuan
ngan selama 1x 24 normal. tersebut
dengan jam kecemasan 2. Gunaka alat, media dan diharapkan
kurang orang tua dapat gambar beri jadwal studi dapat membantu
pengeta berkurang diagnosa pada orang tua. menurunkan
huan Kriteria hasil: 3. Beri informasi pada kecemasan.
tentang 1. Klien tidak orang tua tentang 3. Membantu
penyakit lemas. operasi kolostomi. mengurangi
dan kecemasan klien
prosedur
perawat
an.

4. Ganggua Tujuan: setelah 1. Hindari kerutan pada 1. Mencegah


n dilakukan tempat tidur. perlukaan pada
integrita tindakan 2. Jaga kebersihan kulit kulit
s kulit keperawatan agar tetap bersih dan kering 2. Menjaga
berhubu selam 1x24 jam 3. Monitor kulit akan ketahanan kulit
ngan diharapakn adanya kemerahan. 3. Mengetahui
dengan integrasi kulit 4. Oleskan lotion atau baby adanya tanda
kolosto dapat dikontrol. oil pada daerah yang kerusakan
mi. Kriteria hasil: tertekan jaringan kulit
a. Temperatur 5. Monitor status nutrisi 4. Menjaga
jaringan dalam klien. kelembaban
batas normal, kulit
sensasi dalam 5. Menjaga
batas normal, keadekuatan
elasititas dalam nutrisi guna
batas normal, penyembuhan
hidrasi dalam luka
batas normal,
perfusi jaringan
baik.

5. Resiko Tujuan: setelah 1. Monitor tanda dan gejala 1. Mengetahui


infeksi dilakukan infeksi sistemik dan lokal. tanda infeksi
berhubu tindakan 2. Batasi pengunjung. lebih dini
ngan keperawatan 3. Pertahankan teknik cairan 2. Menghindari
dengan selam a1x24 jam asepsis pada klien yang kontaminasi
prosedur diharapkan klien beresiko dari pengunjung
pembeda bebabs dari 4.Inspeksi kondisi luka atau 3. Mencegah
han. tanda – tanda insisi bedah. penyebab
infeksi 5. Ajarkan keluarga klien infeksi
Kriteria hasil: tentang tanad dan gejala 4. Mengetahui
1. Bebas dari infeksi kebersihan luka
tanda-tanda dan 6. Laporkan tanda dan dan dan tanda
gejala infeksi. kecurigaan infeksi. infesksi
5. Gejala infeksi
dapat dideteksi
lebih dini
6. Gejala infeksi
dapat segera
teratasi

3.3 Pelaksanaan keperawatan


Tahap pelaksanaan merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan
dengan melaksanakann berbagaistrategi keperawatan (tindakan
keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan
keperrawatan.Dalam tahap ini, perawat harus mengetahui berbagai hal d i
antaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada klien, tehnik
komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan,
pemahama tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat
perkembangan pasien. Dalam pelaksanaan rencana tindakan terdapatdua
jenis tindakan, yaitu tindakan jenis mandiri dan tindakan kolaborasi
(Hidayat, A. Aziz Alimul, 2008:122)
3.4 Evaluasi keperawatan
Tahap evaluasi adalah perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan
kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Kemampuan yang har us
dimiliki perawat pada tahap ini adalah memahami respon terhadap
intervensi keperawatan, kemampuan mengembalikan kesimpulan tentang
tujuan yang dicapai sertakemampuan dalam menghubungkan tindakan
keperawatan pada kriteria hasil. Pada tahap evaluasi ini terdiridari 2
kegiatan yaitu:
3.4.1 Evaluasi formatif menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat
memberikan intervensi dengan responsegera.
3.4.2 Evaluasi sumatif merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan
analisis status klien pada waktu tertentu berdasarkan tujuan yang
direncanakan pada tahap perencanaan. Di samping itu, evaluasi
juga sebagaialat ukur suatu tujuan yang mempunyai kriteria
tertentu yang membuktikan apakah tujuan tercapai, tidaktercapai
atau tercapai sebagian.
3.4.2.1 Tujuan tercapaiTujuan dikatakan tercapai bila klien telah
menunjukan perubahan dan kemajuan yang sesuai
dengankriteria yang telah ditetapkan.
3.4.2.2 Tujuan tercapai sebagianTujuan ini dikatakan tercapai
sebagian apabila tujuan tidak tercapai secara keseluruhan
sehinggamasih perlu dicari berbagai masalah atau
penyebabnya, seperti klien dapat makan sendiri tetapimasih
merasa mual. Setelah makan bahkan kadang-kadang
muntah.
3.4.2.3 Tujuan tidak tercapaiDikatakan tidak tercapai apabila tidak
menunjukan adanya perubahan kearah
kemajuansebagaimana kriteria yang diharapkan.Adapun
evaluasi akhir yang ingin dicapai dari tiap-tiap diagnosa
adalah:
a. Klien mampu mempertahankan pola eliminasi BAB
dengan teratur.
b. Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan.
c. Kecemasan orang tua dapat berkurang.
d. Rasa nyeri teratasi/ berkurang.
e. Tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan kulit lebih lanjut.
f. Tidak terjadi infeksi.
g. Gangguan pola eliminasi teratasi.
h. Pasien dan keluarga memahami perawatan di ruma
Daftar Pustaka

Desi. (2013). Atresia Ani. Diambil kembali dari Academia:


http://www.academia.edu/15686940/ATESIA_ANI

Doenges, M. E. (2018). Recana Asuhan Keperawatan Pedoman Asuhan Keperawatan Klien


Anak - Dewasa Ed 9 Volume 1. Jakarta : EGC.

Haryanto, R. (2013). Penanganan Kejadian Atresia Ani pada Anak. Jurnal Keperawatan
Notokusumo , 1(1), 55-61.

Kurdaningsih, S. (2017). PENGARUH TERAPI BERMAIN PUZZLE TERHADAP


TINGKAT KECEMASAN ANAK YANG MEJALANI HOSPITALISASI DI
RUANG MADINAH RUMAH SAKIT ISLAM SITI KHADIJAH PALEMABANG.
In Seminar Nasional Keperawatan , 274-277.

Kusuma, E. (2015). Askep Pada Pasien Atresia Ani. Diambil kembali dari Academia:
http://.academia.edu/8685826/ASKEP_PADA_PASIEN_ATRESIA_ANI

Anda mungkin juga menyukai