Anda di halaman 1dari 18

PJBL FP

ATRESIA
Blok Digestive System

Disusun oleh:
ALIF FANHARNITA BRILIANA
135070207131010
KELOMPOK 4 KELAS 2

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

A. DEFINISI
Istilah atresia ani berasal dari bahasa Yunani yaitu a yang artinya tidak
ada dan trepsis yang berarti makanan dan nutrisi. Dalam istilah kedokteran,
Atresia ani adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang yang
normal. Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus
imperforata meliputi anus, rektum, atau batas di antara keduanya (Betz, 2002).
Atresia ani atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi
membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke
dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan
rectum. Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya
lubang atau saluran anus (Donna, 2004).
Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak terjadinya perforasi
membran yang memisahkan bagian endoterm mengakibatkan pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna.Anus tampak rata atau sedikit cekung ke
dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan
rektum (Hidayat, 2005).
B. KLASIFIKASI
a) Secara Fungsional
Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar
yaitu:
1. Tanpa anus tetapi dengan dekompresi adekuat traktus gastrointestinalis
dicapai melalui saluran fistula eksterna. Kelompok ini terutama melibatkan
bayi perempuan dengan fistula recto-vagina atau recto-fourchette yang
relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa
didapatkan dekompresi usus yang adekuat sementara waktu.
2. Tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adekuat untuk jalan keluar
tinja.

Pada

kelompok

ini

tidak

ada

mekanisme

apapun

untuk

menghasilkan dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk


intervensi bedah segera.
b) Berdasarkan Letak
Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi
yaitu:

1. Anomali rendah (infralevator)


Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis,
terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan
fungsi

normal

dan

tidak

terdapat

hubungan

dengan

saluran

genitourinarius.
2. Anomali intermediet
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborektalis; lesung anal
dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
3. Anomali tinggi (supralevator)
Ujung rektum di atas otot puborektalis dan sfingter internal tidak ada. Hal
ini biasanya berhubungan dengan fistuls genitourinarius-retrouretral (pria)
atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rektum sampai
kulit perineum lebih dari 1 cm.

c) Klasifikasi Wingspread
Sedangkan menurut klasifikasi Wingspread (1984), atresia ani dibagi 2
golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin:
1. Jenis Kelamin Laki-laki
Golongan I

Kelainan fistel urin


Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari orifisium eksternum
uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria.
Cara praktis menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter
urin. Bila kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak uretra

karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin mengandung


mekonuim maka fistel ke vesikaurinaria. Bila evakuasi feses tidak
lancar, penderita memerlukan kolostomi segera.

Atresia rektum
Pada atresia rektum tindakannya sama pada perempuan. Pada atresia
rektum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur
jari tidak dapat masuk lebih dari 12 cm. Tidak ada evakuasi

mekonium sehingga perlu segera dilakukan kolostomi.


Perineum datar
Tidak ada keterangan lebih lanjut.
Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara >1 cm dari kulit pada invertogram, maka
perlu segera dilakukan kolostomi.

Golongan II

Kelainan fistel perineum


Fistel perineum sama dengan pada perempuan, lubangnya terletak
lebih anterior dari letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang

buntu menimbulkan obstipasi.


Membran anal
Pada membran anal biasanya tampak bayangan mekonium di bawah
selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi

definit secepat mungkin.


Stenosis anus
Pada stenosis anus, sama dengan perempuan. Pada stenosis anus,
lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit.
Evakuasi feses tidak lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan
terapi definitif.

Fistel tidak ada


Jika fistel tidak ada dan udara >1 cm dari kulit pada invertogram, maka

perlu segera dilakukan kolostomi.


2. Jenis Kelamin Perempuan
Golongan I
Kelainan kloaka

Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara traktus urinarius,
traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi feses umumnya tidak

sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.


Fistel vagina
Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi

feces menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya dilakukan kolostomi.


Fistel rektovestibular
Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat di vulva. Umumnya
evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu. Evakuasi
mulai terhambat saat penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi

dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal.


Atresia rektum
Pada atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan
colok dubur jari tidak dapat masuk lebih dari 12 cm. Tidak ada

evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan kolostomi.


Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara >1 cm dari kulit pada invertogram, maka
perlu segera dilakukan kolostomi.

Golongan II

Kelainan fistel perineum


Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat
letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan
obstipasi.

Stenosis anus
Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya,
tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancar sehingga biasanya

harus segera dilakukan terapi definitif.


Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara >1 cm dari kulit pada invertogram, maka

perlu segera dilakukan kolostomi.


d) Atresia ani dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe:
1. Tipe Pertama (1)
Saluran anus atau rectum bagian bawah mengalami stenosis dalam
berbagai derajat.
2. Tipe Kedua (2)

Terdapat suatu membrane tipis yang menutupi anus karena menetapnya


membran anus.
3. Tipe Ketiga (3)
Anus tidak terbentuk dan rectum berakhir sebagai suatu kantung yang
buntu terletak pada jarak tertentu dari kulit di daerah anus yang
seharusnya terbentuk (lekukan anus).
4. Tipe Keempat (4)
Saluran anus dan rectum bagian bawah membentuk suatu kantung buntu
yang terpisah, pada jarak tertentu dari ujung rectum yang berakhir
sebagai kantung buntu.
C. ETIOLOGI
Atresia ani dapat disebabkan karena:
1. Putusnya saluran pencernaan di atas dengan daerah dubur, sehingga bayi
lahir tanpa lubang dubur.
2. Gangguan organogenesis dalam kandungan, kegagalan pertumbuhan saat
bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
3. Berkaitan dengan sindrom down.
Atresia ani memiliki etiologi yang multifaktorial, salah satunya adalah komponen
genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko malformasi meningkat
pada bayi yang memiliki saudara dengan kelainan atresia ani yakni 1 dalam 100
kelahiran, dibandingkan dengan populasi umum sekitar 1 dalam 5000 kelahiran.
Penelitian juga menunjukkan adanya hubungan antara atresia ani dengan pasien
dengan trisomi 21 (Down's syndrome). Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa
mutasi dari bermacam-macam gen yang berbeda dapat menyebabkan atresia
ani atau dengan kata lain etiologi atresia ani bersifat multigenik (Levitt M,
2007).
D. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1
dalam 5000 kelahiran.
Secara umum, atresia ani lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada
perempuan. Fistula rektouretra merupakan kelainan yang paling banyak ditemui
pada bayi laki-laki, diikuti oleh fistula perineal. Sedangkan pada bayi perempuan,

jenis atresia ani yang paling banyak ditemui adalah atresia ani diikuti fistula
rektovestibular dan fistula perineal (Oldham K, 2005).
Di indonesia atresia ani merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
cukup besar. Dari berbagai penelitian yang ada frekuensi penderita atresia ani
berkisar

antara 5-25%.

Penelitian

dari

berbagai

daerah

di

indonesia

menunjukkan angka yang sangat bervariasi tergantung pada tingkat atresia


ani di tiap-tiap daerah.
Angka kejadian kasus di Indonesia sekitar 90%. Didapatkan data kasus
atresia ani di Jawa Tengah, khususnya di Semarang yaitu sekitar 50% dalam
kurun waktu tahun 2007-2009, di RS Dr. Kariadi Semarang terdapat 20% pasien
dengan kasus atresia ani,
Angka kejadian kasus atresia ani di RSUP fatmawati selama kurun waktu
3 bulan dari Januari sampai Maret 2013 ada sekitar 14 kasus dari 100 klien
yang dirawat di gedung Teratai lantai III Utara. Dari 14 kasus atresia ani tersebut
sekitar 7 kasus dirawat untuk tutup kolostomi. (Depkes RI, 2013)
E. FAKTOR RESIKO
1. Pemakaian alkohol oleh ibu hamil
Pemakaian alkohol oleh ibu hamil bisa menyebabkan sindroma alcohol pada
janin dan obat-obat tertentu yang diminum oleh ibu hamil juga bisa
menyebabkan kelainan bawaan.
2. Penyakit Rh
Terjadi jika ibu dan bayi memiliki faktor Rh yang berbeda.
3. Teratogenik
Teratogen adalah setiap faktor atau bahan yang bisa menyebabkan atau
meningkatkan resiko suatu kelainan bawaan. Radiasi, obat tertentu dan racun
merupakan teratogen.
4. Infeksi pada ibu hamil juga bisa merupakan teratogen. Beberapa infeksi
selama kehamilan yang dapat menyebabkan sejumlah kelainan bawaan:

Sindroma rubella congenital ditandai dengan gangguan penglihatan atau


pendengaran, kelainan jantung, keterbelakangan mental dan cerebral
palsy.

Infeksi toksoplasmosis pada ibu hamil bisa menyebabkan infeksi mata


yang bisa berakibat fatal, gangguan pendengaran, ketidakmampuan

belajar, pembesaran hati atau limpa, keterbelakangan mental dan cerebral


palsy.

Infeksi virus herpes genitalis pada ibu hamil, jika ditularkan kepada
bayinya sebelum atau selama proses persalinan berlangsung, bisa
menyebabkan kerusakan otak, cerebral palsy, gangguan penglihatan atau
pendengaran serta kematian bayi.

Penyakit bisa menyebabkan sejenis anemia yang berbahaya, gagal


jantung dan kematian janin.

Sindroma varicella congenital disebabkan oleh cacar air dan bisa


menyebabkan terbentuknya jaringan parut pada otot dan tulang, kelainan
bentuk dan kelumpuhan pada anggota gerak, kepala yang berukuran lebih
kecil dari normal, kebutaan, kejang dan keterbelakangan mental.

5. Gizi
Menjaga kesehatan janin tidak hanya dilakukan dengan menghindari
teratogen, tetapi juga dengan mengkonsumsi gizi yang baik. Salah satu zat
yang penting untuk pertumbuhan janin adalah asam folat. Kekurangan asam
folat bisa meningkatkan resiko terjadinya spina bifida atau kelainan tabung
saraf lainnya. Karena spina bifida bisa terjadi sebelum seorang wanita
menyadari bahwa dia hamil, maka setiap wanita usia subur sebaiknya
mengkonsumsi asam folat minimal sebanyak 400 mikrogram/hari.
6. Faktor fisik pada rahim
Di dalam rahim, bayi terendam oleh cairan ketuban yang juga merupakan
pelindung terhadap cedera. Jumlah cairan ketuban yang abnormal bisa
menyebabkan atau menunjukkan adanya kelainan bawaan.Cairan ketuban
yang terlalu sedikit bisa mempengaruhi pertumbuhan paru-paru dan anggota
gerak

tubuh

atau

bisa

menunjukkan

adanya

kelainan

ginjal

yang

memperlambat proses pembentukan air kemih. Penimbunan cairan ketuban


terjadi jika janin mengalami gangguan menelan, yang bisa disebabkan oleh
kelainan otak yang berat (misalnya anensefalus atau atresia esofagus).
7. Faktor genetik dan kromosom

Genetik memegang peran penting dalam beberapa kelainan bawaan.


Beberapa kelainan bawaan merupakan penyakit keturunan yang diwariskan
melalui gen yang abnormal dari salah satu atau kedua orang tua. Gen adalah
pembawa sifat individu yang terdapat di dalam kromosom setiap sel di dalam
tubuh manusia. Jika 1 gen hilang atau cacat, bisa terjadi kelainan bawaan.
8. Semakin tua usia seorang wanita ketika hamil (terutama diatas 35 tahun)
maka semakin besar kemungkinan terjadinya kelainan kromosom pada janin
yang dikandungnya. (Donna, 2004)
F. PATOFISIOLOGI
Terlampir
G. MANIFESTASI KLINIS
Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat
defekasi mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi. Pada
golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita sering ditemukan fistula
rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses keluar dari (vagina) dan
jarang rektoperineal, tidak pernah rektourinarius. Sedangkan pada bayi laki-laki
dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir di kandung kemih atau uretra dan
jarang rektoperineal.
Gejala yang akan timbul:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran


Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi
mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah
bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam
perut kembung
Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula)
Bayi/anak dengan atresia ani letak tinggi bahkan memiliki penampakan perineum
yang datar (flat), keadaan ini disebut dengan "rocker bottom" appearance.
(Ngastiyah, 2005)

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.

Pemeriksaan fisik rektum

Pemeriksaan colok dubur dan inspeksi visual adalah pemeriksaan diagnostik


yang umum dilakukan pada gangguan ini. Kepatenan rektal dapat dilakukan
2.

colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.


Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
teliti. Pada anamnesis dapat ditemukan:
a. Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir
b. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula
c. Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+) dan kemungkinan
kelainan adalah letak rendah

3.

Pemeriksaan radiologi
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk
mengetahui

jarak

pemanjangan

kantung

rektum

dari

sfingternya.

Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik Wangensteen-Rice) dapat


menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rektum yang buntu. Juga
bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan
dengan traktus urinarius. Pada pemeriksaan radiologis dapat ditemukan:
Udara dalam usus berhenti tibatiba yang menandakan obstruksi di

daerah tersebut.
Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bayi baru lahir dan
gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia ani / anus imperforata.

Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon / rektum.


Dibuat foto anter-posterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala
dibawah dan kaki diatas pada anus benda bang radioopak, sehingga
pada foto daerah antara benda radio-opak dengan bayangan udara

tertinggi dapat diukur.


4. USG abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system
pencernaan dan mencari adanya faktor reversibel seperti obstruksi oleh
karena massa tumor. USG dapat digunakan untuk menentukan letak kantong
rektal.
5.
Digunakan untuk menentukan lesi.
6. Aspirasi jarum

CT scan

Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rektal dengan menusukan jarum


tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat
jarum sudah masuk 1,5 cm, defek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
7. Pieolgrafi intravena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
8. Pemeriksaan urine
Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel
mekonium.
9. Rontgenogram Abdomen dan Pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan
dengan traktus urinarius. (Mansjoer Dkk, 2000)
I. PENATALAKSANAAN
1. Atresia ani tipe rendah
Indikasi:
Jika dalam pemeriksaan masih dijumpai sfingter ani internus dan eksternus
serta usus bagian dorsal masih melewati musculus levator ani.
Pengelolaan:
Dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan tes provokasi
dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot,sfingter ani ekternus
stenosis anus hanya membutuhkan dilatasi membran anus yang tipis, mudah
dibuka segera setelah lahir.
2. Atresia ani tipe tinggi
Indikasi:
Jika pada pemeriksaan tidak dijumpai sfingter ani internus dan usus berakhir di
sebelah proksimal musculus puborektalis.
Pengelolaan:
1) Tahap pertama (masa neonatus): Dilakukan operasi colostomy. Colostomy
tidak boleh melewati 3 hari setelah lahir untuk pengalihan feses sementara
dan untuk mengoreksi deformitas rectal.
2) Tahap ke dua (usia 6-12 bulan): Tindakan operasi yang bersifat definitif
dengan prinsip pengobatan Operatif Posterior Sagital Anorektoplasi

(PSARP). Posisi anus yang tepat di daerah sfingter eksternus dan posisi
anatomi usus pada penyangga puborektal.
3) Tahap ke tiga: dilakukan minimal 3 bulan setelah PSARP. Untuk menutup
colostomy tahap pertama (operasi penutupan colostomy).
PEMBEDAHAN
a. Untuk kelainan dilakukan kolostomi, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat
anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada
bayi berusia 12 bulan.
b. Aksisi membran anal (membuat anus buatan)
Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan
dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus permanen).
1) Tindakan sementara: kolostomy
Kolostomi merupakan suatu operasi untuk membentuk suatu lubang buatan
antara kolon dengan permukaan kulit pada dinding perut. Lubang buatan ini
bisa bersifat sementara atau selamanya. Adapun macam dari kolostomi:
a. Kolostomi transversum
b. Kolostomi sigmoid
c. Kolostomi kolon asenden
d. Kolostomi kolon desenden

2) Tindakan definitif: anoplasty


Anoplasty merupakan tindakan pembedahan untuk membuat anus pada
penderita malformasi anorektal. Adapun macam anoplasty diantaranya:
a. Abdominoperineal pulltrough
IndikasiRektum terletak sangat tinggi dan tidak mungkin dicapai
melalui insisi perineum, dilakukan dengan:

Posisi pronasi, panggul diganjal bantal dilanjutkan posisi supinasi

Insisi sagital mulai koksigeus melalui pusat kontraksi sfingter ani ke


arah perineum

Bila didapatkan fistel, dipisahkan dan dijahit

Abdominoperineal pulltrough

b. Posterosagittal anorectoplasty
Indikasi:

Atresia ani letak tinggi


Fistel rektouretral
Fistel rektovesikal

Fistel rektovestibular
Fistel rektovaginal
Kloaka


1.
2.
3.
4.

Dilakukan dengan:
Identifikasi sfingter ani eksterna
Insisi posterosagital
Identifikasi otot perineum stimulator elektrik
Insisi diperdalam dengan memotong sfingter ani dan otot levator

5.
6.
7.
8.
9.

sampai mencapai rektum


Dinding rektum diinsisi dan dijahit
Fistel dicari, dipisahkan, dan diligasi
Rektum dipisahkan dengan uretra dan jaringan sekitarnya
Diseksi melingkari rektum sampai rektum mencapai perineum
Otot levator dan sfingter ani dijahit dengan mengikutsertakan

sebagian dinding rektum


10. Fiksasi rektum di perineum.

c. Limited posterosagittal anorectoplasty

Tidak diperlukan pemotongan otot levator untuk mencapai rectum.


Indikasi: Atresia ani
letak rendah
(<1cm).
Posterosagittal
anorectoplasty

Dilakukan dengan:
1. Posisi pronasi, punggung diganjal bantal
2. Identifikasi pusat kontraksi sfingter
3. Insisi posterosagital, diperdalam sampai mencapai rektum dengan
memotong sfingter ani
4. Dinding rektum diinsisi dan dijahit
5. Diseksi melingkari rektum sampai rektum mencapai perineum
6. Fiksasi rektum di perineum.
d. Anoplasti perineal

Indikasi: Fistel anoperineal dan anovestibular.


e. Anoplasti laparoscopik

Indikasi: Atresia ani letak tinggi (supralevator).

MANAJEMEN KEPERAWATAN
1. Tindakan perawatan sebelum operasi
Bantu dalam mempertahankan kondisi untuk klien sebelum operasi:
Makan biasanya diberikan, catatan setiap ada muntah, warna jumlah
NGT dipasangkan, ukuran dedistensi abdomen
Monitor cairan parenteral
2. Tindakan perawatan post operasi
Beri perawatan post operasi dengan baik, observasi kemungkinan adanya

komplikasi
Memberikan perawatan anoplasty perineal yang baik, mencegah infeksi
dari suture linu, yang tercepat penyembuhan:
- Jangan meletakkan apapun pada rectum
- Biarkan perineum terbuka
- Rubah posisi kiri kanan
- Posisi panggul ditegalkan jika akan melakukan pembersihan atau

perawatan.
3. Melakukan perawatan colostomy dengan baik
Cegah exoriasi dan iritasi
Observasi dan catat ukuran, frekwensi, karekteristik feces.
4. Mempertahankan nutrisi yang adekuat untuk mencegah

dehidrasi

ketidakseimbangan elektrolit
Oral fediny biasanya diberikan beberapa jam post anoplasti
Diberikan setelah peristaltik usus
NGT pada awal post operasi digunakan
Monitor cairan parenteral
5. Health Education
Orang tua diberi penjelasan bagaimana melakukan perawatan colostomy
Bantu orang tua klien untuk dapat mengerti situasi anaknya bila tambah
usia/besar
Ketidakmampuan mengontrol feces
Perlu toilet training.

J. KOMPLIKASI
1. Atresia ani tipe rendah
Pembentukan Abses
Striktur anal
2. Atresia ani tipe tinggi
Stiktur anal: dapat berkembang menjadi anoplasit/rektoplasti anus yang

baru harus dilatasi secara teratur selama beberapa bulan.


Pengelupasan rectum: dapat terjadi akibat iskemia

Komplikasi dari colostomy: prolaps kolon/obstruksi intestinal.


3. Asidosis hiperkioremia
4. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan
5. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah)
6. Komplikasi jangka panjang
7. Eversi mukosa anal
8. Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
9. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
10. Prolaps mukosa anorektal
11. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak


2. Jakarta : Salemba Medika
Betz, Cecily & Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan
Pediatrik. Alih bahasa Jan Tambayong. EGC : Jakarta

Wong, Donna L. 2004. Keperawatan Pediatrik. Alih Bahasa


Monica Ester. EGC: Jakarta

Levitt M, Pena A. Anorectal Malformation. Orphanet Journal of


Rare Diseases 2007, 2:33.

Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M. principles and


Practice of Pediatric Surgery Vol.2. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins, 2005; 1395-1434

Depkes RI, 2013, Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi,Dan


Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak Di Tingkat Pelayanan
Kesehatan Dasar

Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit. EGC : Jakarta

Mansjoer, A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi


3. Jakarta: Media Aesculapius.

Brunners & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Edisi 8. Jakarta: EGC.

Corwin,E.J.2008. Hanbook of Pathophysiology, 3rd Edition. Lippicott Williams &


Wilkins

Anda mungkin juga menyukai