Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR

Laporan ini dibuat untuk memenuhi tugas keperawatan medikal bedah II

Dosen :Ns. Hafidz Ma’ruf, S.Kep,M.Kep

Nama : Sifa Fauziah

Nim : 19058

AKADEMI KEPERAWATAN YASPEN JAKARTA

PROGRAM D III KEPERAWATAN


I. Konsep Fraktur

1.1 Pengertian Fraktur

Fraktur atau patah tulang merupakan terputusnya kontinuitas jaringan

tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan atau trauma. Selain itu fraktur

merupakan rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan oleh tekanan eksternal

yang datang lebih besar dibandingkan dengan yang di diserap oleh tulang (M

Asikin dkk, 2016).

Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan,

baik yang bersifat total maupun sebagian. Secara ringkas dan umum, fraktur

adalah patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Zairin Noor

Helmi, 2012).

Fraktur merupakan suatu patahan pada kontinuitas struktur jaringan tulang

atau tulang rawan yang umumnya disebabkan trauma, baik trauma langsung

ataupun tidak langsung (Manurung Nixson, 2018).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya

disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon,

kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai

jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar

dari yang dapat diabsorbsinya. (Smeltzer, 2014)

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga

fisik, kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak

disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau

tidak lengkap (NANDA, 2015).


1.2 Etiologi Fraktur

a. Kekerasan Langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya

kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah

melintang atau miring.

b. Kekerasan Tidak Langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh

dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang

paling lemah dalam jalur hantaran vector kekerasan.

c. Kekerasan Akibat Tarikan Otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat

berupa pemuntiran, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya dan

penarikan.
1.3 Patofisiologi Fraktur

Trauma tidak langsung



Trauma Langsung Tekanan pada tulang
Kondisi

Tidak mampu meredam patologis
energi yang terlalu
besar

FRAKTUR Tidak mampu Tulang Rapuh
↓ menahan berat badan
Pergeseran fragmen
tulang

Merusak jaringan sekitar

Menembus kulit Pelepasan mediator Pelepasan Trauma Deformitas


(Fraktur Terbuka) nyeri (histamine, mediator arteri/vena
prostaglandin, inflamasi
bradikinin, serotonin, Gangguan
Luka dll Perdarahan fungsi
Vasodilatasi
KERUSAKAN Ditangkap Tidak
INTEGRITAS Peningkatan aliran terkontrol HAMBATAN
reseptor nyeri
JARINGAN darah MOBILITAS
perifer
FISIK
Kehilangan
Implus ke otak
Kerusakan Peningkatan volume cairan
pertahanan primer permeabilitas berlebih
kapiler
Presepsi nyeri
Port de entry
kuman Kebocoran RISIKO SYOK
NYERI AKUT HIPOVOLEMIK
cairan ke
intertisiel
RISIKO
INFEKSI
Oedema

Menekan
pembuluh
darah perifer

INEFEKTIF
PERFUSI
JARINGAN
PERIFER
1.4 Klasifikasi Fraktur

a. Klasifikasi penyebab

1) Fraktur Traumatik

Disebabkan oleh trauma yang tiba-tiba mengenai tulang, dengan kekuatan

yang besar. Tulang tidak mampu menahan trauma tersebut sehingga terjadi

fraktur.

2) Fraktur Patologis

Disebabkan oleh kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di

dalam tulang. Fraktur patologis terjaadi pada daerah-daerah tulang yang menjadi

lemah karena tumor atau proses patologis lainnya. Tulang sering kali

menunjukkan penurunan densitas. Penyebab yang paling sering dari fraktur-

fraktur semacam ini adalah tumor, baik primer maupun metastasis.

3) Fraktur Stress

Disebabkan oleh trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu.

b. Klasifikasi Jenis Fraktur

1) Fraktur Terbuka

2) Fraktur Tertutup

3) Fraktur Kompresi

4) Fraktur Stress

5) Fraktur Avulsi

6) Fraktur Greenstick (fraktur lentuk atau salah satu tulang patah sedang sisi

lainnya membengkok)

7) Fraktur Tranvesal

8) Fraktur Komunitif (tulang pecah menjadi beberapa fragmen)

9) Fraktur Impaksi (sebagian fragmen tulang masuk ke dalam tulang lainnya)

c. Klasifikasi Klinis

1) Fraktur Tertutup (Close Fracture)


Fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang sehinnga lokasi

fraktur tidak tercemar oleh lingkungan atau tidak mempunyai hubungan dengan

dunia luar.

2) Fraktur Terbuka (Open Fracture)

Fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada

kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk dari dalam (from within) atau dari luar

(from without).

3) Fraktur Dengan Komplikasi (Complicated Fracture)

Fraktur yang disertai dengan komplikasi misalnya mal-uniom, delayed

union, non-inion, serta infeksi tulang.

d. Klasifikasi Radiologi

1) Fraktur Transversal

Fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap seumbu panjang tulang.

Pada fraktur semacam ini, segmen-segmen tulang yang patah direposisi atau di

reduksi kembali ke tempatnya semula, maka segmen-segmen itu akan stabil, dan

biasanya dikontrol dengan bidai gips.

2) Fraktur Kominutif

Serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan jaringan dimana terdapat lebih

dari dua fragmen tulang.

3) Fraktur Oblik

Fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang. Fraktur ini

tidak stabil dan sulit diperbaiki.

4) Fraktur Segmental

Dua fraktur berdekatanpada satu tulang yang menyebabkan terpisahnya

segmen sentral dari suplai darahnya. Fraktur semacam ini sulit ditangani.

Biasanya, satu ujung yang tidak memiliki pembuluh darah akan sulit sembuh

dan mungkin memerlukan pengobatan secara bedah.

5) Fraktur Impaksi
Atau disebut juga fraktur kompres, terjadi ketika dua tulang menumbuk

tulang yang berada diantaranya, seperti satu vertebra dengan dua vertebra

lainnya (sering disebut brust fracture). Fraktur pada korus vertebra ini dapat

didiagnosis dengan radiogram. Pandangan lateral dari tulang punggung

menunjukkan pengurangan tinggi vertical dan sedikit membentuk sudut pada

satu atau beberapa vertebra.

6) Fraktur Spiral

Fraktur ini timbul akibat torsi pada ekstremitas. Fraktur-fraktur ini khas

pada cedera terputar sampai tulang patah. Yang menarik adalah bahwa jenis

fraktur rendah energy ini hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak

dan cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi luar.

1.5 Komplikasi Fraktur

a. Komplikasi Awal

1) Kerusakan Vaskular

Pecahnya arteri karena trauma ditandai nadi tidak teraba, CRT menurun,

sianosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan ekstremitas teraba dingin yang

disebabkan oleh tindakan emergency splinting, perubahan posisi pada bagian

yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.

2) Sindrom Kompartemen

Sindrom Kompartemen merupakan komplikasi serius yang terjadi karena

otot, tulang, saraf dan pembuluh darah terjebak dalam jaringan parut. Kondisi

ini disebabkan oleh edema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan

pembuluh darah. Selain itu, juga disebabkan oleh adanya tekanan dari luar,

misalnya bidai dan pembebatan yang terlalu kuat.

3) Fat Embilism Syndrome

Fat embolism syndrome (FES) merupakan komplikasi serius yang sering

kali terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel lemak

yang dihasilkan sumsum tulang kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan
tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernapasan,

takikardi, hipertensi, takipnea dan demam.

4) Infeksi

Sistem pertahanan tubuh akan dirusak jika terdapat trauma pada jaringan.

Pada trauma ortopedik, infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan pada lapisan

kulit bagian dalam. Kondisi ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka.

Selain itu, juga dapat disebabkan oleh penggunaan bahan lain dalam

pembedahan, misalnya pin dan plat.

5) Avaskular Nekrosis

Avaskular nekrosis (AVN) terjadi karena terganggunya aliran darah ke

tulang yang dapat menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya

Volkman’s ischemia.

6) Syok

Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya

permeabilitas kapiler yang dapat menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini

biasanya terjadi pada fraktur.

b. Komplikasi Dalam Waktu Lama

1) Delayed Union

Kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan

tulang untuk menyambung. Hal ini disebabkan oleh penurunan suplai darah ke

tulang. Kerusakan jaringan lunak yang berat atau periosteum yang robek.

2) Non-Union

Kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang

lengkap, kuat dan stabil setelah 6-9 bulan, jika tidak dilakukan intervensi. Non-

union ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang

membentuk celah antar fraktur atau pseudoartrosis.

3) Mal-Union
Penggabungan fragmen tulang dalam posisi yang tidak memuaskan

langulasi, rotasi atau pemendekan. Pada mal-union dilakukan pembedahan dan

remobilisasi yang baik.

1.6 Manifestasi Klinis

a. Tidak dapat menggunakan anggota gerak

b. Nyeri pembengkakan

c. Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jauh dari ketinggian atau jatuh di kamar

mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan kerja,

trauma olahraga)

d. Gangguan fungsi anggota gerak

e. Deformitas

f. Kelainan gerak

g. Krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain.

1.7 Penatalaksana Fraktur

a. Fraktur Terbuka

Fraktur terbuka merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi

oleh bakteri dan disertai dengan perdarahan yang hebat. Sebuah kuman meresap

terlalu jauh, sebaiknya dilakukan :

1) Pembersihan luka

2) Eksisi (pengangkatan jaringan

3) Hecting situasi (jahitan situasi)

4) Antibiotik

b. Seluruh Fraktur

1) Rekognisi/Pengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk menentukan diagnosis dan tindakan

selanjutnya.
2) Reduksi/Manipulasi/Reposisi

Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula

secara optimum. Selain itu, dapat juga diartikan sebagai reduksi fraktur (setting

tulang), yaitu mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi

anatomis.

Tujuan reduksi adalah untuk mengembalikan panjang dan kesejajaran garis

tulang yang dapat dicapai dengan reduksi tertutup atau reduksi terbuka.

Reduksi tertutup dilakukan dengan traksi manual atau mekanis fraktur

kemudian memanipulasinya untuk mengembalikan kesejajaran garis normal.

Jika reduksi tertutup gagal atau kurang memuaskan, maka bisa dilakukan

reduksi terbuka.

Reduksi terbuka dilakukan dengan menggunakan alat fiksasi internal untuk

mempertahankan posisi sampai penyembuhan tulang menjadi solid. Alat

fiksasi internal tersebut dimasukkan ke dalam fraktur melalui pembedahan

Open Reduction Internal Fixation (ORIF). Pembedahan terbuka ini akan

mengimobilisasikan fraktur sehingga bagian tulang yang patah dapat

tersambung kembali.
2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

2.1 Pengkajian

Pengkajian Asuhan keperawatan pada klienfraktur menurut (Muttaqin,

2015) yaitu :

1. Identitas klien

Meliputi : nama, umur, jenis kelamin,agama, alamat, bangsa,

pendidikan, pekerjaaan tanggal MRS, diagnosa medis, nomor registrasi.

2. Keluhan utama

Keluhan utamapada masalah fraktur yaitu nyeri. Nyeri akut atau

kronik tergantung berapa lamanya serangan. Unit memperoleh data

pengkajian yang yang lengkap mengenai data pasien di gunakan :

a. Proboking insiden : apa ada peristiwa faktor nyeri.

b. Quality of pain : bagaimana rasanya nyeri saat dirasakan pasien.

Apakah panas, berdenyut / menusuk.

c. Region Radiation of pain : apakah sakitbisa reda dalam sekejap,

apa terasa sakit menjalar, dan dimana posisi sakitnya.

d. Severity/scale of pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan

pasien berdasarkan skala nyeri.

e. Time : berapakah waktu nyeri berlangsung, apa bertambah buruk

pada waktu malam hari atau pagi hari.

b. Riwayat penyakit sekarang

Pada pasien patah tulang disebabkan karena trauma / kecelakaan,

dapat secara degenerative/patologis yang disebabkan awalnya


pendarahan, kerusakan jaringan di sekitar tulang yang mengakibatkan

nyeri, bengkak, pucat/perubahan warna kulit dan terasa kesemutan.

c. Riwayat penyakit dahulu

Apakah pasien mengalami patah tulang paha atau pasien pernah

punya penyakit menurun sebelumnya. Memiliki penyakit

osteoporosis/arthritis atau penyakit lain yang sifatnya menurun atau

menular.

d. Pola fungsi kesehatan

a. Pola persepsi hidup sehat

Klien fraktur apakah akan mengalami perubahan atau gangguan

pada personal hygiene atau mandi.

b. Pola nutrisi dan metabolisme

Klien fraktur tidak ada perubahan nafsu makan, walaupun menu

makanan disesuakan dari rumah sakit.

c. Pola eliminasi

Perubahan BAK/BAB dalam sehari, apakah mengalami

kesulitan waktu BAB di kaenakan imobilisasi, feses warna kuning,

pada pasien fraktur tidak ada gangguan BAK.

d. Pola istirahat dan tidur

Kebiasaan pada pola tidur apakah ada gangguan yang

disebabkan karena nyeri, misalnya nyeri karena fraktur.


e. Pola aktivitas dan latihan

Aktivitas pada klien yang mengalami gangguan karena fraktur

mengakibatkan kebutuhan pasien perlu dibantu oleh perawat atau

keluarga.

f. Pola persepsi dan konsep diri

Klien mengalami gangguan percaya diri sebab tubuhnya

perubahan pasien takut cacat / tidak dapat bekerja lagi.

g. Pola sensori kognitif

Adanya nyeri yang disebabkan kerusakan jaringan, jika pada

pola kognotif atau pola berfikir tidak ada gangguan.

h. Pola hubungan peran

Terjadi hubungan peran interpersonal yaitu klien merasa tidak

berguna sehingga menarik diri.

i. Pola penggulangan stress

Penting ditanyakan apakah membuat pasien menjadi depresi /

kepikiran mengenai kondisinya.

j. Pola reproduksi seksual

Jika pasien sudah berkeluarga maka mengalami perubahan pola

seksual dan reproduksi, jika pasien belum berkeluarga pasien tidak

mengalami gangguan pola reproduksi seksual.

k. Pola tata nilai dan kepercayaan

Terjadi kecemasan/stress untuk pertahanan klien meminta

mendekatakan diri pada Allah SWT.


2.2 Pemeriksaan fisik

Menurut (Muttaqin 2015) ada dua macam pemeriksaan fisik

yaitu pemeriksaan fisik secara umum (status general)untuk mendapatkan

gambaran umum dan pemeriksaan setempat (local). Hal ini diperlukan

untuk dapat melaksanakan perawatan total (total care).

2.2.1.1 Pemeriksaan fisik secara

umum Keluhan utama:

2.2.1.1.1 Kesadaran klien : apatis, sopor, koma, gelisah,

komposmentis yang bergantung pada klien

2.2.1.1.2 Kedaaan penyakit : akut, kronis, ringan, sedang, berat.

Tanda-tanda vital tidak normal terdapat gangguan lokal, baik

fungsi maupun bentuk.

2.2.1.1.3 Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan,baik

fungsi maupun bentuk.

Pemeriksaan fisik secara Head To Toe:

a. Kepala

Inspeksi : Simetris, ada pergerakan

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

b. Leher

Inspeksi : Simetris, tidak ada penonjolan

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, reflek menelan ada

c. Wajah

Inspeksi :Simetris, terlihat menahan sakit,


Palpasi : Tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk, tidak ada

lesi, dan tidak ada oedema.

d. Mata

Inspeksi : Simetris

Palpasi : Tidak ada gangguan seperti kongjungtiva tidak anemis

(karena tidak terjadi perdarahan)

e. Telinga

Inspeksi :Normal, simetris,

Palpasi : Tidak ada lesi, dan nyeri tekan

f. Hidung

Inspeksi : Normal, simetris

Palpasi : Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuping hidung

g. Mulut

Inspeksi : Normal, simetris

Palpasi : Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi

perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.

h. Thoraks

Inspeksi : Simetris, tidak ada lesi, tidak bengkak

Palpasi : Iktus cordis tidak teraba

Perkusi : Pekak

Auskultasi : Tidak ada ronchi, wheezing, dan bunyi jantung I, II

reguler
i. Paru.

Inspeksi :Pernafasan meningkat,regular atau tidak tergantung pada

riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.

Palpasi:Pergerakan simetris, fermitus teraba sama.

Perkusi:Sonor, tidak ada suara tambahan.

Auskultasi : Suara nafas normal, tidak ada wheezing atau suara

tambahan lainnya.

j. Jantung

Inspeksi :tidak tampak iktus jantung

Palpasi :nadi meningkat, iktus tidak teraba

Auskultasi:suara S1 dan S2 tunggal

k. Abdomen

Inspeksi : simetris,bentuk datar

Palpasi :turgor baik, tidak ada pembesaran hepar.

Perkusi :suara timpani, ada pantulan gelombang cairan

Auskultasi : peristaltic usus normal ± 20 x/menit

l. Inguinal, genetalia, anus

Tidak ada hernia, tidak ada pembesaran limfe, tidak ada kesulitan

BAB.

2.2.1.2 Keadaan luka.

Pemeriksaan pada system musculoskeletal adalah sebagai berikut:

2.2.1.2.1 Inspeksi (look) : pada inspeksi dapat di perhatikan wajah

klien, kemudian warna kulit, kemudian syaraf, tendon, ligament,

dan jaringan lemak, otot,kelenjar limfe, tulang dan sendi,

apakah ada
jaringan parut,warna kemerahan atau kebiruan atau

hiperpigmentasi, apa ada benjolan dan pembengkakan atau adakah

bagian yang tidak normal.

2.2.1.2.2 Palpasi (feel) pada pemeriksaan palpasi yaitu : suatu pada

kulit, apakah teraba denyut arterinya, raba apakah adanya

pembengkakan, palpasi daerah jaringan lunak supaya mengetahui

adanya spasme otot,artrofi otot, adakah penebalan jaringan

senovia,adannya cairan didalam/di luar sendi, perhatikan bentuk

tulang ada/tidak adanya penonjolan atau abnormalitas.

2.2.1.2.3 Pergerakan (move) : perhatikan gerakan pada sendi baik

secara aktif/pasif, apa pergerakan sendi diikuti adanya krepitasi,

lakukan pemeriksaan stabilitas sandi, apa pergerakan

menimbulkan rasa nyeri, pemeriksaan (range of motion)

danpemeriksaan pada gerakan sendi aktif ataupun pasif.


2.3 Diagnosa Keperawatan

2.3.1.1 Nyeri akut b/d terputusnya kontinuitas jaringan atau cidera

jaringan lunak.

2.3.1.2 Hambatanmobilitas fisik b/d nyeri, pembengkakan, prosedur bedah,

imobilisasi.

2.3.1.3 Ketidakefektifan perfusi jaringan b/d edema.

2.3.1.4 Resiko syok hipovolemik b/d perdarahan


2.4 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :
dengan terputusnya a. Pain Level 1. Lakukan pengkajian nyeri
kontinuitas jaringan atau b. Pain Control secara komprehensif
cidera jaringan lunak c. Comfort Level termasuk lokasi, karakteristik,
Batasan karakteristik: Kriteria hasil : durasi, frekuensi, kualitas dan
a. Perubahan selera makan 1. Mampu mengontrol nyeri faktor presipitasi.
b. Perubahan pada (mengetahui penyebab nyeri, mampu 2. Observasi reaksi non verbal dari
parameter fisiologis menggunakan teknik non ketidaknyamanan
c. Diaforesis farmakologi untuk mengurangi nyeri) 3. Bantu pasien dan keluarga
d. Perilaku distraksi 2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang untuk mencari dan
e. Bukti nyeri dengan dengan menggunakan manajemen menemukan dukungan.
daftar periksa nyeri nyeri 4. Kontrol lingkungan yang dapat
untuk pasien yang 3.Mampu mengenali nyeri (skala, mempengaruhi nyeri seperti
tidak dapat intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri) suhu ruangan, pencahayaan
mengungkapkannya 4.Menyatakan rasa nyaman setelah dan kebisingan.
f. Perilaku ekspresif nyeri berkurang 5. Kurangi faktor presipitasi
g. Ekspresi wajah nyeri 5.Tanda tanda vital dalam rentang nyeri
h. Sikap tubuh melindungi normal 6. Kaji tipe dan sumber nyeri
i. Putus asa untuk menentukan intervensi
Faktor yang berhubungan: 7. Ajarkan tentang teknik non
a. Agen cidera fisik farmakologi:napas dalam,
b. Agen cidera kimiawi relaksasi, distraksi, kompres
c. Agen cidera biologis hangat/dingin
8.Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
9. Tingkatkan istirahat
10. Berikan informasi tentang
nyeri, berapalama nyeriakan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dariprosedur
11. Monitor vital sign

(NANDA NIC NOC, 2015)


2.5 Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang

dilakukan oleh perawat dalam membantu klien dari masalah status

kesehatan yang dihadapi menuju kesehatan yang lebih baik yang sesuai

dengan intervensi atau rencana keperawatan yang telah dibuat sebelumnya

(Potter, 2015).

2.6 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah perbandingan sistemik dan terperinci mengenai

kesehatan klien dengan tujuan yang ditetapkan, evaluasi dilakukan

berkesinambungan yang melibatkan klien dan tenaga medis lainnya.

Evaluasi dalam keperawatan yaitu kegiatan untuk menilai tindakan

keperawatan yang telah dipilih untuk memenuhi kebutuhan klien secara

optimal dan mengukur dari proses keperawatan (Potter, 2015).


DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, S.C. (2015). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Wahid, A. (2013). Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Mukuloskeletal. Jakarta : CV

Sagung Seto

Wilkonson & Ahem. (2013). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9. Jakarta : EGC

Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta. Nuha medika

Mutidaturrohmah. (2017). Dasar-Dasar Keperawatan. Yogyakarta : Gava Media

Anda mungkin juga menyukai