Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ATRESIA ANI

Fitriyani
2250351057
BAB I : Latar Belakang
Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal, adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus
tidak sempurna, termasuk Agenesis ani, Agenesis rekti dan Atresia rekti. Insiden 1 : 5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai penyakit
tersering yang merupakan syndrom VACTRERL ( Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb).
Dalam asuhan neonatus tidak sedikit dijumpai adanya kelainan cacat kongenital pada anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk
mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah
terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.
Kelainan kongenital pada anus ini biasanya disebabkan karena putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, kegagalan
pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu /3 bulan, dan adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik
didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.

Tujuan

LP ini bertujuan untuk mengetahui dasar teori atresia ani secara lengkap

Manfaat

Diharapakan dapat menambah pengetahuan ilmu kebidanan khususnya pada stase ini.
BAB II : Tinjauan Teori
1. Pengertian atresia ani

◦Atresia ani atau imperforata adalah tidak terjadinya perforasi membrane yangmemisahkan bagian
endoterm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidaksempurna. Anus tampak rata atau sedikit
cekung ke dalam atau kadang berbentukanus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum
(Purwanto, 2010).
Etiologi
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus
disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Atresia
ani dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
a. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur.
b. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
c. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal
serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.
d. Berkaitan dengan sindrom down (kondisi yang menyebabkan sekumpulan gejala mental dan fisik khas
ini di sebabkan oleh kelainan gen dimana terdapat ekstra salinan kromosom)
e. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan.
Patofisiologi
◦ Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupanembrional. Anus dan rektum berkembang dari
embrionik bagian belakang. Ujung ekor daribagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinaria
danstruktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal.Terjadi atresia ani karena tidak ada kelengkapan
migrasi dan perkembangan struktur kolonantara 7 dan 10 mingggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karenakegagalan
dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak adapembukaan usus besar yang keluar melalui anus
menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkansehingga intestinal mengalami obstruksi.

◦ Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi inimengakibatkan distensi abdomen,
sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya.Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi
sehinggaterjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir ke arah traktus urinariusmenyebabkan infeksi berulang. Pada
keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antararektum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina
(rektovagina)atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak tinggi, umumnya fistulamenuju ke vesika urinaria atau
ke prostate. (rektovesika). Pada letak rendah fistula menujuke uretra (rektourethralis).
Manifestasi Klinik
a. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
b. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
c. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
d. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tdk ada fistula).
e. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
f. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
g. Perut kembung. (Betz. Ed 7. 2002)

Komplikasi
h. Asidosis hiperkloremia.
i. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
j. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
k. Komplikasi jangka panjang yaitu eversi mukosa anal, stenosis (akibat konstriksi jaringan perut dianastomosis).
l. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
m. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi).
n. Prolaps mukosa anorektal.
o. Fistula (karena ketegangan abdomen, diare, pembedahan dan infeksi). (Ngastiyah, 2005)
Klasifikasi
a. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapatkeluar.
b. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
c. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rektum dengan anus.
d. Rektal atresia adalah tidak memiliki rektum.

Pemeriksaan Penunjang
e. Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umumdilakukan pada gangguan ini.
f. Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium.
g. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkanadanya kumpulan udara
dalam ujung rectum yang buntu pada mekonium yangmencegah udara sampai keujung kantong rectal.
h. Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.
i. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebutsampai melakukan aspirasi,
jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk1,5 cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
j. Pemeriksaan radiologis
Penatalaksanaan
◦ Pembedahan
◦ Pengobatan
Konsep asuhan kebidanan
a. Pengkajian
1) Biodata klien
2) Riwayat keperawatan
3) Riwayat psikologis
4) Riwayat tumbuh kembang
5) Riwayat sosial
6) Pemeriksaan fisik
Diagnosa
Dx Pre Operasi
1) Konstipasi berhubungan dengan aganglion.
2) Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake, muntah.
3) Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur
perawatan.
Dx Post Operasi
1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari kolostomi.
2) Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.
 Dx. 1 Konstipasi berhubungan dengan ganglion
Diagnosa Pre Operasi

◦ Tujuan : Klien mampu mempertahankan pola eliminasi BAB dengan teratur.


◦ Kriteria Hasil :
ü Penurunan distensi abdomen.
ü Meningkatnya kenyamanan.
◦ Intervensi :
◦ Lakukan enema atau irigasi rectal sesuai order
R/ Evaluasi bowel meningkatkan kenyaman pada anak.
◦ Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jam
R/ Meyakinkan berfungsinya usus
◦ Ukur lingkar abdomen
R/ Pengukuran lingkar abdomen membantu mendeteksi terjadinya distensi
 Dx. 2 Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake, muntah
◦ Tujuan : Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan
◦ Kriteria Hasil :
ü Output urin 1-2 ml/kg/jam
ü Capillary refill 3-5 detik
ü Turgor kulit baik
ü Membrane mukosa lembab
◦ Intervensi :
Monitor intake – output cairan
R/ Dapat mengidentifikasi status cairan klien
Lakukan pemasangan infus dan berikan cairan IV
R/ Mencegah dehidrasi
Pantau TTV
R/ Mengetahui kehilangan cairan melalui suhu tubuh yang tinggi
 Dx 3 Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur
perawatan.
◦ Tujuan : Kecemasan orang tua dapat berkurang
◦ Kriteria Hasil :
ü Klien tidak lemas
◦ Intervensi :
◦ Jelaskan dengan istilah yang dimengerti oleh orang tua tentang anatomi dan fisiologi saluran
pencernaan normal. Gunakan alay, media dan gambar
R/ Agar orang tua mengerti kondisi klien
◦ Beri jadwal studi diagnosa pada orang tua
R/ Pengetahuan tersebut diharapkan dapat membantu menurunkan kecemasan
◦ Beri informasi pada orang tua tentang operasi kolostomi
R/ Membantu mengurangi kecemasan klien
Diagnosa Post Operasi
 Dx 1 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari kolostomi.
◦Tujuan : Klien tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan kulit lebih lanjut.
◦ Intervensi :
1. Gunakan kantong kolostomi yang baik
2. Kosongkan kantong ortomi setelah terisi ¼ atau 1/3 kantong
3. Lakukan perawatan luka sesuai order dokter
 Dx 2 Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.
◦ Tujuan : Orang tua dapat meningkatkan pengetahuannya tentang perawatan di rumah.
◦ Intervensi :
1. Ajarkan pada orang tua tentang pentingnya pemberian makan tinggi kalori tinggi protein.
2. Ajarkan orang tua tentang perawatan kolostomi.
TERIMAKASIHA

Anda mungkin juga menyukai