Anda di halaman 1dari 17

TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN ANAK II

KASUS PENYAKIT KRONIS/TERMINAL (ATRESIA ANI)

Disusun Oleh : Kelompok 2


Fiat Justitia Firdaus (1020032030)
Iib Taopik (1020032032)
Ilham Nurcahya S.S. (1020032034)
Irfan Nurhidayat (1020032036)
Khoeriyah (1020032038)
Lilis Sopiyah (1020032040)
Lukmanul Hakim (1020032042)
Mega Oktafiana Pertiwi (1020032044)
Moch Yusril Kristiadi (1020032046)
Muklas (1020032048)
Nurcholis Indra Mahesa (1020032050)
Putri Anggraeni (1020032052)
Kelas : 2B PSIK (Transfer)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS FALETEHAN
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kelainan kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-10000 kelahiran,
sedangkan atresia ani didapatkan 1 % dari seluruh kelainan kongenital pada
neonatus dan dapat muncul sebagai penyakit tersering. Jumlah pasien dengan
kasus atresia ani pada laki-laki lebih banyak ditemukan dari pada pasien
perempuan.

Insiden terjadinya atresia ani berkisar dari 1500-5000 kelahiran hidup dengan
sedikit lebih banyak terjadi pada laki-laki. 20 % -75 % bayi yang menderita
atresia ani juga menderita anomali lain. Kejadian tersering pada laki-laki dan
perempuan adalah anus imperforata dengan fistula antara usus distal uretra
pada laki-laki dan vestibulum vagina pada perempuan (Alpers, 2006).

Angka kajadian kasus di Indonesia sekitar 90 %. Berdasarkan dari data yang


didapatkan penulis, kasus atresia ani yang terjadi di Jawa Tengah khususnya
Semarang yaitu sekitar 50% dari tahun 2007-2009. Menyikapi kasus yang
demikian serius akibat dari komplikasi penyakit atresia ani, maka penulis
mengangkat kasus atresia ani untuk lebih memahami perawatan pada pasien
dengan atresia ani.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan atresia Ani?
2. Apa etiologi dari atresia ani?
3. Apa saja klasifikasi dari atresia ani?
4. Bagaimana patofisiologi dari atresia ani?
5. Bagaimana WOC dari atresia ani?
6. Apa saja tanda dan gejala atresia ani?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang dari atresia ani?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari atresia ani?
9. Apa saja komplikasi dari atresia ani?
10. Apa saja isi pengkajian asuhan keperawatan pada atresia ani?
11. Apa saja diagnosa asuhan keperawatan pada atresia ani?
12. Bagaimana intervensi asuhan keperawatan pada atresia ani?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi dari atresia ani
2. Mengetahui etiologi dari atresia ani
3. Mengetahui klasifikasi dari atresia ani
4. Mengetahui patofisiologi dari atresia ani
5. Mengetahui WOC dari atresia ani
6. Mengetahui tanda dan gejala dari atresia ani
7. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari atresia ani
8. Mengetahui penatalaksanaan dari atresia ani
9. Mengetahui komplikasi dari atresia ani
10. Mengetahui pengkajian dari asuhan keperawatan pada atresia ani
11. Mengetahui diagnosa keperawatan dari asuhan keperawatan
atresia ani
12. Mengetahui intervensi dari asuhan
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi dan Anatomi


Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada
dantrepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran,
atresia adalah suatukeadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan
normal.

Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai


lubangkeluar (Walley, 1996). Ada juga yang menyebutkan bahwa atresia ani
adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau
tertutupnya anus secaraabnormal (Suriadi, 2001). Sumber lain menyebutkan
atresia ani adalah kondisi dimanarectal terjadi gangguan pemisahan kloaka
selama pertumbuhan dalam kandungan.

Sumber lain menyebutkan atresia ani adalah kondisi dimana rectal


terjadigangguan pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan.
Jadi menurutkesimpulan penulis, atresia ani adalah kelainan congenital anus
dimana anustidakmempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi
gangguan pemisahankloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan
lubang anus akan mudah terbuktisaat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan
bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum. Atresia
Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagaianus imperforate
meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002).

Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran
yangmemisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus
yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau
kadang berbentuk anusnamun tidak berhubungan langsung dengan rectum.
(sumber Purwanto. 2001 RSCM).
B. Etiologi
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber
mengatakankelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan
dan pembentukan anusdari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaan anus
umumnya tidak ada kelainanrectum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namun
demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai.
Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal
resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua yangmempunyai gen
carrier penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkan pada
anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom genetic,
kelainankromosom atau kelainan congenital lain juga beresiko untuk
menderita atresia ani.Sedangkan kelainan bawaan rectum terjadi karena
gangguan pemisahan kloaka menjadirectum dan sinus urogenital sehingga
biasanya disertai dengan gangguan perkembanganseptum urorektal yang
memisahkannya.

1. Faktor predisposisi
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat
lahir seperti :
a. Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral,
anal, jantung, trachea, esofahus, ginjal dan kelenjar limfe).
b. Kelainan sistem pencernaan.
c. Kelainan sistem pekemihan.
d. Kelainan tulang belakang.

C. Klasifikasi
Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok
besar yaitu:
1. Tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis
dicapaimelalui saluran fistula eksterna.
Kelompok ini terutama melibatkan bayi perempuan dengan fistula
rectovagina ataurectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini
sering dengan bantuan dilatasi,maka bisa didapatkan dekompresi usus
yang adequate sementara waktu.
2. Tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalan
keluar tinja.
Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan
dekompresispontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi
bedah segera. Pasien bisadiklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub
kelompok anatomi yaitu:
a. Anomali rendah
Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot
puborectalis, terdapatsfingter internal dan eksternal yang
berkembang baik dengan fungsi normaldan tidak terdapat hubungan
dengan saluran genitourinarius.
b. Anomali intermediet
Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung
anal dansfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
c. Anomali tinggi
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada.
Hal ini biasanya berhubungan dengan fistuls genitourinarius –
retrouretral (pria) ataurectovagina (perempuan). Jarak antara ujung
buntu rectum sampai kulit perineumlebih dari 1 cm.

Sedangkan menurut klasifikasi Wingspread (1984), atresia ani dibagi


menjadi2 golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin. Pada
laki – laki golongan Idibagi menjadi 4 kelainan yaitu kelainan fistel
urin, atresia rectum, perineum datar dan fistel tidak ada. Jika ada fistel
urin, tampak mekonium keluar dari orifisiumeksternum uretra,
mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria. Cara
praktis menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter urin.
Bila kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak uretra
karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin mengandung
mekonium maka fistel ke vesikaurinaria. Bilaevakuasi feses tidak
lancar, penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresiarectum
tindakannya sama pada perempuan ; harus dibuat kolostomi. Jika fistel
tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu
segera dilakukankolostomi.

Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 5 kelainan


yaitukelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia
rectum dan fistel tidak ada. Pada fistel vagina, mekonium tampak
keluar dari vagina. Evakuasi feces menjaditidak lancar sehingga
sebaiknya dilakukan kolostomi. Pada fistel vestibulum, muarafistel
terdapat divulva.

Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum


susu.Evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai makan
makanan padat. Kolostomidapat direncanakan bila penderita dalam
keadaan optimal. Bila terdapat kloaka makatidak ada pemisahan antara
traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna.Evakuasi feses
umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat
dilakukankolostomi.Pada atresia rectum, anus tampak normal tetapi
pada pemerikasaan colok dubur, jari tidak dapat masuk lebih dari
1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekoniumsehingga perlu segera
dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel, dibuat invertogram.Jika
udara > 1 cm dari kulit perlu segera dilakukan kolostomi.

Golongan II pada laki – laki dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel


perineum,membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. Fistel
perineum sama dengan pada wanita ; lubangnya terdapat anterior
dari letak anus normal. Pada membran anal biasanya tampak
bayangan mekonium di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak
adasebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin. Pada stenosis
anus, sama dengan perempuan, tindakan definitive harus dilakukan.
Bila tidak ada fistel dan udara < 1cm dari kulit pada invertogram, perlu
juga dilakukan pembedahan.

Sedangkan golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan yaitu


kelainan fistel perineum, stenosis anus dan fistel tidak ada. Lubang
fistel perineum biasanya terdapatdiantara vulva dan tempat letak anus
normal, tetapi tanda timah anus yang buntumenimbulkan obstipasi.
Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yangseharusnya,
tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidal lancar sehingga
biasanya harussegera dilakukan terapi definitive. Bila tidak ada
fistel dan pada invertogram udara <1cm dari kulit dapat segera
dilakukan pembedahan definitive. Dalam hal ini evakuasitidak ada,
sehingga perlu segera dilakukan kolostomi.

D. Patofisiologi
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal
secarakomplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus
dari tonjolanembrionik.Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan
daerah dubur, sehingga bayilahir tanpa lubang dubur.

Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena


adakegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu
atau tiga bulan.Berkaitan dengan sindrom down. Atresia ani adalah suatu
kelainan bawaan.Terdapat tiga macam letak :
1. Tinggi (supralevator) : Rektum berakhir di atas M.Levator ani
(m.puborektalis)dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit
perineum >1 cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel
kesaluran kencing atau salurangenital.
2. Intermediate : Rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak
menembusnya.
3. Rendah : Rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara
kulit danujung rectum paling jauh 1 cm.
E. Pathway

Kelainan Kongenital

Agnesis sacraf tulang


Abnormalitas uretra
Gangguan pertumbuhan, belakang tumbuh abnormal
dan vagina
fungsi, dan pembentukan
anus dari tonjolan
embrionik
Perkembangan dan migrasi kolon pada
fetal usia 7-10 minggu tidak sempurna

Pembentukan septum urogenital gagal

ATRESIA ANI

Tidak ada pembukaan usus besar Hubungan abnormal rectum dan vagina
melalui anus
Kebocoran isi anus
Feses tidak bisa keluar
Feses masuk ke urtra
Feses menumpuk MK : KONSTIPASI
Mikroorganisme masuk
Tekanan intraabdominal ke saluran kemih
meningkat

Mual dan muntah Infeksi saliran kemih


Penanganan medis /
pembedahan
Nafsu makan menurun MK : GANGGUAN
ELIMINASI URIN

MK : DEFISIT NUTRISI

Pre-operasi Post-operasi Trauma jaringan

Perubahan Defekasi Timbul Nyeri Perawatan inadekuat


Kurang informasi

Defekasi tidak
MK : DEFISIT MK : NYERI MK : RISIKO INFEKSI
terkontrol
PENGETAHUAN
MK : GANGGUAN RASA
MK : INKONTINENSIA NYAMAN
DEFEKASI
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya
mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal, adanya
membran anal dan fistula eksternal pada perineum (Suriadi, 2001). Gejala
lain yang nampak diketahui adalah jika bayi tidak dapat buang air besar
sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal, pembesaran abdomen,
pembuluh darah di kulit abdomen akan terlihat menonjol (Adele,1996).

Bayi muntah – muntah pada usia 24 – 48 jam setelah lahir juga merupakan
salah satu manifestasi klinis atresia ani. Cairan muntahan akan dapat
berwarna hijau karena cairan empedu atau juga berwarna hitam kehijauan
karena cairan mekonium.

G. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang
sebagai berikut :
1. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
2. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk
mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
3. USG terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system
pencernaaN dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh
karena massa tumor.
4. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
5. Pemeriksaan fisik rectum
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan
selang atau jari.
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a. Malformasi anorektal dieksplorasi melalui tindakan bedah yang
disebut diseksi posterosagital atau plastik anorektal posterosagital.
b. Colostomi sementara
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

N Data Penyebab Masalah


o
1 Ds : - Ateresia ani Konstipasi
Do : - tampak lemah ↓
- tampak distensi abdomen Tidak ada pembukaan
dengan tonjolan vena pada usus besar melalui anus
abdomen ↓
- Ditemukan sedikit Feses tidak bisa keluar
feces menempel pada ↓
diapers Feses menumpuk

Konstipasi

2 Ds : Ateresia ani Deficit nutrisi


Do: - bayi tampak lemah ↓
- Tampak distensi Tidak ada pembukaan
abdomen dengan
usus besar melalui anus
tonjolan vena pada
abdomen ↓
- Sering muntah Feses tidak bisa keluar
kehijauan

Feses menumpuk

Tekanan intraabdominal
meningkat

Mual dan muntah

Nafsu makan menurun

Deficit nutrisi
NO MASALAH SLKI SIKI IMPLEMEN
KEPERAWA
TAN
1 Konsitipasi Setelah dilakukan Tindakan Tindakan Tindakan
keperawatan 2x24 jam Observasi Observasi
diharapkan eliminasi fekal -Periksa tanda dan -memeriksa tanda
membaik dengan kriteria gejala konstipasi konstipasi
hasil : -periksa pergerakan -memeriksa perge
-Distensi abdomen usus,karakteristik feses usus,karakteristik
menurun (konsistensi, bentuk (konsistensi, bent
-konstipasi feses membaik volume dan warna dan warna
Peristaltic usus membaik -Identifikasi factor -mengidentifikasi
resiko konstipasi resiko konstipasi
-monitor tanda dan -memonitor tanda
gejala rupture usus dan rupture usus dan
atau peritonitis peritonitis
Terapeutik Terapeutik
-anjurkan peningkatan -menganjurkan p
asupan cairan, jika ada asupan cairan, jik
kontraindikasi kontraindikasi
-anjurkan diet tinggi -meganjurkan die
serat serat
-lakukan masase -melakukan masa
abdomen, jika perlu abdomen, jika pe
-lakukan mevakuasi -melakukan meva
feses secara manual , secara manual , ji
jika perlu -beri enema atau
-beri enema atau irigasi perlu
jika perlu Edukasi
Edukasi -mengajarkan car
-ajarkan cara mengatasi mengatasi konstip
konstipasi -menjelaskan etio
-jelaskan etiologi masalah dan alasa
masalah dan alasan dan Tindakan kepada
Tindakan kepada pasien Kolaborasi
Kolaborasi -mekonsultasi de
-konsultasi dengan tim medis tentang
medis tentang penurunan/pening
penurunan/peningkatan frekuensi suara u
frekuensi suara usus - mengkolaborasi
-kolaborasi penggunaan penggunaan obat
obat pencahar, jika perlu jika perlu
2 Deficit nutrisi Setelah dilakukan Tindakan Tindakan Tindakan
keperawatan 2x24 jam Observasi Observasi
diharapkan status nutrisi -Identifikasi status -mengidentifikasi
membaik dengan kriteria nutrisi nutrisi
hasil : - identifikasi alergi dan - mengidentifikas
- Frekuensi makan intoleransi makanan dan intoleransi m
membaik - identifikasi kebutuhan - mengidentifikas
- Nafsu makan kalori dan jenis nutrient kebutuhan kalori
membaik - monitor asupan nutrient
- Bising usus makanan - memonitor asup
membaik - monitor berat badan makanan
-monitor hasil - memonitor bera
pemeriksaan -memonitor hasil
laboratorium pemeriksaan labo
Terapeutik Terapeutik
-Sajikan makanan -mensajikan mak
secara menarik dan suhu menarik dan suhu
yang sesuai sesuai
-berikan makanan tinggi -memberikan ma
serat tinggi serat
-Berikan makanan -memberikan ma
tinggi kalori dan protein tinggi kalori dan
Edukasi Edukasi
-ajarkan diet yang -mengajarkan die
diprogramkan diprogramkan
Kolaborasi Kolaborasi
-Kolaborasi dengan ahli -mengkolaborasi
gizi untuk menentukan ahli gizi untuk m
jumlah kalori dan jenis jumlah kalori dan
nutrient yang nutrient yang dib
dibutuhkan

DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2002. “Buku Saku Keperawatan Pediatrik”.
Edisi ke-3. Jakarta : EGC.
Doengoes Merillynn. 1999. “Rencana Asuhan Keperawatan, Nursing care plans,
Guidelines for planing and documenting patient care”. Alih bahasa : I
Made
Kariasa, Ni Made Sumarwati. Jakarta: EGC
Wong, Donna L. 2003. “Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik”. Sri
Kurnianianingsih (ed), Monica Ester (Alih Bahasa). edisi ke-4. Jakarta :
EGC.. Jakarta. jtptunimus-gdl-sriwenidew-5112-2-bab2.pdf 
http://hidayat2.wordpress.com/2009/04/11/askep-atresia-ani/
http://ainicahayamata.wordpress.com/nursing-only/keperawatan-anak/askep
atresia-ani/
http://www.kapukonline.com/2010/03/askepatresiaani.html

Anda mungkin juga menyukai