Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS LAPORAN

PROFESI NERS 19 DEPARTEMEN ANAK RUANG 7A


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR SAIFUL ANWAR
MALANG

“SYNOVIAL CELL SARCOMA”

DISUSUN OLEH:

BENNY ABRIANSYAH

201820461011109

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
1. Definisi

Sarkoma jaringan lunak adalah tumor ganas yang berasal dari jaringan
mesenchym yang terdapat pada kerangka tubuh, kepala, leher dan ekstremitas kecuali
tulang dan tulang rawan. Dalam kategori jaringan lunak termasuk otot, tendon, fascia,
ligament, lemak, pembuluh darah, pembuluh limfe, saraf perifer, saraf autonom,
ganglion, bursa, synovia, kartilago palpebra, kartilango telinga dan lain-lain, namun
tidak termasuk tulang, kartilago, sumsum, kartilago hidung, mamae dan jaringan lunak
dalam organ.

Synovial sarcoma: Sebuah keganasan bermutu tinggi pada jaringan lunak.


Terjadi di daerah para-artikular. Serta jarang terjadi di dalam sendi. Insidennya di
Indonesia belum diketahui pasti, namun diperkirakan 1 per 100.000 penduduk dan
merupakan 1% dari seluruh tumor ganas. Sekitar 60% sarkoma jaringan lunak
mengenai ekstremitas, dimana ekstremitas bawah 3 kali lebih sering daripada
ekstremitas atas. Sisanya, 30% mengenai badan dan 10% mengenai kepala dan leher.

Faktor predisposisi sarkoma jaringan lunak adalah genetika, radiasi, virus,


iatrogenik (mis. Radiasi), dan imunologi. Lokasi: Lower ekstremitas: 60%, Upper
ekstremitas: 25%. Batang: 10%. Kepala / leher: 10%. Tidak ada penyebab dikenal,
tetapi koneksi genetik untuk sarkoma sinovial ada. Synovial sarcoma: Terjadi pada
pasien muda (15-40 tahun), Pria:Wanita adalah rasio 1,2:1. Tidak ada faktor risiko yang
diketahui.

2. ETIOLOGI

Pada tahap awal, sarkoma sinovial muncul dalam bentuk massa dalam yang
tumbuh cepat dan tanpa rasa sakit. Saat tumbuh lebih besar, tumor menyebabkan
pembengkakan dan benjolan nyata yang dapat memicu rasa sakit, mati rasa, dan
membatasi rentang gerak.
Gejala lain mungkin juga berkembang tergantung pada ukuran tumor dan
lokasi anatomis dan apakah kanker tersebut telah menyebar ke organ lain atau tidak.
Pasien mungkin batuk darah atau menderita pneumotoraks jika kanker telah menyebar
ke paru-paru, yang merupakan situs penyebaran atau metastasis yang paling umum.
Jika kanker menyebar ke tulang, gejala yang muncul mencakup nyeri tulang dan patah
tulang. Penyakit ini dapat memicu gejala gastrointestinal jika telah menyebar ke perut,
hati atau panggul.

3. PATOFISIOLOGI

Sinovial sarkoma: Tidak diatur pertumbuhan massa jaringan lunak.


Hematologi menyebar ke paru-paru. Limfatik menyebar ke kelenjar getah bening\
sarkoma epithelioid dapat timbul dalam jaringan superfisial atau mendalam. Ketika
dangkal, itu tumbuh di jaringan bawah kulit sebagai benjolan dan mungkin memborok
melalui kulit.

Dalam jaringan yang mendalam, seringkali terpasang kuat ke otot, tendon, atau
struktur fasia. Dalam 'Klasifikasi WHO dari Jaringan Lunak dan Bone Tumor' terakhir
SS diklasifikasikan di antara tumor ganas diferensiasi yang tidak pasti, tidak memiliki
sebuah jaringan mitra yang tepat normal (WHO 2002). Bahkan jika khas dari jaringan
lunak, SS dijelaskan juga di situs lain, seperti ginjal, paru, dan pleura.

Temuan Gross: Diameter SSS bervariasi dari 3 sampai 10 sentimeter (cm).


Tumor cenderung multinodular dan dapat fibrosis. Ketika mereka tumbuh lambat,
mereka cenderung telah mendorong margin dan dibatasi oleh pseudocapsule berserat.
SS diferensiasi buruk tumbuh pesat dengan margin infiltratif, menunjukkan perdarahan
dan nekrosis.

Histologi Temuan: SS terdiri dari dua jenis sel morfologi dan


immunophenotypically berbeda: sel spindle, seragam dan relatif kecil, dengan inti oval
dan sitoplasma langka, membentuk lembaran solid, dan sel epitel, yang ditandai dengan
diferensiasi epitel benar.
SSS diklasifikasikan berdasarkan penampilan morfologi mereka sebagai:
 Biphasic SS
 Monophasic SS
 Monophasic epitel SS (luar biasa)
 SS Diferensiasi buruk
 Biphasic SS menunjukkan baik spindle dan sel epitel dalam proporsi yang
bervariasi.
 SS monophasic hanya menunjukkan komponen sel spindle.
 SS epitel kelenjar monophasic murni adalah entitas teoritis dan membutuhkan
genetika molekuler harus dibedakan dari adenokarsinoma.
 SS diferensiasi buruk menunjukkan salah satu dari tiga pola morfologi: sel
besar / epithelioid / rhabdoid pola, pola sel kecil, dan spindle tinggi pola sel
kelas

Sarkoma sinovial buruk Differentiated dianggap sebagai bentuk kemajuan,


dengan perilaku yang lebih agresif dan persentase yang lebih tinggi metastasis (Weiss
2001). Di daerah kurang selular bisa ada hialinisasi, perubahan myxoid dan kalsifikasi,
dengan atau tanpa perubahan osifikasi dan jarang chondroid.

4. Pemeriksaan Klinis

A. Anamnesis

Keluhan sangat tergantung dari dimana tumor tersebut tumbuh. Keluhan


utama pasien SJL daerah ekstremitas tersering adalah benjolan yang umumnya tidak
nyeri dan sering dikeluhkan muncul setelah terjadi trauma didaerah tersebut. Untuk
SJL lokasi di visceral/retroperitoneal umumnya dirasakan ada benjolan abdominal
yang tidak nyeri, hanya sedikit kasus yang disertai nyeri, kadang-kadang terdapat
pula perdarahan gastro intestinal, obstruksi usus atau berupa gangguan neuro
vaskular.

Perlu ditanyakan bila terjadi dan bagaimana sifat pertumbuhannya, keluhan


yang berhubungan dengan infiltrasi dan penekanan terhadap jaringan sekitar, dan
ketuhan yang berhubungan dengan metastasis jauh.
B. Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan status generalis untuk menilai keadaan umum penderita dan tanda-
tanda metastasis pada paru, hati dan tulang.
2. Pemeriksaan status lokalis meliputi:

a. Tumor primer:

 Lokasi tumor
 Ukuran tumor
 Batas tumor, tegas atau tidak
 Konsistensi dan mobilitas
 Tanda-tanda infiltrasi, sehingga perlu diperiksa fungsi motorik/sensorik dan
tanda-tanda bendungan pembuluh darah, obstruksi usus, dan lain-lain sesuai
dengan lokasi lesi.
b. Metastasis regional:
Perlu diperiksa ada atau tidaknya pembesaran kgb regional

C. Pemeriksaan Penunjang

1. Foto polos untuk menilai ada tidaknya inliltrasi pada tulang.


2. MRI/CT-scan untuk menilai infiltrasi pada jaringan sekitarnya
3. Angiografi atas indikasi
4. Foto thoraks untuk menilai metastasis paru
5. USG hepar/sidik tulang atas indikasi untuk menilai metastasis
6. Untuk SJL retroperitoneal perlu diperiksa fungsi ginjal.
7. Biopsi

 Tidak dianjurkan pemeriksaan FNAB (sitologi)


 Sebaiknya dilakukan “core biopsy” atau “tru cut biopsy” dan lebih
dianjurkan untuk dilakukan biopsi terbuka, yaitu bila ukuran tumor < 3
cm dilakukan biopsi eksisi dan bila > 3 cm dilakukan biopsi insisi.

