Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN KELOMPOK

”FRAKTUR“

: DI SUSUN OLEH
1. HELPA WIDYA PUTRI (220300891)
2. IRCHO NUR HIDAYAT (220300893)
3. SINTIA YOLANDA (220300917)

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
UNIVERSITAS ALMA ATA
YOGYAKARTA
2022
I. DIAGNOSA MEDIS PASIEN : FRAKTUR
A. PENGERTIAN
Fraktur adalah suatu kondisi yang terjadi ketika keutuhan dan kekuatan dari
tulang mengalami kerusakan yang disebabkan oleh penyakit invasif atau suatu
proses biologis yang merusak (Kenneth et al., 2017). Fraktur adalah gangguan
komplet atau tak-komplet pada kontinuitas struktur tulang dan didefinisikan sesuai
jenis keluasannya (Smeltzer, 2018).
Fraktur atau patah tulang disebabkan karena trauma atau tenaga fisik,
kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang dan jaringan lunak
disekitar tulang merupakan penentu apakah fraktur terjadi lengkap atau tidak
lengkap (Astanti, 2017).
Fraktur femur adalah diskontinuitas dari femoral shaft yang bisa terjadi akibat
trauma secara langsung (kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian), dan
biasanya lebih banyak dialami laki-laki dewasa (Desiartama, 2017).

B. ETIOLOGI
Penyebab fraktur menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010) (dalam Andini,
2018) terdiri dari :
1. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang
patah secara spontan
b. Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak
2. Fraktur patologik
Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor mengakibatkan :
a. Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali
b. Infeksi seperti osteomielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
c. Rakitis gangguan muskuloskeletal pada anak-anak yang menyebabkan
tulang lemah, kaki bengkok, dan kelainan bentuk tulang lain
d. Secara spontan disebabkan oleh stres tulang yang terus menerus
Penyebab terbanyak fraktur adalah kecelakaan, baik itu kecelakaan kerja,
kecelakaan lalu lintas dan sebagainya. Tetapi fraktur juga bisa terjadi akibat faktor
lain seperti proses degeneratif dan patologi (Noorisa dkk, 2017).

C. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis fraktur menurut Smeltzer (2018) meliputi :
1. Nyeri akut terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma, dan edema
2. Kehilangan fungsi
3. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
4. Pemendekan ekstremitas. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur
5. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
6. Edema lokal
7. Ekimosis (memar)

D. JENIS-JENIS FRAKTUR
Menurut Sulistyaningsih (2017), berdasarkan ada tidaknya hubungan antar tulang
dibagi menjadi :
1. Fraktur Terbuka
Adalah patah tulang yang menembus kulit dan memungkinkan adanya
hubungan dengan dunia luar serta menjadikan adanya kemungkinan untuk
masuknya kuman atau bakteri ke dalam luka. Berdasarkan tingkat
keparahannya fraktur terbuka dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar
menurut klasifikasi (Gustillo dan Anderson, 2015) yaitu:
a. Derajat I
Kulit terbuka 1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang luas, komponen
penghancuran minimal sampai sedang, fraktur dengan luka terbuka melintang
sederhana dengan pemecahan minimal.
b. Derajat II
Kulit terbuka >1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang luas, komponen
penghancuran minimal sampai sedang, fraktur dengan luka terbuka melintang
sederhana dengan pemecahan minimal.
c. Derajat III
Kerusakan jaringan lunak yang lebih luas, termasuk otot, kulit, dan struktur
neurovaskuler, cidera yang disebabkan oleh energi tinggi dengan kehancuran
komponen tulang yang parah.
- Derajat III A
Laserasi jaringan lunak yang luas, cakupan tulang yang memadai, fraktur
segmental, pengupasan periosteal minimal.
- Derajat III B
Cidera jaringan lunak yang luas dengan pengelupasan periosteal dan
paparan tulang yang membutuhkan penutupan jaringan lunak; biasanya
berhubungan dengan kontaminasi masif.
- Derajat III C
Cidera vaskular yang membutuhkan perbaikan.
2. Fraktur Tertutup
Adalah patah tulang yang tidak mengakibatkan robeknya kulit sehingga tidak
ada kontak dengan dunia luar. Fraktur tertutup diklasifikasikan berdasarkan
tingkat kerusakan jaringan lunak dan mekanisme cidera tidak langsung dan
cidera langsung antara lain:
a. Derajat 0
Cidera akibat kekuatan yang tidak langsung dengan kerusakan jaringan
lunak yang tidak begitu berarti.
b. Derajat 1
Fraktur tertutup yang disebabkan oleh mekanisme energi rendah sampai
sedang dengan abrasi superfisial atau memar pada jaringan lunak di
permukaan situs fraktur.
c. Derajat 2
Fraktur tertutup dengan memar yang signifikan pada otot, yang mungkin
dalam, kulit lecet terkontaminasi yang berkaitan dengan mekanisme energi
sedang hingga berat dan cidera tulang, sangat beresiko terkena sindrom
kompartemen.
d. Derajat 3
Kerusakan jaringan lunak yang luas atau avulsi subkutan dan gangguan
arteri atau terbentuk sindrom kompartemen.
F. PATOFISIOLOGI
Pada kondisi trauma, diperlukan gaya yang besar untuk mematahkan batang
femur individu dewasa. Kebanyakan fraktur ini terjadi karena trauma langsung dan
tidak langsung pada pria muda yang mengalami kecelakaan kendaraan bermotor
atau jatuh dari ketinggian. Kondisi degenerasi tulang (osteoporosis) atau keganasan
tulang paha yang menyebabkan fraktur patologis tanpa riwayat trauma, memadai
untuk mematahkan tulang femur (Muttaqin, 2016).
Kerusakan neurovaskular menimbulkan manifestasi peningkatan risiko syok,
baik syok hipovolemik karena kehilangan darah banyak ke dalam jaringan maupun
syok neurogenik karena nyeri yang sangat hebat yang dialami klien. Respon
terhadap pembengkakan yang hebat adalah sindrom kompartemen. Sindrom
kompartemen adalah suatu keadaan terjebaknya otot, pembuluh darah, jaringan
saraf akibat pembengkakan lokal yang melebihi kemampuan suatu
kompartemen/ruang lokal dengan manifestasi gejala yang khas, meliputi keluhan
nyeri hebat pada area pembengkakan, penurunan perfusi perifer secara unilateral
pada sisi distal pembengkakan, CRT (capillary refill time) lebih dari 3 detik pada
sisi distal pembengkakan, penurunan denyut nadi pada sisi distal pembengkakan
(Muttaqin, 2012).
Kerusakan fragmen tulang femur menyebabkan gangguan mobilitas fisik dan
diikuti dengan spasme otot paha yang menimbulkan deformitas khas pada paha,
yaitu pemendekan tungkai bawah. Apabila kondisi ini berlanjut tanpa dilakukan
intervensi yang optimal akan menimbulkan risiko terjadinya malunion pada tulang
femur (Muttaqin, 2012).
G. PATHWAY

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

Fraktur

Pergeseran fragmen tulang

Dikontinuitas Timbul respon Tindakan ORIF


tulang stimulus nyeri
Pemasangan
Pengeluaran platina/fiksasi eksternal
Fraktur Fraktur histamin
terbuka tertutup
Perawatan post Luka insisi
Reaksi
Perubahan operasi pada fraktur
Laserasi nosiseptor
kulit fragmen tulang
Gangguan
Respon reflek protektif
Spasme otot, fungsi tulang
Putus vena/arteri pada tulang
ruptur vena/arteri
Gangguan
Perdarahan Nyeri Akut
Protein Mobilitas Fisik
plasme darah
Kehilangan
volume cairan
Edema

Risiko Penekanan
Hipovolemia pembuluh darah
Tekanan kerusakan sirkulasi Adanya peningkatan
dan penurunan sensasi sensori leukosit
Perfusi Perifer
Tidak Efektif
Gangguan Risiko Infeksi
Integritas Kulit
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. X-ray
Untuk menentukan lokasi atau luasnya fraktur, mengetahuitempat dan tipe
fraktur, biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama
proses penyembuhan secara periodic
2. Scan tulang
Mempelihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3. Arteriogram
Dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler
4. Hitung darah lengkap
Hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada perdarahan, peningkatan
leukosit sebagai respon terhadap peradangan
5. Kreatinin
Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
6. Profil koagulasi
Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,transfusi atau cedera hati

