ATRESIA
Blok Digestive System
Disusun oleh:
ALIF FANHARNITA BRILIANA
135070207131010
KELOMPOK 4 KELAS 2
A. DEFINISI
Istilah atresia ani berasal dari bahasa Yunani yaitu a yang artinya tidak
ada dan trepsis yang berarti makanan dan nutrisi. Dalam istilah kedokteran,
Atresia ani adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang yang
normal. Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus
imperforata meliputi anus, rektum, atau batas di antara keduanya (Betz, 2002).
Atresia ani atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi
membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke
dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan
rectum. Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya
lubang atau saluran anus (Donna, 2004).
Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak terjadinya perforasi
membran yang memisahkan bagian endoterm mengakibatkan pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna.Anus tampak rata atau sedikit cekung ke
dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan
rektum (Hidayat, 2005).
B. KLASIFIKASI
a) Secara Fungsional
Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar
yaitu:
1. Tanpa anus tetapi dengan dekompresi adekuat traktus gastrointestinalis
dicapai melalui saluran fistula eksterna. Kelompok ini terutama melibatkan
bayi perempuan dengan fistula recto-vagina atau recto-fourchette yang
relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa
didapatkan dekompresi usus yang adekuat sementara waktu.
2. Tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adekuat untuk jalan keluar
tinja.
Pada
kelompok
ini
tidak
ada
mekanisme
apapun
untuk
normal
dan
tidak
terdapat
hubungan
dengan
saluran
genitourinarius.
2. Anomali intermediet
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborektalis; lesung anal
dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
3. Anomali tinggi (supralevator)
Ujung rektum di atas otot puborektalis dan sfingter internal tidak ada. Hal
ini biasanya berhubungan dengan fistuls genitourinarius-retrouretral (pria)
atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rektum sampai
kulit perineum lebih dari 1 cm.
c) Klasifikasi Wingspread
Sedangkan menurut klasifikasi Wingspread (1984), atresia ani dibagi 2
golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin:
1. Jenis Kelamin Laki-laki
Golongan I
Atresia rektum
Pada atresia rektum tindakannya sama pada perempuan. Pada atresia
rektum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur
jari tidak dapat masuk lebih dari 12 cm. Tidak ada evakuasi
Golongan II
Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara traktus urinarius,
traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi feses umumnya tidak
Golongan II
Stenosis anus
Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya,
tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancar sehingga biasanya
jenis atresia ani yang paling banyak ditemui adalah atresia ani diikuti fistula
rektovestibular dan fistula perineal (Oldham K, 2005).
Di indonesia atresia ani merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
cukup besar. Dari berbagai penelitian yang ada frekuensi penderita atresia ani
berkisar
antara 5-25%.
Penelitian
dari
berbagai
daerah
di
indonesia
Infeksi virus herpes genitalis pada ibu hamil, jika ditularkan kepada
bayinya sebelum atau selama proses persalinan berlangsung, bisa
menyebabkan kerusakan otak, cerebral palsy, gangguan penglihatan atau
pendengaran serta kematian bayi.
5. Gizi
Menjaga kesehatan janin tidak hanya dilakukan dengan menghindari
teratogen, tetapi juga dengan mengkonsumsi gizi yang baik. Salah satu zat
yang penting untuk pertumbuhan janin adalah asam folat. Kekurangan asam
folat bisa meningkatkan resiko terjadinya spina bifida atau kelainan tabung
saraf lainnya. Karena spina bifida bisa terjadi sebelum seorang wanita
menyadari bahwa dia hamil, maka setiap wanita usia subur sebaiknya
mengkonsumsi asam folat minimal sebanyak 400 mikrogram/hari.
6. Faktor fisik pada rahim
Di dalam rahim, bayi terendam oleh cairan ketuban yang juga merupakan
pelindung terhadap cedera. Jumlah cairan ketuban yang abnormal bisa
menyebabkan atau menunjukkan adanya kelainan bawaan.Cairan ketuban
yang terlalu sedikit bisa mempengaruhi pertumbuhan paru-paru dan anggota
gerak
tubuh
atau
bisa
menunjukkan
adanya
kelainan
ginjal
yang
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.
3.
Pemeriksaan radiologi
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk
mengetahui
jarak
pemanjangan
kantung
rektum
dari
sfingternya.
daerah tersebut.
Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bayi baru lahir dan
gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia ani / anus imperforata.
CT scan
(PSARP). Posisi anus yang tepat di daerah sfingter eksternus dan posisi
anatomi usus pada penyangga puborektal.
3) Tahap ke tiga: dilakukan minimal 3 bulan setelah PSARP. Untuk menutup
colostomy tahap pertama (operasi penutupan colostomy).
PEMBEDAHAN
a. Untuk kelainan dilakukan kolostomi, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat
anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada
bayi berusia 12 bulan.
b. Aksisi membran anal (membuat anus buatan)
Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan
dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus permanen).
1) Tindakan sementara: kolostomy
Kolostomi merupakan suatu operasi untuk membentuk suatu lubang buatan
antara kolon dengan permukaan kulit pada dinding perut. Lubang buatan ini
bisa bersifat sementara atau selamanya. Adapun macam dari kolostomi:
a. Kolostomi transversum
b. Kolostomi sigmoid
c. Kolostomi kolon asenden
d. Kolostomi kolon desenden
Abdominoperineal pulltrough
b. Posterosagittal anorectoplasty
Indikasi:
Fistel rektovestibular
Fistel rektovaginal
Kloaka
1.
2.
3.
4.
Dilakukan dengan:
Identifikasi sfingter ani eksterna
Insisi posterosagital
Identifikasi otot perineum stimulator elektrik
Insisi diperdalam dengan memotong sfingter ani dan otot levator
5.
6.
7.
8.
9.
Dilakukan dengan:
1. Posisi pronasi, punggung diganjal bantal
2. Identifikasi pusat kontraksi sfingter
3. Insisi posterosagital, diperdalam sampai mencapai rektum dengan
memotong sfingter ani
4. Dinding rektum diinsisi dan dijahit
5. Diseksi melingkari rektum sampai rektum mencapai perineum
6. Fiksasi rektum di perineum.
d. Anoplasti perineal
MANAJEMEN KEPERAWATAN
1. Tindakan perawatan sebelum operasi
Bantu dalam mempertahankan kondisi untuk klien sebelum operasi:
Makan biasanya diberikan, catatan setiap ada muntah, warna jumlah
NGT dipasangkan, ukuran dedistensi abdomen
Monitor cairan parenteral
2. Tindakan perawatan post operasi
Beri perawatan post operasi dengan baik, observasi kemungkinan adanya
komplikasi
Memberikan perawatan anoplasty perineal yang baik, mencegah infeksi
dari suture linu, yang tercepat penyembuhan:
- Jangan meletakkan apapun pada rectum
- Biarkan perineum terbuka
- Rubah posisi kiri kanan
- Posisi panggul ditegalkan jika akan melakukan pembersihan atau
perawatan.
3. Melakukan perawatan colostomy dengan baik
Cegah exoriasi dan iritasi
Observasi dan catat ukuran, frekwensi, karekteristik feces.
4. Mempertahankan nutrisi yang adekuat untuk mencegah
dehidrasi
ketidakseimbangan elektrolit
Oral fediny biasanya diberikan beberapa jam post anoplasti
Diberikan setelah peristaltik usus
NGT pada awal post operasi digunakan
Monitor cairan parenteral
5. Health Education
Orang tua diberi penjelasan bagaimana melakukan perawatan colostomy
Bantu orang tua klien untuk dapat mengerti situasi anaknya bila tambah
usia/besar
Ketidakmampuan mengontrol feces
Perlu toilet training.
J. KOMPLIKASI
1. Atresia ani tipe rendah
Pembentukan Abses
Striktur anal
2. Atresia ani tipe tinggi
Stiktur anal: dapat berkembang menjadi anoplasit/rektoplasti anus yang
DAFTAR PUSTAKA
Brunners & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Edisi 8. Jakarta: EGC.