“COMBUSTIO”
Oleh:
BENNY BIMANTARA VIDIANSHA
170070301111132
KELOMPOK 1
B. ETIOLOGI
1. Paparan api
Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan menyebabkan
cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar pakaian terlebih dahulu
baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk terbakar,
sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera
tambahan berupa cedera kontak.
2. Benda panas (kontak)
Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka bakar yang dihasilkan
terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah
luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak
3. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama
waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang
disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya.
Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu
sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka
umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan
garis yang menandai permukaan cairan.
4. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil. Uap
panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta
dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat
menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.
5. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi
jalan nafas akibat edema.
6. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh. Umumnya
luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api dan
membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
7. Zat kimia (asam atau basa)
8. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.
C. KLASIFIKASI
a. Berdasarkan kedalaman luka bakar:
1. Luka bakar derajat I
Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di dalam proses
penyembuhannya tidak meninggalkan jaringan parut. Luka bakar derajat
pertama tampak sebagai suatu daerah yang berwarna kemerahan, terdapat
gelembung gelembung yang ditutupi oleh daerah putih, epidermis yang tidak
mengandung pembuluh darah dan dibatasi oleh kulit yang berwarna merah serta
hiperemis. Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis dan
biasanya sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari. Luka tampak
sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitifitas setempat. Luka
derajat pertama akan sembuh tanpa bekas.
Derajat Tiga Epidermis, Tidak terasa nyeri, Kering, luka bakar Pembentukan eskar,
(Full- keseluruhan syok, hematuria berwarna putih diperlukan
Thickness): terb dermis dan (adanya darah dalam seperti bahan kulit pencangkokan,
akar nyala api, kadang- urin) dan atau gosong, kulit pembentukan parut
terkena cairan kadang kemungkinan pula retak dengan dan hilangnya kontur
mendidih dalam jaringan hemolisis (destruksi bagian lemak yang serta fungsi kulit,
waktu yang lama, subkutan sel darah merah), tampak, terdapat hilangnya jari tangan
tersengat arus kemungkinan edema atau ekstrenitas
listrik terdapat luka masuk dapat terjadi
dan keluar (pada luka
bakar listrik)
E. PATOFISIOLOGI
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran
darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya
cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan
cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang
diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.
2. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau
inflamasi.
3. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera inhalasi.
Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon dioksida
(PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
4. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera
jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun karena
kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi
dapat terjadi bila mulai diuresis.
5. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan , kurang
dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan cairan
interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan.
9. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi ginjal,
tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.
G. PENATALAKSANAAN
Tatalaksana resusitasi luka bakar
1. Tatalaksana resusitasi jalan nafas:
a. Intubasi
Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi
obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan sebagai fasilitas
pemelliharaan jalan nafas.
b. Krikotiroidotomi
Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif dan
menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding intubasi. Krikotiroidotomi
memperkecil dead space, memperbesar tidal volume, lebih mudah mengerjakan
bilasan bronkoalveolar dan pasien dapat berbicara jika dibanding dengan
intubasi.
c. Pemberian oksigen 100%
Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat patologi jalan
nafas yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam pemberian oksigen
dosis besar karena dapat menimbulkan stress oksidatif, sehingga akan terbentuk
radikal bebas yang bersifat vasodilator dan modulator sepsis.
d. Perawatan jalan nafas
e. Penghisapan sekret (secara berkala)
f. Pemberian terapi inhalasi
Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen jalan
nafas dan mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan. Terapi inhalasi
umumnya menggunakan cairan dasar natrium klorida 0,9% ditambah dengan
bronkodilator bila perlu. Selain itu bias ditambahkan zat-zat dengan khasiat
tertentu seperti atropin sulfat (menurunkan produksi sekret), natrium bikarbonat
(mengatasi asidosis seluler) dan steroid (masih kontroversial).
g. Bilasan bronkoalveolar
h. Perawatan rehabilitatif untuk respirasi
i. Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki kompliansi
paru
3. Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya dilakukan sejak dini
dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka pemberian nutrisi dapat
melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15%
protein, 50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat
meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus.
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
- Pengetahuan pasien terhadap luka bakar
- Penyebab luka bakar sekarang ini
- Bagaimana kejadiannya
- Apa yang dilakukan
- Lamanya kontak dan lokasinya
- Luas dan keadaan luka bakar
- Ada pendarahan pada daerah luka bakar.
b. Pola nutrisi metabolik
- Mual, muntah
- Demam
- Frekuensi pemberian makan dan minum dalam sehari
c. Pola eliminasi
- Pengeluaran urine, jumlah dan warna
- Diuresis
d. Pola aktivitas dan latihan
- Kelemahan fisik, keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit
- Penurunan kekuatan otot
- Sesak nafas
e. Pola tidur dan istirahat
- Gangguan pola tidur dan istirahat akibat adanya nyeri
f. Pola persepsi kognitif
- Penggunaan alat bantu
- Gangguan proses berpikir
- Nyeri pada daerah luka, nyeri hilang timbul
- Gangguan pengenalan terhadap rasa posisi, sikap tubuh
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre Operasi
a. Kerusakan pertukaran berhubungan dengan keracunan karbon monoksida, inhalasi
asap dan obstruksi saluran nafas atas.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan edema dan efek inhalasi
asap.
c. Nyeri berhubungan dengan luka bakar.
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka bakar.
e. Kurang volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan
kehilangan cairan.
f. Hipotermi berhubungan dengan gangguan mikrosirkulasi kulit dan luka terbuka.
g. Cemas berhubungan dengan ketakutan dan dampak dari luka bakar.
Post Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan kerusakan integritas kulit.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pemulihan kembali integritas
kapiler.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan hilangnya barier kulit dan terganggunya
respon imun.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan
nutrisi bagi kesembuhan luka.
e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan edema luka bakar, rasa nyeri.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth, 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.. Alih bahasa : dr. H.Y.
C. Long Barbara, 2016. Keperawatan Medikal Bedah. Suatu Pendekatan Proses Keperawatan..
Christine Effendy, SKp, 2014. Perawatan Pasien Luka Bakar. Jakarta : EGC.
Hudak & Gallo, 2015. Keperawatan Kritis. Vol. II.. Jakarta : EGC.
Sylvia A. Price, 2013. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Buku 2. Jakarta.
EGC.