Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR EKSTERMITAS


DIRUANG NILAM 3 RSD Dr. H. M. ANSARI SALEH BANJARMASIN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi
Keperawatan Medikal Bedah 1

Oleh:

NAMA : Sarmillawati

NIM : P17212215117

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS
2021

1
LEMBAR PENGESAHAN
NAMA : Sarmillawati
JUDUL : Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Ftaktur Ekstermitas Diruang Nilam 3 Rsd Dr. H. M. Ansari Saleh Banjarmasin

Banjarmasin, Januari 2022

Preceptor Lahan RS Preceptor Akademik

Mengetahui,
Kepala Ruang

1
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar
1. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditetukan sesuai jenis dan
luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gerakan puntir
mendadak, gaya remuk dan bahkan kontraksi otot eksterm (Bruner & Sudarth,
2002).
Fraktur adalah patah atau retak pada tulang yang utuh. Biasanya fraktur
disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang,
baik berupa langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidayat & Jong, 2005).

2. Etiologi
Etiologi dari fraktur menurut (Price & Wilson, 2006 dan Long, 1996) yaitu :
1. Cidera atau benturan (jatuh pada kecelakaan)
2. Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah
oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis
3. Fraktur karena letih
4. Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang-orang yang baru saja
menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru diterima dalam angkatan
bersenjata atau orang-orang yang baru mulai latihan lari.

3. Patofisiologi
Menurut Brunner dan Suddarth (2002), trauma dan kondisi patologis yang
terjadi pada tulang yang menyebabkan fraktur. Fraktur menyebabkan
diskontinuitas jaringan tulang yang dapat membuat penderita mengalami
kerusakan mobilitas fisiknya. Diskontinuitas jaringan tulang dapat mengenai 3
bagian yaitu jaringan lunak, pembuluh darah dan saraf serta tulang itu sendiri. Jika
mengenai jaringan lunak makan akan terjadi spasme otot yang menekan ujung
saraf dan pembuluh darah dapat mengakibatkan nyeri, deformitas serta syndrome
compartement.
Fraktur adalah semua kerusakan pada kontinuitas tulang, fraktur beragam
dalam hal keparahan berdasarkan lokasi dan jenis fraktur. Meskipun fraktur
1
terjadi pada semua kelompok usia, kondisi ini lebih umum pada orang yang
mengalami trauma yang terus-menerus dan pada pasien lansia. Fraktur dapat
terjadi akibat pukulan langsung, kekuatan tabrakan, gerakan memutar tiba-tiba,
kontraksi otot berat, atau penyakit yang melemahkan tulang. Dua mekanisme
dasar yang fraktur: kekuatan langsung atau kekuatan tidak langsung. Dengan
kekuatan langsung, energi kinetik diberikan pada atau dekat tempat fraktur.
Tulang tidak dapat menahan kekuatan. Dengan kekuatan tidak langsung, energi
kinetik di transmisikan dari titik dampak ke tempat tulang yang lemah.

1
PATHWAY

Patologis (Penurunan densitas tulang


karena tumor, osteoporosis) Trauma langsung / tidak langsung Stress / tekanan tulang
Jarigan tidak kuat / tidak dapat menahan kekuatan dari luar

Konservatif Fraktur Operatif (ORIF/OREF)

Fiksasi eksternal Perubahan letak Luka terbuka Kerusakan bagian- Perubahan status
fragmen / depormitas bagian yang lunak kesehatan
Kuman Risiko
masukinfeksi
kedalam luka
Traksi / Gips Jaringan syaraf rusak Kurangnya informasi
Kelemahan /
kehilangan fungsi gerak / fungsi menurun
Kurangnya
Gerak terbatas Risiko pendarahan Impuls nyeri pengetahuan
Luka dibawa ke otak
Penekanan pada Imobilitas
Otak
bagian yang menonjol Kerusakan jaringan
menterjemahkan
Gangguan Kuman masuk pembuluh darah
Sirkulasi perifer impuls nyeri
mobilitas fisik
menurun
Gangguan integritas Aliran darah meningkat
Nyeri akut
Iskemia
Penekanan pada Tekanan pembuluh
Nekrosis jaringan Penurunan aliran darah Edema darah meningkat
jaringan vaskular
Resiko disfungsi neurovaskuler Resiko tinggi
Gangguan gangguan
integritas jaringan perfusi jaringan
Gambar : WOC (Reeves,C. J., 2001 dan Elizabeth. 2000
Produksi cairan
ekstra sel meningkat
4. Manifestasi Klinis
Manisfestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstrimitas, krepitus, pembengkakan lokal dan perubahan warna
(Brunner & Suddarth, 2002).
1. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupkan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur
menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bisa diketahui dengan
membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan di bawah tempat fraktur.
4. Saat ekstrimitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan

yang lainnya
5. Pembengkakan akan mengalami perubahan warna lokal pada kulit terjadi
sebagai trauma dan pendarahan akibat fraktur.

5. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2000) dan Muttaqin (2008), konsep dasar yang harus
dipertimbangkan pada waktu penanganan fraktur yaitu: rekognisi, reduksi, retensi
dan rehabilitasi.
1. Rekognisi (pengenalan). Riwayat kecelakaan derajat keparahan harus jelas
untuk menentukan diagnosa keperawatan dan tindakan selanjutnya. Frktur
tungkai akan terasa nyeri dan bengkak. Kelainan bentuk nyata dapat
menentukan diskontinuitas integritas rangka.
2. Reduksi (manipulasi). Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk
memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali
lagi seperti letak asalnya. Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang
sehingga kembali seperti semula. Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan
reduksi tertutup, traksi atau reduksi terbuka.
3. Retensi (immobilisasi). Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang
sehingga kembali seperti semula secara optiomal. Setelah fraktur reduksi,
fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi
kesejajaran tulang sampai penyatuan.

6. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut (Arif Muttaqin, 2015 & Smeltzer dan Bare, 2012)
antara lain :
a) Kerusakan Arteri.
b) Sindroma Kompartement.
c) Fad Emboli Syndrome.
d) Infeksi.
e) Avaskuler nekrosi (AVN)
f) Syok hipovolemik atau traumatic.

7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Arif Muttaqin (2008), pemeriksaan pemeriksaan penunjang pada fraktur
yaitu:
1. Anamnesa/ pemeriksaan umum
2. Pemeriksaan radiologi.
3. CT scan
4. X - Ray
5. Pemeriksaan laboratorium.
6. Pemeriksaan lain-lain :
a. Biopsi tulang dan otot
b. Elekromiografi
c. Artroskopi
d. MRI
B. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:

A. Pengumpulan Data
a. Anamnesa
b. Identitas Klien
Meliputi nama, inisial, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa
yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, golongan, no.
register, tanggal MRS, diagnosa medis.
c. Riwayat penyakit
 Keluhan Utama
 Riwayat Penyakit Sekarang
 Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat Penyakit Keluarga
d. Riwayat Psikososial
e. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
B.Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum Klien
2) Tanda-tanda Vital
3) Pemeriksaan Local

C. Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
b) Pemeriksaan Laboratorium

2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut b.d Agen cedera fisik
2. Gangguan Mobilitas Fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang
3. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d kelembabpan
4. Resiko Infeksi b.d kerusakan integritas kulit
5. Risiko Disfungsi Neorovaskuler perifer b.d fraktur, penekanan klinis
6. Resiko pedarahan b.d trauma dan tindakan pembedahan
3. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan

Keperawatan (SDKI) (SLKI) (SIKI)

1. Nyeri Akut b.d Agen cedera fisik di buktikan dengan Setelah dilakukan Tindakan Observasi

pasien tampak meringgis, gelisah. Keperawatan 1 x24 jam  Identifikasi local,

diharapkan nyeri menurun karakteristik,durasi,frekuensi,

KH : Tingkat Nyeri kualitas, intensitas nyeri,.

 Keluhan nyeri menurun  Identifikasi nyeri.

(5)  Identifikasi respon nyeri non

 Gelisah menurun (5) verbal.

 Meringis menurun (5)  Identifikasi factor yang

 Kesulitan tidur memperberat dan

menurun (5) memperingan nyeri.


 Pola tidur membaik (5)  Monitor efek samping

Kontrol Nyeri penggunaan analgetik.

 Kemampuan Terapeutik

mengunakan teknik  Berikan teknik

non-farmakologis nonfarmakologis untuk

meningkat (5) mengurangi rasa nyeri

 Dukungan orang (mis.tarik napas dalam,

terdekat meningkat (5) kompres hanagat/dingin).

 Pengunaan analgetik  Kontrol lingkungan yang

menurun (5) memperberat rasa nyeri .

Penyembuhan luka  Fasilitasi istirahat dan tidur.

 Pembentukan jaringan  Pertimbangkan jenis dan

parut menurun. sumber nyeri dalam


 Peradangan luka pemilihan strategy

menurun (5) meredakan nyeri.

 Peningkatan suhu kulit Edukasi

menurun (5).  Jelaskan penyebab, periode,

 Infeksi menurun (5) dan pemicu nyeri.

 Jelaskan strategi meredakan

nyeri.

 Anjurkan memonitor nyeri

secara mandiri.

 Anjurkan mengunakan

analgetik secara tepat.

 Ajarkan teknik

nonfarmakologis untuk

mengurangi nyeri.

13
Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian

analgetik .jika perlu

2. Resiko Infeksi berhubungan dengan integritas kulit Setelah dilakukan tintdakan Observasi

keperawatan selama 1x 24 jam  Monitor tanda dan gejala

maka integritas kulit infeksi local dan sistemik.

meningkat KH : Tingkat Nyeri Terapeutik

 Nyeri menurun (5)  Batasi jumlah pengunjung.

 Kemerahan menurun  Berikan perawatan kulit pada

(5) area edema.

 Bengkak menurun(5)  Cuci tangan sebelum dan

Integritas kulit dan jaringan sesudah kontak dengan

 Perfusi jaringan pasien dan lingkungan

meningkat (5) pasien.


 Kerusakan jaringan  Pemberian teknik aseptik

menurun (5) pada pasien beresiko tinggi.

 Kerusakan lapisan kulit Edukasi

menurun (5)  Jelaskan tanda dan gejala

 Nyeri menurun (5) infeksi.

 Suhu kulit membaik (5)  Ajarkan cara mencuci tangan

dengan benar.

 Ajarkan etika batuk.

 Ajarkan cara memeriksa

kondisi luka atau luka

operasi.

 Anjurkan meningkatkan

asupan nutrisi.
 Anjurkan meningkatkan

asupan cairan.

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian

imunisasi, jika perlu.

3. Gangguan Mobilitas Fisik b.d kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan Observasi

struktur tulang dibuktikan dengan pasien tanpak nyeri keperawatan selama 1x 24 jam  Identifikasi kebutuhan

saat bergerak. maka mobilitas disik dilakukan

meninggkat. pembidaian.(fraktur).

KH :  Monitor bagian distal area

 Pergerakan eksremitas cidera.

meningkat (5)  Monitor adanya adanya

 Nyeri menurun (5) pedarahan pada daerah

cidera.
 Kecemasan menurun  Identifikasi material bidai

(5) yang sesuai.

 Gerakan terbatas  Tutup luka terbuka dengan

menurun (5) balutan.

 Atasi perdarahan sebalum

bidai di pasang.

 Berikan bantalan pada bidai.

 Imobilisasi sendi di atas dan

di bawah area cidera.

 Topang kaki mengunakan

penyangga kaki.

 Tempatkan eksremitas yang

cidera dalam posisi

fungsional.
 Pasang bidai pada posisi

tubuh seperti saat di

temukan

 Gunakan kedua tanagan

untuk menopang area cedera.

 Gunakan kain gendong

secara tepat

 Jelaskan tujuan dan langkah-

langkah prosedur sebelum

pemasangan bidai

 Anjurkan membatasi gerak

pada area cedera


4. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan b.d kelembapan di Setelah dilakukan tindakan Observasi

buktikan pasien dengan kerusakan jarinagn / lapisan keperawatan selama 1x 24 jam  Monitor karakteristik luka

kulit nyeri, pendarahan, hematoma. gangguan integritas kulit (dranase, warna, ukuran, bau)

menurun:  Monitor tanda-tanda infeksi.

KH : Integritas Kulit dan Terapeutik

Jaringan  Lepaskan balutan dan plaster

 Perfusi jaringan secara perlahan.

meningkat (5)  Cukur rambut di sekitar luka,

 Kerusakan jaringan jika perlu

menurun (5)  Bersihkan dengan NACL

 Kerusakan lapisan kulit atau pembersih nontoksik,

menurun (5) sesuai kebutuhan

 Nyeri menurun (5)  Bersihkan jaringan nekrotik.

 Pedarahan menurun (5)


 Kemerahan menurun  Berikan salep yang sesuai

(5) dengan luka / lesi, jika

 Nekrosis menurun (5) perlu

 Suhu kulit membaik (5)  Bersihkan jaringan nekrotik.

Penyembuhan luka.  Pasang balutan sesuai jenis

 Penyatuan kulit luka.

meningkat (5)  Pertahankan teknik steril saat

 Penyatuan tepi luka perawatan luka.

meningkat (5)  Ganti balutan sesuai dengan

 Pembentukan jaringan jumlah eksudat dan drenase.

parut menurun (1)  Jadwalkan perubahan posisi

 Edema pada sisi luka setiap 2 jam atau sesuai

menurun (5) dengan kondisi pasien.


 Peradangan menurun  Berikan diet dengan kalori

(5) 30-35 kkl/kg / hari dan

 Nyeri menurun (5) protein 1,25-1,5 g/kgBB/hari.

 Infeksi menurun (5)  Berikan suplemen vitamin

dan mineral , sesuai

indikasi.

 Berikan terapi TENS ,

jika perlu

Edukasi

 Jelaskan tanda dan gejala

infeksi.

 Anjurkan mengkonsumsi

makanan tinggi kalori dan


protein.
 Ajarkan perawatan luka

secara mandiri.

Kolaborasi

 Kolaborasi prosedur

debridement (mis, enzimatik,

biologis, mekanis)

 Kolaborasi pemberian

anti biotik,jika perlu.

5. Risiko Disfungsi Neorovaskuler perifer b.d fraktur, Setelah dilakukan tindakan Observasi

penekanan klinis (balutan) keperawatan selama 1x 24 jam  Periksa sirkulasi perifer

maka resiko disfungsi secara menyeluruh (mis,

neorovaskuler perifer menurun. pulsasi perifer, edema,

KH : Neurovaskuler perifer warna, dan suhu eksremitas)


 Sirkulasi arteri  Monitor nyeri pada daerah

meningkat (5) yang terkena .

 Sirkulasi vena  Monitor tanda-tanda

meningkat (5) penurunan sirkulasi vena

 Pergerakan eksremitas .(mis, bengkak ,nyeri,

meningkat (5) peningkatan nyeri pada posisi

 Nyeri menurun (5) tergantung, nyeri menetap

 Pedarahan menurun (5) saat hangat, mati rasa,

 Nadi membaik (5) pembesaran vena superfesial,

 Suhu tubuh membaik merah, hangat, perubahan

(5) warna kulit).

 Warna kulit membaik Terapeutik

(5)  Tinggikan daerah yang cidera

Perfusi perifer 20 derjat di atas jantung.


 Penyembuhan luka  Lakukan rentang gerak aktif

membaik (5) dan pasif.

 Edema perifer menurun  Ubah posisi setiap 2 jam.

(5)  Hindari akses intravena

 Nyeri eksremitas antekubiti.

menurun (5)  Hindari memijat atau

 Nekrosis menurun (5) mengompres otot yang

cidera.

Edukasi

 Jelaskan mekanisme

terjadinya embili perifer.

 anjurkan menghindari

maneuver valsava.
 Ajarkan cara mencegah

emboli perifer. (mis, hindari

imobilisasi jangka panjang).

 Ajarkan pentingnya

antikoagulan selama 3 bulan.

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian

antikoagulan.

 Kolaborasi pemberian

prometazim intravena

dalam NaCL 0,9% 25-50

secara lambat dan hindari

pengenceran kuran dari 10

cc.
6. Resiko pedarahan b.d trauma dan tindakan Setelah dilakukan tindakan Observasi

pembedahan keperawatan selama 1x 24 jam  Monitor tanda dan gejala

maka penyembuhan luka pendarahan.

meningkat.  Monitor

KH: penyembuhan luka hematokrik/hemoglobin

 Penyembuhan kulit sebelum dan setelah

meningkat (5) kehilangan darah.

 Penyatuan tepi luka  Monitor tanda-tanda vital

meningkat (5) ortostatik.

 Nyeri menurun (5)  Monitor koagulasi.

 Infeksi menurun (5) Terapeutik

Tingkat luka  Pertahankan bed rest selama

 Kelembapan kulit pedarahan.

menurun (1)  Batasi tindakan infasif.


 Pedarahan pasca  Gunakan kasue pencegah

operasi menurun (1) decubitus.

 Tekanan darah  Hindari pengukuran suhu

membaik (5) rektal

 Suhu tubuh membaik Edukasi

(5)  Jelaskan tanda dan gejala

pedarahan.

 Anjurkan mengunakan kaus

kaki saat ambulasi.

 Anjurkan meningkatkan

asupan cairan untuk

menghindari konstipasi.

 Anjurkan menghindari

aspirin atau antikuagula.


 Anjurkan meningkatkan

asupan makanan dan vitamin

k.

 Anjurkan segera melapor jika

terjadi pedarahan.

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian obat

pengontrol perdarahan.

 Kolaborasi pemberian

produk darah.

 Kolaborasi pemberian peluna

tinja.
7. Deficit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi di Setelah dilakukan tindakan Observasi

tandai dengan klien tanpak menunjukan prilaku tidak keperawatan selama 1x 24 jam  Identifikasi kesiapan dan

sesuai dengan anjuran dan menunjukan prilaku maka pengetahuan meningkat . kemampuan menerima

berlebihan. KH : informasi.

 Prilaku sesuai anjuran  Identifikasi factor-faktor

meningkat (5) yang dapat meningkatkan

 Kemampuan dan menurunkan motifasi

menjelaskan tentang prilaku hidup bersih dan

suatu topik meningkat sehat.

(5) Terapeutik

 Menjalani pemeriksaan  Sediakan materi dan media

yang tidak tepat pendidikan kesehatan.

menurun (5)  Jadwalkan pendidikan

 Prilaku membaik (5) kesehatan.


Tingkat kepatuhan  Berikan kesempatan untuk

 Verbalisasi kemauan bertanya.

mematuhi prokram atau Edukasi

pengobatan meningkat  Jelaskan factor resiko yang

(5) dapat mempengaruhi

 Resiko komlikasi kesehtan.

penyakit menurun (5)  Ajarkan perilaku hidup sehat

 Perilaku menjalankan dan bersih.

anjuran membaik (5)  Ajarkan strategi yang dapat

di gunakan untuk

meningkatkan perilaku hidup

sehat dan bersih.


DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta

Corwin Elizabeth. (2002). Buku Saku Patofisiologi . jakarta : EGC

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6, EGC,


Jakarta

Doengoes, Marlylin E, 2000 Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Evelyn C.Pearce. 2008. Anatomi Fisiologi Untuk Para Medis . jakarta: PT Gramedia

Engram Barbara, 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Bedah Volume 2. EGC

Ignatavicius, D. D. 2010. Medical – Surgical Nursing : Clients- Centered Colaborative


Care. Sixth Edition, 1 & 2. Missouri : Saunders Elsevier

Mansjoer (2000) & Muttaqin (2008). Penatalaksanaan keperawatan. Jakarta : EGC

Muttaqin, Arif (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Muskuloskaletal. Jakarta : EGC

Nursalam. 2001. Pendekatan praktis metodologi Riset Keperawatan. Jakarta. Info

Medika PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Defisit dan Kriteria

Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Price dan Wilson (2006). Patofisiologi Konsep Klinis – Proses Penyakit. Jakarta :EGC

Price Syalvia, A.2002. Patofisiologi Konsep Klinis-Proses Penyakit. Jakarta : EGC

Smeltzer Suzanne, C. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC

Sjamsuhidajad & Jong (2005). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Muskuloskaletal. Jakarta : EGC

Rasjad , Chairudin, 2007. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, Edisi ketiga. Yrsif
Watampore, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai