FRAKTUR FEMUR
OLEH:
NAMA: ELVINA RAMANDA PUTRI
NIM: 2114314901008
A. Latar Belakang
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan umumnya
dikarenakan rudapaksa (Mansjoer, 2008). Fraktur dapat menyebabkan nyeri terus menerus, rasa
nyeri bisa timbul hampir pada setiap area fraktur. Bila tidak diatasi maka dapat menimbulkan efek
yang akan mengganggu proses penyembuhan dan dapat meningkatkan angka mordibitas dan
mortalitas, untuk itu perlu penanganan yang lebih efektif untuk meminimalkan nyeri yang dialami
World Health Organization (WHO) mencatat pada tahun 2011-2012 terdapat 5,6 juta orang
meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita fraktur akibat kecelakaan lalu lintas. Penyebab
terbanyak fraktur adalah kecelakaan, baik itu kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas dan
sebagainya. Di Indonesia angka kejadian patah tulang atau insiden fraktur cukup tinggi,
berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2013 didapatkan sekitar 8 juta orang
mengalami kejadian fraktur dengan jenis fraktur yang berbeda dan penyebab yang berbeda. Dari
hasil survey tim Depkes RI didapatkan 25% penderita fraktur yang mengalami kematian, 45%
mengalami catat fisik, 15% mengalami stress psikologis seperti cemas atau bahkan depresi, dan
Dampak yang timbul pada pasien dengan fraktur yaitu dapat mengalami perubahan pada
bagian tubuh yang terkena cedera, merasakan cemas akibat rasa sakit dan rasa nyeri yang
dirasakan, resiko terjadinya infeksi, resiko perdarahan, gangguan integritas kulit, serta berbagai
masalah yang mengganggu kebutuhan dasar lainnya. Selain itu fraktur juga dapat menyebabkan
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Dapat memahami dan mempelajari secara mendalam tentang asuhan keperawatan pada klien dengan
fraktur.
2. Tujuan Khusus
a. Menggali secara rinci tentang pengkajian keperawatan pada pada klien dengan fraktur.
b. Merumuskan diagnosis keperawatan yang muncul pada klien dengan fraktur.
c. Membuat perencanaan keperawatan pada klien dengan fraktur.
d. Melaksanakan atau mengimplementasikan tindakan keperawatan yang telah direncanakan
pada klien dengan fraktur.
e. Melakukan evaluasi keperawatan secara menyeluruh pada klien dengan fraktur.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
A. Definisi Fraktur
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan umumnya
dikarenakan rudapaksa (Mansjoer, 2008). Fraktur adalah rupturnya kontinuitas struktur dari tulang
atau kartilago dengan tanpa disertai subluksasi fragmen yang terjadi karena trauma atau aktivitas
fisik dengan tekanan yang berlebihan (Ningsih, 2011).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tualng, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang
biasanya disebabkan rudakpaksa/tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya (Lukman &
Ningsih, 2009). Fraktur tulang adalah patah pada tulang. Istilah yang digunakan untuk
menjelaskan berbagai jenis fraktur tulang antara lain fraktur inkomplit, fraktur simple dan fraktur
compound ( Elizabet J. Crowin, Phd, MSN, CNP, 2008).
Fraktur dibedakan menjadi:
1. Fraktur Tertutup adalah fraktur dengan kulit yang tidak tembus oleh fragmen tulang, sehingga
tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan.
2. Fraktur Terbuka adalah fraktur dengan kulit ekstremitas yang terlibat telah tembus, dan
terdapat hubungan antara fragmen tulang dan dunia luar. Karena adanya perlukaan kulit.
Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat, yaitu:
a. Grade I : sakit jelas dan sedikit kerusakan kulit, luka <1 cm, kerusakan jaringan, tidak ada
tanda luka remuk, fraktur sederhana, komunikatif ringan, kontaminasi minimal.
b. Grade II : Fraktur terbuka dan sedikit kerusakan kulit, laserasi <1 cm, kerusakan jaringan
lunak tidak luas, flap, komunikatif sedang, kontaminasi sedang.
c. Garde III : Banyak sekali jenis kerusakan kulit, otot jaringan saraf dan pembuluh darah
serta luka sebesar 6-8 cm.
(Sjamsuhidayat, 2010 dalam wijaya & putri, 2013).
B. Etiologi
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya gaya tubuh
yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik, dan patologik. Tulang bersifat rapuh namun
cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan apabila tekanan eksternal yang datang
lebih besar maka terjadi trauma yang mengakibatkan terputusnya kontinuitas tulang. Setelah
terjadi fraktur periosteum dan pembuluh darah serta saraf korteks, marrow, dan jaringan lunak
yang membungkus tulang akan rusak. Sewaktu patah tulang biasanya terjadi perdarahan disekitar
tempat patah kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan.
Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Infusiensi pmbuluh darah atau
penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak dapat ditangani dapat
menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak
terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan. faktor yang
mempengaruhi fraktur yaitu tekanan dari luar tergantung besar kecilnya tekanan dan daya tahan
tulang seperti kepadatan atau kekerasan tulang.
Pathways
Tekanan eksternal : pemukulan, penghancuran, penarikan dan benturan dan fraktur patologis
G3 pola tidur
tidur
D. Manifestasi Klinis
1. Nyeri karena kerusakan jaringan dan perubahan struktur yang meningkat karena penekanan
sisi-sisi fraktur dan pergerakan bagian fraktur.
2. Deformitas (perubahan struktur dan bentuk) disebakan oleh ketergantungan fungsional otot
pada kesetabilan otot.
3. Pembengkakan akibat vasodilatasi, eksudasi plasma dan adanya peningkatan leukosit pada
jaringan disekitar tulang.
4. Saat ektremitas diperiksa di tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang
teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
5. Kurang sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan saraf, dimana saraf ini dapat
terjadi atau terputus oleh fragmen tulang.
6. Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena ketidakstabilan tulang, nyeri atau spasme
otot.
7. Krepitasi sering terjadi karena pergerakan bagian fraktur sehingga menyebabkan kerusakan
jaringan sekitarnya.
8. Pergerakan abnormal.
9. Spasme otot karena tingkat kecatatan, kekuatan otot yang sering disebabkan karena tulang
menekan otot.
(Mansjoer, Arif, 2014)
E. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
1. X-ray: untuk menentukan luas/lokasi fraktur.
2. Scan tulang: untuk memperlihatkan fraktur dengan jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan
lunak.
3. Arteriogram: untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vasekuler.
4. Hitung darah lengkap: hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada perdarahan,
peningkatan leukosit sebagai respon terhadap peradangan.
5. Kreatinin: trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
6. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi darah atau cedera
hati.
(Dongoes, 2002 dalam Wijaya Putri, 2013 : 2014)
F. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut Brunner & Suddarth (2005) dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Komplikasi awal
a. Syok
Syok hipovolemik akibat dari perdarahan karena tulang merupakan organ yang sangat
vaskuler maka dapat terjadi perdarahan yang sangat besar sebagai akibat dari trauma
khususnya pada fraktur femur dan fraktur pelvis.
b. Emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk kedalam darah karena tekanan
sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler dan katekolamin yang dilepaskan
memobilisasi asam lemak kedalam aliran darah. Globula lemak ini bergabung dengan
trombosit membentuk emboli yang dapat menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok
darah ke otak, paru- paru, ginjal dan organ lainnya.
c. Compartment Syndrome
Compartment syndrome merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam
otot kurang dari yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan oleh karena penurunan ukuran fasia
yang membungkus otot terlalu ketat, balutan yang terlalu ketat dan peningkatan isi
kompartemen karena perdarahan atau edema.
d. Komplikasi awal lainnya seperti infeksi, tromboemboli dan koagulopati intravaskular.
2. Komplikasi lambat
a. Delayed union, malunion, nonunion
Penyatuan terlambat (delayed union) terjadi bila penyembuhan tidak terjadi dengan
kecepatan normal berhubungan dengan infeksi dan distraksi (tarikan) dari fragmen tulang.
Tarikan fragmen tulang juga dapat menyebabkan kesalahan bentuk dari penyatuan tulang
(malunion). Tidak adanya penyatuan (nonunion) terjadi karena kegagalan penyatuan ujung-
ujung dari patahan tulang.
b. Nekrosis avaskular tulang
Nekrosis avaskular terjadi bila tulang kekurangan asupan darah dan mati. Tulang yang
mati mengalami kolaps atau diabsorpsi dan diganti dengan tulang yang baru. Sinar-X
menunjukkan kehilangan kalsium dan kolaps struktural.
c. Reaksi terhadap alat fiksasi interna
Alat fiksasi interna diangkat setelah terjadi penyatuan tulang namun pada kebanyakan
pasien alat tersebut tidak diangkat sampai menimbulkan gejala. Nyeri dan penurunan
fungsi merupakan indikator terjadinya masalah. Masalah tersebut meliputi kegagalan
mekanis dari pemasangan dan stabilisasi yang tidak memadai, kegagalan material,
berkaratnya alat, respon alergi terhadap logam yang digunakan dan remodeling
osteoporotik disekitar alat.
G. Penatalaksanaan
1. Penatalakasanaan Konservatif
a. Proteksi adalah proteksi fraktur yang mencegah trauma lebih lanjut dengan cara
memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat apada anggota gerak
bawah.
b. Imobilisasi dengan bidang eksterna. Imobilisasi pada fraktur dengan bidai eksterna hanya
memberikan imobilisasi. Biasanya menggunakan gips atau macam-macam bidai dari
plastik atau metal.
c. Reduksi tertutup dengan menggunakan manipulasi dan imobilisasi ekterna dengan
menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan dengan
pembiusan umum dan lokal.
d. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi, tindakan ini mempunyai tujuan
utama, yaitu beberapa reduksi yang bertahap imobilisasi.
2. Penatalaksanaan Pembedahan
a. Reduksi tertutup dengan fiksasi perkuatan atau K-Wire.
b. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal dan fiksasi eksternal tulang yaitu:
c. Open Reduction and Internal Fixation atau reduksi terbuka dengan fiksasi internal. Orif
akan mengimobilisasi fraktur dengan melakukan pembedahan dengan memasukkan paku,
skrup atau pen kedalam tempat fraktur untuk mengfiksasi bagian tulang pada fraktur
secara bersamaan. Fiksasi internal sering digunakan untuk merawat fraktur pada tulang
pinggul yang sering terjadi pada orang tua.
d. Open Reduction Terbuka dengan Fiksasi Eksternal. Tindakan ini merupakan pilihan bagi
sebagian besar fraktur. Fiksasi eksternal dapat menggunakan konselosascrew atau dengan
metilmetaklirat (aklirik gigi) atau fiksasi eksterna dengan jenis-jenis lain seperti gips.
(Muttaqin, 2008)
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat
bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS,
diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa
akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi
nyeri.
2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah
seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau
menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam
hari atau siang hari.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya
membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi
terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan
bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk
berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker
tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan
tulang.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada
beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
f. Riwayat Psikososial
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
g. Riwayat Penyakit Lingkunagan
Pada pengkajian ini membahas kondisi tempat tinggal, dan lokasi, meliputi: apakah
lokasi dekat dengan pabrik, jalan raya, atau pedesaan, dan keadaan rumah redup atau
terang, suasana rumah ramai atau tenang.
h. Pengkajian Primer
1) Airway
Kaji: bersihan jalan nafas, ada/tidaknya sumbatan pada jalan nafas, distress
pernafasan, tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
2) Breathing
Kaji: frekuensi nafas, usaha, dan pergerakan dinding dada, suara pernafasan melalui
hidung dan mulut, udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
3) Circulation
Kaji: denyut nadi karotis, tekanan darah, warna dan kelembaban kulit, tanda-tanda
perdarahan eksternal dan internal
4) Disability
Kaji: tingkat kesadaran, gerakan ekstremitas, GCS, ukuran pupil dan responnya
terhadap cahaya
5) Exposure
Kaji: tanda-tanda trauma yang ada
i. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu: pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan
gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat
melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya
memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam. Gambaran umum perlu
menyebutkan: Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan
klien. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus
fraktur biasanya akut. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk. Secara sistemik dari kepala sampai kelamin.
1) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri
tekan.
a) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normocephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak
ada nyeri dan tidak ada lesi.
b) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
c) Wajah
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk. Tak ada lesi, simetris, tidak edema.
d) Mata
Konjungtiva anemis jika terjadi perdaraha hebat dan tidak ada sekret.
e) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri
tekan.
f) Hidung
Tidak ada deformitas, simetris, tidak ada pernafasan cuping hidung dan tidak
ada sekret.
g) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak
pucat.
h) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
i) Paru-paru
Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara tambahan lainnya.
Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronchi.
j) Jantung
Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung.
Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
Perkusi : tidak ada pembesaran jantung.
Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
k) Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi : Tugor baik, tidak ada benjolan, tidak ada defands muskuler,
hepar tidak teraba.
Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
Auskultasi : Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
l) Genetalia-Anus
Tidak ada hernia, tidak ada pembesaran lymphe, tidak ada kesulitan BAB.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, cedera otot, cedera medulla spinalis,
fraktur.
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup).
c. Hamabatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuscular, nyeri,
gangguan musculoskeletal, gangguan neuromuscular, kenggenan memulai pergerakan,
terapirestriktif (imobilisasi).
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuscular dan penurunan
kekuatan otot.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, perubahan
sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasive dan kerusakan kulit.
f. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan kehilangan volume darah akibat trauma
(fraktur).
g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan halangan lingkungan, trauma, imobilisasi.
h. Gangguan body image berhubungan dengan deformitas tulang
.
3. Perencanaan Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri dapat terkontrol.
Kriteria Hasil: Skala nyeri menurun, ekspresi wajah tidak menahan nyeri, tanda-tanda vital
normal.
Intervensi:
1) Kaji secara menyeluruh tentang nyeri termasuk lokasi, durasi, frekuensi, intensitas, dan
faktor penyebab.
2) Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan terutama jika tidak dapat
berkomunikasi secara efektif.
3) Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama akan berakhir dan
antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur.
4) Berikan posisi yang nyaman
5) Ajarkan teknik non farmakologi (misalnya: relaksasi, guide, imagery, terapi musik,
distraksi)
6) Kolaborasikan pemberian analgetik
b. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, perubahan
sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasive dan kerusakan kulit.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam resiko infeksi dapat
terkontrol.
Kriteria Hasil: Mampu mengidentifikasi potensial resiko infeksi, tidak ada tanda-tanda
infeksi.
Intervensi:
1) Monitor tanda dan gejala infeksi
2) Pertahankan tehnik isolasi yang sesuai
3) Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan untuk pasien
4) Berikan terapi antibiotik yang sesuai
5) Ajarkan pasien dan anggota keluarga mengenai bagaimana menghindari infeksi
6) Ajarkan pasien dan anggota keluarga mengenai bagaimana tanda dan gejala infeksi
7) Pastikan perawatan luka yang tepat dorong intake nutrisi yang tepat
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuscular, nyeri,
gangguan musculoskeletal, gangguan neuromuscular, kenggenan memulai pergerakan,
terapirestriktif (imobilisasi).
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam mobilitas fisik dapat
terkontrol.
Intervensi:
1) Monitor pasien dalam menggunakan alat bantujalan yang lain
2) Bantu pasien untuk menggunakan fasilitas alat bantu jalan dan cegah kecelakaan atau
jatuh.
3) Instruksikan pasien/pemberi pelayanan ambulansi tentang teknik ambulansi.
4) Tempatkan tempat tidur pada posisi yang mudah dijangkau/diraih pasien.
5) Kolaborasikan dengan fisioterapi tentang rencana ambulansi sesuai kebutuhan
d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup).
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam gangguan integritas kulit
teratasi.
Kriteria Hasil: Lesi dikulit tidak melebar, warna kulit tidak pucat, kulit elastis
Intervensi:
1) Observation ekstremitas oedema, ulserasi, kelembaban
2) Monitor warna kulit, temperature, elastisitas.
3) Monitor kondisi insisi bedah
4) Monitor kulit pada daerah kerusakan dan kemerahan
5) Berikan perawatan luka yang teratur
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan halangan lingkungan, trauma, imobilisasi.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 pola tidur kembali normal.
Kriteria Hasil: Tidur 7-8 jam per hari, tidak ada gangguan tidur.
Intervensi:
1) Obseravsi faktor penyebab
2) Posisikan pasien memfasilitasi kenyamanan (imobilisasi bagian tubuh yang nyeri)
3) Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
4) Ciptakan lingkungan yang nyaman, tenang dan mendukung
5) Ajarkan klien atau orang terdekat tentang faktor lain yang dapat menyebabkan
gangguan pola tidur
f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuscular dan penurunan
kekuatan otot.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam defisist perawatan diri
teratasi.
Intervensi:
1) Kaji kemampuan untuk menggunakan alat bantu
2) Kaji kondisi kulit
3) Ajarkan pasien/keluarga penggunaan metode alternatif untuk mandi dan hygine mulut
4) Libatkan keluarga dalam penentuan rencana
g. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan kehilangan volume darah akibat trauma
(fraktur).
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam tidak terjadi syok
hipovolemik.
Kriteria Hasil: turgor kulit baik, tidak ada tanda-tanda dehidrasi, TTV normal,
keseimbangan cairan ditubuh.
Intervensi:
1) Kaji TTV
2) Observasi tanda - tanda dehidrasi
3) Monitor adanya sumber kehilangan cairan
4) Dukung asupan cairan oral
5) Berikan cairan IV isotonic yang diresepkan
6) Kolaborasi dalam pemberian transfusi, pemberian koagulantia dan uterotonika
Intervensi:
1) Kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap tubuhnya
2) Monitor frekuensi mengkritik dirinya jelaskan tentang pengobatan, perawatan,
kemajuan dan prognosis penyakit
3) Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat bantu
4) Berikan penilaian mengenai pemahaman pasien terhadap proses penyakit
5) Bantu pasien untuk mendiskusikan perubahan (bagian tubuh) disebabkan adanya
penyakit atau pembedahan dengan cara yang tepat
6) Dorong klien mengungkapkan perasaannya
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 12. Jakarta: EGC
Gloria M. Bulechek, et al. 2013. Nursing Interventions Classifications (NIC), Edisi Keenam. Missouri:
Mosby Elsevier.
Morhedd, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC), Edisi Kelima. Missouri: Mosby
Elsevier.
Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskular Dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10. Jakarta: EGC.
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT
DARURAT
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Maharani
Jl. Akordion Selatan 8B Malang Telp. 0341-
4345375 www.stikesmaharani.ac.id
Diagnosis Medis
FRAKTUR FEMUR DEXTRA
PENGKAJIAN PRIMER
Jalan napas : □ Paten □ Tidak Paten
Disability
□ Somnolen □ Sopor □ Koma
GCS : Eye 4 Verbal 5 Motorik 6
Pupil : □ Isokor □ Anisokor
Reaksi cahaya : □ Positif □ Negatif
Ukuran pupil : 2-4 mm
Keluhan lain : tidak ada
Masalah Keperawatan : tidak ada
PENGKAJIAN SEKUNDER
Tekanan Darah : 130/70 mmHg Lokasi : pergelangan tangan
Full Set of Vital
Suhu : 36oC
Signs
Nadi : 102x/menit
RR : 22x/menit
Saturasi O2 : 99%
P (Pertinent medical or surgical history) : 3 taun yang lalu pernah di rawat di rumah sakit karena
maag
E ( Event leading up to ilness or injury) : klien sebelum di bawa ke rs jatuh dari tangga
Keadaan umum : Lemah
Kepala : kepala mesochepal. Tidak ada nyeri tekan, bersebaran rambut merata
berwarna hitam, tidak ada luka
Mata : mata kanan dan kiri simetris, refleks pupil pada cahaya (+), konjungtiva
tidak anemis, sklera berwarna merah muda, pupil isokor, tidak ada luka
dan perdarahan mata, dan tidak ada gangguan penglihatan
Hidung : tidak terdapat pernapasan cuping hidung, tidak memakai oksigen,
persebaran kulit merata, tidak ada luka
Bibir dan muAlut : mukosa bibir lembab, lidah lembab, gigi lengkap tidak ada
perdarahangusi
Telinga : telinga kanan dan kiri simetris, tidak ada serumen, tidak ada luka,
persebaran kulit merata, tidak ada gangguan pendengaran
Leher : warna kulit sawo matang , tidak ada luka, persebaran kulit merata
Dada : Inspeksi ; terdapat penggunaan otot bantu napas, ada retraksi dada,
persebaran kulit merata, dada simetris, tidak ada luka, ictuscordis tidak
tampak,
Perkusi : terdengar pekak,
Palpasi: tidak ada pembesaran jantung, tidak ada nyeri tekan
Auskultasi: tidak ada suara jantung tambahan, suara nafas vesikuler
Abdomen : Inspeksi :warna kulit meraya tidak ada luka
Auskultas : bising usus 8x/menit
Perkusi : belum terkaji
Palpasi ; terdapat nyeri tekan
Genetalia : terpasang kateter
Ekstremitas : Atas : normal kekuatan otot 5/5
bawah : terpasang bidai pada kaki kanan, kekuatan otot 1/5
Masalah keperawatan : Gangguan Mobilitas Fisik
Hasil Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan rontgen hasil gambaran fraktur femur 1/3 dextra
Terapi yang diberikan pada pasien (obat-obatan, cairan, terapi oksigen, dll)
Malang, 22 November
2021
Mahasiswa
NIM.
LAPORAN
RESUSITASI
Pupil
Jam T H RR Suhu GCS
Reaks Simetris Ukura
D R
i n
08.00 130/80 102 22 36.7 456 √ Ya 2/4
08.15 130/ 80 102 22 36.8 456 √ Ya 2/4
08.30 130/70 98 20 36. 456 √ Ya 2/4
08.45 120/80 100 20 36.2 456 √ Ya 2/4
Deformitas
Gangguan fungsi
ekstremitas
Gangguan
mobilitas fisik
1. Nyeri akut berhubungan dengan pergeseran fragmen tulang (domain 12, kelas 1)
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan trauma langsung (fraktur ) (domain 4, kelas 2)
2. di bantu orang dan alat 5. mandiri aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas,
CATATAN PERKEMBANGAN
2 Selasa, 22 O8.0 1. Observasi adanya pembatasan klien dalam DS : klien mengatakan kaki kanannya nyeri bila tersenggol
November 2021 0 ataupun di gerkan
melakukan aktivitas
DO:
2. Kaji adanya faktor yang menyebabkan - pasien mengalami close ftraktur femur dextra
-pasien tampak meringisi kesakitan
kelelahan
- pasien tampak tidak menggerakan dadi kanannya dan
3. Monitor nutrisi dan sumber energi yang hanya terbaring di tempat tidur
-tampak terpasang bidai pada kaki kanan
adekuat
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
4. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik Suhu : 36.5oC
Nadi : 98/menit
dan emosi secara berlebihan
RR : 0x/menit
5. Monitor respon kardivaskuler terhadap Saturasi O2 : 99%
aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas, A : masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi 1-17
diaporesis, pucat, perubahan
hemodinamik)
32 |Pengkajian Anak/FIH-SMM 1920
6. Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien
7. Kolaborasikan dengan Tenaga
Rehabilitasi Medik dalam
merencanakan progran terapi yang
tepat.
8. Bantu klien untuk mengidentifikasi
aktivitas yang mampu dilakukan
9. Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan sosial
10. Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk aktivitas yang diinginkan
11. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan
aktivitas seperti kursi roda, krek
12. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
13. Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan diwaktu luang
14. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
15. Sediakan penguatan positif bagi yang
33 |Pengkajian Anak/FIH-SMM 1920
aktif beraktivitas
16. Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
17. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan
spiritua