Anda di halaman 1dari 11

A.

Konsep Dasar
1. Definisi
Chronic kidney disease (CKD) adalah suatu kerusakan pada struktur atau
fungsi ginjal yang berlangsung ≥ 3 bulan, dengan atau tanpa disertai
penurunan glomerular filtration rate (GFR). Selain itu, CKD dapat pula
didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana GFR < 60 mL/menit/1,73 m2
selama ≥ 3 bulan dengan atau tanpa disertai kerusakan ginjal (National
Kidney Foundation, 2002).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan  fungsi ginjal  yaitu
penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori
ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007).

2. Etiologi/faktor risiko
Penyebab penyakit gagal ginjal kronik menurut PERNEFRI pada tahun
2012 adalah:
1. penyakit ginjal hipertensi 35%
2. Nefropati diabetika 26%
3. Glomerulopati primer 12%
4. Nefropati obstruksi 8%
5. Pielonefritis kronik 7%
6. Nefropati asam urat 2%
7. Nefropati lupus/SLE 1%
8. Ginjal polikistik 1%
9. Penyebab yang tidak diketahui 2%

3. Klasifikasi
Klasifikasi Penyakit Gagal Ginjal Kronik
Stadium Deskripsi GFR
(mL/menit/1.73 m2)
1 Fungsi ginjal normal, tetapi temuan ≥ 90
urin, abnormalitas struktur atau ciri
genetic menunjukkan adanya penyakit
ginjal
2 Penurunan ringan fungsi ginjal, dan 60-89
temuan lain (seperti pada stadium 1)
menunjukkan adanya penyakit ginjal
3A Penurunan sedang fungsi ginjal 45-59
3B Penurunan sedang fungsi ginjal 30-44
4 Penurunan fungsi ginjal berat 15-29
5 Gagal ginjal ≤ 15

4. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾
dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar
daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan
haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada
pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih
rendah itu. ( Barbara C Long, 1996).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan 3 produk
sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik
setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001).

5. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis pasien CKD meliputi gambaran yang sesuai dengan
penyakit yang mendasari, sindrom uremia dan gejala kompikasi. Pada stadium
dini, terjadi kehilangan daya cadang ginjal dimana GFR masih normal atau
justru meningkat. Kemudian terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif
yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai
pada GFR sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan. Ketika GFR
sebesar 30%, barulah terasa keluhan seperti nokturia, badan lemah, mual,
nafsu makan kurang, dan penurunan berat badan. Sampai pada GFR di bawah
30%, pasien menunjukkan gejala uremia yang nyata seperti anemia,
peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, mual,
muntah dan lain sebagainya. Terjadi gangguan keseimbangan elektrolit dan
air. Pada GFR di bawah 15%, maka timbul gejala dan komplikasi serius dan
pasien membutuhkan RRT (Suwitra, 2009).

6. Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut O’Callaghan (2006)
yaitu:
1. Penyakit vascular dan hipertensi
Penyakit vascular merupakan penyebab utama kematian pada gagal
ginjal kronik. Pada pasien yang tidak menyandang diabetes, hipertensi
mungkin merupakan faktor risiko yang paling penting. Sebagaian besar
hipertensi pada penyakit ginjal kronik disebabkan hipervolemia akibat
retensi natrium dan air. Keadaan ini biasanya tidak cukup parah untuk bisa
menimbulkan edema, namun mungkin terdapat ritme jantung tripel.
Hipertensi seperti itu biasanya memberikan respons terhadap restriksi
natrium dan pengendalian volume tubuh melalui dialysis. Jika fungsi
ginjal memadai, pemberian furosemid dapat bermanfaat.
2. Dehidrasi
Hilangnya fungsi ginjal biasanya menyebabkan retensi natrium dan air
akibat hilangnya nefron. Namun beberapa pasien tetap mempertahankan
sebagian filtrasi, namun kehilangan fungsi tubulus, sehingga
mengekskresi urin yang sangat encer, yang dapat menyebabkan dehidrasi
3. Kulit
Gatal merupakan keluhan keluhan kulit yang paling sering terjadi.
Keluhan ini sering timbul pada hiperparatiroidime sekunder atau tersier
serta dapat disebabkab oleh deposit kalsium fosfat apda jaringan. Gatal
dapat dikurangi dengan mengontrol kadar fosfat dan dengan krim yang
mencegah kulit kering. Bekuan uremik merupakan presipitat kristal ureum
pada kulit dan timbul hanya pada uremia berat. Pigmentasi kulit dapat
timbul dan anemia dapat menyebabkan pucat.
4. Gastrointestinal
Walaupun kadar gastrin meningkat, ulkus peptikum tidak lebih sering
terjadi pada pasien gagal ginjal kronik dibandingkan populasi normal.
Namun gejala mual, muntah, anoreksia, dan dada terbakar sering terjadi.
Insidensi esofagitis serta angiodisplasia lebih tinggi, keduanya dapat
menyebabkan perdarahan. Insidensi pankreatitis juga lebih tinggi.
Gangguan pengecap dapat berkaitan dengan bau napas yang menyerupai
urin.
5. Penyakit jantung
Perikarditis dapat terjadi dan lebih besar kemungkinan terjadinya jika
kadar ureum atau fosfat tinggi atau terdapat hiperparatiroidisme sekunder
yang berat. Kelebihan cairan dan hipertensi dapat menyebabkan hipertrofi
ventrikel kiri atau kardiomiopati dilatasi. Fistula dialisis arteriovena yang
besara dapat menggunakan proporsi curah jantung dalam jumlah besar
sehingga mengurangi curah jantung yang dapat digunakan oleh bagian
tubuh yang tersisa.

7. Penatalaksanaan medis dan keperawatan


Menurut National Kidney and Urologic Disease Information
Clearinghouse tahun 2006 hemodialisis merupakan terapi yang paling sering
digunakan pada penderita gagal ginjal kronis. 4 Berdasarkan data PERNEFRI
(Perhimpunan Nefrologi Indonesia) tahun 2012, jenis fasilitas layanan yang
diberikan oleh renal unit adalah hemodialisis (78%), Continuous Ambulatory
Peritoneal Dialysis (3%), transplantasi (16%) dan Continuous Renal
Replacement Therapy (3%).

Penatalaksanaan Keperawatan
1.      Penanganan hiperkalemia
Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal
ginjal akut, hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa
pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia
melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum (nilai kalium > 5,5
mEq/L, SI: 5,5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah
atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Peningakatan kadar kalium
dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (Natrium polistriten
sulfonat [kayexalatel]), secara oral atau melalui retensi enema.
2.      Mempertahankan keseimbangan cairan
Penatalaksanaan keseimbangan cairan didasarkan pada berat badan harian,
pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang
hilang, tekanan darah dan status klinis pasien. Masukan dan haluaran oral dan
parenteral dari urin, drainase lambung, feses, drainase luka dan perspirasi
dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantian cairan
(Carpenito & Juall, 2001).

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Demografi. Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun
ada juga yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan
oleh berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan
sebagainya.
b. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM,
glomerulo nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi
saluran kemih, dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu
kemungkinan terjadinya CKD.
c. Pola nutrisi dan metabolik. Gejalanya adalah pasien tampak lemah,
terdapat penurunan BB dalam kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah
anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau turun.
d. Pola eliminasi Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output
dan input. Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi,
terjadi peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara
tekanan darah dan suhu.
e. Pengkajian fisik
1) Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri.
Kesadaran pasien dari compos mentis sampai coma.
2) Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi
meningkat dan reguler.
3) Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan
nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
4) Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran
telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum,
bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
5) Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
6) Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat
otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara
tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung,
terdapat suara tambahan pada jantung.
7) Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut
buncit.
8) Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
9) Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema,
pengeroposan tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
Kulit. Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.

2. Diagnosa
a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan udem
sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.
b. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah.
3. Intervensi
No Nanda Noc Nic
1 Gangguan NOC : NIC :
keseimbangan cairan - Electrolit and Fluid management
dan elektrolit acid base balance - Timbang
berhubungan dengan - Fluid balance popok/pembalut jika
udem sekunder: - Hydration diperlukan
volume cairan tidak - - Pertahankan catatan
seimbang oleh karena Kriteria Hasil: intake dan output
retensi Na dan H2O - Terbebas dari yang akurat
edema, efusi, - Pasang urin kateter
anaskara jika diperlukan
- Bunyi nafas - Monitor hasil lAb
bersih, tidak ada yang sesuai dengan
dyspneu/ortopneu retensi cairan
- Terbebas dari (BUN , Hmt ,
distensi vena osmolalitas urin )
jugularis, reflek - Monitor status
hepatojugular (+) hemodinamik
- Memelihara termasuk CVP,
tekanan vena MAP, PAP, dan
sentral, tekanan PCWP
kapiler paru, - Monitor indikasi
output jantung retensi / kelebihan
dan vital sign cairan (cracles,
dalam batas CVP , edema,
normal distensi vena leher,
- Terbebas dari asites)
kelelahan, - Kaji lokasi dan luas
kecemasan atau edema
kebingungan Fluid Monitoring
- Menjelaskan - Tentukan riwayat
indikator jumlah dan tipe
kelebihan cairan intake cairan dan
eliminaSi
- Tentukan
kemungkinan faktor
resiko dari ketidak
seimbangan cairan
(Hipertermia, terapi
diuretik, kelainan
renal, gagal jantung,
diaporesis, disfungsi
hati, dll )
- Monitor berat badan
- Monitor serum dan
elektrolit urine
- Monitor serum dan
osmilalitas urine
- Monitor BP, HR,
dan RR
- Monitor tekanan
darah orthostatik dan
perubahan irama
jantung
- Monitor parameter
hemodinamik infasif
- Monitor adanya
distensi leher, rinchi,
eodem perifer dan
penambahan BB
- Monitor tanda dan
gejala dari odema
2 Perubahan nutrisi: NOC : NIC :
kurang dari kebutuhan - Nutritional Status Nutrition Management
tubuh berhubungan : food and Fluid - Kaji adanya alergi
dengan anoreksia, Intake makanan
mual, muntah Kriteria Hasil : - Kolaborasi dengan
- Adanya ahli gizi untuk
peningkatan berat menentukan jumlah
badan sesuai kalori dan nutrisi
dengan tujuan yang dibutuhkan
- Berat badan pasien.
ideal sesuai - Yakinkan diet yang
dengan tinggi dimakan
badan mengandung tinggi
- Mampu serat untuk
mengidentifikasi mencegah
kebutuhan nutrisi konstipasi.
- Tidak ada tanda - Monitor jumlah
tanda malnutrisi nutrisi dan
- Tidak terjadi kandungan kalori
penurunan berat - Berikan informasi
badan yang tentang kebutuhan
berarti nutrisi
Nutrition Monitoring
- BB pasien dalam
batas normal
- Monitor adanya
penurunan berat
badan
- Monitor lingkungan
selama makan
- Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
- Monitor turgor kulit
- Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
- Monitor mual dan
muntah
- Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht
- Monitor kalori dan
intake nuntrisi
- Catat adanya edema
hiperemik,
hipertonik papila
lidah dan cavitas
oral.
- Catat jika lidah
berwarna magenta,
scarle
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed. 8. Jakarta:
EGC
Carpenito, Lynda Juall. (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta:
EGC.
Mansjoer, A dkk. (2007). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius.
O'Callaghan Chris. (2007). At a Glance Sistem Ginjal, Edisi 2. Alih bahasa dr.
Elizabeth Yasmine.
PERNEFRI. (2012). 5 th Report Of Indonesian Renal Registry.
Price dan Wilson. (1991). Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit Edisi
2. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai