Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN

PENDAHULUAN
0LEH KELOMPOK 3 :
Hikmah Fauziah
ATRESIA ANI, HISPRUNG, Ipad padillah
ATRESIA DUKTUS HEPATICUS Iskandar Hadidinata
DAN Juni Rahayu
ASUHAN KEPERAWAATAN Mulia
ATRESIA ANI
LAPORAN PENDAHULUAN
ATRESIA ANI, HISPRUNG, ATRESIA DUKTUS HEPATICUS

ATRESIA ANI
 Pengertian Atresia Ani
 Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal
sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum atau
keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002)
 Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak
terjadinya perforasi membran yang memisahkan
bagian entoderm mengakibatkan pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata
atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk
anus namun tidak berhubungan langsung dengan
rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM)
 Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata
dalam 4 golongan, yaitu:
1. Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada
anus
2. Membran anus yang menetap
3. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu
terletak pada bermacam- macam jarak dari
peritoneum
4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung
Etiologi
 Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan
daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang
dubur
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam
kandungan berusia 12 minggu/3 bulan
3. Adanya gangguan atau berhentinya
perkembangan embriologik didaerah usus, rektum
bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi
antara minggu keempat sampai keenam usia
kehamilan.
Patofisiologi
 Atresia ani atau anus imperforate dapat disebabkan
karena
1. Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan
septum urorektal secara komplit karena gangguan
pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari
tonjolan embrionik
2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan
daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang
dubur
3. Gangguan organogenesis dalam kandungan
penyebab atresia ani, karena ada kegagalan
pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia
12 minggu atau tiga bulan
4. Berkaitan dengan sindrom down
5. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan
Manifestasi Klinis
1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama
setelah kelahiran.
2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada
bayi.
3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus
yang salah letaknya.
4. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi
usus (bila tidak ada fistula).
5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
6. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya
membran anal.
7. Perut kembung.
Komplikasi
 Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani
antara lain :
 a. Asidosis hiperkioremia.
 b. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
 c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
 d. Komplikasi jangka panjang.
- Eversi mukosa anal
- Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
 e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan
toilet training.
 f. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
 g. Prolaps mukosa anorektal.
 h. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan
dan infeksi)
Klasifikasi
 Klasifikasi atresia ani :
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan
daerah anus sehingga feses tidak dapat
keluar.
2. Membranosus atresia adalah terdapat
membran pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi
ada daging diantara rectum dengan anus.
4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum
Penatalaksanaan Medis
 Pembedahan
 Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai
dengan keparahan kelainan. Semakin tinggi gangguan,
semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan
dilakukan kolostomi beberapa lahir, kemudian anoplasti
perineal yaitu dibuat anus permanen (prosedur penarikan
perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12 bulan.
Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan
untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada
otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan
bayi untuk menambah berat badan dan bertambah baik
status nutrisnya. Gangguan ringan diatas dengan menarik
kantong rectal melalui afingter sampai lubang pada kulit anal
fistula, bila ada harus tutup kelainan membranosa hanya
memerlukan tindakan pembedahan yang minimal membran
tersebut dilubangi degan hemostratau skapel
 Pengobatan
 Aksisi membran anal (membuat anus buatan)
 Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara
dan setelah 3 bulan dilakukan korksi sekaligus (pembuat
anus permanen)
Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan
diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini.
1. Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa
adanya sel-sel epitel mekonium.
2. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-
rice) dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam
ujung rectum yang buntu pada mekonium yang mencegah
udara sampai keujung kantong rectal.
3. Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal
kantong.
4. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan
menusukan jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika
mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5
cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
HIRSPRUNG / MEGA COLON
 Pengertian

Ada beberapa pengertian mengenai Mega Colon, namun


pada intinya sama yaitu penyakit yang disebabkan oleh obstruksi
mekanis yang disebabkan oleh tidak adekuatnya motilitas pada
usus sehingga tidak ada evakuasi usus spontan dan tidak
mampunya spinkter rectum berelaksasi.
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak
adanya sel – sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid
Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan atau
tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan (
Betz, Cecily & Sowden : 2000 ). Penyakit Hirschsprung atau Mega
Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus
tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm
dengan berat lahir  3 Kg, lebih banyak laki – laki dari pada
perempuan. ( Arief Mansjoeer, 2000 ).
Etiologi
 Adapun yang menjadi penyebab Hirschsprung
atau Mega Colon itu sendiri adalah diduga
terjadi karena faktor genetik dan lingkungan
sering terjadi pada anak dengan Down
syndrom, kegagalan sel neural pada masa
embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi,
kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa
dinding plexus.
Patofisiologi
 Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan
adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion
pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic
hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada
usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan
atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik )
dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter
rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah
keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya
akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna.
Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada
Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden, 2002:197).
 Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna
untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal.
 Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses
terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya
bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena
terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut
melebar ( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ).
Manifestasi Klinis
 Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 –
28 jam pertama setelah lahir. Tampak malas mengkonsumsi
cairan, muntah bercampur dengan cairan empedu dan
distensi abdomen. (Nelson, 2000 : 317).
 Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah,
bayi dengan Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala
klinis sebagai berikut. Obstruksi total saat lahir dengan
muntaah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi
mekonium. Keterlambatan evakuasi meconium diikuti obstruksi
konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan berupa
konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti
dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis
dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya feses
yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda
yang khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi
distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk yang dapat
berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ).
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan dengan barium enema
2. Biopsi isap
3. Biopsi otot rektum
4. Periksaan aktivitas enzim asetil kolin esterase dari
hasil biobsi isap pada penyakit ini khas terdapat
peningkatan, aktifitas enzimasetil kolin esterase
5. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan
biopsi usus
6. Pemeriksaan colok anus
Penatalaksanaan
1. MEDIS
 Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan
medis yaitu :
 Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap
segmen aganglionik untuk melepaskan
obstruksi dan secara normal melemah dan
terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan
ukuran normalnya.
 Pembedahan koreksi diselesaikan atau
dilakukan lagi biasanya saat berat anak
mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau
sekitar 3 bulan setelah operasi pertama ( Betz
Cecily & Sowden 2002 : 98)
2. Perawatan
 Membantu orang tua untuk mengetahui adanya
kelainan kongenital pada anak secara dini
 Membantu perkembangan ikatan antara orang
tua dan anak
 Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi
medis ( pembedahan )
 Mendampingi orang tua pada perawatan
colostomy setelah rencana pulang ( FKUI, 2000 :
1135 )
ATRESIA DUKTUS HEPATICUS
 Atresiabilier (biliary atresia) adalah suatu
penghambatan di dalam pipa/saluran-
saluran yang membawa cairan empedu
(bile) dari liver menuju ke kantung empedu
(gallbladder). Ini merupakan
kondisi congenital, yang berarti
terjadi saat kelahiran
(Lavanilate.2010.Askep Atresia Bilier).
Etiologi
 Etiologi
atresia bilier masih belum
diketahui dengan pasti. Sebagian ahli
menyatakan bahwa faktor genetik ikut
berperan, yang dikaitkan dengan
adanya kelainan kromosom trisomi17, 18
dan 21; serta terdapatnya anomali organ
pada 30% kasus atresia bilier. Namun,
sebagian besar penulis berpendapat
bahwa atresia bilier adalah akibat proses
inflamasi yang merusak duktus bilier, bisa
karena infeksi atau iskemi
Manifestasi Klinis
 Ikterus, kekuningan pada kulit dan mata karena tingkat
bilirubin yang sangat tinggi (pigmen empedu) dalam aliran
darah.
 Urin gelap yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin
(produk pemecahan dari hemoglobin) dalam darah.
Bilirubin kemudian disaring oleh ginjal dan dibuang dalam
urin.
 Tinja berwarna pucat, karena tidak ada empedu atau
pewarnaan bilirubin yang masuk ke dalam usus untuk
mewarnai feses. Juga, perut dapat menjadi bengkak
akibat pembesaran hati.
 Penurunan berat badan, berkembang ketika tingkat ikterus
meningkat
 degenerasi secara gradual pada liver menyebabkan
jaundice, ikterus, dan hepatomegali, Saluran intestine tidak
bisa menyerap lemak dan lemak yang larut dalam air
sehingga menyebabkan kondisi malnutrisi, defisiensi lemak
larut dalam air serta gagal tumbuh
Patofisiologi
 Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi
berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan
progresif pada duktus bilier ekstrahepatik
sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu,
dan tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian
atau keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik juga
menyebabkan obstruksi aliran empedu
 Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan
hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai
bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat
total maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja
yang alkoholik. Penyebab tersering obstruksi bilier
ekstrahepatik adalah : sumbatan batu empedu pada
ujung bawah ductus koledokus, karsinoma kaput
pancreas, karsinoma ampula vateri, striktura pasca
peradangan atau operasi.
Pemeriksaan Diagnostik
 Belumada satu pun pemeriksaan penunjang yang
dapat sepenuhnya diandalkan
untuk membedakan antara kolestasis intrahepatik
dan ekstrahepatik. Secara garis besar, pemeriksaan
dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu
pemeriksaan :
 Laboratorium rutin dan khusus untuk menentukan etiologi
dan mengetahui fungsi hati (darah,urin, tinja)
 Pencitraan, untuk menentukan patensi saluran empedu
dan menilai parenkim hati
 Biopsi hati, terutama bila pemeriksaan lain belum dapat
menunjang diagnosis atresia bilier.
Penatalaksanaan
 Terapi medikamentosa
 Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati
terutama asam empedu (asamlitokolat), dengan
memberikan :
 Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral.
 Fenobarbital akan merangsang enzimglukuronil transferase
(untuk mengubah bilirubin indirek menjadi bilirubin direk);
enzimsitokrom P-450 (untuk oksigenisasi toksin), enzim Na+ K+
ATPase (menginduksi aliranempedu). Kolestiramin 1
gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian
susu. Kolestiraminmemotong siklus enterohepatik asam
empedu sekunder
 Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan : Asam
ursodeoksikolat, 310 mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis, per oral.
Asam ursodeoksikolatmempunyai daya ikat kompetitif
terhadap asam litokolat yang hepatotoksik
 Terapi nutrisi
 Terapi yang bertujuan untuk memungkinkan
anak tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin,
yaitu :
 1) Pemberian makanan yang mengandung medium
chain triglycerides (MCT) untuk mengatasi malabsorpsi
lemak dan mempercepat metabolisme. Disamping itu,
metabolisme yang dipercepat akan secara efisien
segera dikonversi menjadi energy untuk secepatnya
dipakai oleh organ dan otot, ketimbang digunakan
sebagai lemak dalam tubuh. Makanan yang
mengandung MCT antara lain seperti lemak mentega,
minyak kelapa, dan lainnya.
 2) Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut
dalam lemak. Seperti vitamin A, D, E, K
 3. Terapi bedah
Komplikasi
1. Kolangitis:
komunikasi langsung dari saluran empedu
intrahepatic ke usus, dengan aliran empedu yang
tidak baik, dapat menyebabkan ascending
cholangitis. Hal ini terjadi terutamadalam minggu-
minggu pertama atau bulan setelah prosedur Kasai
sebanyak 30-60% kasus.Infeksi ini bisa berat dan
kadang-kadang fulminan. Ada tanda-tanda sepsis
(demam, hipotermia,status hemodinamik terganggu),
ikterus yang berulang, feses acholic dan mungkin
timbul sakitperut. Diagnosis dapat dipastikan dengan
kultur darah dan / atau biopsi hati.
2. Hipertensi portal:
Portal hipertensi terjadi setidaknya pada dua
pertiga dari anak-anak setelah portoenterostomy. Hal
paling umum yang terjadi adalah varises esofagus.
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA ANAK DENGAN ATRESIA ANI

 Pengkajian
 1) Biodata klien
 2) Riwayat keperawatan
 a. Riwayat keperawatan/kesehatan sekarang
 b. Riwayat kesehatan masa lalu
 3) Riwayat psikologis
 Koping keluarga dalam menghadapi masalah
 4) Riwayat tumbuh kembang
 a. BB lahir abnormal
 b. Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan
tumbuh kembang pernah mengalami trauma saat sakit
 c. Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal
 d. Sakit kehamilan tidak keluar mekonium
 5) Riwayat sosial
 Hubungan sosial
 6) Pemeriksaan fisik
Diagnosa Keperawatan
 Dx Pre Operasi
 1) Konstipasi berhubungan dengan aganglion.
 2) Risiko kekurangan volume cairan berhubungan
dengan menurunnya intake, muntah.
 3) Cemas orang tua berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang penyakit dan prosedur
perawatan.
 Dx Post Operasi
 1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
terdapat stoma sekunder dari kolostomi.
 2) Kurang pengetahuan berhubungan dengan
perawatan di rumah.
Rencana Keperawatan
 Diagnosa Pre Operasi
1. DX. 1 Konstipasi berhubungan dengan aganglion
2. Dx. 2 Resiko kekurangan volume cairan
berhubungan dengan menurunnya intake,
muntah
3. Dx 3 Cemas orang tua berhubungan dengan
kurang pengetahuan tentang penyakit dan
prosedur perawatan.
 Diagnosa Post Operasi
1. Dx 1 Kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan terdapat stoma sekunder dari kolostomi.
2. Dx 2 Kurang pengetahuan berhubungan dengan
perawatan di rumah.
EVALUASI

Pre Operasi Post operasi

1. Tidak terjadi 1. Kerusakan


konstipasi integritas kulit tidak
2. Defisit volume cairan terjadi
tidak terjadi 2. Klien memiliki
3. Lemas berkurang pengetahuan
perawatan di
rumah
Terima kasih…

Anda mungkin juga menyukai