Anda di halaman 1dari 20

A.

Konsep Medis
1. Defenisi Efusi Pleura
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan viceralis dan parietalis. Proses penyakit primer jarang terjadi tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Amin Huda,
2015).
2. Etiologi
Penyebab umum transudat termasuk kondisi yang mengubah tekanan
hidrostatik atau onkotik di rongga pleura seperti gagal jantung kiri kongestif,
sindrom nefrotik, sirosis hati, hipoalbumenia yang menyebabkan malnutrisi, dan
dimulainya dialisis peritoneal.
Penyebab umum eksudat termasuk infeksi paru seperti pnemonia,
tuberkulosis, gangguan inflamasi seperti pankreatitis, lupus, rheumatoid arthritis,
sindrom pasca ceder jantung, chylothorax (akibat penymbatan limfatik),
hemothorax (darah di rongga pleura), dan efusi pleura abses jinak (Krishna et al.
2023).
Penyebab lain dari efusi pleura, yaitu:
a. Gagal jantung
b. Kadar protein yang rendah
c. Sirosis
d. Pneumonia
e. Tuberculosis
f. Emboli paru
g. Tumor
h. Cidera di dada
i. Obat-obatan (hidralazin, prokainamid, isoniazid, fenitoin klorpromazin,
nitrofurantoin, bromokriptin, dantrolen, prokarbazin).
j. Pemasangan selang untuk makanan atau selang intravena yang kurang baik
3. Patofisiologi
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis dan
pleura viceralis, karena di antara pleura tersebut terdapat cairan antara 1 – 20 cc
yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur. Cairan yang
sedikit ini merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga pleura tersebut
mudah bergeser satu sama lain. Di ketahui bahwa cairan di produksi oleh pleura
parietalis dan selanjutnya di absorbsi tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan
hidrostatik pada pleura parietalis dan tekanan osmotic koloid pada pleura
viceralis. Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian
kecil diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan
cairan yang pada pleura viscelaris adalah terdapatnya banyak mikrovili disekitar
sel – sel mesofelial. Jumlah cairan dalam rongga pleura tetap. Karena adanya
keseimbangan antara produksi dan absorbsi. Keadaan ini bisa terjadi karena
adanya tekanan hidrostatik sebesar 9 cm H2o dan tekanan osmotic koloid sebesar
10 cm H2O. Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal, salah
satunya adalah infeksi tuberkulosa paru.
Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium
tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju alveoli, terjadilah infeksi primer.
Dari infeksi primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(Limfangitis local) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening
hilus (limphadinitis regional). Peradangan pada saluran getah bening akan
mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran akan meningkat
yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura.
Kebanyakan terjadinya effusi pleura akibat dari tuberkulosa paru melalui fokus
subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari
robeknya pengkejuan kearah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga
atau columna vetebralis.
Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkolusa paru adalah merupakan
eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut karena
kegagalan aliran protein getah bening. Cairan ini biasanya serous, kadang–kadang
bisa juga hemarogik. Dalam setiap ml cairan pleura bias mengandung leukosit
antara 500 – 2000. Mula – mula yang dominan adalah sel – sel polimorfonuklear,
tapi kemudian sel limfosit, cairan efusi sangat sedikit mengandung kuman
tubukolusa. Timbulnya cairan efusi bukanlah karena adanya bakteri tubukolosis,
tapi karena akibat adanya effusi pleura dapat menimbulkan beberapa perubahan
fisik antara lain: Irama pernapasan tidak teratur, frekuensi pernapasan meningkat,
pergerakan dada asimetris, dada yanbg lebih cembung, fremitus raba melemah,
perkusi redup. Selain hal – hal diatas ada perubahan lain yang ditimbulkan oleh
efusi pleura yang diakibatkan infeksi tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu,
batuk dan berat badan menurun (Krishna et al. 2023).
4. Pathway
5. Manifestasi Klinik
a. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,
setelah cairan cukup banyak, penderita akan mengalami sesak napas
b. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri
dada, banyak keringat, batuk, dan banyak riak.
c. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi, jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan.
d. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karenacairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak
dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati
daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis
melengkung(garis Ellis Damoiseu)
e. Didapati segitiga Garland yaitu daerah yang pada perkusi redup, timpani
dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco- Rochfusz, yaitu daerah
pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi
daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
f. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura
6. Komplikasi
a. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang
baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura
viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas
dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang
berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan (dekortikasi) perlu dilakukan
untuk memisahkan membran-membran pleura tersebut.
b. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan
oleh penekanan akibat efusi pleura.
c. Fibrosis Paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru
dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan
sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan.
Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan
penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.
d. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik
pada sebagian/semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan
mengakibatkan kolaps paru.

e. Empiema
Kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan membran yang
mengelilinginya (rongga pleura). Empiema disebabkan oleh infeksi yang
menyebar dari paru-paru dan menyebabkan akumulasi nanah dalam rongga
pleura. Cairan yang terinfeksi dapat mencapai satu gelas bir atau lebih, yang
menyebabkan tekanan pada paru-paru, sesak napas dan rasa sakit.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen Dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
b. CT Scan Dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor.
c. USG Dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang
jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
d. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan
diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
e. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka
dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk
dianalisa. Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan
menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
f. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan
yang terkumpul.
8. Penatalaksanaan
a. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
b. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.
c. Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan gejala
subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 – 1,2 liter perlu
dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema paru, jika jumlah
cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutnya baru dapat
dilakukan 1 jam kemudian.
d. Thoracosintesis; Dapat dengan melakukan apirasi yang berulang-ulang dan
dapat pula dengan WSD atau dengan suction dengan tekanan 40 mmHg.
Indikasi untuk melakukan torasentesis adalah :
1) Menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan dalam
rongga pleura
2) Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal.
3) Bila terjadi reakumulasi cairan.
e. Antibiotika jika terdapat empiema
f. Operatif
9. Prognosis
Prognosisnya tergantung pada penyebab efusi pleura. Efusi jinak dapat
disembuhkan, namun jika penyebabnya adalah keganasan, prognosisnya sangat
buruk. Ciri lain dari efusi pleura adalah kekambuhan yang juga terjadi pada
penyakit jinak seperti lupus, uremia dan arthritis reumatoid. Jika efusi pleura tidak
terkuras dapat menyebabkan dispnea dan empiema (Krishna et al. 2023).
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai,
status pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan efusi
pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri
pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada
saat batuk dan bernafas.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dengan efusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan
menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu
muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
d. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan kepada pasien apakah pasien pernah menderita penyakit seperti
TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini
diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit yang disinyalir sebagai penyebab efusi pleura seperti Ca paru, asma,
TB paru dan lain sebagainya.
f. Pengkajian Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan
persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan
adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-
obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Mengukur tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi
pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum
dan selama MRS pasien dengan efusi pleura akan mengalami penurunan
nafsu makan akibat dari sesak nafas.
3) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang
lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan
konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan
penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
4) Pola aktivitas dan latihan
Karena adanya sesak napas pasien akan cepat mengalami kelelahan pada
saat aktivitas. Pasien juga akan mengurangi aktivitasnya karena merasa
nyeri di dada.
5) Pola tidur dan istirahat
Pasien menjadi sulit tidur karena sesak naps dan nyeri. Hospitalisasi juga
dapat membuat pasien merasa tidak tenang karena suasananya yang
berbeda dengan lingkungan di rumah.
6) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat,
tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam,
pasien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit
berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan
gambaran positif terhadap dirinya.
7) Pola koping
Pasien bisa mengalami stress karena belum mengetahui proses
penyakitnya. Mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan
dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu
mengenai penyakitnya.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Status kesehatan umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien
secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap
dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk
mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien.
2) Sistem Respirasi
Inspeksi Pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang sakit
mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan
pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra
lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung
meningkat dan pasien biasanya dispneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah
cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan
pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya. Bila
cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas
atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical
penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux.
Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi
duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi
atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda tanda
auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan.
3) Sistem Kardiovasculer
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada
pada ICS – 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan
ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi
untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan
kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa
adanya thrill yaitu getaran ictuscordis.
Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung
terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran
jantung atau ventrikel kiri. Auskultasi untuk menentukan suara jantung I
dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan
gejala payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya
peningkatan arus turbulensi darah.
4) Sistem Pencernaan
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau
datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain
itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai
normalnya 5-35kali per menit.
Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen,
adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat
hidrasi pasien, apakah hepar teraba. Perkusi abdomen normal tympani,
adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar,
asites, vesikaurinarta, tumor).
5) Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan
pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma.
Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-
fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
6) Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial. Palpasi pada
kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan
pemerikasaan capillary refiltime. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan
pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
7) Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi
pada kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan tampak cyanosis akibat
adanya kegagalan sistem transport O2. Pada palpasi perlu diperiksa
mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian texture
kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat
hidrasi seseorang,
2. Diagnosa keperawatan
a. Pola Napas Tidak Efektif
 Defenisi: inspirasi dan / atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi
adekuat.
 Penyebab:
1. Depresi pusat pernapasan
2. Hambatan upaya napas (mis. nyeri saat bernapas, kelemahan otot
pernapasan)
3. Deformitas dinding dada
4. Deformitas tulang dada
5. Gangguan neuromuskular
6. Gangguan neurologis (mis. elektroenfefalogram [EEG] positif, cedera
kepala, gangguan kejang)
7. Imaturitas neurologis
8. Penurunan energi
9. Obesitas
10. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
11. Sindrom hipoventilasi
12. Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas)
13. Cedera pada medula spinalis
14. Efek agen farmakologis
15. Kecemasan
 Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif: Dispnea
Objektif:
1. Penggunaan otot bantu pernapasan
2. Fase ekspirasi memanjang
3. Pola napas abnormal (mis. takipnea, bradipnea, hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-stokes)
 Gejala dan Tanda Minor
Subjektif: ortopnea
Objektif:
1. Pernapasan pursed-lip
2. Pernapasan cuping hidung
3. Diameter thoraks anterior-posterior meningkat
4. Ventilasi semenit menurun
5. Kapasitas menurun
6. Tekanan ekspirasi menurun
7. Tekanan inspirasi menurun
8. Ekskursi dada berubah
b. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
 Defenisi: ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan
napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten.
 Penyebab:
Fisiologis
1. Spasme jalan napas
2. Hipersekresi jalan napas
3. Disfungsi neuromuskular
4. Benda asing dalam jalan napas
5. Adanya jalan napas buatan
6. Sekresi yang tertahan
7. Hiperplasia dinding jalan napas
8. Proses infeksi
9. Respon alergi
10. Efek agen farmakologis (mis. anastesi)
Situasional
1. Merokok aktif
2. Merokok pasif
3. Terpajan polutan
 Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif: (tidak tersedia)
Objektif:
1. Batuk tidak efektif
2. Tidak mampu batuk
3. Sputum berlebih
4. Mengi, wheezingi dan/atau ronkhi kering
 Gejala dan Tanda Minor
Subjektif:
1. Dispnea
2. Sulit bicara
3. Ortopnea
Objektif:
1. Gelisah
2. Sianosis
3. Bunyi napas menurun
4. Frekuensi napas berubah
5. Pola napas berubah
c. Defisit Nutrisi
 Defenisi: asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme.
 Penyebab:
1. Ketidakmampuan menelan makanan
2. Ketidakmampuan mebcerna makanan
3. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
4. Peningkatan kebutuhan metabolisme
5. Faktor ekonomi (mis. finansial tidak mencukupi)
6. Faktor psikologis (mis. stress, keengganan untuk makan)
 Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif: (tidak tersedia)
Objektif: Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal
 Gejala dan Tanda Minor
Subjektif:
1. Cepat kenyang setelah makan
2. Kram/nyeri abdomen
3. Nafsu makan menurun
Objektif:
1. Bising usus hiperaktif
2. Otot pengunyah lemah
3. Otot menelan lemah
4. Membran mukosa pucat
5. Sariawan
6. Serum albumin turun
7. Rambut rontok berlebihan
8. Diare
d. Intoleransi Aktivitas
 Definisi: ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
 Penyebab:
1. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
2. Tirah baring
3. Kelemahan
4. Imobilitas
5. Gaya hidup monoton
 Gejala dan Tanda Mayor:
Subjektif: Mengeluh lelah
Objektif: frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
 Gejala dan Tanda Minor
Subjektif:
1. Dispnea saat/setelah aktivitas
2. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
3. Merasa lemah
Objektif:
1. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
2. Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktivitas
3. Gambaran EKG menunjukkan iskemia
4. Sianosis
e. Nyeri Akut
 Definisi: pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari
3 bulan
 Penyebab:
1. Agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia, neoplasma)
2. Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)
3. Agen pencedera fisik (mis. abses, amputasu, terbakarterpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
 Gejala dan Tanda Mayor:
Subjektif: Mengeluh nyeri
Objektif:
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
 Gejala dan Tanda Minor
Objektif
1. Tekanan darah meningkat
2. Pola napas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berpikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaforesis
f. Risiko Infeksi
 Definisi: berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik.
 FaktorRisiko:
1. Penyakit kronis (mis. diabetes melitus)
2. Efek prosedur invasif
3. Malnutrisi
4. Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
5. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
1) Gangguan peristaltik
2) Kerusakan integritas kulit
3) Perubahan sekresi pH
4) Penurunan kerja siliaris
5) Ketuban pecah lama
6) Ketuban pecah sebelum waktunya
7) Merokok
8) Statis cairan tubuh
6. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
1) Penurunan hemoglobin
2) Imunosupresi
3) Leukopenia
4) Supresi respon inflamasi
5) Vaksinasi tidak adekuat
 Kondisi Klinis Terkait:
1. AIDS
2. Luka bakar
3. Penyakit paru obstruksi kronis
4. Diabetes melitus
5. Tindakan invasif
6. Kondisi penggunaan terapi steroid
7. Penyalahgunaan obat
8. Ketuban pecah sebelum waktunya
9. Kanker
10. Gagal ginjal
11. Imunosupresi
12. Lymphedema
13. Leukositopenia
14. Gangguan fungsi hati
3. Intervensi keperawatan
Diagnosa
Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan
No. Keperawatan
(SLKI) (SIKI)
(SDKI)
1. Pola Napas Tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan napas
Efektif keperawatan diharapkan
Pola Napas membaik. Observasi :
Dengan kriteria hasil: 1. Monitor pola napas
1. Dispnea menurun (frekuensi, kedalaman,
2. Penggunaan otot bantu usaha napas )
napas menurun 2. Monitor bunyi napas
3. Pemanjangan fase tambahan ( mis. Gurgling,
ekspirasi menurun mengi, wheezing, ronkhi
4. Pernapasan pursed-lip kering )
menurun 3. Monitor sputum (jumlah,
5. Pernapasan cuping warna, aroma )
hidung menurun Terapeutik :
6. Frekuensi napas 1. Pertahankan kepatenan
membaik jalan napas dengan head-
7. Kedalaman napas tilt, dan chin-lift (jaw-
membaik thrust jika curiga trauma
servikal )
2. Posisikan semi fowler
atau fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
5. Lakukan penghisapan
lender kurang dari 15
detik
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsep McGill
8. Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi :
1. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
2. Anjurkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
2. Bersihan Jalan Setelah dilakukan tindakan Latihan Batuk Efektif :
Napas Tidak keperawatan diharapkan
Efektif Bersihan Jalan Napas Observasi :
meeningkat. Dengan 1. Identifikasi kemampuan
kriteria hasil: batuk
1. Batuk efektif meningkat 2. Monitor adanya retensi
2. Produksi sputum sputum
menurun 3. Monitor tanda dan gejala
3. Mengi menurun infeksi saluran napas
4. Wheezing menurun 4. Monitor input dan output
5. Dispnea menurun cairan (mis, jumlah dan
6. Frekuensi napas karakteristik)
membaik Terapeutik:
7. Pola napas membaik 1. Atur posisi semi-Fowler
atau fowler
2. Pasang perlak dan
bengkok di pangkuan
pasien
3. Buang secret pada tempat
sputum
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk efektif
2. Anjurkan tarik napas
dalam melalui hidung
selama 4 detik, di tahan
selama 8 detik
3. Anjurkan mengulangi
tarik napas dalam hingga
3 kali
4. Anjurkan batuk dengan
kuat langsung setelah
tarik napas dalam yang
ke-3

Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
mukolitik atau ekspektoran,
jika perlu
3. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi
keperawatan diharapkan
Status Nutrisi membaik. Observasi
Dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi status nutrisi
1. Porsi makan yang 2. Identifikasi alergi dan
dihabiskan meningkat intoleransi makanan
2. Verbalisasi keinginan 3. Identifikasi makanan yang
untuk meningkatkan disukai
nutrisi meningkat 4. Identifikasi kebutuhan
3. Berat badan membaik kalori dan jenis nutrient
4. Indeks mata tubuh 5. Monitor asupan makanan
(IMT) membaik 6. Monitor berat badan
5. Frekuensi makan 7. Monitor hasil pemeriksaan
membaik laboratorium
6. Nafsu makan membaik Terapeutik
7. Bising usus membaik 1. Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis.
piramida makanan)
3. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
4. Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
5. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
6. Berikan suplemen
makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasogastrik jika asupan
oral dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu
4. Intoleransi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi
Aktivitas keperawatan diharapkan
Toleransi Aktivitas Observasi
meningkat. Dengan kriteria 1. Identifikasi gsnggusn
hasil: fungsi tubuh yang
1. Frekuensi nadi mengakibatkan kelelahan
meningkat 2. Monitor kelelahan fisik
2. Kemudahan dalam dan emosional
melakukan aktivitas 3. Monitor pola dan jam
sehari-hari meningkat tidur
3. Keluhan lelah menurun 4. Monitor lokasi dan
4. Dispnea saat aktivitas ketidaknyamanan selama
menurun melakukan aktivitas
5. Dispnea setelah aktivitas Terapeutik
menurun 1. Sediakan lingkungan yang
6. Perasaan lelah menurun nyaman dan rendah
7. Tekanan darah membaik stimulus
8. Fekuensi napas 2. Lakukan rentang gerak
membaik aktif/pasif
3. Berikan aktivitas distraksi
yang menyenangkan
4. Fasilitasi duduk di tempat
tidur, jika tidak dapat
berpindak atau berjalan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan aktivitas secara
bertahap
3. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
4. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makan
5. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
keperawatan diharapkan
tingkat nyeri menurun. Observasi
Dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi lokasi,
1. Keluhan nyeri menurun karakteristik, durasi,
2. Meringis menurun frekuensi, kualitas,
3. Sikap proteksi menurun intensitas kulit
4. Gelisah menurun 2. Identifikasi skala nyeri
5. Kesulitan tidur menurun 3. Identifikasi faktor yang
6. Menarik diri menurun memperberat dan
7. Berfokus pada diri memperingan nyeri
sendiri menurun 4. Identifikasi pengaruh
8. Perasaan depresi nyeri pada kualitas hidup
(tertekan) menurun 5. Monitor keberhasilan
9. Frekuensi nadi membaik terapi komplementer yang
10. Pola napas membaik sudah diberikan
11. Tekanan darah membaik Terapeutik
12. Proses berpikir 1. Berikan teknik non
membaik farmakologis untuk
13. Fokus membaik mengurasi rasa nyeri
14. Fungsi berkemih 2. Control lingkungan yang
membaik memperberat rasa nyeri
15. Nafsu makan membaik Edukasi
Pola tidur membaik 1. Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
6. Risiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi
keperawatan Tingkat
Infeksi menurun. Dengan Observasi
kriteria hasil: 1. Monitor tanda dan gejala
1. Kemerahan menurun infeksi lokal
2. Nyeri menurun Terapeutik
3. Bengkak menurun 1. Cuci tangan sebelum dan
4. Cairan berbau busuk sesudah kontak dengan
menurun pasien dan lingkungan
5. Drainase purulen pasien
menurun 2. Pertahankan teknik
6. Letargi menurun aseptik pada pasien
berisiko tinggi
3. Berikan perawatan kulit
pada area edema
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
4. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana keperawatan untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana keperawatan
disusun dan ditujukan untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Perencanaan keperawatan dapat
dilaksanakan dengan baik jika klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi
dalam implementasi keperawatan (Potter & Perry, 2010).
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan salah satu tanggung jawab perawat yang membutuhkan cara
berfikir kritis yang efektif. Respon perilaku klien terhadap intervensi penanganan
rasa nyaman tidak selalu tampak jelas. Mengevaluasi keefektifan intervensi rasa
nyaman membutuhkan perawat untuk mengevaluasi klien sesudah periode waktu
tertentu yang tepat, evaluasi terhadap rasa nyaman dilakukan dengan menilai
kemampuan dalam memenejemen rasa nyaman.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Penerbit
RGC, Jakarta.
Kusumo, A. H. (2015). NANDA NIC-NOC edisi revisi jilid 1 2015. Jogjakatra: MediAction
Publishing.
Krishna, Rachana. Antonie, Marsha H. Rudrappa, Mohan. (2023). Pleural Effusion.
StatPearls Publishing.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: defenisi dan indikator diagnostik
keperawatan, edisi 1. Jakarta: PPNI
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Defenisi Dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Defenisi Dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai