Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002) Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM) Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003).
2. Etiologi Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.
3. Patofisiologi Atresia ani atau anus imperforate dapat disebabkan karena : Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan Berkaitan dengan sindrom down Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan Terdapat tiga macam letak Tinggi (supralevator) rektum berakhir di atas M.Levator ani (m.puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum >1 cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital Intermediate rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak menembusnya Rendah rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina / perineum Pada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus urinarius
4. Manifestasi Klinis 1) Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran. 2) Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi. 3) Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya. 4) Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula). 5) Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam. 6) Pada pemeriksaan rectal touch terdapat adanya membran anal. 7) Perut kembung (Betz. Ed 7. 2002)
5. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain : a. Asidosis hiperkioremia. b. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan. c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah). d. Komplikasi jangka panjang. - Eversi mukosa anal - Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis) e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training. f. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi) g. Prolaps mukosa anorektal. h. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi) (Ngustiyah, 1997 : 248)
6. Pemeriksaan diagnostik a. Pemeriksaan fisik rektum Pemeriksaan colok dubur dan inspeksi visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini. Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari. b. Pemeriksaan radiologi Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rektum yang buntu. Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius. Pada pemeriksaan radiologis dapat ditemukan: - Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut. - Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bayi baru lahir dan gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia ani / anus imperforata. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon / rektum. - Dibuat foto anter-posterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara benda radio-opak dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.
c. USG abdomen Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan dan mencari adanya faktor reversibel seperti obstruksi oleh karena massa tumor. USG dapat digunakan untuk menentukan letak kantong rektal. d. CT scan Digunakan untuk menentukan lesi. e. Aspirasi jarum Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rektal dengan menusukan jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm, defek tersebut dianggap defek tingkat tinggi. f. Pieolgrafi intravena Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter. g. Pemeriksaan urine Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium.
7. Penatalaksanaan Atresia ani Penanganan secara preventif - Kepada ibu hamil hingga usia usia gestasi tiga bulan dianjurkan untuk berhati-hati terhadap obat-obatan, makanan awetan, dan alkohol yang dapat menyebabkan atresia ani. - Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya terancam jika sampai tiga hari tidak diketahui mengidap atresia ani karena hal ini dapat berdampak feses atau tinja akan tertimbun hingga mendesak paru-parunya. - Pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulosa untuk menghindari konstipasi.
Rehabilitasi dan pengobatan - Melakukan pemeriksaan colok dubur. - Melakukan pemeriksaan radiologik. Pemeriksaan foto rontgen bermanfaat dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu setelah berumur 24 jam, bayi harus diletakkan dalam keadaan posisi terbalik selama tiga menit, sendi panggul dalam keadaan sedikit ekstensi lalu dibuat foto pandangan antero-posterior dan lateral setelah petanda diletakkan pada daerah lekukan anus. - Melakukan tindakan kolostomi neonatus, tindakan ini harus segera diambil jika tidak ada evakuasi mekonium. - Pada stenosis yang berat perlu dilakukan dilatasi setiap hari dengan kateter uretra, dilatasi hegar, atau spekulum hidung berukuran kecil selanjutnya orang tua dapat melakukan dilatasi sendiri di rumah dengan jari tangan yang dilakukan selama 6 bulan sampai daerah stenosis melunak dan fungsi defekasi mencapai keadaan normal. - Melakukan operasi anapelasti perineum yang kemudian dilanjutkan dengan dilatasi pada anus yang baru pada kelainan adanya membran tipis yang menutupi anus. - Pada kelainan anus tidak terbentuk dan rektum berakhir sebagai suatu suatu kantung yang buntu dilakukan pembedahan rekonstruktif melalui ano-proktoplasti pada masa neonatus. - Melakukan pembedahan rekonstruktif antara lain: Operasi abdominoperineum pada usia (1 tahun) Operasi anorektoplasti sagital posterior pada usia (8-12 bulan) Pendekatan sakrum setelah bayi berumur (6-9 bulan) - Penanganan pada saluran anus dan rektum bagian bawah yang membentuk suatu kantung buntu yang terpisah dilakukan dengan kolostomi, kemudian dilanjutkan dengan operasi "abdominalpull-through". Manfaat kolostomi antara lain: Mengatasi obstruksi usus. Memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan lapangan operasi yang bersih. Memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta menemukan kelainan bawaan yang lain. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ATRESIA ANI 1. Pengkajian 1) Biodata klien 2) Riwayat keperawatan a. Riwayat keperawatan/kesehatan sekarang b. Riwayat kesehatan masa lalu 3) Riwayat psikologis Koping keluarga dalam menghadapi masalah 4) Riwayat tumbuh kembang a. BB lahir abnormal b. Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh kembang pernah mengalami trauma saat sakit c. Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal d. Sakit kehamilan tidak keluar mekonium 5) Riwayat sosial Hubungan sosial 6) Pemeriksaan fisik 2. Diagnosa Keperawatan Dx Pre Operasi 1) Konstipasi berhubungan dengan aganglion. 2) Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake, muntah. 3) Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur perawatan.
Dx Post Operasi 1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari kolostomi. 2) Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.
Rencana Keperawatan a. Diagnosa Pre Operasi Dx. 1 Konstipasi berhubungan dengan aganglion Tujuan : Klien mampu mempertahankan pola eliminasi BAB dengan teratur. Kriteria Hasil : Penurunan distensi abdomen. Meningkatnya kenyamanan. Intervensi : 1. Lakukan enema atau irigasi rectal sesuai order R/ Evaluasi bowel meningkatkan kenyaman pada anak. 2. Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jam R/ Meyakinkan berfungsinya usus 3. Ukur lingkar abdomen R/ Pengukuran lingkar abdomen membantu mendeteksi terjadinya distensi Dx. 2 Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake, muntah Tujuan : Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan Kriteria Hasil : Output urin 1-2 ml/kg/jam Capillary refill 3-5 detik Turgor kulit baik Membrane mukosa lembab Intervensi : 1. Monitor intake output cairan R/ Dapat mengidentifikasi status cairan klien 2. Lakukan pemasangan infus dan berikan cairan IV R/ Mencegah dehidrasi 3. Pantau TTV R/ Mengetahui kehilangan cairan melalui suhu tubuh yang tinggi Dx 3 Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur perawatan. Tujuan : Kecemasan orang tua dapat berkurang Kriteria Hasil : Klien tidak lemas Intervensi : 1. Jelaskan dengan istilah yang dimengerti oleh orang tua tentang anatomi dan fisiologi saluran pencernaan normal. Gunakan alay, media dan gambar R/ Agar orang tua mengerti kondisi klien 2. Beri jadwal studi diagnosa pada orang tua R/ Pengetahuan tersebut diharapkan dapat membantu menurunkan kecemasan 3. Beri informasi pada orang tua tentang operasi kolostomi R/ Membantu mengurangi kecemasan klien b. Diagnosa Post Operasi Dx 1 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari kolostomi. Tujuan : Klien tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan kulit lebih lanjut. Intervensi : 1. Gunakan kantong kolostomi yang baik 2. Kosongkan kantong ortomi setelah terisi atau 1/3 kantong 3. Lakukan perawatan luka sesuai order dokter Dx 2 Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah. Tujuan : Orang tua dapat meningkatkan pengetahuannya tentang perawatan di rumah. Intervensi : 1. Ajarkan pada orang tua tentang pentingnya pemberian makan tinggi kalori tinggi protein. 2. Ajarkan orang tua tentang perawatan kolostomi.