Anda di halaman 1dari 13

A.

Konsep Dasar
1. Definisi
Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak terjadinya perforasi
membran yang memisahkan bagian endoterm mengakibatkan pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke
dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan
rektum (Purwanto, 2010).
Anus imperforate terjadi karena ananya kelainankongenital dimana saat
proses perkembangan ebrionik tidak sempurna pada proses perkembangan
anus dan rectum. Dalam perkembangan selanjutnya, ujung ekor belakang
berkembang menjadi kloaka yang juga akan berkembang menjadi
genitourinaria dan struktur anorektal. Atresia ani disebabkan karena tidak
sempurnanya migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7-10 minggu
selama perkembangan fetal, kegagalan migrasi tersebut juga terjadi karena
gagalnya agenesis sekral dan abnormalitas pada daerah uretra dan vagina atau
juga pada proses obstruksi ada anus imperforate yang dapat terjadi karena
tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar anus, sehingga menyebabkan
feses tidak dapat dikeluarkan (Aziz Alimul Hidayat, 2013)

2. Klasifikasi
Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok
besar yaitu:
a. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus
gastrointestinalis dicapai melalui saluran fistula eksterna. Kelompok ini
terutama melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau
rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan
dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adequate sementara
waktu.
b. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalam
keluar tinja. Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk
menghasilkan dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk
intervensi bedah segera. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3
sub kelompok anatomi yaitu :
1) Anomali rendah
Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis,
terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan
fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran
genitourinarius.
2) Anomali intermediet
Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung
anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
3) Anomali tinggi
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada.
Hal ini biasanya berhungan dengan fistuls genitourinarius –
retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung
buntu rectum sampai kulit perineum lebih dari 1 cm (Amin Huda &
hardhi Kusuma, 2015).

3. Etiologi/Faktor Resiko
Penyebab atresia ani belum diketahui secara pasti tetap ini merupakan
penyakit anomaly kongenital (Betz, 2012). Akan tetapi terdapat beberapa
kemungkinan yang menyebabkan atresia ani, antara lain:
a. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi
lahir tanpa lubang dubur.
b. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3
bulan.
c. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah
usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara
minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.
4. Patofisiologi
Terjadinya anus imperforata karena kelainan congenital dimana saat
proses perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan
anus dan rectum. Dalam perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang
berkembang jadi kloaka yang juga akan berkembang jadi genitor urinary dan
struktur anoretal.
Atresia ani ini terjadi karena tidak sempurnanya migrasi dan
perkembangan kolon antara 7-10 minggu selama perkembangan janin.
Kegagalan tersebut terjadi karena abnormalitas pada daerah uterus dan vagina,
atau juga pada proses obstruksi. Anus imperforate ini terjadi karena tidak
adanya pembukaan usus besar yang keluar anus sehingga menyebabkan feses
tidak dapat dikeluarkan.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstuksi dan adanya 'fistula.
Obstuksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah
dengan segala akibatnya Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum,
maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperchloremia,
sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi
berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rectum
dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina
(rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki- laki biasanya letak
tinggi, umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate
(rektovesika) pada letak rendah fistula menuju ke urethra (rektourethralis)
(Mediana, 2011).

5. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang khas pada klien antresia ani seperti :
a. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
b. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
c. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
d. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada
fistula).
e. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
f. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
g. Perut kembung.
(Amin Huda & hardhi Kusuma, 2015).

6. Komplikasi
Menurut Betz dan Sowden (2012), komplikasi pada atresia ani antara
lain:
a. Asidosis hiperkloremik
b. Infeksi saluran kemih yang terus-menerus
c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah)
d. Komplikasi jangka panjang
1) Eversi mukosa anus
2) Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
3) Impaksi dan konstipasi (akibat dilatasi sigmoid)
4) Masalah atau keterlambatan yang berhubungan dengan toilet training
5) Inkontinensia (akibat stinosis anal atau inpaksi)
6) Prolaps mukosa anorektal (penyebab inkontinensia)
7) Fistula kambuhan
7. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang
sebagai berikut :
a. Pemeriksaan radiologist
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
b. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk
mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
c. Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system
pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh
karena massa tumor.
d. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
e. Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
f. Pemeriksaan fisik rectum
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan
selang atau jari.
g. Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang
berhubungan dengan traktus urinarius.
(Betz dan Sowden, 2012).

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien dengan atresia ani menurut Aziz Alimul Hidayat
(2010), Suriadi dan Rita Yuliani  (2011), Fitri Purwanto (2009) adalah sebagai
berikut :
a. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Pra Pembedahan
- Memantau status hidrasi (tanda-tanda dehidrai dan keseimbangan
cairan).
- Mempertahankan kebutuhan sesuai dengan kebutuhan.
- Memantau berat badan.
- Penatalaksanaan medis dakam rencana pembedahan dengan
persiapan sebagai berikut: kaji ada distensi abdomen dengan
mengukur lingkar perut, observasi tanda vital setiap 4 jam, pntau
adanya koplikasi usus, seperti adanya perforasi, pantau respon bayi
terhadap evakuasi anus, gunakan nasogastrik tube untuk
dekompresi lambung, gunakan kateter untuk dekompresi
kandungkemih, pertahankan cairan (parenteral), dan pantau
respons terhadap pemberian antibiotik.
2) Pasca Pembedahan
- Melakukan pemantauan bising usus, apabila sudah mulai terdengar
suaranya, berikan cairan.
- Memberikan diet lanjutan lengkap sesuai dengan toleransi.
- Memantau asupan parenteral, enteral, atau oral.
- Melakukan pemantauan berat badan.Melakukan penggantian pada
balitan dan perhatikan adanya drainase, kemerahan, serta inflamasi.
- Membersihkan daerah anus untuk mencegah kontaminasi fekal.
- Mengganti posisi anak tiap 2 jam.
- Memantau tanda-tanda infeksi sistemik dan local.
- Melakukan pemberian antibiotik.
- Memberikan rendam duduk pasca pembedahan 1 minggu lebih.
- Memberi posisi yang nyaman sesuai dengan kebutuhan pasien.
b. Penatalaksanaan Medis
1) Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan
keparahan defek. Untuk anomaly tinggi dilakukan colostomi beberapa
hari setelah lahir, bedah definitifnya yaitu anoplasti perineal (prosedur
penarikan perineum abdominal). Untuk lesi rendah diatasi dengan
menarik kantong rectal melalui sfingter sampai lubang pada kulit anal,
fistula bila ada harus ditutup. Defek membranosa memerlukan
tindakan pembedahan yang minimal yaitu membran tersebut dilubangi
dengan hemostat atau scalpel.
2) Pemberian cairan parenteral seperti KAEN 3B.
3) Pemberian antibiotic seperti cefotaxim dan garamicin untuk mencegah
infeksi pada pasca operasi.
4) Pemberian vitamin C untuk daya tahan tubuh.
9. WOC

Kelainan kogenital

 Gangguan Pertumbuhan
 Fusi
 Pembentukan anus dari
tonjolan embrionik

ATRESIA ANI

Feses Tidak Keluar Vistel Rektovaginal

Feses Menumpuk Feses Masuk Ke


Uretra

Reabsorbsi sisa
Peningkatan Tekanan Mikroorganisme masuk
Intraabdominal ke saluran kemih

Ansietas Perubahan Defekasi:


Pengeluaran Tak
Terkontrol
Iritasi Mukosa

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama:
Distensi abdomen.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Muntah, perut kembung dan membuncit, tidak bisa buang air besar,
meconium keluar dari vagina atau meconium terdapat dalam urin.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengalami muntah-muntah setelah 24-48 jam pertama kelahiran
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Merupakan kelainan kongenital bukan kelainan/penyakit menurun
sehingga belum tentu dialami oleh angota keluarga yang lain.
5) Riwayat Kesehatan Lingkungan:
6) Kebersihan lingkungan tidak mempengaruhi kejadian atresia ani
b. Pemeriksaan Fisik Head to Toe
1) Kepala
Kepala simetris, tidak ada luka/lesi, kulit kepala bersih, tidak ada
benjolan/tumor, tidak ada caput succedanium, tidak ada chepal
hematom.
2) Mata
Simetris, tidak konjungtifistis, tidak ada perdarahan subkonjungtiva,
tidak ikterus, tidak nistagamus/ tidak episnatus, conjungtiva tampak
agak pucat.
3) Hidung
Simetris, bersih, tidak ada luka, tidak ada secret, tidak ada pernafasan
cuping hidung, tidak ada pus dan lendir.
4) Mulut
Bibir simetris, tidak macrognatia, micrognatia, tidak macroglosus,
tidak cheilochisis.
5) Telinga
Memiliki 2 telinga yang simetris dan matur tulang kartilago berbentuk
sempurna.
6) Leher
Tidak ada webbed neck.
7) Thorak
Bentuk dada simetris, silindris, tidak pigeon chest, tidak funnel shest,
pernafasan normal.
8) Jantung
Tidak ada mur-mur, frekuensi jantung teratur.
Abdomen Simetris, teraba lien, teraba hepar, teraba ginjal, tidak
termasa/tumor, tidak terdapat perdarahan pada umbilicus.
9) Getalia
Terdapat lubang uretra, tidak ada epispandia pada penis tidak ada
hipospandia pada penis, tidak ada hernia sorotalis.
10) Anus
Tidak terdapat anus, anus nampak merah, usus melebar, kadang-
kadang tampak ileus obstruksi. Thermometer yang dimasukan kedalam
anus tertahan oleh jaringan. Pada auskultasi terdengar peristaltic.
11) Ektrimitas atas dan bawah
Simetris, tidak fraktur, jumlah jari lengkap, telapak tangan maupun
kaki dan kukunya tampak agak pucat.
12) Punggung
Tidak ada penonjolan spina gifid.

2. Diagnosa Keperawatan
Pre Op
a. Ketidakseimbangan nutrisi < dari kebutuhan tubuh b.d. ketidakmampuan
mencerna makanan (mual, muntah)
b. Gangguan eliminasi urine b.d. obstruksi anatomik (atresia ani), dysuria
c. Kecemasan orangtua b.d. kurangnya pengetahuan terkait penyakit anak
d. Kerusakan integritas kulit b.d. pemasangan kolostomi
e. Nyeri akut b.d trauma jaringan pasca operasi
f. Inkontinensia defekasi b.d abnormalitas sfingter rektal
g. Resiko infeksi b.d trauma jaringan pasca operasi, perawatan tidak adekuat
h. Deficit volume cairan berhubungan dengan muntah berlebihan
i. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan sesak, distensi abdomen
j. Peningkatan suhu tubuh / Hipertermi berhubungan dengan proses
peradangan, pengeluaran inter Leukin I
Post Op
a. Nyeri Akut berhubungan dengan insisi pembedahan
b. Gangguan eliminasi Alvi berhubungan dengan penumpukan feses
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan persepsi nyeri post pembedahan
d. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan
e. Body image berhubungan dengan colostomy

3. Intervensi
Intervensi
No Dx. Kep Tujuan dan NOC Tindakan Keperawatan/NIC

1. Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan tindakan 1. Memonitor mual dan


kurang dari kebutuhan b.d. keperawatan selama 1x24 jam muntah
ketidakmampuan mencerna diharapkan kebutuhan nutrisi 2. Kaji kemampuan klien
makanan klien terpenuhi dengan kriteria untuk mendapatkan nutrisi
hasil: yang dibutuhkan
 Mampu mengidentifikasikan 3. Memonitor status gizi
kebutuhan nutrisi (4) 4. Kolaborasi dengan dokter
 Tidak ada tanda-tanda
malnutrisi (4)
2 Gangguan eliminasi urine Setelah dilakukan asuhan 1. Memantau tanda-tanda
b.d. obstruksi anatomik keperawatan selama 1x24 jam vital dan tingkat distensi
(atresia ani), dysuria diharapkan gangguan elimnasi kandung kemih dengan
urine dapat teratasi  kriteria palpasi dan perkusi
hasil: 2. Periksa dan timbang popok
 Kandung kemih pasien klien
kosong secara penuh (4) 3. Melakukan penilaian pada
 Intake cairan dalam fungsi kognitif
rentang normal (4) 4.     
 Bebas dari ISK (4)
3 Kecemasan orang tua Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji status mental dan
berhubungan dengan kurang keperawatan 1x24 jam tingkat ansietas dari klien
pengetahuan tentang penyakit diharapkan rasa cemas orangtua dan keluarga.
dan prosedur perawatan dapat hilang atau berkurang. 2. Dengarkan dengan penuh
Kriteria Hasil: perhatikan
1.) Ansietas berkurang 3. Jelaskan dan persiapkan
2.) Ibu klien tidak gelisah untuk tindakan prosedur
sebelum dilakukan operasi.
4. Beri kesempatan klien
untuk mengungkapkan isi
pikiran dan bertanya.
5. Ciptakan lingkungan yang
tenang dan nyaman.
4 Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan asuhan 1. Hindari kerutan pada tempat
b.d. pemasangan kolostomi keperawatan selama 1x24 jam tidur
diharapkan kerusakan integritas 2. Jaga kebersihan kulit agar
kulit dapat berkurang kriteria tetap bersih dan kering
hasil: 3. Monitor kulit akan adanya
 Integritas kullit yang baik kemerahan
bisa dipertahan-kan (4) 4. Oleskan lotion/baby oil pada

Perfusi jaringan baik (3) daerah yang tertekan

Menunjukan pemahaman 5. Monitor status nutrisi klien
dalam proses perbaikan
kulit dan mencegah
terjadinya cedera berulang
(4)
5 Nyeri akut b.d trauma Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi reaksi nonverbal
jaringan (post operasi) keperawatan selama 1x24 jam dari ketidaknyamanan klien
diharapkan nyeri akut dapat 2. Bantu klien dan keluarga
berkurang kriteria hasil: untuk mencari dan
 Klien tampak nyaman dan menemukan dukungan
tenang (4) 3. Kontrol lingkungan yang
dapat memengaruhi nyeri
4. Kolaborasi dengan dokter
terkait pemberian analgesik
6 Inkontinensia defekasi b.d Setelah dilakukan asuhan 1. Intruksikan keluarga untuk
abnormalitas sfingter rektal keperawatan 1x24 jam mencatat keluaran feses
diharapkan pengeluaran defekasi 2. Jaga kebersihan baju dan
terkontrol dengan kriteria hasil: tempat tidur
 Defekasi lunak, feses 3. Evaluasi status BAB secara
berbentuk (4) rutin
7 Resiko infeksi b.d trauma Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda dan gejala
jaringan, perawatan tidak keperawatan selama 1x24 jam infeksi sistemik dan lokal
adekuat diharapkan klien bebas dari 2. Batasi pengunjung
tanda-tanda infeksi dengan 3. Pertahankan teknik cairan
kriteria hasil: asepsis pada klien yang
 Klien bebas dari tanda dan beresiko
gejala infeksi (4) 4. Inspeksi kondisi luka/insisi
 Jumlah leukosit dalam bedah
batas normal (4) 5. Ajarkan keluarga klien
tentang tanda dan gejala
infeksi
6. Laporkan kecurigaan infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Nanda NIC-NOC.
Jogjakarta : Penerbit Mediaction
Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. (2012). Buku Saku Keperawatan Pediatrik.
Edisi ke-3. Jakarta : EGC.
Hidayat, A. Azis Alimul. (2010). Pengantar Ilmu Anak buku 2. Editor Dr Dripa
Sjabana.
Marlaim. (2002). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Jakarta : Fakultas
Kedokteran UI.
Suriadi & Rita Yuliani. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Anak edisi 2.
Jakarta : Penebar swadaya.
Wong, Donna L. (2011). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai