Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN EFUSI PLEURA

Disusun Oleh:
MILA KURNIAWATI
19037
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
AKADEMI KEPERAWATAN YASPEN JAKARTA
TAHUN AJARAN
2021/2022
A. Konsep Penyakit Efusi Pleura
A) Definisi
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleura
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15 ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C
Suzanne).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga
pleura. (Price & Wilson, 2006).

B) Etiologi
Etiologi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan kecepatan
produksi cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau keduanya, ini
disebabkan oleh satu dari lima mekanisme berikut: (Morton, 2012)
a) Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik
b) Peningkatan permeabilitas kapiler
c) Penurunan tekanan osmotic koloid darah
d) Peningkatan tekanan negative intrapleura
e) Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
Penyebab
a) Infeksi
1. Tuberculosis
2. Pneumonitis
3. Abses paru
4. Perforasi esophagus
5. Abses subfrenik
b) Noninfeksi
1. Karsinoma paru
2. Karsinoma pleura: Primer, sekunder
3. Karsinoma mediastinum
4. Tumor ovarium
5. Bendungan jantung: gagal jantung, perikarditis konstiktiva
6. Gagal hati
7. Gagal ginjal
8. Hipotirodisme
9. Kilotoraks
10. Emboli paru

C) Patofisiologi dengan Pathway


Peradangan pada saluran napas bawah akan membuat tubuh untuk melakukan
pertahanan diri dengan merangsang sel goblet dan akan menghasilkan sekret yang
berlebihan sehingga mengakibatkan gejala yang khas yaitu batuk produktif.
Peningkatan produksi sekret akan menyumbat lumen bronkiolus yang menghalangi
jalan napas, apabila sulit dikeluarkan mengakibatkan respirasi memanjang sehingga
mengganggu pertukaran gas, terjadi penurunan oksigen dan peningkatan karbon
dioksida yang merangsang pusat pernafasan di Medulla Oblongata, selain itu terjadi
pula penurunan perfusi dan hemoglobin akan tereduksi sehingga nampak sianosis.
Peradangan pada efusi, eksudat menyebabkan permeabilitas kapiler pembuluh
darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat dan terjadi
pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Peradangan ini disebabkan adanya
penurunan fungsi pada silia. Silia terpapar oleh pernapasan kronis yang mengiritasi
saluran pernapasan seperti asap rokok, debu dan lainnya. Diketahui bahwa cairan
masuk ke dalam rongga pleura melalui pleura parietal dan selanjutnya keluar dalam
jumlah yang sama melalui membrane pleura viseralis via sistem limfatik dan
vascular. Pergerakan cairan dari pleura parietal ke pleura viseralis dapat terjadi karena
adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik koloid. Cairan
kebanyakan di absorpsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan
penyerapan cairan pada pleura viseralis adalah terdapatnya mikropili di sekitar selsel
mesotelial (Suryono, 2011).
Cairan di rongga pleura jumlahnya tetap karena adanya keseimbangan antara
produksi oleh pleura parietalis dan absorpsi oleh pleura viseralis. Keadaan ini dapat
dipertahankan karena adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatis pleura
parietalis. Didalam rongga pleura terdapat + 5 ml cairan yang cukup untuk
membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini
dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hidrostatik, tekanan
koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru
dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10 – 20 %) mengalir ke dalam pembuluh
limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter seharinya. Terkumpulnya cairan
di rongga pleura disebut efusi pleura, hal ini terjadi bila keseimbangn antara produksi
dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan
osmotik (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Akumulasi
cairan pleura dapat terjadi apabila:
a) Tekanan osmotik koloid menurun dalam darah pada penderita hipoalbuminemia
dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses keradangan atau
neoplasma.
b) Terjadi peningkatan: permeabilitas kapiler (keradangan, neoplasma), tekanan
hidrostatis di pembuluh darah ke jantung/vena pulmonalis (kegagalan jantung
kiri) dan negatif intra pleura (atelektasis) (Alsagaf, 2010).
c) Nyeri pleuritis mengacu pada inflamasi kedua lapisan pleura: pleura parietalis dan
pleura viseralis. Ketika kedua membran yang mengalami inflamasi ini bergesekan
selama respirasi terutama pada saat inspirasi, akibatnya adalah nyeri hebat, terasa
tajam seperti ditusuk pisau. Nyeri dapat menjadi minimal atau tidak terasa ketika
nafas di tahan. Selain menimbulkan nyeri, efusi pleura juga menyebabkan
obstruksi bronkus yang ditimbulkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah oleh
jaringan parut paru akibat dari hiperkavitas dari proses tuberculosis paru.
Obstruksi tersebut dapat menghambat udara masuk ke zona alveolus dan
menyebabkan atelektasis. Udara yang berada dalam alveolus menjadi sulit untuk
keluar dari alveolus dan akan terabsorpsi sedikit demi sedikit ke dalam aliran
darah yang menyebabkan alveolus kolaps (Corin, Elizabeth J. 2009).
Pathway Efusi Pleura
D) Manifestasi Klinis
a) Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,
setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan
sesak napas.
b) Adanya gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subferil (tuberkulosisi), banyak
keringat, batuk, banyak riak.
c) Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan
cairan pleura yang signifikan.
d) Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena
cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam
pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah
pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung
(garis Ellis Damoiseu).
e) Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian
atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena
cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati
vesikuler melemah dengan ronki.
f) Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

E) Komplikasi
Pada keadaan lebih lanjut, bila tidak ditangani dengan cepat dan tepat, maka efusi
pleura dapat berdampak atas beberapa komplikasi berikut ini:
a) Pneumonia
b) Pneumothorax
c) Hipertensi paru
d) Hemothorax (karena trauma pada pembuluh darah interkostalis)
e) Emboli udara (karena adanya laserasi yang cukup dalam menyebabkan udara dari
alveoli masuk ke vena pulmonalis)
f) Laserasi pleura viserali
F) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada efusi pleura antara lain:
a) Tirah baring
Tirah baring bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena peningkatan
akivitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga dispneu akan semakin
meningkat pula.
b) Thorakosentesis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti nyeri,
dispneu, dan lain-lain. Cairan efusi sebanyak 1-1,5 liter perlu dikeluarkan segera
untuk mencegah meningkatnya edema paru. Jika jumlah cairan efusi lebih banyak
maka pengeluaraan cairan berikutnya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
c) Antibiotik
Pemberian antibiotik dilakukan apabila terbukti terdapat adanya infeksi.
Antibiotik diberikan sesuai dengan hasil kultur kuman.
d) Pleurodesis
Pada efusi pleura karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberikan obat
(tetrasiklin, kalk, dan biomisin) melalui selang interkostalis untuk melekatkan
kedua lapisan pleura dan mencegah cairan terakumulasi kembali.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Efusi Pleura


A) Pengkajian Keperawatan
a) Anamnesa
1. Identitas klien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai,
status pendidikan dan pekerjaan pasien.
2. Keluhan Utama
1) Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit.
2) Biasanya pada pasien dengan efusi pleura didapatkan keluhan berupa:
sesak napas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang
bersifat tajam dan terlokalisir terutama pada saat batuk dan bernapas serta
batuk non produktif.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan efusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda
seperti batuk, sesak napas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan
menurun dan sebagainya.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan
untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit yang disinyalir sebagai penyebab efusi pleura seperti Ca paru, asma,
TB paru dan lain sebagainya.
6. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap
dirinya.
7. Pengkajian Pola Fungsi
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan
persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan.
2) Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan
penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya
penyakit.
8. Pola Nutrisi dan Metabolisme
1) Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi
pasien.
2) Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS
pasien dengan efusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat
dari sesak napas dan penekanan pada struktur abdomen.
3) Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. Pasien
dengan efusi pleura keadaan umumnya lemah.
9. Pola Eliminasi
1) Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
defekasi sebelum dan sesudah MRS.
2) Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed
rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada
struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus
degestivus.
10. Pola Akitivtas dan Latihan
1) Akibat sesak napas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi.
2) Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
3) Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya
nyeri dada.
4) Untuk memenuhi kebutuhan ADL-nya sebagian kebutuhan pasien dibantu
oleh perawat dan keluarganya.
11. Pola Tidur dan Istirahat
1) Adanya nyeri dada, sesak napas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.
2) Selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah
yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang
mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.

b) Pemeriksaan Fisik
1. Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku
pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat
kecemasan dan ketegangan pasien.
2. Sistem Respirasi
1) Inspeksi
 Pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang sakit
mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan
pernapasan menurun. Pendoronga mediastinum ke arah hemithorax
kontra lateral yang diketahui dari posisi trachea dan ictus cordis.
RR cenderung meningkat dan pasien biasanya dispneu.
 Fremitus tokal menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah
cairannya > 250 cc. Di samping itu pada palpasi juga ditemukan
pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
2) Perkusi
Redup sampai pekak tergantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak
mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa
garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi
duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di
bagian depan dada, kurang jelas dipunggung.
3) Auskultasi
Suara napas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin
ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis kompresi di
sekitar batas atas cairan.
3. Sistem Cardiovascular
1) Inspeksi
Perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5 pada
linea medio claviclaus kiri selebar 1 cm. pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung.
2) Palpasi
Untuk menghitung frekuensi jantung (heart rate) dan harus diperhatikan
kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa
adanya thrill yaitu getaran ictus cordis.
3) Perkusi
Untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak.
Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau
ventrikel kiri.
4) Auskultasi
Untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah
bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta adakah
murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
4. Sistem Pencernaan
1) Inspeksi
Perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut
menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu
di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau masa.
2) Auskultasi
Untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35
kali per menit.
3) Palpasi
Perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa
(tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien,
apakah hepar teraba.
4) Perkusi
Abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan
menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesikaurnarta, tumor).
5. Sistem Neurologis
1) Inspeksi
Tingkat kesadaran perlu dikaji. Di samping juga diperlukan pemeriksaan
GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma.
2) Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.
3) Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
6. Sistem Muskuloskeletal
1) Inspeksi
Perlu diperhatikan adakah edema peritibial.
2) Palpasi
Pada kedua ekstremitas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta
dengan pemeriksaan capillary refill time.
3) Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot
kemudia dibandingkan antara kiri dan kanan.
7. Sistem Integumen
1) Inspeksi
Mengenai keadaan umum kulit hygiene, warna ada tidaknya lesi pada
kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan tampak sianosis akibat
adanya kegagalan sistem transport O2.
2) Palpasi
Perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam).
Kemudian tekstur kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk
mengetahui derajat hidrasi seseorang.

c) Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati
menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300 ml, akan tampak
cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di
mediastinum.
2. Ultrasonografi.
3. Torakosentesis/pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan
tampilan, sitologi, berat jenis. Fungsi pleura diantara linea aksilaris anterior
dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa
(serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotaks) atau kilus (kilotoraks). Bila
cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil
radang).
4. Cairan pleura dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan
asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi
(glukosa, amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi
untuk sel-sel malignan, dan pH.
5. Biopsi pleura mungkin juga dilakukan. Biopsi berguna untuk mengambil
specimen jaringan pleura dengan melalui biopsi jalur percutaneus. Biopsi ini
digunakan untuk mengetahui adanya sel-sel ganas atau kuman-kuman
penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan tumor pleura).
6. Ultrasound dapat membantu mendeteksi cairan pleura yang timbul dan sering
digunakan dalam menuntun penusukan jarum untuk mengambil cairan pleura
pada torakosentesis.
7. CT Scan Thoraks berperan pentig dalam mendeteksi ketidaknormalan
konfigurasi trakea serta cabang utama bronkus, menentukan lesi pada pleura
dan secara umum mengungkapkan sifat serta derajat kelainan bayangan yang
terdapat pada paru dan jaringan toraks lainnya.

B) Diagnosa Keperawatan
a) Pola Napas Tidak Efektif B. D posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
b) Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif B. D hipersekresi jalan napas
c) Risiko Infeksi B. D efek prosedur invasif

C) Rencana Keperawatan
a) Pola Napas Tidak Efektif B. D posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama … x … jam, maka pola
napas membaik dengan
Kriteria Hasil:
1. Kapasitas vital meningkat
2. Dispneu menurun
3. Frekuensi napas membaik
4. Kedalaman napas membaik
Intervensi: Manajemen jalan napas
1. Observasi
1) Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas).
2) Monitor bunyi napas tambahan (gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
kering).
3) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma).
2. Terapeutik
1) Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift.
2) Posisikan semi-fowler atau fowler.
3) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu.
4) Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik.
5) Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal.
6) Berikan oksigen, jika perlu.
3. Edukasi
1) Ajarkan teknik batuk efektif.
4. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
b) Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif B. D hipersekresi jalan napas
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama … x … jam, maka
bersihan jalan napas meningkat dengan
Kriteria Hasil:
1. Batuk efektif meningkat
2. Produksi sputum menurun
3. Mengi menurun
4. Wheezing menurun
5. Dispnea menurun
6. Frekuensi napas membaik
Intervensi: latihan batuk efektif dan manajemen jalan napas
1. Observasi
1) Identifikasi kemampuan batuk.
2) Monitor adanya retensi sputum.
3) Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas.
4) Monitor input dan output cairan (jumlah dan karakteristik).
5) Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
2. Terapeutik
1) Atur posisi semi-fowler atau fowler.
2) Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien.
3) Buang secret pada tempat sputum.
4) Berikan oksigen, jika perlu.
3. Edukasi
1) Ajarkan teknik batuk efektif.
2) Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif.
3) Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama
2 detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan)
selama 8 detik.
4) Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali.
5) Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam yang ke 3.
4. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu.

c) Risiko Infeksi B. D efek prosedur invasif


Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama … x … jam, maka tingkat
infeksi menurun dengan
Kriteria Hasil:
1. Nafsu makan meningkat
2. Nyeri menurun
3. Sputum berwarna hijau
4. Drainase purulen menurun
5. Kultur sputum membaik
Intervensi: pencegahan infeksi dan pengaturan posisi
1. Observasi
1) Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik.
2) Monitor status oksigenasi sebelum dan sesudah mengubah posisi.
2. Terapeutik
1) Batasi jumlah pengunjung.
2) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien.
3) Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi.
4) Tempatkan pada posisi terapeutik.
5) Atur posisi untuk mengurangi sesak.
6) Atur posisi yang meningkatkan drainage
3. Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
2) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi.
3) Ajarkan cara menggunakan postur yang baik dan mekanika tubuh yang
baik selama melakukan perubahan posisi.

D) Tindakan Keperawatan
Dilaksanakan sesuai dengan intervensi.

E) Evaluasi Keperawatan
a) Evaluasi Formatif (Hasil)
Evaluasi yang dilakukan secara periodik selama pemberian perawatan. Evaluasi
ini berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan keperawatan.
Evaluasi ini dilakukan setelah perawat mengimplementasikan rencana untuk
menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilakasanakan.

b) Evaluasi Sumatif (Akhir)


Evaluasi yang dilakukan untuk membandingkan antara hasil yang dicapai dengan
tujuan asuhan keperawatan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor
kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Metode yang dapat digunakan
pada evaluasi, yaitu:
1. Wawancara pada akhir layanan: dilakukan pada pasien dan keluarga atau
orang lain yang ada hubungannya dengan pasien.
2. Observasi: pengamatan terhadap sikap, pelaksanaan, hasil yang dicapai dan
perubahan tingkah laku pasien.
Ada tiga alternatif yang dapat dipergunakan oleh perawat dalam memutuskan atau
menilai:
1. Tujuan tercapai: jika pasien menunjukan perubahan dari standar yang telah
ditetapkan.
2. Tujuan tercapai sebagian: jika pasien menunjukan perubahan dari standar dan
kriteria yang telah ditetapkan.
3. Tujuan tidak tercapai: jika pasien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan
sama sekali dan timbul masalah baru.
DAFTAR PUSTAKA
1. Azwar. Perawatan Pasien dengan Efusi Pleura. Hadi R, editor. Pustaka Taman Ilmu; 2021.
23–28, 32–36, 44–59 p.
2. Nurarif A, Kusuma H. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda Nic-Noc. Revisi Jil. Jogjakarta: Mediaction Jogja; 2015.

Anda mungkin juga menyukai