Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Atresia ani salah satu kelainan kongital yang terjadi pada anak. Atresia ani (anus
imperforata) merupakan suatu keadaan luabang anus tidak berlubang. Atresia berasal
dari bahasa Yunani,yaitu berarti tidak ada, dan trepsis yang artinya nutrisi atau makanan.
Menurut istilah kedokteran, atresia ani adalah suatu keadaan adanya atau tertutupnya
lubang badan yang normal (rizema,setiatava P, 2012). menurut WHO (world health
organizatoin) diperkirakan bahwa 7% dari seluruh kematian bayi didunia, disebabkan
oleh kelainan kongenital. Di eropa, sekitar 25% kematian neonatal disebabkan oleh
kelainan kongenital. Di Asia tenggara kejadian kelainan kongenital mencapai 5/1000
kelahiran hidup. Riset kesehatan dasar tahun 2007 mencatat salah satu penyebab
kematian bayi adalah kelainan kongenital pada usia 0-6 hari sebesar 1% dan pada usia 7-
28 hari sebesar 19%. (Verawati dkk, 2015). Angka kejadian atresia ani di dunia adalah
1:5.000 kelahiran hidup (Maryunani 2014). Populasi masyarakat indonesia sebanyak 200
juta lebih, yang memuliki standar angka kelahiran 35 per mil, diperkirakan akan lahir
setiap tahun dengan penyakit atresia ani sebanyak 1400 kelahiran (Haryono,2012).
Sampai sekarang atresia ani masih dalam perdebatan, baik mengenai klasifikasi
maupun penatalaksanaannya. Beberapa ahli mencoba mengklasifikasikan atresia ani
serta memperkenalkan teknik operasi terbaik. Klasifikasi wingspread pada pasien atresia
ani, yaitu atresia letak tinggi, intermediet, dan rendah saat ini banyak ditinggalkan karena
tidak mempunyai aspek terapetik dan prognostik.
Kalsifikasi pena yang membagi atresia ani terletak tinggi dan rendah labih banyak
dipakai karena mempunyai aspek terapi. Penatalaksanaan atresia ani tergantung
klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi harus dilakukan kolostomi sebagai tindakan
bedah awal untuk deversi dan kompresi, pada tahap berikutnya dilakuka anoplasti.
Prosedur abdominoperineal pulltrough yang beberapa waktu lalu dikembangkan dengan
tujuan untuk memudahkan identifikasi dan melindungi otot levator, saat ini banyak
ditinggalkan karena menimbulkan inkontinesia feses dan prolap mukosa usus.
Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari hasil secara jangka panjang,
meliputi anatimisinya, fungsi fisiologisnya, bentuk serta antisipasi trauma psikis.
Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena kegagalan
menentukan kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat, keterbatasan pengetahuan
anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi yang
buruk. Dari berbagai klasifikais penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak
ketinggian akhiran rektum dan ada tidaknya fistualah.
Kolostomi merupakan sebuah lubang yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada
dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Lubang kolostomi yang muncul
dipermukaan yang berupa mukosa kemerahan disebut dengan stoma. Kolostomi dapat
dibuat secara permanen ataupun temporer (sementara) yang sesuai kebutuhan pasien.
Pasien dengan pemasangan kolostomi biasanya disertai dengan tindakan laparotomi
(operai pembukaan dinding perut). Luka sangat beresiko mengalami infeksi karena
letaknya yang berseblahan dengan lubang stoma yang kemungkinan banyak
mengeluarkan feses yang dapat mengkontaminasi luka. dalam hal ini perawatan luka
sangat penting untuk dilakukan, karena masalah yang sering muncul setelah proses
pembedahan adalah risiko infeksi (Nurarif, Amin H dan Hardhi K, 2017).

B. Rumusan Masalah
1. Apa defenisi dari Atresia Ani?
2. Apa etiologi dari Atresia Ani?
3. Apa patofisiologi dari Atresia Ani?
4. Apa manifestasi klinis dari Atresia Ani?
5. Apa saja komplikasi dari Atresia Ani?
6. Apa saja klasifikasi dari Atresia Ani?
7. Apa saja pemeriksaan fisik yang dilakukan ada Atresia Ani?
8. Bagaimana Asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien yang mengalami
Atresia Ani?
C. Tujuan
1. Untuk memahami apa yang dimaksud dengan Atresia Ani
2. Untuk menegetahui penyebab dari Atresia ani
3. Untuk mengetahui patofisioloi dari Atresia Ani
4. Untuk mengetahui apa saja manifestasi klinis dari Atresia ani
5. Untuk mengetahui apa saja komlikasi yang terjadi aakibat Atresia Ani
6. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi dari Atresia Ani
7. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien yang
mengalami Atresia Ani
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien yang
mengalami Atresia Ani dan mampu menerapkannya melalui tindakan yang
dilakukan pada pasien
BAB II
PEMBAHASAN

A Defenisi
Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi
anus, rektum atau keduanya. Atresia ani atau anus imperforate adalah tidak terjadinya
perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung kedalam atau
berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rektum. Atresia Ani
merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus. Atresia
Ani berasal dari bahasa yunani, artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan.
Dalam istilah atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang
badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata
lain tidak adanya lubang ditempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau
rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena
proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh sluran
tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani
memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu
memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya.
B Etiologi
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan
kelainan bawaan anus desebabkan oleh ganguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan
anus dari tonjolan embriogenik. Atresia Ani dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain:
a) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir
tanpa dubur
b) Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3
bulan
c) Adanya gangguan atu berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus,
rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu
keempat sampai keenam usia kehamilan
d) Berkaitan dengan sindrom down ( kondisi yang menyebabkan sekumpulan gejala
mental dan fisik khas ini disebabkan oleh kelainan gen dimana terdapat ekstra
salinan kromoson 21)
e) Atresia Ani adalah suatu kelainan bawaan
C Patofisiologi
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan
embrional. Anus dan rektum berkebang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari
bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourina dan
struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal
anorektal. Terjdi atresia ani karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan
struktur kolonantara 7 dan 10 minggu dalam perkebangan fetal. Kegagalan migrasidapat
juga karena kegagalan dalam agnesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina.
Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar melalui anus menyebabkan fekal tidak
dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi. Manifestasi klinis
diakibatkan adanya fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi
cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju
rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiper kloremia, sebalikanya
feses mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini
biasanya akan terbentuk fistula antara rektum degan organ sekitarnya. Pada wanita 90%
dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau preneum (rektovestibuler). Pada laki laki
biasanya tinggi, umumnya fistula menuju kevesika urinaria atau keprostate.
(rektovesika). Pada letak rendah fistula menuju uretra (rektourethralis).
D Manifestasi Klinis
a. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran
b. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi
c. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya
d. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi anus (bila tidak ada fistula)
e. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam
f. Pada pemeriksaan rectal touche terdapat adanya membran anal
g. Perut kembung
E Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjdi pada penderita atresia ani antara lain:
a. Asidosis hiperkloremia
b. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan
c. Kerusakan uretra (akibat proses bedah)
d. Komplikasi jangka panjang yaitu eversi mukosa anal, stenosis (akibat
konstruksi jaringan perut dianastomosis)
e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training
f. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impikasi)
g. Prolaps mukosa anorektal
h. Fistula (karena ketegangan abdomen, diare, pembedahan, dan infeksi)
F Klasifikasi
a. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak
dapat keluar
b. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anum
c. Anal agnesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rektum dengan anus
d. Rektal atresia adalah tidak memiliki rektum
G Pemeriksaan Fisik
Untuk memperkuat diagnostik sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
a. Pemeriksaan rectal digtal dan visual adalah pemeriksaann diagnostik yang
umumnya dilakukan pada gangguan ini
b. Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel sel epitel
mekonium
c. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukan
adanya kumpulan udara dalam ujung rektum yang buntu pada mekonium yang
mencegah udara sampai keujung kantong rectal
d. Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong
e. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menuusukkan jarum
tersebut sampai nelakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarus
sudah masuk 1,5cm derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi
f. Pemeriksaan radiologi dapat ditemukan:
1) Udara dalam usus berhenti tiba tiba yang menandakan obstruksi didaerah
tersebut
2) Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian bayi baru lahir
dengan gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atreia reftil/anus
impoefartus, pada bayi dengan anus impoefartus. Udara berhenti tiba tiba
didaerah signoid, kolon/rectum.
3) Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral, bayi diangkat dengan kepala
dibawah dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada
foto daerah antar daerah antara benda radio-opak dengan bayangan udara
tertinggi dapat diukur.
H Penatalaksanaan
a. Pembedahan
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan
kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya.
Untuk kelainan dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir, kemudian
anoplasti perineal yaitu dibuat permanen (prosedur penatikan preneum abnormal)
dilakukan pada bayi berusia 12 bulan. Pembedaha ini dilaukan pada usia 12 bulan
dimaksud untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan otot-otot untuk
berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat
badan dan bertambah nutrisinya. Gangguan ringan diatas dengan menarik
kantongrectal memalui afingter sampai lubang pada kulit anal fistula, bila ada
harus tutup kelainan membrannosa hanya memerlukan tindakan pembedahan
yang minimal membran tersebut dilubangi dengan hemostratau skapel
b. Pengobatan
1) Aksisi membran anal (membuat anus buatan)
2) Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan
dilakukan korsi sekaligus (pembuat anus permanen).
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A . pengkajian

1. Identitas pasien

Nama : An. Bela

Umur : 2 bulan/24 minggu

Jenis kelamin : perempuan

Alamat : mangga dua

Agama : islam

Bangsa : indonesia

Pendidikan : tidak ada

Pekerjaan : tidak ada

No.RM : 2435019

Tngal masuk RS : 27 januari 2020

Diagnosa medis : atresia ani

2. Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama : distensi abdomen
b) Riwayat kesehatan sekarang: muntah, perut kembung, dan membuncit,tidak bisa
buang air besar,meconium terdapat dalam urin
c) Riwayat kesehatan dahulu: klien mengalami muntah muntah setelah 24_4 jam
pertama kelahiran
d) Riwayat kesehatan keluarga: merupakan kelainan kongnital bukan kelainan/penyakit
menurun sehingga belum tentu dialami oleh anggota keluarga yang lain.
e) Riwayat kesehatan lingkungan: kebersihan lingkungan tidak mempengaruhi kejadian
atresia ani
3. Pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi terhadap kesehatan
Klien belum bisa mengungkapkan secara verbal/bahasa tentang apa yang dirasakan
dan apa yang diinginkan
b) Pola aktivitas kesehatan/latihan
Pasien belum bisa melakuka aktivitas apapun secara mandiri karena masi bayi
c) Pola istirahat/tidur
Diperoleh dari keterangan sang ibu bayi atau keluara yang lain
d) Pola nutrisi metabolic
Klien hanya minum asi atau susu kaleng
e) Pola eliminasi
Klien tidak dapat buang air besar, dalam urin ada mekonium
f) Pola kognitif perseptual
Klien belum mampu berkomunikasi, berespon, dan berorientasi denga baik pada
orang lain
g) Pola konsep diri
 Identitas diri: belum bisa dikaji
 Ideal diri : belum bisa dikaji
 Gambar diri : belum bisa dikaji
 Peran diri : belum bisa dikaji
 Harga diri : belum bisa dikaji
h) Pola seksual reproduksi
Klien masi bayi dan belum menikah
i) Pola nilai dan kepercayaan
Belum bisa dikaji karena klien belum mengerti tentang kepercayaan
j) Pola peran hubungan
Belum bisa dikaju karena klien belum mampu berinteraksi dengan orang lain secara
mandiri
k) Pola koping
Belum bisa dikaji karena klien masi bayi dan belum mampu berespon terhadap
adanya suatu masalah

AKTIVITAS 0 1 2 3 4
Mandi 
Berpakaian 
Eliminasi
Mobilitas di tempat tidur
Pindah
Ambulansi
Makan
Keterangan :
0 : mandiri
1 : dengan menggunakan atal bantu
2 : dengan menggunakan bantuan oran lain
3 : dengan bantuan orang lain dan alat bantu
4 : tergantun total, tidak berpartisipasi dalam beraktifitas
B . Pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus tampak
merah, usus melebar, kadang kadang tampak ileus obstruksi, thremometer yang
dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengar
hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan
vagina.
1) . pemeriksaan fisik head to toe
a. Tanda tanda vital
Nadi : 110x/menit
Respirasi : 32x/menit
Suhu axila : 37ºC
b. Kepala simetris, tidak ada luka/lesi, kulit kepala bersih, tidak adanya
benjolan/tumor, tidak ada caput seccedanium, tidak ada chepal hematom
c. Mata simetris, konjungtifistis, tidak ada perdarahan subkonjungtiva tampak
agak pucat.
d. Hidung simetris, bersih, tidak ada luka, tidak ada sekret, tidak ada pernapasan
cuping hidung, , tidak ada pus dan lendir
e. Telinga memiliki 2 telinga yang simetris dan matur tulang kartilago berbentuk
sempurna
f. Mulut bibir simetris, tidak macrognatina, micrognatia, tidak macroglous, tidak
cheilochisis
g. Leher tidak ada webbed neck
h. Thorak bentuk dada simetris, tidak pigeon chest, tidak funnel shect,
pernapasan normal
i. Jantung tidak ada mur-mur, frekuensi jantung teratur
j. Abdomen simetris, teraba hepar, teraba ginjal, tidak termasa/ tumor, tidak
terdapat perdarahan pada umbilicus
k. Getalia terdapat lubang uretra, tidak ada epispandia pada penis tidak ada
hernia sorotalis
l. Anus tidak terdapat anus, anus tampak merah, usus melebar, kadang-kadang
tampak ileus obstruksi. Thermometer yang dimasukan kedalam anus tertahan
oleh jaringan. Pada auskultasi terdengan peristaltik
m. Ekstriminitas atas dan bawah simetris, tidak fraktur, jumlah jari lengkap,
telapak tangan maupun kaki dan kukunya tampak agak pucat
n. Punggung tidak ada penjolan spina gifid
o. Pemeriksaan reflek
Suching +
Rooting +
Moro+
Grip +
Plantar +
C . Diagnosa Keperawatan

 Diagnosa pra operasi


a. Konstipasi berhubungan dengan aganglion
b. Risiko kekurangan volume caoran berhubungan dengan menurunnya intake,
muntah.
c. Cemas orang tua berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
penyakit dan prosedur perawatan
 Diagnosa post operasi
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan
b. Ganguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi
c. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedure pembedahan.
d. Krang pengetahuan berhubungan dengan perawatan dirumah
D . Intervesi Keperawatan
1. Diagnosa Pre Operasi

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1 Konstipasi Setelah dilakukan Lakukan enema atau  Evaluasi bowel
b/d ganglion tindakab keperawatan irigasi rectal meningkatkan
selama1x24jam klien sesuai order kenyamanan
mampu Kaji bising usus dan pada anak
mempertahankan pola abdomen setiap  Menakinkan
BAB dengn teratur 4jam berfungsinya
KH : penurunan Ukur lingkar usus
distensi abdomen, abdomen  Pengukuran
meningkatnya lingkar
kenamanan abdomen
membantu
mendeteksi
terjadinya
distensi
2 Risiko Setelah dilakukan  Monitor intake –  Dapat
kekurangan tindakan keperawatan output cairaan mengidentifika
volume 1x24 jam klien dapat  Lakukan si status cairan
cairan b/d mempertahankan pemasangan infus klien
menurunya keseimbangan cairan dan berikan  Mencegah
intake KH : output urin 1- cairan iv dehridrasi
muntah 2ml/kg/jam, capillary  Observasi TTV mengetahui
refil 3-5 detik, turgor  Monitor status kehilangan
kulit baik, membran dehidrasi cairan melalui
mukosa lembab (kelembaban suhu tubuh
membran yang tinggi
mukosa, nasi  Mengetahui
adekuat, teknan tanda tanda
darah ortostik) dehidrasi
3 Cemas orang Setelah dilakukan Jelaskan dengan  Agar oran tua
tua b/d tindakan keperawtaan istilah yang mengeti
kurang selama 1x24 jam dimengerti kondisi klien
pengetahuan kecemasan orang tua tentang anatomi  Pengetahuan
tentang dapat berkurang dan fisiologi tersebut
penyakit dan KH : klien tidak cemas saluran diharapkan
prosedur pencernaan dapat
perawtan normal membantu
Gunakan alat media menurunkan
dan gambar, beri kecemasan
jadwal studi  Membantu
diagnosa pada mengurangi
orang tua kecemasan
Beri informasi pada klien
oran tua tentang
operasi kolostomi
2. Diagnosa Post Operasi

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1. Gangguan Ssetelah dilakukan  Hindari kerutan  Mencegah
integritas tindakan keperawatan pada tempat perlukaan pada
kulit b/d selama 1x24 jam tidur kulit
kolostomi diharapkan integritas  Jaga kebersihan  Menjaga
kulit terkontrol kulit agar tetap ketahanan kulit
KH : temperatur bersih dan  Mengetahui
jaringan dalam batas kering adanya tanda
normal, sensasi dalam  Monitor kulit kerusakan
batas normal, elastisitas akan adanya jaringan kulit
dalam batas normal, kemerahan  Menjaga
hidrasi dalam batas  Oleskan kelembaban
normal, pigmentasi lotion/baby oil kuli
dalam batas normal, pada daerah  Menjaga
perfusi jaringan baik tertekan adekuat nutrisi
 Monitor status guna
nutrisi klien penyembuhan
luka
2 risiko infeksi setelah dilakukan  Monitor tanda  Mengetahui
b/d prosedure tindakan keperawatan dan gejala tanda infeksi
pembedahan 1x24 jam diharapkan infeksi lebih dini
klien bebas dari tanda  Batasi  Menghindari
tanda infeksi KH : pengunjung kontaminasi
bebas dari tanda dan  Pertahankan dari
gejala infeksi teknik cairan pengunjung
asepsis pada  Menghindari
klien yang kontaminasi
beresiko dari
 Inspeksi kondisi mengunjung
luks/insisi  Mencegah
bedah penyebab
 Ajarkan infeksi
keluarga klien  Mengetahui
tentang tanda kebersihan luka
dan gejala dan tanda
infeksi laporkan infeksi
kecurigaan  Gejala infeksi
infeksi dapat dideteksi
lebih dini
 Gejala infeksi
dapat segera
teratasi
E . Implementasi
1. Diagnosa Pra operasi

Tanggal Jam Diagnosa Implementasi TTD


27/01/2020 09.15 konstipasi b/d  Enema irigasi rectal sesuai rectal
ganglion order
 Mengauskultasi bising usus
abdomen
 Mengukur lingkar abdomen
10.00 risiko  Memonitoring intake-output
kekurangan cairan
volume cairan  Memasangn infus
b/d menurunnya  Mengobservasi TTV
intake, muntah  Memonitor status hidrasi
(kelembapan membrane mukosa,
badi adekuat, tekanan darah
ortostik
10.30 cemas orang tua  Menjelaskan dengan istilah yang
b/d kurang dimengerti tentang anatomi da
pengetahuan fisiologi salura pencernaan
tentang  Menggunakan alat, media dan
penyakit dan gambar
prosedur  Memberi jadwal studi diagnose
perawatan pada orang tua
 Memberikan informasi pada
orang tua tentan operas kolostomi
2. Diagnosa Post Operasi

Tanggal Jam Diagnosa Implementasi TTD


30/01/2020 11.00 gangguan  Menghindarkn kerutan pada
integritas kult tempat tidur
b/d kolostomi  Menjaga kebersihan kulit agar
tetap bersij dan kering
 Monitor kulit agar adanya
kemerahan
 Mengoleskan lotion/oil pada area
yang tertekan
 Memonitor status nutrisi klien
resiso infeksi  Memonitor tanda dan gejala
b/d prosedur  Membatasi mengunjung
pembedahan  Mempertahankan teksin cairan
asepsis pada klien yang beresiko
 Menginspeksi kondisi luka
 Mengajarka keluarga klien
tentang tanda dan gejala infeksi
 Melaporkan kecurigaan infeksi
F . Evaluasi keperawatan
1. Diagnosa Pra Operasi

Tanggal Jam Diagnosa Implementasi TTD


31/02/2020 0900 konstipasi b/d S : klien mampu mempertahankan
ganglion pola eliminasi BAB dengan teratur
O : distensi obdomen menurun
A : diagnosa keperawatan konstipasi
teratasi
P ; intervensi dihentikan
risiko S : klien dapat mempertahakan
kekurangan keseimbangan cairan
volume cairan O : output urine 1-2 ml/kg/jam
b/d menurunnya capilarry refill 3-5 detik, turgor kulit
intake, muntah. baik, membrn mukosa lembab
A : diagnosa keperawatan resiko
kekurangan volume cairan teratasi
P : intervensi dihentikan
cemas orang tua S : orang tua mengatakan sudah tidak
b/d kurang cemas
pengetahuan O : klien tidak lemas
tentang penyakit A : diagnosa keperawatan cemas
dan prosedure orag tua teratasi
perawatan P : intervensi dihentikan
2. Diagnosa Pots Operasi

Tanggal Jam Diagnosa Implementasi TTD


01/02/2020 10.00 gangguan S : integritas kulit klir dapat
integritas kulit terkontrol
b/d kolostomi O : temperatur jaringan dalam batas
normal, sensasi dalam batas normal,
elastisitas dalam batas normal,
pigmentasi dalam batas normal,
perfusi jaringan baik
A : diagnosa keperawatan gangguan
integritas kulit teratasi
P : intervensi dihentikan
risiko infeksi b/d S : klien sudah tidak mengalami
prosedur infeksi
pembedahan O : tanda dan gejala infeksi tidak ada
A : diagnosa keperawatan risiko
infeksi teratasi
P : intervensi dihentikan.

DAFTAR PUSTAKA
www. Bedahanak. Atresia ani dengan fistulah rektovestibularis.co.id
http://bedahugm.net/Bedah-Anak-Atresia Ani.html
Syamsudin,R.2004. buku ajar ilmu bedah. Jakarta : EGC
Wong, Dona L,2004 pedoman klinis keperawatan pediatric. Jakarta : EGC
Makalah Asuhan Keperawatan
Atresia Ani

Oleh kelompok 3
anggota

1. Yulian meli elle


Nim : P2012034
2. Worma jelota koupun
Nim : P2012032
3. Romi solissa
Nim : P2012

Yayasan Bangun Prima Persada


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Pasapua Ambon
2022/2023

Kata pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia- Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini tepat pada
waktunya yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasein Atresia Ani” Diharapkan
makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang Keselamatan pasien.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, kesempurnaan hanyalah
milik Allah semata. Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun sangat kami harapkan. Akhir kata kami sampaikan terimakasih kepada semua
pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhai semua usaha kita. Aamiin.

Ambon,5 november 2022

Penyusun

Anda mungkin juga menyukai