I. PENYEMBUHAN TULANG
Tulang dapat beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan
membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh
aktivitas sel-sel tulang. Stadium penyembuhan tulang, yaitu :
1. Inflamasi
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur.sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibrioblas. Stadium ini berlangsung 24-48 jam dan
terjadi pembengkakan dan nyeri
2. Proliferasi seluler
Hematoma akan mengalami organisasi ± 5 hari, terbentuk benang-benang fibrin
dalam bekuan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, invasi
fibrioblast dan osteoblast
3. Pembentukan kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai
sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang
dihubungkan dengan jaringan fibrus. Diperlukan waktu 3 sampai 4 minggu
agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus. Secara
klinis fragmen tulang sudah tidak bisa digerakan lagi.
4. Penulangan kalus (osifikasi)
Pada patah tulang panjang orang dewasa normal, penulangan memerlukan
waktu 3 sampai 4 bulan.
5. Remodeling
Tahap akhir dari perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati
dan reorganisasi tulang baru ke susunan structural sebelumnya. Pada tahap ini
memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun tergantung beratnya
modifikasi tulang yang dibutuhkan (wujaya & putrid, 2017 : 242- 243).

J. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kedaruratan dengan cara mencari tanda-tanda syok/perdarahan
dan periksa ABC (Airway, Breathing, Circulation)
1. Jalan Napas
Untuk mengatasi keadaan ini, penderita di miringkan sampai tengkurap.
Mandibula dan lidah ditarik ke depan dan dibersihkan faring dengan jari-jari.
2. Perdarahan pada luka
Cara paling efektif dan aman adalah dengan meletakkan kain yang bersih
(kalau bisa steril) yang cukup tebal dan dilakukan penekanan dengan tangan
atau dibalut dengan verban yang cukup menekan.
3. Syok
Syok bisa terjadi apabila orang kehilangan darahnya kurang lebih 30% dari
volume darahnya.Untuk mengatasi syok karena pendaharan diberikan darah
(tranfusi darah).
4. Cari trauma pada tempat lain yang beresiko (kepala dan tulang belakang, iga
dan pneumotoraks dan trauma pelvis) (R. Borley,2017 : 85).
K. KOMPLIKASI
1. Komplikasi Awal
a. Syok
Syok hipovolemik atau traumatik, akibat perdarahan (baik kehilangan
darah eksterna maupun interna) dan kehilangan cairan ekstra sel ke
jaringan yang rusak (Smeltzer, 2018).
b. Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk kedalam darah karena
tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena
katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stress pasien akan memobilisasi
asam lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak dalam aliran
darah. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit membentuk
emboli, yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok
otak, paru, ginjal, dan organ lain. Awitan gejalanya yang sangat cepat
dapat terjadi dari beberapa jam sampai satu minggu setelah cedera, namun
paling sering terjadi dalam 24 sampai 72 jam (Smeltzer, 2018).
c. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan masalah yang terjadi saat perfusi
jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk jaringan, bisa
disebabkan karena penurunan kompartemen otot (karena fasia yang
membungkus otot terlalu ketat atau gips atau balutan yang menjerat) atau
peningkatan isi kompartemen otot (karena edema atau perdarahan)
(Smeltzer, 2018).
2. Komplikasi Lambat
a. Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuan
Penyatuan terlambat terjadi bila penyembuhan tidak terjadi dengan
kecepatan normal. Penyatuan terlambat mungkin berhubungan dengan
infeksi sistemik dan distraksi (tarikan jauh) fragmen tulang.
b. Nekrosis avaskuler tulang
Nekrosis avaskuler terjadi bila tulang kehilangan asupan darah dan mati.
Tulang yang mati mengalami kolaps atau diabsorpsi dan diganti dengan
tulang baru (Smeltzer, 2018).
c. Reaksi terhadap alat fiksasi interna
Alat fiksasi interna biasanya diambil setelah penyatuan tulang telah terjadi,
namun pada kebanyakan pasien alat tersebut tidak diangkat sampai
menimbulkan gejala. Masalah yang dapat terjadi meliputi kegagalan
mekanis (pemasangan dan stabilisasi yang tidak memadai), kegagalan
material (alat yang cacat atau rusak), berkaratnya alat, respon alergi
terhadap campuran logam yang dipergunakan (Smeltzer, 2018).

L. PENGKAJIAN
1. Pengkajian
Pengkajian Asuhan keperawatan pada klien fraktur menurut (Muttaqin, 2015)
yaitu :
a. Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin,agama, alamat, bangsa, pendidikan,
pekerjaaan tanggal MRS, diagnosa medis, nomor registrasi.
b. Keluhan utama
Keluhan utama pada masalah fraktur yaitu nyeri. Nyeri akut atau kronik
tergantung berapa lamanya serangan. Unit memperoleh data pengkajian
yang yang lengkap mengenai data pasien di gunakan :
1) Proboking insiden : apa ada peristiwa faktor nyeri.
2) Quality of pain : bagaimana rasanya nyeri saat dirasakan pasien.
Apakah panas, berdenyut / menusuk.
3) Region Radiation of pain : apakah sakitbisa reda dalam sekejap, apa
terasa sakit menjalar, dan dimana posisi sakitnya.
4) Severity/scale of pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien
berdasarkan skala nyeri.
5) Time : berapakah waktu nyeri berlangsung, apa bertambah buruk pada
waktu malam hari atau pagi hari.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien patah tulang disebabkan karena trauma / kecelakaan, dapat
secara degenerative/patologis yang disebabkan awalnya pendarahan,
kerusakan jaringan di sekitar tulang yang mengakibatkan nyeri, bengkak,
pucat/perubahan warna kulit dan terasa kesemutan.
d. Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien mengalami patah tulang paha atau pasien pernah punya
penyakit menurun sebelumnya. Memiliki penyakit osteoporosis/arthritis
atau penyakit lain yang sifatnya menurun atau menular.
e. Pola fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi hidup sehat
Klien fraktur apakah akan mengalami perubahan atau gangguan pada
personal hygiene atau mandi.
2) Pola nutrisi dan metabolism
Klien fraktur tidak ada perubahan nafsu makan, walaupun menu
makanan disesuakan dari rumah sakit.
3) Pola eliminasi
Perubahan BAK/BAB dalam sehari, apakah mengalami kesulitan
waktu BAB di kaenakan imobilisasi, feses warna kuning, pada pasien
fraktur tidak ada gangguan BAK.
4) Pola istirahat dan tidur
Kebiasaan pada pola tidur apakah ada gangguan yang disebabkan
karena nyeri, misalnya nyeri karena fraktur.
5) Pola aktivitas dan Latihan
Aktivitas pada klien yang mengalami gangguan karena fraktur
mengakibatkan kebutuhan pasien perlu dibantu oleh perawat atau
keluarga.
6) Pola persepsi dan konsep diri
Klien mengalami gangguan percaya diri sebab tubuhnya perubahan
pasien takut cacat / tidak dapat bekerja lagi.
7) Pola sensori kognitif
Adanya nyeri yang disebabkan kerusakan jaringan, jika pada pola
kognitif atau pola berfikir tidak ada gangguan.
8) Pola hubungan peran
Terjadi hubungan peran interpersonal yaitu klien merasa tidak berguna
sehingga menarik diri.
9) Pola penanggulangan stress
Penting ditanyakan apakah membuat pasien menjadi depresi /
kepikiran mengenai kondisinya.
10) Pola reproduksi seksual
Jika pasien sudah berkeluarga maka mengalami perubahan pola seksual
dan reproduksi, jika pasien belum berkeluarga pasien tidak mengalami
gangguan pola reproduksi seksual.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Terjadi kecemasan/stress untuk pertahanan klien meminta
mendekatakan diri pada Allah SWT.
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinis mengenai pasien akibat
dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial.
Diagnosa keperawatan adalah dasar dari penyusunan rencana tindakan asuhan
keperawatan (Dinarti dan Mulyanti, 2017).
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah berbagai perawatan berdasarkan penilaian klinis
dan pengetahuan yang dilakukan oleh seorang perawat untuk meningkatkan
hasil klien/pasien (Herdman,2015).
4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan atau implementasi adalah tindakan yang direncanakan dalam
rencana keperawatan (Tarwoto dan Wartonah, 2015).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahapan terakhir dari proses keperawatan
untuk mengukur respons klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan
klien ke arah pencapaian tujuan (Perry & Potter, 2015).

M. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
2. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan aliran arteri atau vena
3. Gangguan integritas kulit b.d faktor mekanis (post op orif)
4. Gangguan mobilitas fisik b.d fraktur
5. Risiko hipovolemia b.d perdarahan
6. Risiko infeksi b.d efek prosedur invasif
N. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa
No. SLKI SIKI
Keperawatan
1. Nyeri akut agen b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri (I.08238)
pencedera fisik selama 3x24 jam, diharapkan masalah
nyeri akut teratasi dengan kriteria hasil : 1. Monitor tanda-tanda vital
2. Identifikasi lokasi, karakteristik,
Tingkat Nyeri (L.08066) durasi, frekuensi,kualitas,
Indikator Awal Akhir intensitas nyeri
Keluhan nyeri 2 4 3. Identifikasi skala nyeri
Meringis 2 4 4. Berikan tindakan
Kesulitan 2 4 nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Keterangan : 5. Kolaborasi pemberian analgetik
1 : meningkat
2 : cukup meningkat
3 : sedang
4 : cukup menurun
5 : menurun

2. Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Sirkulasi (I.14570)
efektif b.d selama 3x24 jam, diharapkan masalah
penurunan aliran perfusi perifer tidak efektif teratasi 1. Periksa sirkulasi perifer
arteri atau vena dengan kriteria hasil : (misalnya edema, warna dan
suhu)
Perfusi Perifer (L.02011) 2. Identifikasi faktor risiko
Indikator Awal Akhir gangguan sirkulasi (misalnya,
Warna kulit pucat 2 4 diabetes, perokok, orangtua,
Edema perifer 2 4 hipertensi dan kadar kolesterol
Kelemahan otot 2 4 tinggi)
3. Hindari pemasangan infus atau
pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
Diagnosa
No. SLKI SIKI
Keperawatan
Keterangan : 4. Hindari pengukuran tekanan
1 : meningkat darah pada ekstremitas dengan
2 : cukup meningkat keterbatasan fungsi
3 : sedang 5. Informasikan tanda dan gejaka
4 : cukup menurun darurat yang harus dilaporkan
5 : menurun (misalnya rasa sakit yang tidak
hilang saat istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya rasa)

3. Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Luka (I.14564)


kulit b.d faktor selama 3x24 jam, diharapkan masalah
mekanis (post op gangguan integritas kulit teratasi dengan 1. Monitor karakteristik luka
orif) kriteria hasil : (misalnya, warna, ukuran, bau)
2. Monitor tanda-tanda infeksi
Penyembuhan Luka (L.14130) 3. Lepaskan balutan dan plester
Indikator Awal Akhir secara perlahan
Penyatuan kulit 2 4 4. Bersihkan dengan cairan NaCl
Penyatuan tepi 2 4 5. Berikan salep yang sesuai ke
luka kulit/lesi, jika perlu
Pembentukan 2 4 6. Pasang balutan sesuai jenis luka
jaringan parut 7. Pertahankan teknik steril saat
melakukan perawatan luka
Keterangan : 8. Anjurkan mengkonsumsi
1 : menurun makanan tinggi kalori dan
2 : cukup menurun protein
3 : sedang
4 : cukup meningkat
5 : meningkat

4. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Dukungan Mobilisasi (I.05173)


Diagnosa
No. SLKI SIKI
Keperawatan
fisik b.d fraktur selama 3x24 jam, diharapkan masalah
gangguan mobilitas fisik teratasi dengan 1. Identifikasi adanya nyeri atau
kriteria hasil : keluhan fisik lainnya
2. Identifikasi toleransi fisik
Mobilitas Fisik (L.05042) melakukan pergerakan
Indikator Awal Akhir 3. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
Pergerakan 2 4 dengan alat bantu
ekstremitas 4. Libatkan keluarga untuk
Kekuatan otot 2 4 membantu pasien dalam
Rentang gerak 2 4 meningkatkan pergerakan
(ROM) 5. Ajarkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan
Keterangan : (misalnya : duduk di tempat
1 : menurun tidur, duduk di sisi tempat tidur,
2 : cukup menurun pindah dari tempat tidur ke
3 : sedang kursi)
4 : cukup meningkat
5 : meningkat

5. Risiko hipovolemia Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Perdarahan (I.02040)


b.d perdarahan selama 3x24 jam, diharapkan masalah
risiko hipovolemia teratasi dengan 1. Identifikasi penyebab
kriteria hasil : perdarahan
2. Monitor terjadinya perdarahan
Tingkat Perdarahan (L.02017) (sifat dan jumlah)
Indikator Awal Akhir 3. Monitor nilai hemoglobin dan
Hemoglobin 2 4 hematokrit sebelum dan setelah
Tekanan darah 2 4 kehilangan darah
Frekuensi nadi 2 4 4. Istirahatkan area yang
mengalami perdarahan
Keterangan : 5. Anjurkan melapor jika
Diagnosa
No. SLKI SIKI
Keperawatan
1 : memburuk menemukan tanda-tanda
2 : cukup memburuk perdarahan
3 : sedang 6. Kolaborasi pemberian cairan
4 : cukup membaik
5 : membaik

6. Risiko infeksi b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan Infeksi (I.14539)
efek prosedur invasif selama 3x24 jam, diharapkan masalah
risiko infeksi teratasi dengan kriteria 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
hasil : lokal dan sistematik
2. Cuci tangan sebelum dan
Kontrol Risiko (L.14128) sesudah kontak dengan pasien
Indikator Awal Akhir dan lingkungan pasien
Kemampuan 2 4 3. Pertahankan teknik aseptik pada
mengidentifikasi pasien berisiko tinggi
faktor risiko 4. Ajarkan cara memeriksa kondisi
Kemampuan 2 4 luka operasi
melakukan strategi 5. Anjurkan meningkatkan nutrisi
kontrol risiko
Kemampuan 2 4
mengenali
perubahan status
kesehatan

Keterangan :
1 : menurun
2 : cukup menurun
3 : sedang
4 : cukup meningkat
5 : meningkat
O. DAFTAR PUSTAKA
http://repository.unhas.ac.id/id/eprint/21993/2/C017182022_skripsi_26-07-
2022%201-2.pdf (Diakses pada hari senin, 12 Desember 2022 pukul 20.00)

http://perpustakaan.poltekkes-malang.ac.id/assets/file/kti/
1401100105/4._BAB_2_.pdf (Diakses pada hari senin, 12 Desember 2022 pukul
20.10)

https://repo.stikesicme-jbg.ac.id/3772/7/KTI%20AGUSTINA%20EKA.pdf
(Diakses pada hari senin, 12 Desember 2022 pukul 20.18)

http://eprints.umpo.ac.id/6136/3/BAB%202.pdf (Diakses pada hari senin, 12


Desember 2022 pukul 20.25)

https://repo.stikmuhptk.ac.id/jspui/bitstream/123456789/238/1/KIA_Ery
%20Angreyni.pdf (Diakses pada hari senin, 12 Desember 2022 pukul 20.33)

http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/404/1/SELESAI.pdf (Diakses pada hari


senin, 12 Desember 2022 pukul 20.45)

https://repo.stikesicme-jbg.ac.id/875/15/151210004%20Citra%20Triolisa%20KTI
%20PDF.docx.pdf (Diakses pada hari senin, 12 Desember 2022 pukul 21.00)

Tim pokja SDKI DPP PPNI ; 2017 : standar diagnosis keperawatan Indonesia,
Jakarta selatan, dewan pengurus pusat persatuan perawat nasional Indonesia

Tim pokja SDKI DPP PPNI ; 2019 : standar luaran keperawatan Indonesia, Jakarta
selatan, dewan pengurus pusat persatuan perawat nasional Indonesia

Tim pokja SDKI DPP PPNI ; 2018 : standar intervensi keperawatan Indonesia,
Jakarta selatan, dewan pengurus pusat persatuan perawat nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai