Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN & ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS PADA ANAK

DENGAN PENYAKIT ATRESIA ANI

Dosen Pembimbing :
Ns. Ni Kadek Sriasih. M.Kep.,Sp.Kep.An

Disusun Oleh : Kelompok 1


Dewa Ayu Nanda Arisma Putri (1914201008)
I Gede Nova Saputra (1914201009)
I Gusti Ayu Kadek Febriani (1914201013)
I Kadek Kristyadi (1914201015)
I Komang Angga Trisna Putra (1914201016)
Ni Kadek Ari Indriyanti (1914201026)
Ni Kadek Tina Prajayanti (1914201035)
Ni Luh Gede Susi Anggreni (18C10192)

PRODI STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
DENPASAR
2022
A. TINJAUAN LAPORAN PENDAHULUAN

1. Definisi

Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate
meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002). Atresia ini atau anus
imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian
entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak
rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan
langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM) Atresia Ani merupakan
kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna L. Wong,
520 : 2003).
Atresia berasal dari bahasa Yunani, artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau
makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau
tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga
clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang
atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir
atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat
terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak
berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia
terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti
keadaan normalnya.

2. Etiologi
Secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan
bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus
dari tonjolan embriogenik. Dan atresia ani dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain:
1) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir
tanpa lubang dubur.
2) Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau
bulan.
3) Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus,
rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu
keempat sampai keenam usia kehamilan.
4) Berkaitan dengan sindrom down ( kondisi yang menyebabkan sekumpulan
gejala mental dan fisik khas ini di sebabkan oleh kelainan gen dimana terdapat
ekstra salinan kromosom 21)
5) Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan.

3. Patofisiologi
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan
embrional. Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung
ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal
genitourinaria dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya
penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia ani karena tidak ada kelengkapan
migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 mingggu dalam
perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis
sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar
yang keluar melalui anus menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga
intestinal mengalami obstruksi.
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan
embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula.
Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan
segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin
akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir
kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya
akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada perempuan, 90%
dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-
laki umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostat (rektovesika) bila
kelainan merupakan letak tinggi, pada letak rendah fistula menuju ke uretra
(rektouretralis) (Faradilla, 2009).

4. Manifestasi Klinis
1) Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2) Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
3) Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
4) Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tdk ada fistula). 5.
Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
5) Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
6) Perut kembung. (Betz. Ed 7. 2002)

Gambaran Klinis Pada Atresia Ani


5. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain:
a. Asidosis hiperkloremia.
b. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
d. Komplikasi jangka panjang yaitu eversi mukosa anal, stenosis (akibat konstriksi
jaringan perut dianastomosis).
e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
f. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi).
g. Prolaps mukosa anorektal.
h. Fistula (karena ketegangan abdomen, diare, pembedahan dan infeksi).
(Ngastiyah, 2005).

6. Klasifikasi
a. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak
dapat keluar.
b. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
c. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rektum dengan
anus.
d. Rektal atresia adalah tidak memiliki rektum.
Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan, terdapat tiga letak:
1) Tinggi (supralevator) : rektum berakhir di atas M. levator ani (M. puborektalis)
dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit perineum lebih dari 1 cm.
Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran
genital.
2) Intermediate : rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak menembusnya.
3) Rendah : rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak antara
kulit dan ujung rektum paling jauh 1 cm.

7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nurhayati (2009), untuk memperkuat diagnosis dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologis, yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
obstruksi intestinal atau menentukan letak ujung rektum yang buntu setelah bayi
berumur 24 jam. Pada saat pemeriksaan, bayi harus diletakkan dalam keadaan
posisi terbalik selama 3 menit, sendi panggul bayi dalam keadaan sedikit
ekstensi, kemudian dibuat foto pandangan anteroposterior dan lateral setelah
petanda diletakkan pada daerah lekukan anus.
2. Sinar-X terhadap abdomen yang bertujuan untuk menentukan kejelasan
keseluruhan bowel/usus dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung
rektum dari sfingternya.
3. CT Scan, yang bertujuan untuk menentukan lesi.
4. Rontgenogram pada abdomen dan pelvis, yang bertujuan untuk mengonfirmasi
adanya fistula yang berhubungan dengan saluran urinaria.
5. Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum
dilakukan pada gangguan ini.

8. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
a. Pembuatan kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli 22
bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang
biasanya sementara atau permanen dari usus besar atau colon iliaka. Untuk
anomali tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir.
b. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)
Bedah definitifnya, yaitu anoplasty dan umumnya ditunda 9 sampai 12
bulan. Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis untuk
membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga
memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan bertambah baik
status nutrisinya.
c. Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah
operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan sering
tetapi seminggu setelah operasi BAB berkurang frekuensinya dan agak
padat.

2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Perawatan kolostomi
b. Monitor status dehidrasi
c. Monitor status gizi
d. Atur posisi ke arah kolostomi
e. Edukaksi keluarga

9. Pathways

Pathway Atresia Ani

 Gangg. pertumbuhan
 Fusi
 Pembentukan anus dari tonjolan
embriogenik

ATRESIA ANI

Feses tidak keluar Vistel rektovaginal

Feses Menumpuk Feses masuk ke uretra

Mikroorganisme masuk
saluran kemih
Peningkatan tekanan Reabsorbsi sisa
intra abdominal metabolisme oleh tubuh
Dysuria

Mual, muntah Keracunan


Operasi:
Anoplasti, G3
Resiko nutrisi G3 rasa Resti nyeri
Colostomi Eliminasi
kurang dari nyaman
BAK
kebutuhan
Perubahan defekasi Trauma jaringan
Pengeluaran tdk
terkontrol Iritasi mukosa

Nyeri Perawatan tidak adekuat


Resti kerusakan
integritas kulit
Gngguan rasa Resti Infeksi
nyaman
B. TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

1. PENGKAJIAN

1.1 IDENTITAS PASIEN

Nama, Tempat tgl lahir, umur, Jenis Kelamin, Alamat, Agama, Suku Bangsa
Pendidikan, Pekerjaan , No. CM, Tanggal Masuk RS, Diagnosa Medis
1.2 RIWAYAT KESEHATAN
a. Keluhan Utama : Distensi abdomen
b. Riwayat Kesehatan Sekarang :Muntah, perut kembung dan membuncit,
tidak bisa buang air besar, meconium keluar dari vagina atau meconium
terdapat dalam urin
c. Riwayat Kesehatan Dahulu : Klien mengalami muntah-muntah setelah
24-48 jam pertama kelahiran
d. Riwayat Kesehatan Keluarga : Merupakan kelainan kongenital bukan
kelainan/ penyakit menurun sehingga belum tentu dialami oleh angota
keluarga yang lain
e. Riwayat Kesehatan Lingkungan : Kebersihan lingkungan tidak
mempengaruhi kejadian atresia ani
1.3 POLA FUNGSI KESEHATAN
a. Pola persepsi terhadap kesehatan
Klien belum bisa mengungkapkan secara verbal/bahasa tentang apa
yang dirasakan dan apa yang diinginkan
b. Pola aktifitas kesehatan/latihan
Pasien belum bisa melakukan aktifitas apapun secara mandiri karena masih
bayi.

AKTIFITAS 0 1 2 3 4
Mandi 
Berpakaian 
Eliminasi 
Mobilitas ditempat tidur 
Pindah 
Ambulansi 
Makan . 
Keterangan :
1 : Mandiri
2 : Dengan menggunakan alat bantu
3 : Dengan menggunakan bantuan dari orang lain

4 : Dengan bantuan orang lain dan alat bantu

5 : Tergantung total, tidak berpartisipasi dalam beraktifitas

c. Pola istirahat/tidur
Diperoleh dari keterangan sang ibu bayi atau kelurga yang lain
d. Pola nutrisi metabolik
Klien hanya minum ASI atau susu kaleng e.Pola eliminasi
Klien tidak dapat buang air besar, dalam urin ada mekonium
f. Pola kognitif perseptual
Klien belum mampu berkomunikasi, berespon, dan berorientasi dengan baik
pada orang lain
g. Pola konsep diri
1) Identitas diri : belum bisa dikaji
2) Ideal diri : belum bisa dikaji
3) Gambaran diri : belum bisa dikaji
4) Peran diri : belum bisa dikaji
5) Harga diri : belum bisa dikaji
h. Pola seksual Reproduksi
Klien masih bayi dan belum menikah
i. Pola nilai dan kepercayaan
Belum bisa dikaji karena klien belum mengerti tentang kepercayaan
j. Pola peran hubungan
Belum bisa dikaji karena klien belum mampu berinteraksi dengan orang lain
secara mandiri
k. Pola koping
Belum bisa dikaji karena klien masih bayi dan belum mampu berespon
terhadap adanya suatu masalah
1.4 PEMERIKSAAN FISIK

Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus
tampak merah, usus melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi,
termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada
auskultasi terdengan hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi
lahir, tinja dalam urin dan vagina (FKUI, Ilmu Kesehatan Anak:1985).

 Pemeriksaan Fisik Head to toe


1. Tanda-tanda vital
• Nadi : 110 X/menit.
• Respirasi : 32 X/menit.
• Suhu axila :37º Celsius.
2. Kepala
Kepala simetris, tidak ada luka/lesi, kulit kepala bersih, tidak ada
benjolan/tumor, tidak ada caput succedanium, tidak ada chepal hematom.
3. Mata
Simetris, tidak konjungtifistis, tidak ada perdarahan subkonjungtiva, tidak
ikterus, tidak nistagamus/ tidak episnatus, conjungtiva tampak agak pucat.
4. Hidung
Simetris, bersih, tidak ada luka, tidak ada secret, tidak ada pernafasan cuping
hidung, tidak ada pus dan lendir.
5. Mulut
Bibir simetris, tidak macrognatia, micrognatia, tidak macroglosus, tidak
cheilochisis.
6. Telinga
Memiliki 2 telinga yang simetris dan matur tulang kartilago berbentuk
sempurna
7. Leher
Tidak ada webbed neck.
8. Thorak
Bentuk dada simetris, silindris, tidak pigeon chest, tidak funnel shest,
pernafasan normal
9. Jantung
Tidak ada mur-mur, frekuensi jantung teratur
10. Abdomen
Simetris, teraba lien, teraba hepar, teraba ginjal, tidak termasa/tumor, tidak
terdapat perdarahan pada umbilicus
11. Getalia
Terdapat lubang uretra, tidak ada epispandia pada penis tidak ada hipospandia
pada penis, tidak ada hernia sorotalis.
12. Anus
Tidak terdapat anus, anus nampak merah, usus melebar, kadang-kadang
tampak ileus obstruksi. Thermometer yang dimasukan kedalam anus tertahan
oleh jaringan. Pada auskultasi terdengar peristaltic.
13. Ektrimitas atas dan bawah
Simetris, tidak fraktur, jumlah jari lengkap, telapak tangan maupun kaki dan
kukunya tampak agak pucat
14. Punggung
Tidak ada penonjolan spina gifid
15. Pemeriksaan Reflek
a. Suching +
b. Rooting +
c. Moro +
d. Grip +
e. Plantar +

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Dx pre operasi
a. Konstipasi berhubungan dengan aganglion.
b. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya
intake, muntah.
c. Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
penyakit dan prosedur perawatan.
2. Dx Post Operasi
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan.
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi.
c. Resiko infeksi Berhubungan dengan prosedur pembedahan.
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
 Diagnosa Pre Operasi

No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

1. Konstipasi Setelah dilakukan 1. Lakukan 1. Evaluasi bowel


b/d ganglion tindakan enema atau irigasi meningkatkan
keperawatan rectal sesuai order kenyaman pada anak
selama 1x 24 jam 2. Kaji bising usus 2. Meyakinkan
Klien mampu dan abdomen setiap berfungsinya usus
mempertahankan 4 jam
3. Pengukuran
pola eliminasi 3. Ukur lingkar
lingkar abdomen
BAB dengan abdomen
membantu
teratur
mndeteksi trjadinya
KH : Penurunan
distensi
distensi
abdomen,
meningkatnya
kenyamanan
2. Resiko Setelah dilakukan 1. Monitor intake – 1. Dapat
kekurangan tindakan output cairan mengidentifikasi
volume keperawatan status cairan klien
2. Lakukan
cairan b/d selama 1x 24 jam 2. Mencegah
pemasangan infus
menurunnya Klien dapat dehidrasi
dan berikan cairan
intake, mempertahankan
IV
muntah keseimbangan
3. Observasi TTV 3. Mengetahui
cairan
KH: Output urin kehilangan cairan
1-2 melalui suhu tubuh
ml/kg/jam, capill 4.Monitor status yang tinggi
ary refill 3-5 hidrasi (kelembaban 4. Mengetahui tanda-
detik, trgor kulit membran mukosa, tanda dehidrasi
baik, membrane nadi adekuat,
mukosa lembab
takanan darah
ortostatik)

3. Cemas Setelah dilakukan 1. Jelaskan dg 1. Agar orang


orang tua tindakan istilah yg tua mengerti
b/d kurang keperawatan dimengerti tentang kondisi klien
pengetahuan selama 1x 24 jam anatomi dan
tentang Kecemasan orang fisiologi saluran
penyakit tua dapat pencernaan normal.
2. Pengetahuan
dan berkurang 2. Gunakan alat,
tersebut diharapkan
prosedur KH: Klien tidak media dan gambar
dapat membantu
perawatan lemas Beri jadwal studi
menurunkan
diagnosa pada
kecemasan
orang tua
3. Membantu
3. Beri informasi
mengurangi
pada orang tua
kecemasan klien
tentang operasi
kolostomi

 Diagnosa post oprasi

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1. Gangguan Setelah dilakukan 1. Hindari kerutan 1. Mencegah
integritas tindakan pada tempat tidur perlukaan pada
kulit b/d keperawatan selama kulit
2. Jaga kebersihan
kolostomi. 1 x 24 jam 2. Menjaga
kulit agar tetap
diharapkan ketahanan kulit
bersih dan
integritas kulit
kering 3. Mengetahui
dapat dikontrol.
3. Monitor kulit akan adanya tanda
KH : - temperatur
adanya kemerahan kerusakan
jaringan dalam
jaringan kulit
batas normal,
4. Menjaga
sensasi dalam batas
4. Oleskan kelembaban
normal, elastisitas
lotion/baby oil kulit
dalam batas normal,
pada daerah yang
hidrasi dalam bats tertekan
5. Menjaga
normal, pigmentasi 5. Monitor status
keadekuatan
dalam batas normal, nutrisi klien
nutrisi guna
perfusi jaringan
penyembuhan
baik.
luka

2. Resiko Setelah dilakukan 1. Monitor tanda 1. mengetahui


infeksi b/d tindakan dan gejala infeksi tanda infeksi
prosedur keperawatan selama sistemik dan lokal lebih dini
pembedaha 1 x 24 jam 2. Batasi pengunjung 2. menghindari
n diharapkan klien kontaminasi
bebas dari tanda- dari pengunjung
3. Pertahankan
tanda infeksi 3. mencegah
teknik cairan
KH : bebas dari penyebab infeks
asepsis pada klien
tanda dan gejala
yang beresiko
infeksi
4. Inspeksi kondisi 4. mengetahui
luka/insisi bedah kebersihan luka
dan tanda
infeksi
5. Ajarkan
5. Gejala infeksi
keluarga klien
dapat di deteksi
tentang tanda dan
lebih dini
gejala infeksi
6. Gejala infeksi
6. Laporkan
dapat segera
kecurigaan
teratasi
infeksi

4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana
yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi biasanya dilakukan
setelah perencanaan sudah dianggap sempurna. Implementasi keperawatan adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari
masalah status kesehatan yang dihadapi kestatuskesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.

5. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai
tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
DAFTAR FUSTAKA
Haryono, Rudi. 2013. “Penanganan Kejadian Atresia Ani Pada Anak”. Dalam
http://jurnal.stikes-notokusumo.ac.id/index.php/jkn/article/download/20/12/ . Diunduh 16
Maret 2022.
Gustina, Renisetia. 2016. “Askep Atresia Ani”. Dalam
https://www.academia.edu/29526794/Askep_Atresia_Ani_doc . Diakses 16 Maret 2022.
Digilib. 2010. “Konsep Dasar Atresia Ani”. Dalam
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/109/jtptunimus-gdl-heldanilag-5416-2-babii.pdf .
Diakses 16 Maret 2022.

Anda mungkin juga menyukai