Anda di halaman 1dari 8

A.

Konsep Dasar
1. Definisi
Tumor kelenjar submandibular merupakan tumor yang insidensinya jarang ditemui,
terdiri dari kurang dari 2% dari insidensi neoplasia kepala dan leher (Rapidis, et al.,
2004). Tumor pada sub mandibular merupakan masa jaringan abnormal dengan
pertumbuhan berlebihan dan tidak ada koordinasi dengan pertumbuhan jaringan normal
yang terjadi padakelenjar submandibular (Mansjoer, 2001).

2. Etiologi
Penyebab pasti dari tumor ini belum diketahui secara pasti, dicurigai adanya faktor
genetik dan lingkungan berperan dalam meningkatkan faktor risiko munculnya tumor ini.
Sejumlah virus telah terlibat dalam patogenesis tumor kelenjar ludah. Ada hubungan
yang kuat antara virus Epstein Barr (EBV) dan karsinoma limfoepitelial. Selain itu, faktor
radiasi juga dapat berpengaruh pada perkembangan tumor ini. Studi lanjut jangka panjang
menunjukkan warga yang selamat dari ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki
menunjukkan peningkatan risiko relatif 3,5 kali untuk terjadinya tumor jinak dan 11 kali
untuk terjadi neoplasma ganas pada kelenjar saliva. Tidak didapatkan peningkatan risiko
pada mereka yang terkena radon atau gelombang mikro dari telepon seluler. Tidak ada
hubungan yang ditemukan antara penggunaan tembakau dan konsumsi alkohol dengan
kanker kelenjar ludah. Namun, ada hubungan yang kuat antara merokok dan tumor
Warthin. Peningkatan tingkat risiko terjadinya tumor ini juga didapatkan pada mereka
yang merokok dan mendapatkan asupan tinggi kolesterol (Rapidis, et al., 2004; Gani, et
al., 2007).

3. Manifestasi klinis
Biasanya terdapat pembengkakan di depan telinga dan biasanya penderita kesulitan
menggerakan salah satu sisi wajah. Adanya bengkak biasanya mengurangi kepekaan
wilayah tersebut terhadap rangsang dan menyebabkan keluhan kesulitan menelan. Pada
tumor jinak, biasanya asimptomatis, nyeri dirasakan sebagian penderita. Tanda pada
tumor jinak benjolan bisa digerakkan, soliter, dan keras. Pada tumor ganas didapatkan
adanya paralisis nervus fascialis. Tanda pada tumor ganas didapatkan benjolan terfiksasi,
konsistensi keras, dan cepat bertumbuh besar (Rapidis, et al., 2004).

4. WOC

5. Pemeriksaan penunjang
a. USG  untuk membedakan massa padat dan kistik. USG pada pemeriksaan
penunjang berguna untuk evaluasi kelainan vaskuler dan pembesaran jaringan lunak
dari leher dan wajah, termasuk kelenjar saliva dan kelenjar limfe.
b. CT-Scan  gambaran CT-scan tumor submandibula yaitu suatu penampang yang
tajam dan pada dasarnya mengelilingi lesi homogeny yang mempunyai suatu
kepadatan yang lebih tinggi disbanding glandula tissue. Tumor mempunyai intensitas
yang lebih besar ke area terang (intermediate brightness). Focus dengan intensitas
signal rendah (area gelap/rediolusen) biasanya menunjukkan area fibrosis atau
kalsifikasi distropik.
c. MRI  pemeriksaan ini dapat membedakan massa submandibula benigna atau
maligna. Pada massa submandibula benigna, lesi biasanya memiliki tepi yang halus
dengan garis kapsul yang kaku. Namun demikian, pada lesi maligna dengan grade
rendah terkadang mempunyai pseudokapsular dan memiliki gambaran radiografi
seperti lesi benigna. Lesi maligna dengan grade tinggi memiliki tepi dengan
gambaran infiltrasi.

6. Penatalaksanaan
Terapi utama pada tumor mandibular adalah pembedahan. Tingkat rekurensi
bersekitar antara 55 – 90 % setelah perawatan secara konsefatif. Mengingat besarnya
tingkat rekurensi tersebut, pendekatan secara radikla atau reseksi dapat dipertimbangkan
sesuai indikasi, meskipun berakibat hilangnya sebagian tulang rahang, bridging
platetitanium dapat digunakan untuk mengganti sebagian tulang yang hilang dan
berfungsai sebagai alat rekonstruksi. Dapat juga rekonstruksi dengan memasang tandur
ahli tulang kalau mungkin bisa dikerjakan. Indikasi keperawtan ditentukan berdasarkan
luas dan besarnya jaringan yang terlibat, struktur histologis dari tumor dan keuntungan
yang didapat. Menurut Ohishi indikasi keperawtan konserfatif adalah pada penderita usia
muda dan ameloplastoma yuunikistik. Sedangkan indikasi keperawatan radikal adalah
amelopblastoma tipesolid dengan tepi yang tidak jelas, lesi dengan gambaran soapbubble,
lesi yang tidak efektif dengan penatalaksanaan secara konserfatif dan amelopblastoma
ukuran besar. Penatalaksanaan secara radikal berupa reseksi sekmental
hemimandibulektomi dan reseksimarginal atau reseksianblok.
Reseksi marginal (reseksi enblok) merupakan tehnik untuk mengankat jaringan
tumor dengan mempertahankan kontinuitas korteks tulang mandibula bagian bawah yang
masih intake. Reseksi enblok ini dilakukan secara garis lurus dengan bor dan atau pahat
atau gergaji, 1-2 cm dari tepi batas tumor secara rontgenologis yang diperkirakan batas
minimal reseksi. Adapun tindakan dapat dilakukan secara intra oral maupun ekstra oral,
hal ini tergantung pada seberapa besar untuk mendapat eksposure yang ade kuat sampai
ke ekstensi tumor.
Rekonstruksi mandibula adalah ditinjau dari fungsi dan kosmetik, organ ini
mempengaruhi bentuk wajah, fungsi bicara, mengunyah dan menelan. Beberapa cara
yang dapat dipakai antara lain dengan menggunakan bahan aloplastik, misalnya bridging
plate titanium dan auto genous bone grafting misalnya tandur tulang iga, krista iliaka dan
tibia serta dapat juga secara kombinasi aloplastik material dengan auto genous bone
grafting.
Perawatan pasca operasi reseksi enblok mandibula : medikasi antibiotik dan
analgesik, tidak perlu inter maksila fiksasi hindarkan trauma fisik pada muka atau rahang
karena dapat menyebabkan fraktur mandibula. Jaga oral higine hingga luka operasi
sembuh sempurna. Diet lunak dipertahankan 4-6 minggu. Jika diperlukan dapat di
buatkan prostesi gigi setelah dipertimbangkan bahwa telah terjadi interbone remodeling
tulang mandibula. Lebih kurang 6 bulan pasca operasi.

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata
Berisi biodata pasien.
b. Keluhan utama
Pada pasien post diseksi submandibula sering muncul keluhan nyeri post operasi dan
gangguan jalan nafas bahkan hingga muncul keluhan sesak nafas.
c. Riwayat penyakit sekarang
Perlu dikaji sejak kapan keluhan muncul,ada rasa nyeri atau tidak.ada gangguan
bernafas atau tidak.
d. Riwayat penyakit dahulu
Dikaji ada riwayat penyakit-penyakit lain sebelumnya,seperti dm, hipertensi maupun
asma.
e. Riwayat penyakit keluarga
Dikaji adanya keturunan penyakit tumor pada keluarga untuk mendeteksi adanya
faktor genetik.
f. Pemeriksaan fisik keadaan umum adakah anemia, ikterus, periksa tanda-tanda vital.
g. Pemeriksaan persistem
B1 breath
Keadaan umum tampak lemah, tampak peningkatan frekuensi nafas sampai terjadi
gagal nafas.dapat terjadi sumbatan jalan nafas akibat penumpukan sekret karena
operasi di daerah dekat saluran nafas.
B2 blood
Kemungkinan terjadi gangguan hemodinamik jika terjadi banyak perdarahan.
B3 brain
Kesadaran komposmentis sampai koma bisa terjadi akibat pemberian obat-obatan
anestesi dan tindakan operasi.
B4 bledder
Produksi urine bisa normal, tetapi jika pasien sudah dehidrasi berat bisa terjadi anuria.
B5 bowel
Inspeksi : tampak normal
Auskultasi : terdengar suara bising usus normal
Palpasi : turgor kulit menurun jika terjadi kekurangan cairan akibat puasa lama dan
perdarahan.
Perkusi : tidak ada distensi abdomen
B6 bone
Pada kasus post operasi diseksi submandibula tidak ditemukan kelainan tulang,
terjadi kelemahan gerak ekstremitas jika terganggu keseimbangan elektrolit tubuh.

2. Diagnosa keperawatan
a. Resiko bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan diseksi submandibula,
menurunya kemampuan batuk, penumpukan produksi sekret pada jalan napas.
b. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan nyeri diskontinuitas jaringan
tubuh.
c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan anatomi tubuh.

3. Intervensi
a. Resiko bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan diseksi submandibula,
menurunya kemampuan batuk, penumpukan produksi sekret pada jalan napas

RENCANA TINDAKAN RASIONAL


1. Awasi frekwensi atau kedalaman 1. Perubahan pada pernapasan, adanya
pernapasan, auskultasi bunyi napas. ronchi, mengi diduga adanya retensi
Selidika kegelisahan, dispnea dan sekret.
sianosis.
2. Posisi pasien ditinggikan 30 – 45 0 2. Memudahkan drainase sekret keluar
sehingga pernapasan dan ekspansi paru
baik.

3. Hisap selang laringektomi. Catat 3. mencegah sekresi menyumbat saluran


jumlah, warna, konsistensi secret. pernapasan.
4. Dorong batuk efektif dan napas dalam. 4. Memobilisasi secret untuk
membersihkan jalan napas dan
membantu mencegah komplikasi
5. Observasi jaringan sekitar luka post
pernapasan.
operasi. Awasi adanya perdarahan dan
5. Perdarahan yang terus-menerus / tak
rawat luka post operasi (terutama stoma)
terkontrol dapat menyebabkan
dengan prinsip steril.
terganggunya system pernapasan pasien,
perawatan luka secara intensif dengan
prinsip steril akan mencegah terjadinya
infeksi dan perlengketan stoma yang
dapat menggangu jalan napas pasien.
6. Observasi vital sign. 6. Peningkatan vital sign meningkatkan
terjadinya komplikasi.

b. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan nyeri diskontinuitas jaringan


tubuh.

RENCANA TINDAKAN RASIONAL


1. Observasi tanda-tanda vital pasien. 1. Peningkatan tekanan darah dan
frekuensi nadi menandakan adanya
nyeri.
2. Kaji skala nyeri,lokasi dan penyebab. 2. Untuk mengetahui terapi apa yang
tepat untuk diberikan kepada pasien.
3. Ajarkan teknik mengurangi 3. Pasien dapat mengurangi nyeri secara
nyeri,antara lain teknik relaksasi dan mandiri.
distraksi.
4. Kolaborasi penberian analgetik. 4. Pemberian analgetik yang tepat dapat
mengurangi nyeri secara cepat.

c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan anatomi tubuh

RENCANA TINDAKAN RASIONAL


1. Diskusikan arti kehilangan atau 1. Alat dalam mengidentifikasi atau
perubahan dengan pasien. mengartikan masalah untuk
memfokuskan perhatian dan intervensi
secara konstruktif.
2. Catat bahasa tubuh non verbal, perilaku 2. Dapat menunjukkan depresi atau
negatif atau bicara sendiri. Kaji keputusasaan, kebutuhan untuk
pengrusakan diri atau perilaku bunuh pengkajian lanjut atau intervensi lebih
diri. intensif.
3. Catat reaksi emosi, contoh kehilangan, 3. Pasien dapat mengalami depresi cepat
depresi, marah. setelah pembedahan atau reaksi syok
dan menyangkal. Penerimaan perubahan
tidak dapat dipaksakan dan proses
kehilangan membutuhkan waktu untuk
membaik.
4. Susun batasan pada perilaku maladaptif, 4.Penolakan dapat mengakibatkan
bantu pasien untuk mengidentifikasi penurunan harga diri dan mempengaruhi
perilaku positip yang akan membaik. penerimaan gambaran diri yang baru.
5. Kolaboratif dengan merujuk pasien atau 5.Pendekatan menyeluruh diperlukan
orang terdekat ke sumber pendukung, untuk membantu pasien menghadapi
contoh ahli terapi psikologis, pekerja rehabilitasi dan kesehatan. Tujuannya
sosial, konseling keluarga. adalah memampukan mereka untuk
melawan kecendrungan untuk menolak
dari atau isolasi pasien dari kontak
social.
DAFTAR PUSTAKA

Gani, A.N., Shiraz, M.M.A.R., Aishah, S.M.A., Norazizah, M., Mazita, A., & Sharifah, N.A.
(2007). Pleomorphic Adenoma Originating from Submandibular Salivary Gland in an 8-
year-old Girl: A Case Report. Med & Health, 2(2): 164-168.
Mansjoer, Arif. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : FKUI.
Rapidis, A.D., Stavrianos, S., Lagogiannis, G., & Faratzis, G. (2004). Tumors of The
Submandibular Gland: Clinicopathologic Analysis Of 23 Patients. J Oral Maxillofac
Surg.,62(10):1203-1208.

Anda mungkin juga menyukai