Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

EFUSI PLEUARA

A. Konsep dasar
1. Defenisi
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan di dalam rongga pleura akibat
transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura (Suzanne
Smeltzer: 2001). Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara
selaput yang melapisi paru-paru dan rongga dada, diantara permukaan
viseral dan parietal. Dalam keadaan normal, rongga pleura hanya
mengandung sedikit cairan sebanyak 10-20 ml yang membentuk lapisan
tipis pada pleura parietalis dan viseralis, dengan fungsi utama sebagai
pelicin gesekan antara permukaan kedua pleura pada waktu pernafasan.
Jenis cairan lainnya yang bisa terkumpul di dalam rongga pleura adalah
darah, nanah, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol
tinggi. Efusi pleura bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi
merupakan tanda suatu penyakit.
Pada gangguan tertentu, cairan dapat berkumpul dalam ruang pleural
pada titik
dimana penumpukan ini akan menjadi bukti klinis, dan hampir selalu
merupakan
signifikasi patologi. Efusi dapat terdiri dari cairan yang relatif jernih, yang
mungkin merupakan cairan transudat atau eksudat, atau dapat mengandung
darah dan purulen. Transudat (filtrasi plasma yang mengalir menembus
dinding kapiler yang utuh) terjadi jika faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan dan reabsorpsi cairan pleural terganggu. Biasanya oleh
ketidakseimbangan tekanan hidrostatik atau onkotik. Transudat
menandakan bahwa kondisi seperti asites atau gagal ginjal mendasari
penumpukan cairan. Eksudat (ekstravasasi cairan ke dalam jaringan atau
kavitas). Biasanya terjadi akibat inflamasi oleh produk bakteri atau tumor
yang mengenai permukaan pleural (Sylvia Anderson Price dan Lorraine,
2005: 739).
Efusi yang mengandung darah disebut dengan efusi hemoragis. Pada
keadaan ini kadar eritrosit di dalam cairan pleural meningkat antara 5.000-
10.000 mm Keadaan ini sering dijumpai pada keganasan pneumonia.
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, efusi pleura dibagi menjadi
unilateral dan bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang
spesifik dengan penyakit penyebabnya, akan tetapi efusi yang bilateral
seringkali ditemukan pada penyakit : kegagalan jantug kongestif, sindroma
nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosis sistemik, tumor dan
tuberkulosis.

2. Etiologi
Efusi pleura merupakan proses penyakit primer yang jarang terjadi,
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain.
Menurut Brunner & Suddart. 2001, terjadinya efusi pleura disebabkan oleh
2 faktor yaitu:
2.1 Infeksi
Penyakit-penyakit infeksi yang menyebabkan efusi pleura antara lain:
tuberculosis, pnemonitis, abses paru, abses subfrenik. Macam-macam
penyakit infeksi lain yang dapat menyebabkan efusi pleura antara lain:

a. Pleuritis karena Virus dan mikoplasma


b. Pleuritis karena bakteri Piogenik
c. Pleuritis Tuberkulosa
d. Pleura karena Fungi
e. Pleuritis karena parasit
2.2 Non infeksi
Sedangkan penyakit non infeksi yang dapat menyebabkan efusi pleura
antara lain: Ca paru, Ca pleura (primer dan sekunder), Ca mediastinum,
tumor ovarium, bendungan jantung (gagal jantung), perikarditis
konstruktifa, gagal hati, gagal ginjal. Adapun penyakit non infeksi lain
yang dapat menyebabkan efusi pleura antara lain:
a. Efusi pleura karena gangguan sirkulasi
1. Gangguan Kardiovaskuler
2. Emboli Pulmonal
3. Hipoalbuminemia
b. Efusi pleura karena neoplasma
c. Efusi pleura karena sebab lain
1. Efusi pleura karena trauma
2. Uremia
3. Miksedema
4. Limfedema
5. Reaksi hipersensitif terhadap obat
6. Efusi pleura idiopatik
d. Efusi pleura karena kelainan Intra-abdominal
3. Manifestasi Klinis
Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh
penyakit dasar. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil,
dan nyeri dada pleuritis, sementara efusi malignan dapat
mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusi
akan menentukan keparahan gejala. Efusi yang luas akan
menyebabkan sesak
napas. Area yang mengandung cairan atau menunjukkan bunyi napas
minimal
atau tidak sama sekali mengandung bunyi datar, pekak saat perkusi.
Suara egophoni akan terdengar diatas area efusi. Deviasi trakea
menjauhi tempat yang
sakit dapat terjadi jika penumpukan cairan pleural yang signifikan.
Bila terdapat
efusi pleura kecil sampai sedang, dispnea mungkin saja tidak
ditemukan. (Brunner & Suddart, 2001: 593)
4. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan
antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal
cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh
darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotic
plasma dan jaringan interstisial submesotelial, kemudian melalui sel
mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura
dapat melalui limfe sekitar pleura. Proses penumpukan cairan dalam
rongga pleura dapat disebabkan oleh peradangan. Bila proses radang
disebabkan oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga
terjadi empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah
sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks. Proses terjadinya
pneumotoraks karena pecahnya alveoli dekat pleura parietalis
sehingga udara akan masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini sering
disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada daerah tersebut yang
kurang elastis lagi seperti pada pasien emfisema paru.
5. Manifestasi Klinis
a. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena
pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila
cairan banyak, penderita akan sesak napas.
b. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil,
dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus),
subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.
c. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika
terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.
d. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan
berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit
akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba
dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan
duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis
Damoiseu).
e. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup
timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-
Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong
mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati
vesikuler melemah dengan ronki.
f. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
6. Komplikasi
a. Pneumotoraks (karena udara masuk melalui jarum)
b. Hemotoraks ( karena trauma pada pembuluh darah interkostalis)
c. Emboli udara (karena adanya laserasi yang cukup dalam,
menyebabkan udara dari alveoli masuk ke vena pulmonalis)
d. Laserasi pleura viseralis

7. Web of cautions
8. Penatalaksanaan medis dan keperawatan
Penatalaksanaan yang utama pada kasus efusi pleura adalah dengan
mengurangi gejala yang ditimbulkan dengan jalan mengevakuasi
cairan dari dalam rongga pleura kemudian mengatasi penyakit yang
mendasarinya. Pilihan terapinya bergantung pada jenis efusi pleura,
stadium, dan penyakit yang mendasarinya. Pertama kita harus
menentukan apakah cairan pleura eksudat atau transudat. (Yu H,
2011)
Penatalaksanaan efusi pleura dapat berupa aspirasi cairan pleura
ataupun pemasangan selang dada. Aspirasi cairan pleura dilakukan
untuk tujuan diagnostik misalnya pada efusi pleura yang tidak
diketahui penyebabnya dan terapeutik yaitu untuk mengevakuasi
cairan maupun udara dari rongga pleura ketika pasien tidak sanggup
lagi untuk menunggu dilakukan pemasangan selang dada misalnya
pada pasien tension pneumotoraks. Selain aspirasi cairan pleura dapat
juga dilakukan pemasangan selang dada untuk tujuan terapeutik.
Pemasangan selang dada diperlukan jika terjadi gangguan fungsi
fisiologis sistem pernapasan dan kardiovaskular (Klopp M, 2013).
Selain torakosentesis, prinsip penanganan efusi pleura adalah dengan
mengobati penyakit yang mendasarinya. Tindakan emergensi
diperlukan ketika jumlah cairan efusi tergolong besar, adanya
gangguan pernapasan, ketika fungsi jantung terganggu atau ketika
terjadi perdarahan pleura akibat trauma tidak dapat terkontrol.
Drainase rongga pleura juga harus segera dilakukan pada kasus
empiema toraks.
Efusi pleura minimal yang disebabkan oleh proses malignansi
terkadang akan teratasi dengan sendirinya setelah dilakukan tindakan
kemoterapi, namun tindakan pleurodesis harus tetap dilakukan setelah
cairan berhasil dievakuasi pada kasus di mana efusi pleura berulang
atau ketika jumlah cairan dalam rongga pleura tergolong moderat.
(Sato T, 2006)
a. Torakosentesis
Torakosentesis merupakan pilihan pertama dan merupakan
tindakan yang sederhana untuk kasus efusi pleura, bukan hanya
untuk diagnosis tapi juga untuk mengurangi gejala yang
ditimbulkan akibat efusi pleura tersebut. Tetapi bagaimanapun
juga, torakosintesis yang berulang bukan pilihan yang tepat untuk
penanganan efusi pleura ganas yang progresif. Torakosintesis
hanya mengurangi gejala untuk sementara waktu dan akan
membutuhkan kunjungan yang berulang ke rumah sakit untuk
melakukannya (Yu H, 2011).
Indikasi torakosintesis pada kasus efusi pleura meliputi indikasi
diagnostik dan terapeutik
1. Diagnostik
Saat melakukan torakosentesis, sampel cairan pleura dapat
diambil dan diperiksakan untuk menentukan penyebab efusi.
Untuk pemeriksaan laboratorium dibutuhkan 50 – 100 ml.
Sebagian besar efusi pleura yang masih baru terukur lebih dari
10 mm pada foto toraks posisi lateral dekubitus, CT scan
toraks, atau USG toraks.
2. Torakonsentesis
Tujuan lain dilakukan torakosentesis adalah untuk
mengurangi gejala yang ditimbulkan misalnya meringankan
sesak napas yang diakibatkan jumlah cairan yang besar dan
membutuhkan evakuasi segera.
b. Pemasangan selang dada
Pemasangan selang dada dapat dilakukan pada pasien dengan efusi
pleura ataupun pneumotoraks dengan ukuran moderat sampai large,
pasien dengan riwayat aspirasi cairan pleura berulang, efusi pleura
yang berulang, pada pasien yang dilakukan bedah toraks, pasien
dengan pneumotoraks yang berhubungan dengan trauma,
hemotoraks, kilotoraks, empiema, atau pada keadaan lain misalnya
untuk pencegahan setelah tindakan pembedahan untuk evakuasi darah
dan mencegah tamponade jantung. (Klopp M, 2013)
B. Asuhan Keperawatan
1. pengkajian (fisik/head to toe, sosial, spiritual, kultural, diagnostik/penunjang).
2. diagnosa keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas,
mucosa skret berlebihan.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler
- alveolar
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury: fisik
d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen dengan kebutuhan
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi
inadekuat, faktor biologi
f. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan tubuh primer
(cairan tubuh statis), prosedur invasiv
g. kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang familier
terhadap informasi, terbatasnya kognitif
h. Cemas berhubungan dengan status kesehatan
3. Intervensi
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan Airway manajemenn
tidak efektif b/d askep … jam Status  1. Bebaskan jalan nafas dengan posisi
banyaknya scret respirasi: terjadi leher ekstensi jika memungkinkan.
mucus kepatenan jalan  2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
nafas dg KH:Pasien ventilasi
tidak sesak nafas,  3. Identifikasi pasien secara actual atau
auskultasi suara paru potensial untuk membebaskan jalan nafas.
bersih,              tanda 4. Pasang ET jika memungkinkan
vital dbn.  5. Lakukan terapi dada jika memungkinkan
 6.Keluarkan lendir dengan suction
 7. Asukultasi suara nafas
 8. Lakukan suction melalui ET
 9. Atur posisi untuk mengurangi dyspnea
 10 Monitor respirasi dan status oksigen
jika memungkinkan
Airway Suction
 1. Tentukan kebutuhan suction melalui oral
atau tracheal
 2Auskultasi suara nafas sebelum dan
sesudah suction
      Informasikan pada keluarga tentang
suction
      Masukan slang jalan afas melalui
hidung untuk memudahkan suction
      Bila menggunakan oksigen tinggi
(100% O2) gunakan ventilator atau
rescution manual.
      Gunakan peralatan steril, sekali pakai
untuk melakukan prosedur tracheal
suction.
      Monitor status O2 pasien dan status
hemodinamik sebelum, selama, san
sesudah suction.
      Suction oropharing setelah dilakukan
suction trachea.
      Bersihkan daerah atau area stoma
trachea setelah dilakukan suction trachea.
      Hentikan tracheal suction dan berikan
O2 jika pasien bradicardia.
      Catat type dan jumlah sekresi dengan
segera

2 Gangguan Setelah dilakukan Airway Manajemen


pertukaran gas askep … jam Status       Bebaskan jalan nafas
berhubungan dengan pernafasan       Dorong bernafas dalam lama dan tahan
perubahan membran seimabang antara batuk
kapiler - alveolar kosentrasi udara       Atur kelembaban udara yang sesuai
dalam darah arteri dg       Atur posisi untuk mengurangi dispneu
KH:       Monitor frekuensi nafas b/d
      Menunjukkan penyesuaian oksigen
peningkatan Ventilasi
dan oksigen cukup Monitor Respirasi
      AGD dbn       Monitor kecepatan,irama, kedalaman
dan upaya bernafas
      Catat pergerakan dada, lihat
kesimetrisan dada, menggunakan alat
bantu dan retraksi otot intercosta
      Monitoring pernafasan hidung, adanya
ngorok
      Monitor pola nafas, bradipneu,
takipneu, hiperventilasi, resirasi kusmaul
dll
      Palpasi kesamaan ekspansi paru
      Perkusi dada anterior dan posterior dari
kedua paru
      Monitor kelelahan otot diafragma
      Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan dan atau ketidakadanya
ventilasi dan bunyi nafas
      Monitor kegelisahan, cemas dan marah
      Catat karakteristik batuk dan lamanya
      Monitor sekresi pernafasan
      Monitor dispneu dan kejadian
perkembangan dan perburukan
      Lakukan perawatan terapi nebulasi bila
perlu
      Tempatkan pasien kesamping untuk
mencegah aspirasi
Manajemen asam Basa
      Kirim pemeriksaan laborat
keseimbangan asam basa ( missal
AGD,urin dan tingkatan serum)
      Monitor AGD selama PH rendah
      Posisikan pasien untuk perfusi ventilasi
yang optimum
      Pertahankan kebersihan jalan udara
(suction dan terapi dada)
      Monitor pola respiorasi
      Monitor kerja pernafsan (kecepatan
pernafasan
3 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri :
berhubungan dengan Asuhan keperawatan      Lakukan pegkajian nyeri secara
agen injury: fisik …. jam tingkat komprehensif termasuk lokasi,
kenyamanan klien karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
meningkat dg KH: dan faktor presipitasi.
   Klien melaporkan      Observasi reaksi nonverbal dari ketidak
nyeri berkurang dg nyamanan.
scala 2-3       Gunakan teknik komunikasi terapeutik
   Ekspresi wajah untuk mengetahui pengalaman nyeri klien
tenang sebelumnya.
   klien dapat istirahat      Kontrol faktor lingkungan yang
dan tidur mempengaruhi nyeri seperti suhu
   v/s dbn ruangan, pencahayaan, kebisingan.
      Kurangi faktor presipitasi nyeri.
      Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologis/non farmakologis)..
      Ajarkan teknik non farmakologis
(relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi
nyeri..
      Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri.
      Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
      Kolaborasi dengan dokter bila ada
komplain tentang pemberian analgetik
tidak berhasil.

Administrasi analgetik :.
      Cek program pemberian analogetik;
jenis, dosis, dan frekuensi.
      Cek riwayat alergi..
      Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
      Monitor TV
      Berikan analgetik tepat waktu terutama
saat nyeri muncul.
      Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan
gejala efek samping.
4 Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan NIC: Toleransi aktivitas
berhubungan dengan askep ... jam Klien       Tentukan penyebab intoleransi aktivitas
ketidakseimbangan dapat menoleransi & tentukan apakah penyebab dari fisik,
antara suplai aktivitas & psikis/motivasi
oksigen dengan melakukan ADL dgn       Kaji kesesuaian aktivitas&istirahat klien
kebutuhan baik sehari-hari
Kriteria Hasil:       ↑ aktivitas secara bertahap, biarkan
   Berpartisipasi dalam klien berpartisipasi dapat perubahan
aktivitas fisik dgn posisi, berpindah&perawatan diri
TD, HR, RR yang      Pastikan klien mengubah posisi secara
sesuai bertahap. Monitor gejala intoleransi
   Warna kulit aktivitas
normal,hangat&kerin       Ketika membantu klien berdiri,
g observasi gejala intoleransi spt mual,
   Memverbalisasikan pucat, pusing, gangguan kesadaran&tanda
pentingnya aktivitas vital
secara bertahap       Lakukan latihan ROM jika klien tidak
   Mengekspresikan dapat menoleransi aktivitas
pengertian pentingnya
keseimbangan latihan
& istirahat
   ↑toleransi aktivitas
5 Ketidak seimbangan Setelah dilakukan Managemen nutrisi
nutrisi kurang dari askep .. jam terjadi      Kaji pola makan klien
kebutuhan tubuh peningkatan status      Kaji kebiasaan makan klien dan
b/d ketidak nutrisi dg KH: makanan kesukaannya
mampuan       Mengkonsumsi      Anjurkan pada keluarga untuk
pemasukan b.d nutrisi yang adekuat. meningkatkan intake nutrisi dan cairan
faktor biologis       Identifikasi      kelaborasi dengan ahli gizi tentang
kebutuhan nutrisi. kebutuhan kalori dan tipe makanan yang
      Bebas dari tanda dibutuhkan
malnutrisi.       tingkatkan intake protein, zat besi dan
vit c
      monitor intake nutrisi dan kalori
      Monitor pemberian masukan cairan
lewat parenteral.

Nutritional terapi
  kaji kebutuhan untuk pemasangan NGT
  berikan makanan melalui NGT k/p
  berikan lingkungan yang nyaman dan
tenang untuk mendukung makan
  monitor penurunan dan peningkatan BB
  monitor intake kalori dan gizi
6 Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan Kontrol infeksi.
penurunan imunitas askep … jam infeksi  Batasi pengunjung.
tubuh, prosedur terkontrol, status  Bersihkan lingkungan pasien secara benar
invasive imun adekuat dg KH: setiap setelah digunakan pasien.
      Bebas dari tanda  Cuci tangan sebelum dan sesudah
dangejala infeksi. merawat pasien, dan ajari cuci tangan
      Keluarga tahu yang benar.
tanda-tanda infeksi.   Pastikan teknik perawatan luka yang
      Angka leukosit sesuai jika ada.
normal.   Tingkatkan masukkan gizi yang cukup.
  Tingkatkan masukan cairan yang cukup.
  Anjurkan istirahat.
  Berikan therapi antibiotik yang sesuai, dan
anjurkan untuk minum sesuai aturan.
  Ajari keluarga cara
menghindari infeksi serta tentang tanda
dan gejala infeksi dan segera untuk
melaporkan  keperawat kesehatan.
  Pastikan penanganan aseptic semua daerah
IV (intra vena)

Proteksi infeksi.
  Monitor tanda dan gejala infeksi.
  Monitor WBC.
  Anjurkan istirahat.
  Ajari anggota keluarga cara-cara
menghindari infeksi dan tanda-tanda
dan gejala infeksi.
  Batasi jumlah pengunjung.
  Tingkatkan masukan gizi dan cairan yang
cukup
7 Kurang pengetahuan Setelah dilakukan Mengajarkan proses penyakit
keluarga askep … jam      Kaji pengetahuan keluarga tentang
berhubungan dengan pengetahuan keluarga proses penyakit
kurang paparan dan klien meningkat dg      Jelaskan tentang patofisiologi penyakit
keterbatasan KH: dan tanda gejala penyakit
kognitif keluarga       Keluarga      Beri gambaran tentaang tanda gejala
menjelaskan kembali penyakit kalau memungkinkan
yg dijelaskan       Identifikasi penyebab penyakit
      Keluarga      Berikan informasi pada keluarga
kooperative dan mau tentang keadaan pasien, komplikasi
kerjasama saat penyakit.
dilakukan tindakan       Diskusikan tentang pilihan therapy pada
keluarga dan rasional therapy yang
diberikan.
      Berikan dukungan pada keluarga untuk
memilih atau mendapatkan pengobatan
lain yang lebih baik.
      Jelaskan pada keluarga tentang
persiapan / tindakan yang akan dilakukan
8 Cemas berhubungan Setelah dilakukan Pengurangan kecemasan
dengan krisis askep … jam      Bina hubungan saling percaya.
situasional, kecemasan terkontrol      Kaji kecemasan keluarga dan
hospitalisasi dg KH: ekspresi identifikasi kecemasan pada keluarga.
wajah tenang , anak /      Jelaskan semua prosedur pada keluarga.
keluarga mau      Kaji tingkat pengetahuan dan persepsi
bekerjasama dalam pasien dari stress situasional.
tindakan askep.       Berikan informasi factual tentang
diagnosa dan program tindakan.
      Temani keluarga pasien untuk
mengurangi ketakutan dan memberikan
keamanan.
      Anjurkan keluarga untuk mendampingi
pasien.
      Berikan sesuatu objek sebagai sesuatu
simbol untuk mengurang kecemasan
orangtua.
      Dengarkan keluhan keluarga.
      Ciptakan lingkungan yang nyaman.
      Alihkan perhatian keluarga untuk
mnegurangi kecemasan keluarga.
      Bantu keluarga dalam mengambil
keputusan.
      Instruksikan keluarga untuk melakukan
teknik relaksasi.
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff, H dan H. Abdul M. (2002) Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University Press
Anonim. Paru-paru dan Saluran Pernapasan. www.medicastore.com. Diakses
tanggal 8 oktober 2018, jam 17.45 WIB
Bahar, Asril. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI
Brunner & Suddart. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed. 8. Jakarta:
EGC
Carpenito, Lynda Juall. 1995 Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
Halim, H. (2001) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI
Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson.(2005). Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.
Rofiqahmad. 2008. Thorax. http://www.efusi pleura/080308/thorax/weblog.htm.
diakses tanggal 8 oktober 2018 jam 18.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai