Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

KEPERAWAT ANAK

DISUSUN OLEH:

NAMA : DWI USWATUN KHASANAH

NIM : PO.71.20.3.19.013

SEMESTER : III

KELAS : 2A

DOSEN PEMBIMBING :INDAH DEWI RIDAWATI,S.KEP. NS.M.KEP

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG

PRODI KEPERAWATAN LUBUKLINGGAU

TAHUN AJARAN 2020/2021

ASKEP TEORITIS
DENGAN PENYAKIT ATRESIA ANI

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG

PRODI KEPERAWATAN LUBUKLINGGAU

TAHUN AJARAN 2020/2021

LAPORAN PENDAHULUAN

ATRESIA ANI
A. TINJAUAN TEORI

1. DEFINISI

Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada dan trepsis
yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia adalah suatu keadaan
tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal.

Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar
(Walley,1996)

Atresia ani atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak
sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus
namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM).

Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran
anus (Donna L. Wong, 520 : 2003).

2. ETIOLOGI

Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan
kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus
dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rectum,
sfingter, dan otot dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal
mungkin tidak memadai. Menurut peneletian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen
autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani.

Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25%
untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom genetic,
kelainan kromosom atau kelainan congenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani.
Sedangkan kelainan bawaan rectum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi
rectum dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan
septum urorektal yang memisahkannya.

Atresia anorectal terjadi karena ketidaksempurnaan dalam proses pemisahan. Secara


embriologis hindgut dari apparatus genitourinarius yang terletak di depannya atau mekanisme
pemisahan struktur yang melakukan penetrasi sampai perineum. Pada atresia letak tinggi atau
supra levator, septum urorectal turun secara tidak sempurna atau berhenti pada suatu tempat
jalan penurunannya.

Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 7 minggu Adanya
gangguan atau berhentinya perkebangan embriologik di daerah usus, rektum bagian
distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam
usia kehamilan.

3. PATOFISIOLOGI

Atresia ani atau anus imperforate dapat disebabkan karena :

1. Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit
karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik

2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur

3. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada


kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan

4. Berkaitan dengan sindrom down

5. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan

6. Atresia ani yang terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan
embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula.
Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan
segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan
diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperchloremia, sebaliknya fese mengalir kearah
traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan
terbentuk fistula antara rectum dengan organ sekitarnya.

Atresia Ani ini mempunyai 3 macam letak, yaitu :

1. Tinggi (supralevator) yaitu, rektum berakhir di atas M.Levator ani


(m.puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum
>1 cm. letak supralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau
saluran genital

2. Intermediate. Dimana kelainan ini mempunyai ciri rectum terletak pada m.levator
ani tapi tidak menembusnya

3. Rendah yaitu, rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit
dan ujung rectum paling jauh 1 cm.

4. wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum


(rektovestibuler). Pada laki2 biasanya letak tinggi , umumnya fistula menuju ke
vesika urinaria atau ke prostate. (rektovesika) . pada letak rendah fistula menuju
ke urethra (rektourethralis)

4. PATHWAY atau WOC


5. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya mekonium
setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal, adanya membran anal dan fistula
eksternal pada perineum (Suriadi,2001). Gejala lain yang nampak diketahui adalah jika
bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal,
pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulir abdomen akan terlihat menonjol
(Adele,1996)

Bayi muntah – muntah pada usia 24 – 48 jam setelah lahir juga merupakan salah satu
manifestasi klinis atresia ani. Cairan muntahan akan dapat berwarna hijau karena cairan
empedu atau juga berwarna hitam kehijauan karena cairan mekonium.

6. KLASIFIKASI

Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu
a. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai
melalui saluran fistula eksterna.Kelompok ini terutma melibatkan bayi perempuan
dengan fistula rectovagina atau rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini
sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adequate
sementara waktu.

b. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalam keluar
tinja.Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi
spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera. Pasien bisa
diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :

1. Anomali rendah

Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis, terdapat


sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan
tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.

2. Anomali intermediet

Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan
sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.

3. Anomali tinggi

Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini
biasanya berhungan dengan fistuls genitourinarius – retrouretral (pria) atau
rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum
lebih dari 1 cm.

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :

a. Pemeriksaan radiologist

Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.

b. Sinar X terhadap abdomen

Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui


jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.

c. Ultrasound terhadap abdomen

Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan
dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.

d. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.

e. Pyelografi intra vena

Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.

f. Pemeriksaan fisik rectum

Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.

g. Rontgenogram abdomen dan pelvis

Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan
traktus urinarius.

8. PENATALAKSANAAN

Medik:

a. Eksisi membran anal

b. Fistula, yaitu dengan melakukan kolostomi sememtara dan setelah umur 3 bulan
dilakukan koreksi sekaligus

Keperawatan:

Kepada orang tua perlu diberitahukan mengenai kelainan pada anaknya dan keadaan
tersebut dapat diperbaiki dengan jalan operasi. Operasi akan dilakukan 2 tahap yaitu
tahap pertama hanya dibuatkan anus buatan dan setelah umur 3 bulan dilakukan operasi
tahapan ke 2, selain itu perlu diberitahukan perawatan anus buatan dalam menjaga
kebersihan untuk mencegah infeksi. Serta memperhatikan kesehatan bayi.

9. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :

i. Asidosis hiperkioremia.

ii. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.

iii. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).

iv. Komplikasi jangka panjang.

 Eversi mukosa anal

 Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)

v. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.


vi. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)

vii. Prolaps mukosa anorektal.

viii. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)

(Ngastiyah, 1997 : 248)

A. KONSEP DASAR ASKEP TEORITIS ATRISIA ANI

A. PENGKAJIAN

Diperlukan pengkajian yang cermat dan teliti untuk mengetahui masalah pasien
dengan tepat, sebab pengkajian merupakan awal dari proses keperawatan. Dan
keberhasilan proses keperawatan tergantung dari pengkajian. Konsep teori yang
difunakan penulis adalah model konseptual keperawatan dari Gordon. Menurut Gordon
data dapat dikelompokkan menjadi 11 konsep yang meliputi :

1. Persepsi Kesehatan – Pola Manajemen Kesehatan

Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan perawatan di rumah.

2. Pola nutrisi – Metabolik

Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umum terjadi pada pasien dengan atresia ani
post kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin terganggu oleh mual dan
munta dampak dari anestesi.

3. Pola Eliminasi

Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka tubuh
dibersihkan dari bahan - bahan yang melebihi kebutuhan dan dari produk buangan.
Oleh karena pada atresia ani tidak terdapatnya lubang pada anus, sehingga pasien
akan mengalami kesulitan dalam defekasi (Whaley & Wong,1996).

4. Pola Aktivitas dan Latihan

Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menhindari kelemahan otot.

5. Pola Persepsi Kognitif

Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan masa


lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.

6. Pola Tidur dan Istirahat

Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri pada luka insisi.

7. Konsep Diri dan Persepsi Diri


Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body comfort.
Terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan karena dampak luka jahitan operasi
(Doenges,1993).

8. Peran dan Pola Hubungan

Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit.
Perubahan pola biasa dalam tanggungjawab atau perubahan kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran (Doenges,1993).

9. Pola Reproduktif dan Sexual

Pola ini bertujuan menjelaskan fungsi sosial sebagi alat reproduksi (Doenges,1993).

10. Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi

Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan, rumah


(Doenges,1993).

11. Pola Keyakinan dan Nilai

Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk
dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan perawat dalam
memberikan motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan ibadah
(Mediana,1998).

12. Pemeriksaan Fisik

Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus tampak
merah, usus melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi, termometer yang
dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengan
hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan
vagina (FKUI, Ilmu Kesehatan Anak:1985).

Pemeriksaan Fisik

1. Tanda-tanda vital

 Nadi : 110 X/menit.

 Respirasi : 32 X/menit.

 Suhu axila :37º Celsius.

2. Kepala

Kepala simetris, tidak ada luka/lesi, kulit kepala bersih, tidak ada benjolan/tumor,
tidak ada caput succedanium, tidak ada chepal hematom.

3. Mata
Simetris, tidak konjungtifistis, tidak ada perdarahan subkonjungtiva, tidak ikterus,
tidak nistagamus/ tidak episnatus, conjungtiva tampak agak pucat.

4. Hidung

Simetris, bersih, tidak ada luka, tidak ada secret, tidak ada pernafasan cuping
hidung, tidak ada pus dan lendir.

5. Mulut

Bibir simetris, tidak macrognatia, micrognatia, tidak macroglosus, tidak


cheilochisis.

6. Telinga

Memiliki 2 telinga yang simetris dan matur tulang kartilago berbentuk sempurna.

7. Leher

Tidak ada webbed neck.

8. Thorak

Bentuk dada simetris, silindris, tidak pigeon chest, tidak funnel shest, pernafasan
normal

9. Jantung

Tidak ada mur-mur, frekuensi jantung teratur

10. Abdomen

Simetris, teraba lien, teraba hepar, teraba ginjal, tidak termasa/tumor, tidak
terdapat perdarahan pada umbilicus

11. Getalia

Terdapat lubang uretra, tidak ada epispandia pada penis tidak ada hipospandia
pada penis, tidak ada hernia sorotalis.

12. Anus

Tidak terdapat anus, anus nampak merah, usus melebar, kadang-kadang tampak
ileus obstruksi. Thermometer yang dimasukan kedalam anus tertahan oleh
jaringan. Pada auskultasi terdengar peristaltic.

13. Ektrimitas atas dan bawah

Simetris, tidak fraktur, jumlah jari lengkap, telapak tangan maupun kaki dan
kukunya tampak agak pucat
14. Punggung

Tidak ada penonjolan spina gifida

15. Pemeriksaan Reflek

 Suching +

 Rooting +

 Moro +

 Grip +

 Plantar

B. ANALISA DATA

NO SYMTOMP ETIOLOGI PROBLEM

1 DS:- Tindakan pembedahan Resiko infeksi


DO:  
 - Adanya tanda –
tanda  radang antara lain :
robor,dolor, calor tumor, dan Kolostomi
Fungsia laisa
 Pasien merasa gatal Resiko infeksi
Pasein merasa tidak nyaman

2 DS: - Obstruksi kronik Gangguan rasa nyaman


nyeri
DO:
 Pasien tidak nyaman
 Nyeri skala sedang 4-7 Gerakan peristaltik
usus

Megakolon

Trauma jaringan

Nyeri
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf

Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan

D. RENCANA KEPERAWATAN

No DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONALISASI


KEPERAWATAN

1 Gangguan rasa Setelah dilakukan  Tanyakan pada  Mengetahui


nyaman nyeri tindakan pasien tentang persepsi pasien
berhubungan keperawatan nyeri tentang nyeri
dengan trauma selama 3x24 jam yang dialami
saraf nyeri pasien dapat  Catat
terkontrol kemungkinan  Jika penyebab
penyebab nyeri diketahui maka
-pasien akan untuk mengatasi
melaporkan nyeri  Anjurkan nyeri dapat
hilang atau pemakaian obat diminimalkan
terkontrol, dengan benar penyebab nyeri
untuk mengontrol tersebut
-pasien akan nyeri
tampak rileks,  Obat yang
 Ajarkan dan diberikan untuk
 ekspresi wajah anjurkan tehnik mengontrol nyeri
pasien relaks, relaksasi dapat diberikan
 TTV normal untuk
mengontrol atau
Nadi :110 x/menit. menghilanhkan
nyeri
RR :32 x/menit.
 Tekhnik relaksasi
S :36,5°c dapat
mengalihkan
 lekosit normal
perhatian pasien
tentang nyeri

2 Resiko infeksi Setelah dilakukan  Pertahankan  mencegah


berhubungan intervensi teknik septik dan terjadinya infeksi
dengan prosedur keperawatan 3x24 aseptik secaa karena setelah
pembedahan jam diharapkan ketat pada pembedahan,
tidak terjadi infeksi prosedur medis kulit terbuka dan
atau perawatan dapat
tidak ada tanda– terkontaminasi
tanda infeksi  Amati lokasi oleh
TTV normal invasif terhadap mikroorganisme
tanda-tanda
Nadi : 110 x/menit. infeksi.  lokasi yang
mempunyai
RR :32 x/menit.  Pantau suhu tanda-tanda
tubuh, jumlah sel radang perlu
S :36,5°C
darah diwaspadai dan
 lekosit normal diperketat
 putih.Pantau dan perawatannya
batasi
pengunjung , beri  suhu yang tinggi
isolasi jika merupakan salah
memungkinkan. satu tanda
terjadinya
 Beri antibiotik infeksi, hal
sesuai advis tersebut perlu
dokter. diwaspada

 pengunjung yang
datang
mempunyai
kemungkinan
membawa
mokroorganisme
berbahaya

DAFTAR PUSTAKA

Daengaoes, Maryllin E.1999. Rencana asuhan keperawatan. Jakarta : EGC

- Ngastiyah.1995. perawatan anak sakit . Jakarta :EGC

- Syamsuhidajat, R. 2004.Buku ajar Ilmu bedah. Jakatra:EGC

- Wong, Dona L. 2004. pedoman klinis keperawatan pediatric. Jakatra : EGC


- www. Bedah Anak . Atresia Ani dengan Fistula Rektovestibularis.co.id

Anda mungkin juga menyukai