8. Untuk kasus kasus tertentu bila meragukan dilakukan emeriksaan


imunohistokimia

Setelah dilakukan pemeriksaan di atas diagnosis ditegakkan,


selanjutnya ditentukan stadium sebelum melakukan tindakan terapi terlebih
dahulu harus dipastikan kasus SJL tersebut kurabel atau tidak, resektabel atau
tidak, dan modalitas terapi yang dimiliki, serta tindakan rehabilitasi.
5. Prosedur Terapi

Risk-adapted treatment program for synovial sarcoma, European pediatric Soft


Tissue Sarcoma Study Group EpSSG, NRSTS 2005 protocol.

Dibedakan atas lokasi SJL, yaitu:

1. Ekstremitas
2. Visceral/ retroperitoneal
3. Bagian tubuh lain
4. SJL dengan metastasis jauh

A. Ekstremitas
Pengelolaan SJL di daerah ekstremitas sedapat mungkin haruslah dengan
tindakan “the limb-sparring operation” dengan atau tanpa terapi adjuvant
(radiasi/khemoterapi). Tindakan amputasi harus ditempatkan sebagai pilihan terakhir.
Tindakan yang dapat dilakukan selain tindakan operasi adalah dengan khemoterapi
intra arterial atau dengan hyperthermia dan “limb perfusion“.

1. SJL Pada Ekstremitas Yang Resektabel

Setelah diagnosis klinis onkologi dan diagnosis histopatologi ditegakkan secara


biopsi insisi/eksisi, dan setelah ditentukan gradasi SJL serta stadium klinisnya, maka
dilakukan tindakan eksisi luas. Untuk SJL yang masih operabel/resektabel, eksisi luas
yang dilakukan adalah eksisi dengan “curative wide margin‘: yaitu eksisi pada jarak 5
cm atau lebih dari zona reaktif tumor yaitu daerah yang mengalami perubahan warna
disekitar tumor yang terlihat secara inspeksi, yang berhubungan dengan jaringan yang
vaskuler, degenerasi otot, edema dan jaringan sikatrik.

 Untuk SJL ukuran < 5 cm dan gradasi rendah, tidak ada tindakan adjuvant
setelah tindakan eksisi luas.
 Bila SJL ukuran > 5 cm dan. gradasi rendah, perlu ditambahkan radioterapi
eksterna sebagai terapi adjuvan. erlu ditambahkan
 Untuk SJL ukuran 5-10 cm dan gradasi tinggi dittambahkan radioterapi
eksterna atau brakhiterapi sebagai terapi adjuvan
 Bila SJL ukuran > 10 cm dan gradasi tinggi, pertu dipertimbangkan pemberian
khemoterapi preoperatif dan pasta operatif dilakukan pemberian radioterapi
eksterna atau brakhiterapi.

2. SJL Pada Ekstremitas Yang Tidak Resektabel

Ada 2 pilihan yang dapat dilakukan, yaitu:


Sebelum tindakan eksisi luas terlebih dahulu ditakukan radioterapi preoperatif
atau neo adjuvan khemoterapi sebanyak 3 kali.

Pilihan lain adatah dilakukan terlebih dahulu eksisi kemudiian dilanjutkan


dengan radiasi pasta operasi atau khemoterapi. Eksisi yang dapat dilakukan:

 Eksisi “wide margin” yaitu 1 cm diluar zona reaktif.


 Eksisi “marginal margin” yaitu pada batas pseudo capsul.
 Eksisi “intralesional margin” yaitu memotong parenchim tumor atau
debunking, dengan syarat harus membuang massa tumor > 50% dan tumornya
harus berespon serhadap radioterapi atau khemoterapi.

Perlu perhatian khusus untuk SJL yang tidak ada respon terhadap radioterapi
atau khemoterapi dapat dipertimbangkan tindakan amputasi.

B. SJL Di Daerah Viseral/Retroperitoneol

Jenis histopatotogi yang sering ditemukan adalah liposarkoma dan


leiomiosarkoma. Bila dari penilaian klinis/penunjang ditegakkan diagnosis SJL
viseral/retroperitoneal harus dilakukan pemeriksaan tes fungsi ginjal dan pemeriksaan
untuk menilai pasase usus. Sebelum operasi dilakukan “persiapan kolon” untuk
kemungkinan dilakukan reseksi kolon. Modalitas terapi yang utama untuk SJL
viseral/retroperitoneal adalah tindakan operasi.

Bila SJL telah menginfiltrasi ginjal dan dari tes fungsi ginjal diketahui ginjal
kontralateral dalam kondisi baik, maka tindakan eksisi luas harus disertai dengan
tindakan nefrektomi. Dan bila telah menginfiltrasi kolon, maka dilakukan reseksi
kolon. Seringkali tindakan eksisi luas yang dilakukan tidak dapat mencapai reseksi
radikal karena terbatas oleh organ-organ vital seperti aorta, vena cava, dan sebagainya,
sehingga tindakan yang dilakukan tidak radikal dan terbatas pada pseudo kapsul. Untuk
kasus yang demikian perlu dipikirkan terapi adjuvan, berupa khemoterapi dan atau
radioterapi.
C. SJL Dengan Metastasis luas

Bila lesi metastasis tunggal masih operabel/ resektabel dapat dilakukan


tindakan eksisi, tetapi bila tidak dapat dieksisi, maka dilakukan khemoterapi dengan
Doxorubicin sebagal obat tunggal atau dengan obat khemoterapi kombinasl, yaitu
Doxorublcin + Ifosfamide, terutama untuk pasten dengan status performance yang
baik.

Obat-obat kombinasi yang lain adalah :

 Doxorubicin + Dacarbazine
 CyVADIC
 Doxorubicin + Ifosfamide + Mesna + Dacarbazine

Ruang lingkup : Sarkoma jaringan lunak

Indikasi operasi : Semua sarkoma jaringan lunak. Terapi primer sarkoma jaringan
lunak adalah eksisi luas.

Kontra indikasi operasi : Keadaan umum yang buruk, tumor dengan metastasis
(relative)

Diagnosis Banding : Tumor ganas, Tumor jinak jaringan lunak

Pemeriksaan penunjang : Darah lengkap, faal hemostasis, fungsi hati, fungsi ginjal,
rontgen thorax, USG abdomen, foto tulang, CT Scan/MRI, hasil patologi anatomi
biopsi/kelenjar limfe regional dengan atau tanpa immunohistokimia
6. Algoritma Dan Prosedur

Algoritma

Pembedahan merupakan terapi yang utama pada sarkoma soft tissue.


Pembedahan secara garis besar dibagi menjadi 2 bagian yaitu Amputasi dan
pembedahan yang mempertahankan tungkai.

1. Amputasi

Amputasi dilakukan pada sarkoma enggota gerak dengan batas satu sendi
diatasnya. Ada beberapa syarat bila kita melakukan amputasi:

 Lokal rekuren pada high grade karsinoma


 Mengenai pembuluh darah utama
 Mengenai jaringan saraf yang utama
 Sudah mengenai tulang di bawahnya
 Sudah teradi kontaminasi sel karsinoma yang lugs
 Sudah terjadi fraktur patologis
 Infeksi pada tempat biopsi atau tumornya sendiri

2. Pembedahan yang mempertahankan anggota gerak (limb salvage)

Dalam pembedahan yang mempertahankan anggota gerak, bisa kita lakukan


beberapa prosedur antara lain: Compartment resection, wide local excition dan
marginal excition

Marginal Excition

 Pada marginal eksisi, eksisi dilakukan melalui pseudocapsul (reactive zone)


dimana secara mikroskopis sel-sel karsinoma masih tertinggal, daerah yang kita
operasi terkontaminasi oleh sel-sel karsinoma. Terjadinya rekurensi tinggi, bisa
mencapai 100% pada yang high grade dan pada yang low grade juga tinggi.
 Biasanya marginal eksisi dilakukan pada sarkoma di retroperitoneal atau pada
kepala-leher, yang segera diikuti dengan pemberian radioterapi dan kemoterapi.

Wide lokal eksisi

 Pada wide lokal eksisi, eksisi dilakukan 2-3 cm diluar pseudocapsul (reactive
zone), bila kita ingin menyelamatkan saraf dan pembuluh darah maka eksisi
bisa dilakukan lebih sempit lagi.
 Sebelum kita melakukan wide lokal eksisi, kita harus memperhatikan tipe
histologi, grade, ukuran tumor, dan lokasinya dimana.

Compartment reseksi

 Compartment reseksi adalah suatu tindakan yang radikal pada operasi


penyelamatan anggota gerak yang mana tumor beserta dengan otot di
sekitarnya pada compartment tersebut diangkat.
 Reseksi ini seringkali dilakukan pada ekstremitas bawah yang terbagi menjadi
compartment anterior, medial dan posterior.
 Sarkoma pada paha yang tidak melewati batas dari compartment dapat
dilakukan compartment reseksi.

ad. Reseksi compartment anterior

 Compartement anterior meliputt otot vastus lateralis, vastus medius, vastus


intermedius, rectus femoria, sartorius serta saraf femoralis ramus kutanaeus.
 Pada reseksi anterior idealnya dilakukan pada tumor yang hanya mengenai
kelompok otot quadrisep (vastus lateralis, vastus medius, vastus intermedius
serta rectus femoris) dan tidak mengenai tulang atau struktur neurovaskuler
yang penting.
 Setelah dilakukan reseksi compartment anterior terjadi kelemahan ekstensi dari
kaki dan hilangnya sensasi pada paha daerah anterior serta bagian medial dari
kaki.
 Untuk kelemahan dari ekstensi dapat dilakukan operasi transplantasi dari otot
lateral atau medial, lalu pasien menggunakan ankle/foot orthosis (AFO) dengan
plantar fleksi 5°.
 Radioterapi sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan disfungsi dari
seksual, merusak rekonstruksi tendon, dan tertadinya kekakuan yang hebat pada
lutut.

Teknik Operasi

A. Reseksi compartment anterior

 Compartement anterior meliput otot vastus lateralis, vastus medius, vastus


intermedius, rectus femoria, sartorius serta saraf femoralis ramus kutanaeus.
 Pada reseksi anterior idealnya dilakukan pada tumor yang hanya mengenai
kelompok otot quadrisep (vastus lateralis, vastus medius, vastus intermedius
serta rectus femoris) dan tidak mengenai tulang atau struktur neurovaskuler
yang penting.
 Setelah dilakukan reseksi compartment anterior terjadi kelemahan ekstensi dari
kaki dan hilangnya sensasi pada paha daerah anterior serta bagian medial dari
kaki.
 Untuk kelemahan dari ekstensi dapat dilakukan operasi transplantasi dari otot
lateral atau medial, lalu pasien menggunakan ankle/foot orthosis ( AFO )
dengan plantar fleksi 5°.
 Radioterapi sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan disfungsi dari
seksual, merusak rekonstruksi tendon, dan terjadinya kekakuan yang hebat pada
lutut.

1. Posisi pasien telentang.


2. Insisi elip longitudinal mulai dari anterior inferior iliac spine sampai ke patella,
bila patella terkena insisi diperlebar sampai tuberkel tibia, tulang patella juga
dieksisi
3. Kita buat flap (kulit dan jaringan subcutan) superficial dari fascia lata dengan
batas medialnya otot adductor dan batas lateralnya otot-otot fleksor vena
saphena diligasi pada fossa ovalis
4. Otot-otol quadriceps kita traksi ke lateral, cabang arteri dan vena femoralis
yang ke otot-otot tersebut kita ligasi mulai dari atas ke bawah, pada daerah
kanal hunter kita memotong otot yang melintang arteri femoralis
5. Pemotongan origo dan otot tensor fascia lata pada wing dari tulang ilium, origo
dari otot sartorius pada SIAS, serta origo dari otot rectus femoris pada anterior
inferior iliac spine dengan elektrocauter
6. Dilanjutkan dengan pemotongan origo dari otot-otot vastus lateralis, medial dan
intermedius pada femur.
7. Insersi pada tulang patella dipotong pada tulang tersebut juga ikut terpotong
bursa dari pre dan postpatela serta insersi otot vastus medial juga dipotong pada
ligamen kolateral medialis
8. Rekonstruksi dilakukan dengan menjahitkan otot-otot gracilis dan bisep
femoris ke tendon dari patella setelah kita bebaskan dari ligamen kolateral
medial dan lateral lalu kedua otot tersebut kita jahitkan untuk menutupi.
9. 1 /3 distal dari femur
10. Cuci luka operasi dengan cairan normal saline lalu pasang dua buah drain
dibawah flap. Dan fiksasi drain pada kulit lalu dihubungkan pada sistim suction
tertutup dengan vakum. Mobilisasi pasien setelah edema berkurang
11. 2 minggu kemudian penderita memakai ankle/fool orthosis

B. Reseksi compartment posterior

Compartment posterior meliputi otot hamstring group. Reseksi ini idealnya


dilakukan pada tumor grade 1 dan grade 2 yang terbatas pada compartment ini. Bila
tumor sudah mengenai nervus sciatic, maka nervus ini diambil juga dengan fungsi kaki
yang memuaskan.
1. Posisi pasien tertelungkup
2. Insisi elip dari poplitea sarnpai pelipatan pantat, lalu dibuat flap dengan batas
medialnya otot gracilis dan batas lateralnya iliotibial tract
3. Flap dilakukan lalu tampak otot-otot semitendinosus, semimembranosus,
bisep femoris
4. Klem Origo lalu dipotong pada ischial tuberositas
5. Kemudian otot-otot dibebaskan
6. Arteri, vena yang ke otot-otot tersebut diligasi serta nervus juga dipotong
7. Insersi dari otot bisep femoris (long head) dipotong pada daerah tendonnya,
disini hati-hati jangan mencederai nervus peroneus
8. Insersi dari otot semimembranosus dan semitendinosus dipotong pada daerah
tendonnya
9. Nervus sciatic juga diangkat bila terkena infiltrasi tumor
10. Kemudian cuci luka dengan cairan normal saline lalu pasang dua drain. Dan
fiksasi drain pada kulit lalu dihubungkan pada sistem suction tertutup dengan
vakum.

C. Reseksi compartment medial

Compartment medial meliputi m. gracilis, adductor (longs, brevis, magnus) dan


m. pectineus. Reseksi ini hasilnya paling baik dibandingkan dengan yang lain. Eksisi
dari kelenjar getah bening tidak dianjurkan kecuali bila tumor tersebut secara langsung
mengenai kelenjar tersebut, pada rhabdomiosarcoma atau sinovial sarcoma yang
Bering metastase ke kelenjar getah bening, kelainan pada kelenjar hanya sebesar 20%.

1. Posisi pasien terlentang dengan kaki sedikit fleksi dan abduksi.


2. Insisi elip dari tuberkel pubis sampai epicondilus medialis dari tibia, T insisi
dilakukan bila tumor tersebut besar atau pada bagian atas dari otot-otot
adductor, flap dibuat dengan batas lateral otot sartorius, batas medialnya otot-
oitot fleksor.
3. Kita buat flap dengan batas atas ramus pubis, batas bawah epicondilus medial
dari tibia, batas lateral otot sartorius, batas medialnya otot-otot fleksor.
4. Arteri femoralis profondus diligasi dibagian distal dari medial circumflex arteri
femoralis
5. Otot-otot adductor dipotong origonya pada tulang pubis mulai dari origo otot
pectineus, adductor longus, adductor brevis, gracilis, adductor magnus
6. Secara tajam otot-otot adductor dibebaskan dari otot-otot fleksor dan nervus
sciatic
7. Kemudian cuci luka dengan cairan normal saline lalu pasang dua buah drain
dan fiksasi drain pada kulit lalu hubungkan pada sistim suction tertutup dengan
vakum

Komplikasi operasi

a. Perdarahan

Bila hemostasis tidak baik, dapat terjadi perdarahan di daerah operasi. Pada
insisional biopsi tumor, mudah terjadi perdarahan. Bila perdarahan merembes dan tidak
dapat dijahit (jaringan rapuh), dilakukan penekanan dan balut tekan diatas titik
perdarahan.

b. Infeksi dan Nekrosis Flap

Infeksi dapat muncul bila tehnik aseptik tidak dilaksanakan dengan tepat, atau
sudah ada infeksi di daerah yang di biopsi. Nekrosis flap terjadi bila terlalu tegang atau
terlalu tipis, atau tulang menekan flap dari dalam (pemotongan tulang kurang pendek).

Komplikasi Operasi : Perdarahan, Infeksi, Nekrosis

Mortalitas : Tergantung berat – ringannya penyakit

j. Perawatan Pasca Bedah

 Elevasi tungkai selama 3-5 hari untuk mencegah edema post operasi
 Drain diangkat kira-kira pada hari ke 5 bila produsi minimal
 Antibiotika diberikan selama 3-5 hari sampai drain diangkat
 Isometrik exercise esok harinya setelah operasi

7. PATHWAY

8. DIAGNOSA KEPERAWATAN
 Koping individu tidak efektif berhubungan dengan diagnosis kanker dan
prognosa yang tidak pasti
 Resiko infeksi berhubungan dengan pengobatan kemoterapi berkaitan dengan
destruksi secara cepat pembelahan sel hematopoetik normal yang
mengakibatkan immunosupresi.
 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah dan diare karena kemoterapi
 Perubahan eliminasi urinarius berhubungan dengan efek samping kemoterapi
yang dapat mengakibatkan kemoterapi hematuria atau tosisitas renal.
 Nyeri berhubungan dengan intervensi pembedahan
 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, nyeri
karena pembedahan atau amputasi bagian tubuh yang terkena, interupsi
pembedahan atau pengangkatan otot – otot kartilago dan ligamen.

9. RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA NOC NIC
1 Risiko infeksi  Immune Status  Pertahankan teknik aseptif
 Knowledge : Infection  Batasi pengunjung bila perlu
Faktor-faktor risiko : control  Cuci tangan setiap sebelum dan
 Prosedur Infasif  Risk control sesudah tindakan keperawatan
 Kerusakan Setelah dilakukan tindakan  Gunakan baju, sarung tangan
jaringan dan keperawatan selama…… pasien sebagai alat pelindung
peningkatan tidak mengalami infeksi dengan  Ganti letak IV perifer dan dressing
paparan kriteria hasil: sesuai dengan petunjuk umum
lingkungan  Klien bebas dari tanda dan  Gunakan kateter intermiten untuk
 Malnutrisi gejala infeksi menurunkan infeksi kandung
 Peningkatan  Menunjukkan kemampuan kencing
paparan untuk mencegah timbulnya  Tingkatkan intake nutrisi
lingkungan infeksi  Berikan terapi
patogen  Jumlah leukosit dalam batas antibiotik:.................................
 Imonusupresi normal  Monitor tanda dan gejala infeksi
 Tidak adekuat  Menunjukkan perilaku hidup sistemik dan lokal
pertahanan sehat  Pertahankan teknik isolasi k/p
sekunder  Status imun, gastrointestinal,  Inspeksi kulit dan membran mukosa
(penurunan Hb, genitourinaria dalam batas terhadap kemerahan, panas,
Leukopenia, normal drainase
penekanan  Monitor adanya luka
respon inflamasi)  Dorong masukan cairan
 Penyakit kronik  Dorong istirahat
 Imunosupresi  Ajarkan pasien dan keluarga tanda
 Malnutrisi dan gejala infeksi
 Pertahan primer  Kaji suhu badan pada pasien
tidak adekuat neutropenia setiap 4 jam
(kerusakan kulit,
trauma jaringan,
gangguan
peristaltik)

2 Ketidakseimbangan NOC:  Kaji adanya alergi makanan


nutrisi kurang dari a. Nutritional status: Adequacy of  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
kebutuhan tubuh nutrient menentukan jumlah kalori dan nutrisi
Berhubungan denganb. Nutritional Status : food and yang dibutuhkan pasien
: Fluid Intake  Yakinkan diet yang dimakan
Ketidakmampuan c. Weight Control mengandung tinggi serat untuk
untuk memasukkan Setelah dilakukan tindakan mencegah konstipasi
atau mencerna nutrisi keperawatan selama….nutrisi  Ajarkan pasien bagaimana membuat
oleh karena faktor kurang teratasi dengan catatan makanan harian.
biologis, psikologis indikator:  Monitor adanya penurunan BB dan
atau ekonomi.  Albumin serum gula darah
DS:  Pre albumin serum  Monitor lingkungan selama makan
 Nyeri abdomen  Hematokrit  Jadwalkan pengobatan dan tindakan
 Muntah  Hemoglobin tidak selama jam makan
 Kejang perut  Total iron binding capacity  Monitor turgor kulit
 Rasa penuh  Jumlah limfosit  Monitor kekeringan, rambut kusam,
tiba-tiba setelah total protein, Hb dan kadar Ht
makan  Monitor mual dan muntah
DO:  Monitor pucat, kemerahan, dan
 Diare kekeringan jaringan konjungtiva
 Rontok rambut  Monitor intake nuntrisi
yang berlebih  Informasikan pada klien dan keluarga
 Kurang nafsu tentang manfaat nutrisi
makan  Kolaborasi dengan dokter tentang
 Bising usus kebutuhan suplemen makanan seperti
berlebih NGT/ TPN sehingga intake cairan
 Konjungtiva yang adekuat dapat dipertahankan.
pucat  Atur posisi semi fowler atau fowler
 Denyut nadi tinggi selama makan
lemah  Kelola pemberan anti emetik:.....
 Anjurkan banyak minum
 Pertahankan terapi IV line
 Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas
oval

Nyeri akut  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara


berhubungan  pain control, komprehensif termasuk lokasi,
dengan:  comfort level karakteristik, durasi, frekuensi,
Agen injuri (biologi, Setelah dilakukan tinfakan kualitas dan faktor presipitasi
kimia, fisik, keperawatan selama ….  Observasi reaksi nonverbal dari
psikologis), Pasien tidak mengalami ketidaknyamanan
kerusakan jaringan nyeri, dengan kriteria hasil:  Bantu pasien dan keluarga untuk
 Mampu mengontrol nyeri mencari dan menemukan dukungan
DS: (tahu penyebab nyeri,  Kontrol lingkungan yang dapat
 Laporan secara mampu menggunakan mempengaruhi nyeri seperti suhu
verbal tehnik nonfarmakologi ruangan, pencahayaan dan
DO: untuk mengurangi nyeri, kebisingan
 Posisi untuk mencari bantuan)  Kurangi faktor presipitasi nyeri
menahan nyeri  Melaporkan bahwa nyeri  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
 Tingkah laku berkurang dengan menentukan intervensi
berhati-hati menggunakan manajemen  Ajarkan tentang teknik non
 Gangguan tidur nyeri farmakologi: napas dalam, relaksasi,
(mata sayu,  Mampu mengenali nyeri distraksi, kompres hangat/ dingin
tampak capek, (skala, intensitas, frekuensi  Berikan analgetik untuk mengurangi
sulit atau dan tanda nyeri) nyeri: ……...
gerakan kacau,  Menyatakan rasa nyaman  Tingkatkan istirahat
menyeringai) setelah nyeri berkurang  Berikan informasi tentang nyeri
 Terfokus pada  Tanda vital dalam rentang seperti penyebab nyeri, berapa lama
diri sendiri normal nyeri akan berkurang dan antisipasi
 Fokus  Tidak mengalami gangguan ketidaknyamanan dari prosedur
menyempit tidur  Monitor vital sign sebelum dan
(penurunan sesudah pemberian analgesik
persepsi waktu, pertama kali
kerusakan proses
berpikir,
penurunan
interaksi dengan
orang dan
lingkungan)
 Tingkah laku
distraksi, contoh
: jalan-jalan,
menemui orang
lain dan/atau
aktivitas,
aktivitas
berulang-ulang)
 Respon autonom
(seperti
diaphoresis,
perubahan
tekanan darah,
perubahan nafas,
nadi dan dilatasi
pupil)
 Perubahan
autonomic dalam
tonus otot
(mungkin dalam
rentang dari
lemah ke kaku)
 Tingkah laku
ekspresif (contoh
: gelisah,
merintih,
menangis,
waspada,
iritabel, nafas
panjang/berkeluh
kesah)
 Perubahan dalam
nafsu makan dan
minum
DAFTAR PUSTAKA

Charlotte And Gale.2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. Egc. Jakarta

Mezzelani A, Mariani L, Tamborini E, et al. SYT-SSX fusion genes and prognosis in


synovial sarcoma. Br J Cancer 85:1535-1539, 2001.

Spillane AJ, A'Hern R, Judson IR, et al. Synovial sarcoma: a clinicopathologic,


staging, and prognostic assessment. J Clin Oncol 18 :3794-3803, 2000.

WHO Classification of Tumours. Pathology and Genetics. Tumours of Soft Tissue and
Bone. CDM Fletcher, KK Unni, and F Mertens eds. IARC Press, Lyon, 2002.

Doengoes, Marylinn. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. jakarta: EGC

Price, Sylvia. A. 1995. Patofisiolog: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4


buku II. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne. C, Bare, Brenda. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah


Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 3. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai