Anda di halaman 1dari 8

ATRESIA ANI

Disusun Oleh :
Kelompok 5
a.definisi
Menurut Nurhayati (2009), istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu yang berarti "tidak
ada" dan trepsis yang berarti "makanan atau nutrisi". Dalam istilah kedokteran, "atresia" berarti suatu
keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan abnormal. Atresia ani memiliki nama lain yaitu
"anus imperforata".
Atresia ani atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan
bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna.
Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya
anus secara abnormal.
Jadi, atresia ani atau anus imperforate merupakan kelainan bawaan (kongenital) dimana terjadi
pembentukan lubang anus yang tidak sempurna (abnormal) atau anus tampak rata maupun sedikit
cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rektum yang
terjadi pada masa kehamilan.
B.Etiologi
Atresia ani dapat disebabkan karena:

1) Putusnya saluran pencernaan di atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir
tanpa lubang dubur.
2) Gangguan organogenesis dalam kandungan. Karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan
berusia 12 minggu atau 3 bulan.
3) Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namum demikian
pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang
terjadi bahwa genautosomal resesif yang menjadi penyebab atresia anI
4) Berkaitan dengan sindrom down.
C.Klasifikasi

Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan, terdapat tiga letak:

1. Tinggi (supralevator): rektum berakhir di atas M. levator ani (M.


puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit perineum
lebih dari 1 cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel ke
saluran kencing atau saluran genital.

2. Intermediate : rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak


menembusnya.

3. Rendah : rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak antara


kulit dan ujung rektum paling jauh 1 cm.
D.Patofisiologi

Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena
gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik, sehingga anus dan
rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang
berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinari dan struktur anorektalTerjadi
stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak
ada kelengkapan dan perkembangan struktur kolon antara 7-10 minggu dalam perkembangan
fetalKegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada
uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar melalui anus sehingga
menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi. Putusnya
saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubursehingga bayi baru lahir tanpa lubang anus.
E.Penatalaksanaa

Penatalaksanaan dibagi menjadi dua, yaitu:


1. Preventif
Menurut Nurhayati (2009), penatalaksanaan preventif yaitu:
(a) diberikan nasihat pada ibu hamil bahwa selama hamil muda untuk berhati-hati atau
menghindari obat-obatan, makanan yang diawetkan dan alkohol karena dapat menyebabkan
atresia ani;
(b) pemeriksaan lubang dubur/anus bayi pada saat lahir sangat penting dilakukan sebagai
diagnosis awal adanya atresia ani. Sebab jika sampai tiga hari diketahui bayi menderita ani atresia
ani, jiwa bayi dapat terancam karena feses yang tertimbun dapat mendesak paru-paru bayi dan
organ yang lain.
2. Pasca Bayi Lahir
Menurut Rukiyah dan Yulianti (2012), begi penyidap kelainan tipe I dengan stenosis yang
ringan dan tidak mengalami kesulitan mengeluarkan tinja tidak membutuhkan penanganan
apapun. Sementara pada stenosis yang berat perlu dilakukan dilatasi setiap hari dengan karakter
uretra, dilatasi Hegar, atau speculum hidung berukuran kecil. Selanjutnya orang tua dapat
melakukan dilatasi sendiri di rumah dengan jari tangan
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nurhayati (2009), untuk memperkuat diagnosis dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
1.Pemeriksaan radiologis, yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal atau menentukan
letak ujung rektum yang buntu setelah bayi berumur 24 jam. Pada saat pemeriksaan, bayi harus diletakkan dalam
keadaan posisi terbalik selama 3 menit, sendi panggul bayi dalam keadaan
sedikit ekstensi, kemudian dibuat foto pandangan anteroposterior dan lateral setelah petanda diletakkan pada
daerah lekukan anus.
2. Sinar-X terhadap abdomen yang bertujuan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel/usus dan untuk mengetahui
jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.
3. Ultrasonografi (USG) abdomenyang bertujuan untuk melihat fungsi organ intenal terutama dalam sistem
pencernaan dan mencari adanya faktor reversibel seperti obstruksi massa tumor.
4. CT Scan, yang bertujuan untuk menentukan lesi.
5.Rontgenogram pada abdomen dan pelvis, yang bertujuan untuk mengonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan
saluran urinaria
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai