Disusun Oleh:
MILA KURNIAWATI
19037
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
AKADEMI KEPERAWATAN YASPEN JAKARTA
TAHUN AJARAN
2021/2022
A. Konsep Penyakit Efusi Pleura
A) Definisi
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleura
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15 ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C
Suzanne).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga
pleura. (Price & Wilson, 2006).
B) Etiologi
Etiologi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan kecepatan
produksi cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau keduanya, ini
disebabkan oleh satu dari lima mekanisme berikut: (Morton, 2012)
a) Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik
b) Peningkatan permeabilitas kapiler
c) Penurunan tekanan osmotic koloid darah
d) Peningkatan tekanan negative intrapleura
e) Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
Penyebab
a) Infeksi
1. Tuberculosis
2. Pneumonitis
3. Abses paru
4. Perforasi esophagus
5. Abses subfrenik
b) Noninfeksi
1. Karsinoma paru
2. Karsinoma pleura: Primer, sekunder
3. Karsinoma mediastinum
4. Tumor ovarium
5. Bendungan jantung: gagal jantung, perikarditis konstiktiva
6. Gagal hati
7. Gagal ginjal
8. Hipotirodisme
9. Kilotoraks
10. Emboli paru
E) Komplikasi
Pada keadaan lebih lanjut, bila tidak ditangani dengan cepat dan tepat, maka efusi
pleura dapat berdampak atas beberapa komplikasi berikut ini:
a) Pneumonia
b) Pneumothorax
c) Hipertensi paru
d) Hemothorax (karena trauma pada pembuluh darah interkostalis)
e) Emboli udara (karena adanya laserasi yang cukup dalam menyebabkan udara dari
alveoli masuk ke vena pulmonalis)
f) Laserasi pleura viserali
F) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada efusi pleura antara lain:
a) Tirah baring
Tirah baring bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena peningkatan
akivitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga dispneu akan semakin
meningkat pula.
b) Thorakosentesis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti nyeri,
dispneu, dan lain-lain. Cairan efusi sebanyak 1-1,5 liter perlu dikeluarkan segera
untuk mencegah meningkatnya edema paru. Jika jumlah cairan efusi lebih banyak
maka pengeluaraan cairan berikutnya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
c) Antibiotik
Pemberian antibiotik dilakukan apabila terbukti terdapat adanya infeksi.
Antibiotik diberikan sesuai dengan hasil kultur kuman.
d) Pleurodesis
Pada efusi pleura karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberikan obat
(tetrasiklin, kalk, dan biomisin) melalui selang interkostalis untuk melekatkan
kedua lapisan pleura dan mencegah cairan terakumulasi kembali.
b) Pemeriksaan Fisik
1. Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku
pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat
kecemasan dan ketegangan pasien.
2. Sistem Respirasi
1) Inspeksi
Pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang sakit
mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan
pernapasan menurun. Pendoronga mediastinum ke arah hemithorax
kontra lateral yang diketahui dari posisi trachea dan ictus cordis.
RR cenderung meningkat dan pasien biasanya dispneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah
cairannya > 250 cc. Di samping itu pada palpasi juga ditemukan
pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
2) Perkusi
Redup sampai pekak tergantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak
mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa
garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi
duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di
bagian depan dada, kurang jelas dipunggung.
3) Auskultasi
Suara napas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin
ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis kompresi di
sekitar batas atas cairan.
3. Sistem Cardiovascular
1) Inspeksi
Perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5 pada
linea medio claviclaus kiri selebar 1 cm. pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung.
2) Palpasi
Untuk menghitung frekuensi jantung (heart rate) dan harus diperhatikan
kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa
adanya thrill yaitu getaran ictus cordis.
3) Perkusi
Untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak.
Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau
ventrikel kiri.
4) Auskultasi
Untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah
bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta adakah
murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
4. Sistem Pencernaan
1) Inspeksi
Perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut
menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu
di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau masa.
2) Auskultasi
Untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35
kali per menit.
3) Palpasi
Perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa
(tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien,
apakah hepar teraba.
4) Perkusi
Abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan
menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesikaurnarta, tumor).
5. Sistem Neurologis
1) Inspeksi
Tingkat kesadaran perlu dikaji. Di samping juga diperlukan pemeriksaan
GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma.
2) Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.
3) Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
6. Sistem Muskuloskeletal
1) Inspeksi
Perlu diperhatikan adakah edema peritibial.
2) Palpasi
Pada kedua ekstremitas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta
dengan pemeriksaan capillary refill time.
3) Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot
kemudia dibandingkan antara kiri dan kanan.
7. Sistem Integumen
1) Inspeksi
Mengenai keadaan umum kulit hygiene, warna ada tidaknya lesi pada
kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan tampak sianosis akibat
adanya kegagalan sistem transport O2.
2) Palpasi
Perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam).
Kemudian tekstur kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk
mengetahui derajat hidrasi seseorang.
c) Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati
menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300 ml, akan tampak
cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di
mediastinum.
2. Ultrasonografi.
3. Torakosentesis/pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan
tampilan, sitologi, berat jenis. Fungsi pleura diantara linea aksilaris anterior
dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa
(serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotaks) atau kilus (kilotoraks). Bila
cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil
radang).
4. Cairan pleura dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan
asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi
(glukosa, amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi
untuk sel-sel malignan, dan pH.
5. Biopsi pleura mungkin juga dilakukan. Biopsi berguna untuk mengambil
specimen jaringan pleura dengan melalui biopsi jalur percutaneus. Biopsi ini
digunakan untuk mengetahui adanya sel-sel ganas atau kuman-kuman
penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan tumor pleura).
6. Ultrasound dapat membantu mendeteksi cairan pleura yang timbul dan sering
digunakan dalam menuntun penusukan jarum untuk mengambil cairan pleura
pada torakosentesis.
7. CT Scan Thoraks berperan pentig dalam mendeteksi ketidaknormalan
konfigurasi trakea serta cabang utama bronkus, menentukan lesi pada pleura
dan secara umum mengungkapkan sifat serta derajat kelainan bayangan yang
terdapat pada paru dan jaringan toraks lainnya.
B) Diagnosa Keperawatan
a) Pola Napas Tidak Efektif B. D posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
b) Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif B. D hipersekresi jalan napas
c) Risiko Infeksi B. D efek prosedur invasif
C) Rencana Keperawatan
a) Pola Napas Tidak Efektif B. D posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama … x … jam, maka pola
napas membaik dengan
Kriteria Hasil:
1. Kapasitas vital meningkat
2. Dispneu menurun
3. Frekuensi napas membaik
4. Kedalaman napas membaik
Intervensi: Manajemen jalan napas
1. Observasi
1) Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas).
2) Monitor bunyi napas tambahan (gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
kering).
3) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma).
2. Terapeutik
1) Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift.
2) Posisikan semi-fowler atau fowler.
3) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu.
4) Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik.
5) Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal.
6) Berikan oksigen, jika perlu.
3. Edukasi
1) Ajarkan teknik batuk efektif.
4. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
b) Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif B. D hipersekresi jalan napas
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama … x … jam, maka
bersihan jalan napas meningkat dengan
Kriteria Hasil:
1. Batuk efektif meningkat
2. Produksi sputum menurun
3. Mengi menurun
4. Wheezing menurun
5. Dispnea menurun
6. Frekuensi napas membaik
Intervensi: latihan batuk efektif dan manajemen jalan napas
1. Observasi
1) Identifikasi kemampuan batuk.
2) Monitor adanya retensi sputum.
3) Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas.
4) Monitor input dan output cairan (jumlah dan karakteristik).
5) Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
2. Terapeutik
1) Atur posisi semi-fowler atau fowler.
2) Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien.
3) Buang secret pada tempat sputum.
4) Berikan oksigen, jika perlu.
3. Edukasi
1) Ajarkan teknik batuk efektif.
2) Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif.
3) Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama
2 detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan)
selama 8 detik.
4) Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali.
5) Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam yang ke 3.
4. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu.
D) Tindakan Keperawatan
Dilaksanakan sesuai dengan intervensi.
E) Evaluasi Keperawatan
a) Evaluasi Formatif (Hasil)
Evaluasi yang dilakukan secara periodik selama pemberian perawatan. Evaluasi
ini berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan keperawatan.
Evaluasi ini dilakukan setelah perawat mengimplementasikan rencana untuk
menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilakasanakan.