Anda di halaman 1dari 56

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

P
DENGAN DIAGNOSA MEDIS
FRAKTUR TERTUTUP RADIUS ULNA SINISTRA
PRE DAN POST OPERASI ORIF K WIRE
DI RUANG MELATI 3
RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN
Disusun untuk memenuhi tugas individu mata kuliah KMB IV

Oleh :
Vinda Astri Permatasari
NIM. P07120112080

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
2014
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. P


DENGAN DIAGNOSA MEDIS
FRAKTUR TERTUTUP RADIUS ULNA SINISTRA
PRE DAN POST OPERASI ORIF K WIRE
DI RUANG MELATI 3
RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

Disusun untuk memenuhi tugas individu mata kuliah KMB IV


Disusun Oleh :
Vinda Astri Permatasari
NIM. P07120112080

Tingkat 3 Reguler B

Telah mendapatkan persetujuan pada tanggal September 2014

Oleh :

Pembimbing Lapangan, Pembimbing Pendidikan,

( ) ( )

BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik (Price dan Wilson, 2006).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai
jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih
besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer dan Bare, 2002).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur
akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit
seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis
(Mansjoer, 2000).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh
rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan ,
dan krepitasi (Doenges, 2002).

B. Klasifikasi fraktur
Menurut Mansjoer (2002) ada tidaknya hubungan antara patahan tulang
dengan dunia luar dibagi menjadi 2 antara lain:
1. Fraktur tertutup (closed)
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit
masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi
tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a. Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak sekitarnya.
b. Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
c. Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
d. Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata dan ancaman sindroma kompartement.
2. Fraktur terbuka (open atau compound fraktur)
Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit
yang memungkinkan atau potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman
dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah.
Derajat patah tulang terbuka :
a. Derajat I
Laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen minimal.
b. Derajat II
Laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi fragmen
jelas.
c. Derajat III
Luka lebar, rusak hebat atau hilang jaringan sekitar.

Menurut Mansjoer (2002) derajat kerusakan tulang dibagi menjadi 2


yaitu:

1. Patah tulang lengkap (complete fraktur)


Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan yang
lainya atau garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari
tulang dan fragmen tulang biasanya berubah tempat.
2. Patah tulang tidak lengkap (incomplete fraktur)
Bila antara patahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah satu
sisi patah yang lainya biasanya hanya bengkok yang sering disebut green
stick.

Menurut Price dan Wilson (2006) kekuatan dan sudut dari tenaga
fisik, keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap.
Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada
fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.
Menurut Mansjoer (2002) bentuk garis patah dan hubungannya
dengan mekanisme trauma ada 5 yaitu:

1. Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan


merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2. Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma angulasi juga.
3. Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya spiral yang di sebabkan
oleh trauma rotasi.
4. Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang kearah permukaan lain.
5. Fraktur Avulsi : fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya.

Menurut Smeltzer dan Bare (2002) jumlah garis patahan ada 3


antara lain:

1. Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2. Fraktur Segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3. Fraktur Multiple : fraktur diman garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
Klasifikasi fraktur antebrachii :
1. Fraktur antebrachii, yaitu fraktur pada kedua tulang radius dan ulna

2. Fraktur ulna (nightstick fractur), yaitu fraktur hanya pada tulang ulna
3. Fraktur Montegia, yaitu fraktur ulna proksimal yang disertai dengan
dislokasi sendi radioulna proksimal

4. Fraktur radius, yaitu fraktur hanya pada tulang radius

5. Fraktur Galeazzi, yaitu fraktur radius distal disertai dengan dislokasi sendi
radioulna distal
C. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi
Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi
bentuk pada tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang
mendukung dan melindungi organ lunak, terutama dalam tengkorak dan
panggul. Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh
dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka
tubuh.
Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan
mengatur kalsium dan fosfat (Price dan Wilson, 2006).

Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan


tempat untuk melekatnya otot- otot yang menggerakan kerangka tubuh.
Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur
kalsium dan fosfat. Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang.
Tulang adalah jaringan hidup yang akan suplai syaraf dan darah. Tulang
banyak mengandung bahan kristalin anorganik (terutama garam- garam
kalsium) yang membuat tulang keras dan kaku., tetapi sepertiga dari
bahan tersebut adalah fibrosa yang membuatnya kuat dan elastis (Price
dan Wilson, 2006).
2. Fisiologi
Sistem muskuloskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran
dalam pergerakan. Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon,
ligament, bursa, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan
struktur tersebut (Price dan Wilson, 2006). Tulang adalah suatu jaringan
dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel antara lain : osteoblast, osteosit
dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk
kolagen tipe 1 dan proteoglikan sebagai matriks tulang dan jaringan
osteoid melalui suatu proses yang di sebut osifikasi. Ketika sedang aktif
menghasilkan jaringan osteoid , osteoblas mengsekresikan sejumlah
besar fosfatase alkali, yang memegang peran penting dalam
mengendapkan kalsium dan fosfat kedalam matriks tulang, sebagian
fosfatase alkali memasuki aliran darah dengan demikian maka kadar
fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang
tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada
kasus metastasis kanker ke tulang.
Ostesit adalah sel- sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu
lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteklas
adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan
matriks tulang dapat di absorbsi. Tidak seperti osteblas dan osteosit,
osteklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghsilkan enzim-enzim proteolotik
yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral
tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah.
Secara umum fungsi tulang menurut Price dan Wilson (2006) antara
lain:
a. Sebagai kerangka tubuh.
Tulang sebagai kerangka yang menyokong dan memberi bentuk
tubuh.
b. Proteksi
Sistem muskuloskeletal melindungi organ- organ penting, misalnya
otak dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-paru
terdapat pada rongga dada (cavum thorax) yang di bentuk oleh
tulang- tulang kostae (iga).
c. Ambulasi dan Mobilisasi
Adanya tulang dan otot memungkinkan terjadinya pergerakan tubuh
dan perpindahan tempat, tulang memberikan suatu system
pengungkit yang di gerakan oleh otot- otot yang melekat pada tulang
tersebut ; sebagai suatu system pengungkit yang digerakan oleh
kerja otot- otot yang melekat padanya.
d. Deposit Mineral
Sebagai reservoir kalsium, fosfor,natrium,dan elemen- elemen lain.
Tulang mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor tubuh
e. Hemopoesis
Berperan dalam bentuk sel darah pada red marrow. Untuk
menghasilkan sel- sel darah merah dan putih dan trombosit dalam
sumsum merah tulang tertentu.
D. Etiologi
Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006) ada 3 yaitu:
1. Cidera atau benturan
2. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi
lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.
3. Fraktur beban
Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang baru
saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam
angkatan bersenjata atau orang- orang yang baru mulai latihan lari.

E. Patofisiologis
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila
tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit (Smeltzer dan Bare, 2002).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat
patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga
biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat
setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel anast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas
osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling
untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan
serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani
dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan
kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan
berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun
jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom compartment (Smeltzer dan
Bare, 2002).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan
ketidak seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur
tertutup. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti
tendon, otot, ligament dan pembuluh darah (Smeltzer dan Bare, 2002).
Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita
komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya
kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di
imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan perawatan diri
(Carpenito, 2007).

Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen tulang di


pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan
meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri
merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak
mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan
selama tindakan operasi (Price dan Wilson, 2006).

F. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstrimitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan
warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya,
pergeseran fraktur menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bias
diketahui dengan membandingkan dengan ekstrimitas yang normal.
Ekstrimitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal
otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
4. Saat ekstrimitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen
satu dengan yang lainya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini
biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera
(Smeltzer dan Bare, 2002).
G. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2000) dan Muttaqin (2008) konsep dasar yang
harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur yaitu : rekognisi,
reduksi, retensi, dan rehabilitasi.
1. Rekognisi (Pengenalan )
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan
diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai
akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat
menentukan diskontinuitas integritas rangka.
2. Reduksi (manipulasi atau reposisi)
Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen
fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak
asalnya. Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimal. Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan
reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka. Reduksi fraktur dilakukan
sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan
elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada
kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera
sudah mulai mengalami penyembuhan (Mansjoer, 2002).
3. Retensi (Immobilisasi)
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang
harus diimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang
benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan
fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi
pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips atau fiksator
eksterna. Implan logam dapat di gunakan untuk fiksasi intrerna yang
berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur. Fiksasi
eksterna adalah alat yang diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan
fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus
menembus tulang pada bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur
dan pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan
eksternal bars. Teknik ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk
fraktur pada tulang tibia, tetapi juga dapat dilakukan pada tulang femur,
humerus dan pelvis (Mansjoer, 2000).
Prinsip dasar dari teknik ini adalah dengan menggunakan pin yang
diletakkan pada bagian proksimal dan distal terhadap daerah atau zona
trauma, kemudian pin-pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan
rangka luar atau eksternal frame atau rigid bars yang berfungsi untuk
menstabilisasikan fraktur. Alat ini dapat digunakan sebagai temporary
treatment untuk trauma muskuloskeletal atau sebagai definitive treatment
berdasarkan lokasi dan tipe trauma yang terjadi pada tulang dan jaringan
lunak (Muttaqin, 2008).
4. Rehabilitasi
Mengembalikan aktivitas fungsional semaksimal mungkin untuk
menghindari atrofi atau kontraktur. Bila keadaan memungkinkan, harus
segera dimulai melakukan latihan-latihan untuk mempertahankan
kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi (Mansjoer, 2000).
H. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2002) dan Price dan
Wilson (2006) antara lain:
1. Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak, sindrom
kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.
a. Syok
Syok hipovolemik atau traumatik, akibat perdarahan (banyak
kehilangan darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bisa
menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan
ekstrasel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur
ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra.
b. Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam
pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari
tekanan kapiler atau karena katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi
stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan
terjadinya globula lemak pada aliran darah.
c. Sindroma Kompartement
Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot
kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa
disebabkan karena penurunan ukuran kompartement otot karena
fasia yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gibs atau
balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi kompartement otot
karena edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai
masalah (misalnya : iskemi dan cidera remuk).
d. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak ada nadi,
CRT menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
e. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa
juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin
dan plat.
f. Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di awali
dengan adanya Volkman’s Ischemia (Smeltzer dan Bare, 2002).
2. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union,
delayed union, dan non union.
a. Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupakan
penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan
dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
b. Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed
union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan
karena penurunan suplai darah ke tulang.

c. Non union
Non union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9
bulan. Non union di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih
pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseuardoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang
kurang (Price dan Wilson, 2006).
I. Pengkajian Fokus
Pada pengkajian fokus yang perlu di perhatikan pada pasien fraktur
merujuk pada teori menurut Doenges (2002) dan Muttaqin (2008) ada
berbagai macam meliputi:
1. Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang,
pertolongan apa yang di dapatkan, apakah sudah berobat ke dukun patah
tulang. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan,
perawat dapat mengetahui luka kecelakaan yang lainya. Adanya trauma
angulasi akan menimbulkan fraktur tipe konversal atau oblik pendek,
sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan tipe spiral. Penyebab utama
fraktur adalah kecelakaan lalu lintas darat.
2. Riwayat penyakit dahulu
Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah
tulang sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit tertentu seperti
kanker tulang atau menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit
menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki sangat
beresiko mengalami osteomielitis akut dan kronik serta penyakit diabetes
menghambat penyembuhan tulang.
3. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang cruris adalah
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang
cenderung diturunkan secara genetik.

4. Pola kesehatan fungsional


a. Aktifitas atau Istirahat
Keterbatasan atau kehilangan pada fungsi di bagian yang terkena
(mungkin segera, fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder, dari
pembengkakan jaringan, nyeri)
b. Sirkulasi
1) Hipertensi ( kadang – kadang terlihat sebagai respon nyeri atau
ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah)
2) Takikardia (respon stresss, hipovolemi)
3) Penurunan atau tidak ada nadi pada bagian distal yang
cedera, pengisian kapiler lambat, pusat pada bagian yang terkena.
4) Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera.
c. Neurosensori
1) Hilangnya gerakan atau sensasi, spasme otot
2) Kebas atau kesemutan (parestesia)
3) Deformitas lokal: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi
(bunyi berderit) spasme otot, terlihat kelemahan atau hilang fungsi.
d. Agitasi (mungkin badan nyeri atau ansietas atau trauma lain)
e. Nyeri atau kenyamanan
1) Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada
area jaringan atau kerusakan tulang pada imobilisasi ), tidak ada
nyeri akibat kerusakan syaraf .
2) Spasme atau kram otot (setelah imobilisasi)
f. Keamanan
1) Laserasi kulit, avulse jaringan, pendarahan, perubahan warna
2) Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-
tiba).
g. Pola hubungan dan peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat
karena klien harus menjalani rawat inap.
h. Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul dari klien fraktur adalah timbul ketakutan dan
kecacatan akibat fraktur yang dialaminya, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktifitasnya secara normal dan
pandangan terhadap dirinya yang salah.
i. Pola sensori dan kognitif
Daya raba pasien fraktur berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedangkan indra yang lain dan kognitif tidak mengalami
gangguan. Selain itu juga timbul nyeri akibat fraktur.
j. Pola nilai dan keyakinan
Klien fraktur tidak dapat beribadah dengan baik, terutama frekuensi
dan konsentrasi dalam ibadah. Hal ini disebabkan oleh nyeri dan
keterbatasan gerak yang dialami klien.
J. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges (2000) ada beberapa pemeriksaan penunjang pada
pasien fraktur antara lain:
1. Pemeriksaan roentgen : untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur
2. Scan tulang, tomogram, CT- scan atau MRI : memperlihatkan fraktur
dan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3. Pemeriksaan darah lengkap : hematokrit mungkin meningkat
(hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi
fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan sel darah
putih adalah respon stress normal setelah trauma.
4. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal.
5. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfuse multiple, atau cedera hati.
K. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan fraktur menurut Doengoes (2000) dan Barbara
(1999) adalah
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen
tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/ immobilisasi, stress,
ansietas.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan
status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan
oleh terdapat luka/ ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor
kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidaknyamanan,
kerusakan musculoskeletal, terapi pembatasan aktifitas, penurunan
kekuatan / tahanan.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respon inflamasi
tertekan, prosedur invasi dan jalur penusukan, luka/ kerusakan kulit, insisi
pembedahan.
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan faktor (kolaboratif): traksi atau
gips pada ekstrimitas
6. Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat.
7. Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh.
L. Fokus Intervensi dan Rasional
Fokus intervensi keperawatan dan rasional merujuk pada Carpenito
(2007) dan Doenges (2000) antara lain :
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen
tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat kontraksi/ immobilisasi,
stress, ansietas.
a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mampu
beradaptasi dengan nyeri yang di alami.
b. Kriteria hasil : nyeri berkurang atau hilang, klien tampak tenang.
c. Intervensi :
1) Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga.
Rasional: hubungan yang baik membuat klien dan keluarga
kooperatif.
2) Kaji tingkat intensitas dan frekuensi nyeri.
Rasional: tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukan skala
nyeri.
3) Jelaskan pada klien penyebab nyeri.
Rasional: memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan
klien tentang nyeri.
4) Observasi tanda- tanda vital.
Rasional: untuk mengetahui perkembangan klien.
5) Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
analgetik.
Rasional: merupakan tindakan dependent perawat, dimana
analgetik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan
status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan
oleh terdapat luka atau ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan,
turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
a. Tujuan : setelah di lakukan tindakan pemenuhan masalah kerusakan
kulit dapat teratasi, penyembuhan luka sesuai waktu.
b. Kriteria hasil : tidak ada tanda- tanda infeksi seperti pus, kemerahan,
luka bersih tidak lembab dan tidak kotor, tanda- tanda vital dalam batas
normal atau dapat di toleransi.
c. Intervensi :
1) Kaji kulit dan identitas pada tahap perkembangan luka.
Rasional: mengetahui sejauhmana perkembangan luka
mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
2) Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
Rasional: mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan
mempermudah intervensi.
3) Pantau peningkatan suhu tubuh.
Rasional: suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasi sebagai
adanya proses peradangan.
4) Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptic. Balut luka dengan
kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
Rasional: tehnik aseptik membantu mempercepat
penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
5) Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya
debridement.
Rasional: agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak
menyebar luas pada area kulit normal lainya.
6) Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
Rasional: balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari
tergantung kondisi parah/ tidaknya luka, agar tidak terjadi infeksi.
7) Kolaborasi pemberian anti biotik sesuai indikasi.
Rasional: anti biotik berguna untuk mematikan mikroorganisme
pathogen pada daerah yang beresiko terjadi infeksi.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ ketidaknyamanan,
kerusakan muskuloskeletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan
kekuatan/ tahanan.
a. Tujuan : pasien akan menunjukan tingkat mobilitas optimal
b. Kriteria hasil : klien mampu melakukan pergerakan dan perpindahan,
mempertahankan mobilitas optimal yang dapat ditoleransi dengan
karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat bantu
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan pengawasan
dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat bantu
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
c. Intervensi
1) Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan
peralatan.
Rasional: mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
2) Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
Rasional: mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktifitas
apakah karena ketidakmampuan atau ketidakmauan.
3) Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
Rasional: menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
4) Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
5) Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
Rasional: sebagai suatu sumber untuk mengembangkan
perencanaan dan mempertahankan atau meningkatkan
mobilitas pasien.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons
inflamasi tertekan, prosedur infasif dan jalur penusukan, luka/ kerusakan
kulit, insisi pembedahan.
a. Tujuan : infeksi tidak terjadi/ terkontrol
b. Kriteria hasil : tidak ada tanda- tanda infeksi seperti pus, luka bersih
tidak lembab dan tidak kotor, tanda-tanda vital dalam batas normal
atau dapat ditoleransi.
c. Intervensi :
1) Pantau tanda-tanda vital
Rasional: mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila
suhu tubuh meningkat.
2) Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik.
Rasional: mengendalikan penyebaran mikroorganisme
pathogen.
3) Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infuse,
kateter, drainase luka, dll.
Rasional: untuk mengurangi resiko infeksi nosokomial.
4) Jika di temukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah,
seperti Hb dan leukosit.
Rasional: penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari
normal bias terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
5) Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
Rasional: antibiotic mencegah perkembangan mikroorganisme
patogen.
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan faktor(kolaboratif): traksi atau
gips pada ekstrimitas
a. Tujuan : tidak terjadi defisit perawatan diri
b. Kriteria hasil :tidak ada bau badan, tidak bau mulut, mukosa mulut
lembab, kulit utuh
c. Intervensi :
1) Berikan bantuan pada AKS sesuai kebutuhan, ijinkan pasien untuk
merawat diri sesuai dengan kemampuannya.
Rasional: AKS adalah fungsi-fungsi dimana orang normal
melakukan tiap hari untuk memenuhi kebutuhan dasar. Merawat
untuk kebutuhan dasar orang lain membantu mempertahankan
harga diri.
2) Setelah reduksi, tempatkan kantung plastik di atas ekstrimitas
untuk mempertahankan gibs/ belat/ fiksasi eksternal tetap kering
pada saat mandi. Rujuk pada bagian terapi fisik sesuai pesanan
untuk instruksi berjalan dengan kruk untuk ambulasi dan dapat
menggunakannya secara tepat.
Rasional: kantong plastik melindungi alat-alat dari kelembaban
yang berlebih yang dapat menimbulkan infeksi dan dapat
menyebabkan lunaknya gibs, hal ini menyiapkan pasien untuk
mendorong dirinya sendiri setelah dia pulang. Ahli terapi fisik
adalah sepesialis latihan yang membantu pasien dalam rehabilitasi
mobilitas.
6. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubunngan
dengan intake yang tidak adekuat.
a. Tujuan : nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh
b. Kriteria hasil: tanda-tanda mal nutrisi tidak ada
c. Intervensi:
1) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
Rasional: untuk mengetahui tingkat status nutrisi pasien
2) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan menyenangkan selama
waktu makan
Rasional: untuk meningkatkan nafsu makan.
3) Berikan makanan dengan porsi sedikit tapi sering
Rasional: untuk mengurangi rasa mual.
4) Kaji faktor yang dapat merubah masukan nutrisi seperti anoreksi
dan mual
Rasional: menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat
diubah atau di hilangkan untuk meningkatkan masukan diet.
5) Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat anti mual
Rasional: mengurangi rasa mual pada pasien.
7. Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh.
a. Tujuan: memperbaiki konsep diri
b. Kriteria hasil: pasien tidak minder dan malu dengan keadaan
sekarang
c. Intervensi:
1) Kaji respon dan reaksi pasien serta keluarga terhadap penyakit
dan penangananya
Rasional: Mengetahui bagaimana tanggapan pasien dan keluarga
terhadap penyakitnya sekarang.
2) Kaji hubungan pasien dengan anggota keluarganya
Rasional: Mengetahui adanya masalah dalam keluarga.
3) Kaji pola koping pasien dan keluarga pasien
Rasional: Mengetahui cara penyelesaian masalah dalam keluarga
4) Diskusikan peran memberi dan menerima kasih sayang,
kehangatan dan kemesraan.
Rasional: seksualitas mempunyai arti yang berbeda bagi tiap
individu tergantung pada tahap maturasi.

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN

Hari / tanggal : Senin, 15 September 2014

Waktu : Pukul 13.00 WIB

Tempat : Bangsal Melati 3 RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro

Oleh : Vinda Astri Permatasari

Sumber Data : Klien, keluarga klien, catatan medis dan keperawatan

Metode : Wawancara, observasi dan studi dokumen

1. Identitas
a. Klien

Nama : Ny. “P”

Umur : 82 tahun

Tempat Tanggal Lahir : Klaten, 13 Desember 1931

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pendidikan : Tak Sekolah

Pekerjaan : Buruh harian

Alamat : Trucuk, Klaten, Jateng

No. CM : 829798

Tanggal Masuk RS : 14 September 2014

b. Penanggung jawab

Nama : Ny. “N”


Umur : 41 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Gergunung, Klaten, Jateng

Hubungan dengan klien : Anak Kandung

c. Diagnosis Medis : Fraktur tertutup radius ulna sinistra

2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien mengatakan nyeri di bagian tangan kirinya. Nyeri saat
digerakkan. Pasien mengatakan sulit untuk tidur.
b. Alasan masuk rumah sakit
Keluarga pasien mengatakan pasien jatuh terpeleset di teras
rumah. Pasien jatuh dengan posisi tangan menumpu berat tubuh
yang jatuh terpeleset, sehingga terjadi luka ± 1cm di pergelangan
tangan, perdarahan disertai dengan keluhan nyeri. Keluarga
kemudian mengantarkan pasien ke UGD RSUP dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten pada tanggal 15 September 2014 untuk
mendapatkan pengobatan dan perawatan lebih lanjut. Setelah
dilakukan tindakan rontgen thorax AP+wrist+joint sebelah kiri
dengan hasil rontgen positif fraktur, maka pasien harus menjalani
rawat jalan dan menunggu untuk jadwal operasi di bangsal Melati
3.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mengatakan nyeri di bagian tangan kirinya. Nyeri saat
digerakkan. Nyeri seperti ditusuk-tusuk. Nyeri di sekitar
pergelangan tangan. VAS 7 dari 0-10. Nyeri hilang timbul. Pasien
menyatakan sulit tidur karena tidak mendengarkan radio yang
biasanya pasien dengarkan sebelum memulai tidur.
d. Upaya pengobatan
Keluarga pasien mengatakan sebelumnya belum pernah
membawa pasien ke klinik pengobatan atau perawatan yang lain.
e. Riwayat kesehatan lalu
Keluarga pasien mengatakan pasien belum pernah dirawat di
rumah sakit. Pasien baru pertama kali mengalami fraktur. Keluarga
pasien juga mengatakan pasien tidak mempunyai riwayat penyakit
menurun maupun menular. Selama ini, apabila pasien merasakan
sakit, pasien hanya membeli obat di warung dan langsung
sembuh.
f. Kesehatan keluarga
Keluarga pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit menular
maupun menurun dalam keluarganya.

3. Pola kebiasaan pasien


a. Aspek fisik-biologis
1) Pola nutrisi
Sebelum sakit
Keluarga pasien mengatakan pasien selalu makan 3x
sehari dan habis setengah centong bubur setiap kali
makan dan minum 3-4 gelas perhari (±1000 cc/hari)
Pasien tidak mengkonsumsi kopi, hanya mengkonsumsi
teh dan air putih.
Selama sakit
Pasien selalu makan 3x sehari, setiap porsi yang
disajikan rumah sakit selalu tidak habis. Keluarga pasien
mengatakan pasien hanya makan 3 sendok setiap kali
makan. Pasien mengatakan sudah kenyang. Pasien
mendapatkan diet bubur. Pasien terpasang infus NaCl
0,9% 20 tpm di tangan kanannya sejak 14 September
2014 dengan kondisi tidak ada kemerahan tidak ada
tanda-tanda infeksi dan tidak ada lesi. Keluarga pasien
mengatakan selama di rumah sakit pasien minum 2-3
gelas perhari (±750 cc/hari)
2) Pola eliminasi
Sebelum sakit
Pasien mengaku BAB 2 hari sekali dengan konsistensi
lunak dan berwarna coklat dan tidak merasakan sakit.
Pasien mengaku tidak pernah mengkonsumsi obat
pencahar. Pasien manyatakan BAK ± 4-5 kali sehari.
Selama sakit
Terakhir BAB sebelum masuk rumah sakit. Semenjak
masuk rumah sakit (14 September 2014), pasien
menyatakan belum BAB. Pasien mengatakan perut tidak
terasa sakit. Keluarga pasien mengatakan selama di RS
pasien BAK ±3-4 kali sehari. Pasien BAK dengan
menggunakan pispot di atas tempat tidur.
3) Pola aktivitas istirahat tidur
Sebelum sakit
Pasien mengatakan tidur selama ±8 jam, dari pukul 21.00
WIB sampai pukul 05.00 WIB. Pasien mengaku kadang-
kadang tidur siang. Sebelum sakit pasien aktifitasnya
dilakukan secara mandiri.
Selama sakit
Pasien mengatakan susah untuk tidur karena tidak
mendengarkan radio, aktivitas yang sering dilakukan
pasien menjelang tidur. Keluarga pasien mengatakan
pasien tidak bisa tidur nyenyak, sebentar tidur sebentar
bangun.. Selama sakit pasien melakukan aktivitasnya
dengan dibantu keluarganya. Keluarga pasien
mengatakan pasien melakukan seluruh aktivitasnya di
atas tempat tidur. Pasien mengatakan dalam melakukan
aktivitas, selalu dibantu orang lain. Pasien mengatakan
nyeri saat tangan kanannya digerakkan. Pasien terbaring
di tempat tidur. Pasien terlihat meringis menahan sakit.
Pasien bergerak dengan pelan-pelan. Pasien
mengatakan susah untuk mengubah posisi karena nyeri.
Pasien mengatakan tidak bisa tidur kembali setelah
terbangun. Wajah pasien terlihat sayu. Pasien
menunjukkan perilaku gelisah.
4) Pola kebersihan diri
Sebelum sakit
Setiap hari, pasien selalu mandi 2x sehari. Pasien
menyatakan selalu mencuci rambutnya 2 hari sekali
dengan menggunakan shampo secara rutin.
Selama sakit
Setiap pagi dan sore, pasien selalu mandi dengan
dibantu keluarga di tempat tidur dengan di lap. Keluarga
pasien manyatakan belum mencuci rambutnya semenjak
masuk rumah sakit.
b. Aspek mental – intelektual – sosial – spiritual
1) Konsep diri
a) Identitas diri
Pasien adalah seorang janda dengan pekerjaan yaitu
buruh harian.
b) Gambaran diri
Pasien terbuka dengan orang yang baru dikenal.
c) Peran diri
Pasien sebagai orang tua tunggal mempunyai 8 orang
anak.
d) Ideal diri
Pasien berharap cepat sembuh dan tidak merasakan sakit
lagi.
2) Intelektual
Pasien mengatakan hanya mengetahui bahwa tulang di
tangan kirinya patah dan terasa sakit.
3) Hubungan interpersonal
Pasien mengatakan hubungan dengan keluarga dan sekitar
baik-baik saja. Saat dilakukan pengkajian terlihat banyak
tetangga dan keluarga yang berkunjung untuk mengetahui
kondisi pasien.
4) Mekanisme Koping
Pasien menerima dengan ikhlas dan berharap diberi
kesembuhan oleh Allah SWT.
5) Support Sistem
Keluarga sangat mendukung untuk kesembuhan pasien.
6) Aspek Mental/ Emosional
Pasien tidak gampang emosional. Pasien tidak nampak
gelisah dan tegang saat perawat datang. Saat dilakukan
pengkajian pasien dan keluarga terlihat kooperatif dan
menjaga kontak mata dengan perawat.
7) Aspek Spiritual
Agama pasien adalah Islam. Pasien menyatakan setiap hari
selalu melaksanakan ibadah shalat wajib 5 waktu walaupun
pasien sedang terbaring sakit. Keluarga pasien mengatakan
selalu mengingatkan dan membantu pasien untuk shalat.
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Kesadaran : Composmentis
Tanda tanda vital
TD : 130/80 mmHg
S : 36,5° C
HR : 88 x/menit
RR : 18 x/menit
VAS : 7 (0-10)
b. Pemeriksaan secara sistematik (Cepalo Kaudal)
1) Kepala : Rambut beruban, tidak ada lesi, tidak ada
ketombe.
2) Mata : Simetris, sklera putih, konjungtiva tidak
pucat, terlihat kantung mata
3) Hidung : Tidak ada lesi, tidak ada sekret yang
keluar, tidak ada pernapasan cuping hidung
4) Telinga : Simetris, masih bisa mendengar dengan
jelas, tidak ada cairan yang keluar
5) Mulut : Pasien kadang berbicara tidak jelas,
mukosa mulut lembab, tidak ada sariawan.
6) Gigi : Pasien sudah tidak mempunyai gigi
lengkap, pasien tidak menggunakan gigi
palsu
7) Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak
ada lesi, tidak ada nyeri tekan.
8) Dada
a) Inspeksi : Warna putih pucat, simetris, tidak ada lesi
b) Palpasi : Pergerakan diding dada simetris, tidak ada
nyeri tekan
c) Perkusi :
Interkosta 1-3 paru kiri terdengan suara resonan
Interkosta 4-6 paru kiri terdengar suara redup
Interkosta 1-6 paru kanan terdengar sara resonan
Interkosta 6 paru kanan terdengar suara redup
d) Auskultasi : Pada trakhea terdengar suara trakheal,
bronkus terdengar suara bronkheal dan
bronkeolus terdengar suara
bronkovesikuler. Suara jantung tidak dikaji.
9) Abdomen
a) Inspeksi : Warna coklat, tidak terlihat lesi dan
benjolan
b) Auskultasi: Tidak terkaji
c) Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
d) Perkusi : Timpani, redup pada kuadran kiri bawah
10) Genetalia : Tidak terkaji
11) Ekstremitas
a) Atas : Capillary refill time (CRT) 3 detik, tidak ada
edema, pada tangan kanan terpasang infus
NaCl 0,9% 16 tpm sejak 18 November 2013
dengan kondisi tidak ada kemerahan tidak
ada tanda-tanda infeksi dan tidak ada lesi.
Balutan infus terlihat bersih tidak ada
rembesan. Di pergelangan tangan kiri
pasien terlihat luka ± 1cm. Tangan kiri
terlihat dibalut dengan spalk sepanjang
antebrachii, balutan terlihat bersih.
b) Bawah : Simetris, kaki masih lengkap, dapat
digerakkan, tidak ada cacat tidak ada lesi,
tidak ada edema, tidak ada nyeri tekan.
5. Terapi yang didapatkan
a. Ranitidin 2x50mg per IV
b. Cefotaxim 2x1gram per IV
c. Ketorolac 3x500mg per IV
d. Kalnex 3x500mg per IV
e. Metronidazole 3x500mg per IV drip
f. IVFD NaCl 0,9% 20 tpm di tangan sebelah kanan sejak tanggal
14 September 2014

6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan GDS (Gula Darah Sewaktu), tanggal pemeriksaan
14 September 2014
GDS : 166 (Pre Diabetes)

b. Pemeriksaan protein total, tanggal pemeriksaan 14 September


2014
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Protein total 8,04 gr% 6,5-8,5
Albumin 3,9 gr% 3,7-5,2
Globulin 4,1 gr%

c. Pemeriksaan serum, tanggal pemeriksaan 14 September 2014


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
BUN 10,6 mg/dl 7-18
Creatinin 0,72 mg/dl 0,6-1,3
AST 13,7 IU/L 7-24
ALT 8,9 IU/L 7-32

d. Pemeriksaan darah, tanggal pemeriksaan 14 September 2014

Pemeriksaan Hasil Satuan


WBC 14,1 103/μL
RBC 4 103/μL
HGB 11,1 g/dL
HCT 34,6 %
MCV 36,5 fL
MCH 27,8 fL
MCHC 32,1 pg
PLT 253 103/μL
RDW 46,5 fL
PDW 9,9 fL
MPV 8,2 fL
P-LCR 12,9 %
DIFFERENTIAL
LYM% 4,7 %
MXD% 6,1 %
NEUT% 39,2 %
LYM# 0,7 103/μL
MXD# 0,9 103/μL
NEUT# 12,5 103/μL

e. Pemeriksaan thorax AP, wrist dan joint sinistra, tanggal


pemeriksaan 14 September 2014
f. Pemeriksaan GDS (Gula Darah Sewaktu), tanggal pemeriksaan
15 September 2014
GDS : 104 (Normal)

g. Pemeriksaan radiologi wrist joint, tanggal pemeriksaan 16


September 2014 post operasi ORIF k wire
Foto wrist joint sinistra, hasil :
- Garis fraktur os radius et ulna pars tertia distalis, masing-
masing dalam fiksasi interna 2 screw dan 1 screw, aposisi
dan alignment kurang
- Tak tampak gambaran osteomyelitis
B. ANALISIS DATA

DATA MASALAH PENYEBAB

DS : Resiko Infeksi Pertahanan tubuh sekunder


1. Keluarga pasien mengatakan pasien
tidak adekuat
mengalami luka ± 1cm di pergelangan
tangan kiri yang disertai dengan
perdarahan
DO :
1. Pada tangan kanan terpasang infus
NaCl 0,9% 16 tpm sejak 18
November 2013 dengan kondisi tidak
ada kemerahan tidak ada tanda-
tanda infeksi dan tidak ada lesi.
2. Balutan infus terlihat bersih tidak ada
rembesan.
3. Di pergelangan tangan kiri pasien
terlihat luka ± 1cm
4. Tangan kiri terlihat dibalut dengan
spalk sepanjang antebrachii, balutan
terlihat bersih.
5. Pemeriksaan darah
HGB : 11,1 g/dL
WBC : 14,1 103/μL
LYM% : 4,7 %
NEUT% : 39,2 %
LYM# : 0,7 103/μL
NEUT# : 12,5 103/μL
DS : Nyeri Akut Kerusakan jaringan
1. Pasien mengatakan nyeri di bagian
muskuloskeletal
tangan kirinya, nyeri saat
digerakkan.
2. Pasien mengatakan susah tidur
karena merasakan kesakitan yang
luar biasa.
DO :
1. Pasien terlihat meringis menahan
sakit
2. Tanda tanda vital
TD : 130/80 mmHg
HR : 88 x/menit
RR : 18 x/menit
VAS : 7 (0-10)
3. P : Saat digerakkan
Q : Ditusuk-tusuk
R : Pergelangan tangan
S : VAS : 7 (0-10)
T : Hilang timbul
DS : Gangguan pola Ketidaknyamanan fisik :
1. Pasien menyatakan sulit tidur karena tidur nyeri
tidak mendengarkan radio yang
biasanya pasien dengarkan sebelum
memulai tidur.Keluarga pasien
mengatakan pasien tidak bisa tidur
nyenyak, sebentar tidur sebentar
bangun.
2. Pasien mengatakan tidak bisa tidur
kembali setelah terbangun
DO :
1. Wajah pasien terlihat sayu
2. Terlihat kantung mata
3. Pasien menunjukkan perilaku gelisah
DS : Hambatan Nyeri dan terapi
Mobilitas Fisik pembatasan aktifitas
1. Pasien mengatakan susah untuk
mengubah posisi karena nyeri
2. Keluarga pasien mengatakan pasien
melakukan seluruh aktivitasnya di
atas tempat tidur.
3. Pasien mengatakan dalam melakukan
aktivitas, selalu dibantu orang lain.
DO :

1. Selama sakit pasien melakukan


aktivitasnya dengan dibantu
keluarganya.
2. Pasien terbaring di tempat tidur.
3. Pasien bergerak dengan pelan-pelan
C. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder tidak
adekuat ditandai dengan :
DS :
a. Keluarga pasien mengatakan pasien mengalami luka ± 1cm di
pergelangan tangan kiri yang disertai dengan perdarahan
DO :
a. Pada tangan kanan terpasang infus NaCl 0,9% 16 tpm sejak 18
November 2013 dengan kondisi tidak ada kemerahan tidak ada
tanda-tanda infeksi dan tidak ada lesi.
b. Balutan infus terlihat bersih tidak ada rembesan.
c. Di pergelangan tangan kiri pasien terlihat luka ± 1cm
d. Tangan kiri terlihat dibalut dengan spalk sepanjang antebrachii,
balutan terlihat bersih.
e. Pemeriksaan darah
HGB : 11,1 g/dL
WBC : 14,1 103/μL
LYM% : 4,7 %
NEUT% : 39,2 %
LYM# : 0,7 103/μL
NEUT# : 12,5 103/μL
2. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan muskuloskeletal
ditandai dengan :
DS :
a. Pasien mengatakan nyeri di bagian tangan kirinya, nyeri saat
digerakkan.
b. Pasien mengatakan susah tidur karena merasakan kesakitan yang
luar biasa.
DO :
a. Pasien terlihat meringis menahan sakit
b. Tanda tanda vital
TD : 130/80 mmHg
HR : 88 x/menit
RR : 18 x/menit
VAS : 7 (0-10)
c. P : Saat digerakkan
Q : Ditusuk-tusuk
R : Pergelangan tangan
S : VAS : 7 (0-10)
T : Hilang timbul
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik : nyeri
ditandai dengan :
DS :
a. Pasien menyatakan sulit tidur karena tidak mendengarkan radio
yang biasanya pasien dengarkan sebelum memulai tidur.
b. Keluarga pasien mengatakan pasien tidak bisa tidur nyenyak,
sebentar tidur sebentar bangun.
c. Pasien mengatakan tidak bisa tidur kembali setelah terbangun
DO :
a. Wajah pasien terlihat sayu
b. Terlihat kantung mata
c. Pasien menunjukkan perilaku gelisah
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan terapi
pembatasan aktifitas ditandai dengan :
DS :
a. Pasien mengatakan susah untuk mengubah posisi karena nyeri
b. Keluarga pasien mengatakan pasien melakukan seluruh
aktivitasnya di atas tempat tidur.
c. Pasien mengatakan dalam melakukan aktivitas, selalu dibantu
orang lain.
DO :
a. Selama sakit pasien melakukan aktivitasnya dengan dibantu
keluarganya.
b. Pasien terbaring di tempat tidur
c. Pasien bergerak dengan pelan-pelan
D. INTERVENSI KEPERAWATAN

N PERENCANAAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN
O TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

1. Resiko infeksi berhubungan 15 September 2014 15 September 2014 15 September 2014


13.30 WIB
dengan pertahanan tubuh 13.30 WIB 13.30 WIB
Setelah dilakukan asuhan
sekunder tidak adekuat ditandai 1. Observasi tanda-tanda vital pasien : TD, N, 1. Mengidentifikasi kondisi vital
keperawatan selama 4x24
dengan : S, RR pasien
jam diharapkan pasien tidak
2. Observasi keadaan luka 2. Mengidentifikasi adanya
DS : terkena infeksi, dengan
infeksi maupun tidak
kriteria hasil :
a. Keluarga pasien mengatakan 1.Suhu pasien normal (36- 3. Lakukan perawatan luka dengan teknik 3. Mengendalikan penyebaran
o
pasien mengalami luka ± 1cm di 36,9 C) aseptik mikroorganisme pathogen.
2.Tidak terlihat tanda dan
pergelangan tangan kiri yang 4. Lakukan perawatan terhadap prosedur 4. Untuk mengurangi resiko
gejala infeksi
disertai dengan perdarahan invasif seperti infuse infeksi nosokomial
3.Nilai pemeriksaan darah
5. Batasi pengunjung 5. Mencegah kontaminasi
DO : normal
silang
HGB : 11,5-15,5 g/dL
a. Pada tangan kanan terpasang 6. Ajarkan kepada pasien dan keluarga 6. Keluarga dapat menjadi
WBC : 4,5-10,3 103/μL
infus NaCl 0,9% 16 tpm sejak mengenai pencegahan, tanda dan gejala pemberi informasi utama
18 November 2013 dengan LYM% :19-48 % infeksi pada perawat mengenai
kondisi tidak ada kemerahan NEUT% : 40-74 % keadaan pasien
7. Kelola pemberian cefotaxim 2x1 gram dan 7. Antibiotik dapat membunuh
tidak ada tanda-tanda infeksi LYM# : 1-3,7 103/μL drip metronidazole 3x500 mg mikroorganisme penyebab
dan tidak ada lesi. 8. Jika di temukan tanda infeksi kolaborasi infeksi
NEUT# : 1,5-7 103/μL
b. Balutan infus terlihat bersih
untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan 8. Penurunan Hb dan
tidak ada rembesan. 4.Pasien dan keluarga mampu
leukosit. peningkatan jumlah leukosit
c. Di pergelangan tangan kiri menjelaskan tentang
pasien terlihat luka ± 1cm pencegahan, tanda dan
Vinda dari normal bisa terjadi
d. Tangan kiri terlihat dibalut akibat terjadinya proses
gejala infeksi
dengan spalk sepanjang infeksi
Vinda
antebrachii, balutan terlihat Vinda
bersih.
e. Pemeriksaan darah
HGB : 11,1 g/dL
WBC : 14,1 103/μL
LYM% : 4,7 %
NEUT% : 39,2 %
LYM# : 0,7 103/μL
NEUT# : 12,5 103/μL

2. Nyeri akut berhubungan dengan 15 September 2014 15 September 2014 15 September 2014
13.30 WIB
kerusakan jaringan 13.30 WIB 13.30 WIB
Selama dilakukan tindakan
muskuloskeletal ditandai dengan : 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Mengetahui tingkat nyeri
keperawatan diharapkan
untuk menentukan intervensi
DS : pasien mampu beradaptasi
selanjutnya
dengan nyeri, dengan kriteria
a. Pasien mengatakan nyeri di 2. Ajarkan teknik non farmakologi : distraksi 2. Mengurangi nyeri pasien
hasil :
bagian tangan kirinya, nyeri 1.Tanda-tanda vital relaksasi, nafas dalam
TD : 130-150/80-90 mmHg
saat digerakkan. 3. Kelola pemberian ketorolac 3x30 mg 3. Analgetik dapat mengurangi
HR : 60-100 x/menit
b. Pasien mengatakan susah tidur
RR : 16-20 x/menit Vinda rasa nyeri
karena merasakan kesakitan 2.Pasien mampu mengontrol
Vinda
yang luar biasa. nyeri
3.Pasien menyatakan nyeri
DO : berkurang
Vinda
a. Pasien terlihat meringis
menahan sakit
b. Tanda tanda vital
TD : 130/80 mmHg
HR : 88 x/menit
RR : 18 x/menit
c. P : Saat digerakkan
Q : Ditusuk-tusuk
R : Pergelangan tangan
S : VAS : 7 (0-10)
T : Hilang timbul

3. Gangguan pola tidur berhubungan 15 September 2014 15 September 2014 15 September 2014
13.30 WIB 13.30 WIB 13.30 WIB
dengan ketidaknyamanan fisik :
Setelah dilakukan tindakan a. Lakukan pengkajian kecukupan tidur a.Mengetahui pola tidur untuk
nyeri ditandai dengan :
keperawatan selama 3x24 merencanakan intervensi

DS : jam diharapkan pasien dapat b. Ciptakan suasana nyaman, kurangi atau selanjutnya
b.Menurunkan kemungkinan
istirahat tidur dengan optimal, hilangkan distraksi lingkungan dan
a. Pasien menyatakan sulit tidur
karena tidak mendengarkan dengan kriteria hasil : gangguan tidur pengganggu tidur pasien
1. Melaporkan istirahat tidur c.Batasi pengunjung selama periode istirahat
radio yang biasanya pasien
c.Membantu pasien untuk
malam yang optimal. yang optimal
dengarkan sebelum memulai
2. Tidak menunjukan beristirahat tidur dengan
tidur. d. Gunakan alat bantu tidur (mendengarkan
perilaku gelisah. tenang
b. Keluarga pasien mengatakan
3. Wajah pasien tidak radio atau musik) untuk memulai pola tidur d.Membantu pasien memulai
pasien tidak bisa tidur nyenyak,
terlihat sayu dan tidak tidur yang adekuat sesuai
e. Kolaborasi dengan dokter pemberian obat
sebentar tidur sebentar bangun.
terlihat kantung mata kebiasaa di rumah
c. Pasien mengatakan tidak bisa tidur
Vinda e.Membantu pasien untuk tidur
tidur kembali setelah terbangun
Vinda Vinda
DO :

a. Wajah pasien terlihat sayu


b. Terlihat kantung mata
c. Pasien menunjukkan perilaku
gelisah

4. Hambatan mobilitas fisik 15 September 2014 15 September 2014 15 September 2014


13.30 WIB 13.30 WIB 13.30 WIB
berhubungan dengan nyeri dan
Selama dilakukan tindakan 1. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi 1. Mengidentifikasi kemampuan
terapi pembatasan aktifitas
keperawatan diharapkan mobilisasi pasien
2. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan
ditandai dengan : 2. Meningkatkan motivasi
mobilitas pasien tidak
ADL secara mandiri sesuai kemampuan
pasien untuk mobilisasi
DS : terganggu, dengan kriteria
3. Bantu pasien saat mobilisasi secara mandiri
hasil :
4. Ajarkan pasien dan keluarga cara 3. Mencegah terjadinya cedera
a. Pasien mengatakan susah 1.Pasien meningkat dalam
untuk mengubah posisi karena aktivitas fisik mengubah posisi yang benar dan berikan 4. Mencegah pasien
2.Pasien dan keluarga
nyeri bantuan jika diperlukan mengalami cedera
b. Keluarga pasien mengatakan mengerti cara dan tujuan Vinda Vinda
pasien melakukan seluruh dari peningkatan mobilitas
aktivitasnya di atas tempat tidur. fisik
c. Pasien mengatakan dalam Vinda
melakukan aktivitas, selalu
dibantu orang lain.

DO :

a. Selama sakit pasien melakukan


aktivitasnya dengan dibantu
keluarganya.
b. Pasien terbaring di tempat tidur.
c. Pasien bergerak dengan pelan-
pelan
E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

F. Dx
Ke G. Kegiatan H. Evaluasi
p.

I. Re J. PAGI O. Senin, 15 September 2014


K. Senin, 15 P. Jam 08.40 WIB
si
September Q. S : Pasien mengeluhkan tangan kiri
ko
2014 terasa sakit
inf
L. Jam 08.30
ek R. O : Tanda-tanda vital
WIB
si M. Memonitor
tanda-tanda S. TD : 130/80 mmHg
T. S : 36,5° C
vital U. HR : 88 x/menit
V. RR : 18 x/menit
N. Vindaa W. VAS : 7 (0-10)

X. A : Masalah resiko infeksi sebagian


teratasi

Y. P : Monitor tanda-tanda vital

Z. Vindaa
AA. AB.Senin, 15 AF. Senin, 15 September 2014
AG. Jam 08.45 WIB
Nyeri September
AH. S : Pasien menyatakan bisa
ak 2014
nafas dalam
AC. Jam
ut
AI. : Pasien menyatakan nyeri berkurang
08.45 WIB
AD. Menga
AJ. O : Pasien terlihat mempraktikkan nafas
jarkan teknik
dalam dengan benar
non
farmakologi : AK.: Pasien nampak meringis menahan
nafas dalam sakit

AE. Vin AL. A : Masalah nyeri akut sebagian teratasi


daa AM. P : Kelola pemberian ketorolac 30
mg

AN. Vindaa
AO. AP.Senin, 15 AT. Senin, 15 September 2014
AU. Jam 09.00 WIB
Resik September
AV. S : Pasien mengatakan tangan kiri
o 2014
terasa sangat sakit
AQ. Jam
Inf
AW. O : Terlihat luka ± 1cm di
08.50 WIB
ek
AR. Mengo pergelangan tangan kiri pasien, tidak
si
bservasi terlihat nanah dan perdarahan
keadaan luka
AX. : Pasien terlihat meringis menahan sakit
dan merawat
luka AY. : Pemeriksaan darah
AZ. HGB : 11,1 g/dL
AS. Vin BA. WBC : 14,1 103/μL
BB. LYM% : 4,7 %
daa BC. NEUT% : 39,2 %
BD. LYM# : 0,7 103/μL
BE. NEUT# : 12,5 103/μL

BF. A : Masalah resiko infeksi sebagian


teratasi

BG. P : Lakukan perawatan luka 2


hari sekali

BH. Vindaa
BI. Ny BJ. Selasa, 16 BN. Selasa, 16 September 2014
BO. Jam 10.10 WIB
eri September
BP.S : Pasien mengatakan nyeri di daerah
Ak 2014
tangan sebelah kiri
BK.Jam 10.00
ut
BQ. O : Ketorolac 30 mg + aquades
WIB
BL.Injeksi obat 2cc masuk rute IV
ketorolac
BR. : Pasien terlihat meringis
BM. Vin menahan nyeri

daa BS.A : Masalah nyeri akut sebagian teratasi


BT. P : Kelola pemberian ketorolac 30 mg

BU. Vindaa
BV.Re BW. Senin, CA. Senin, 15 September 2014
CB. Jam 10.15 WIB
si 15 September
CC. S:-
ko 2014
CD. O : Injeksi cefotaxim 1 gram dan
BX.Jam 10.10
inf
drip metronidazole 500 mg masuk rute
WIB
ek
BY.Injeksi IV
si
cefotaxim
CE. A : Masalah resiko infeksi
dan drip
sebagian teratasi
metronidazol
e CF.P : Kelola pemberian cefotaxim 2x1 gram

BZ. Vindaa dan drip metronidazole 3x500 mg

CG. Vindaa
CH. CI. PAGI CN. Selasa, 16 September 2014
CJ. Selasa, 16 CO. Jam 08.40 WIB
Resik
CP.S : Pasien mengatakan kepala terasa
September
o
sedikit pusing
2014
inf
CK. Jam CQ. O : Tanda-tanda vital
ek
08.30 WIB
si CL.Memonitor CR. TD : 130/90 mmHg
tanda-tanda
CS. N : 80 x/menit
vital
CT. RR : 18 x/menit
CM. Vin
daa CU. S : 36,5° C

CV.A : Masalah resiko infeksi sebagian


teratasi

CW. P : Monitor tanda-tanda vital

CX. : Batasi pengunjung

CY. Vindaa
CZ.Ny DA. Selasa, DE. Selasa, 16 September 2014
DF.Jam 10.20 WIB
eri 16 September
DG. S : Pasien mengatakan nyeri di
Ak 2014
DB. Jam daerah tangan sebelah kiri
ut
10.15 WIB
DC. Injeksi DH. O : Ketorolac 30 mg + aquades
obat 2cc masuk rute IV
ketorolac
DI. : Pasien terlihat meringis menahan nyeri
DD. Vin
DJ. A : Masalah nyeri akut sebagian teratasi
daa
DK. P : Kelola pemberian ketorolac 30
mg

DL. Vindaa

DM. DN. Selasa, DR. Selasa, 16 September 2014


DS. Jam 10.30 WIB
Resik 16 September
DT.S : -
o 2014
DU. O : Injeksi cefotaxim 1 gram dan
DO. Jam
inf
drip metronidazole 500 mg masuk rute
10.20 WIB
ek
DP.Injeksi IV
si
cefotaxim
DV.A : Masalah resiko infeksi sebagian
dan drip
teratasi
metronidazol
e DW. P : Kelola pemberian cefotaxim

DQ. Vin 2x1 gram dan drip metronidazole 3x500


mg
daa
DX. Vindaa

DY.

DZ.Re EA.Selasa, 16 EE.Selasa, 16 September 2014


EF. Jam 11.15 WIB
si September
EG. S : Pasien dan keluarga
ko 2014
menyebutkan pencegahan, tanda dan
EB.Jam 11.10
Inf
gejala infeksi
WIB
ek
si EC. Menga EH. O : Pasien dan keluarga terlihat
jarkan kepada mengangguk mengerti
pasien dan
EI. : Pasien dan keluarga mampu
keluarga
menyebutkan semua tanda infeksi beserta
mengenai
pencegahannya
pencegahan,
tanda dan EJ. A : Masalah resiko infeksi sebagian
gejala infeksi teratasi
(rubor, kalor,
EK. P : Monitor tanda-tanda vital pasien
dolor, tumor,
fungsio
EL. Vindaa
laesa)

ED. Vin
daa
EM. EN. Selasa, EQ.
16 September
2014
EO. Jam
11.30 WIB
EP.Mengantar
pasien ke
kamar
operasi untuk
dilakukan
operasi ORIF
ER. ES.Selasa, 16 EW. Selasa, 16 September 2014
EX.Jam 13.05 WIB
Nyeri September
EY.S : -
ak 2014 EZ.O : Pasien terlihat lemah
ET. Jam 13.00 FA. : Tekanan darah post operasi ORIF :
ut
WIB 120/80 mmHg
EU. Mengu FB. : Tangan kiri pasien terpasang back slab,
kur tekanan dibalut dengan kassa dan perban elastis
FC. A : Masalah nyeri akut sebagian teratasi
darah post
FD. P : Monitor tanda-tanda vital
operasi ORIF FE. Vindaa
EV. Vindaa
FF. Re FG. PAGI FL. Rabu, 17 September 2014
FH.Rabu, 17 FM. Jam 08.40 WIB
si
FN.S : Pasien mengatakan nyeri di tangan
September
ko
sebelah kiri
2014
inf
FI. Jam 08.30 FO. O : Tanda-tanda vital
ek
WIB
si FJ. Memonitor FP. TD : 110/60 mmHg
tanda-tanda
FQ. S : 36° C
vital
FR. N : 84 x/menit
FK. Vindaa

FS. RR : 20 x/menit

FT. A : Masalah resiko infeksi sebagian


teratasi

FU.P : Monitor tanda-tanda vital

FV. Vindaa

FW. FX.Rabu, 17 GB. Rabu, 17 September 2014


GC. Jam 08.44 WIB
Nyeri September
GD. S : Pasien mengatakan nyeri di
ak 2014
daerah tangan kiri
FY. Jam 08.40
ut
GE. O : Ketorolac 30 mg + aquades
WIB
FZ. Injeksi obat 2cc masuk rute IV
ketorolac
GF. : Pasien terlihat meringis
GA. Vin menahan nyeri

daa GG. A : Masalah nyeri akut sebagian


teratasi

GH. P : Kelola pemberian ketorolac 30


mg

GI. Vindaa
GJ.Re GK. Rabu, GO. Rabu, 17 September 2014
GP.Jam 10.10 WIB
si 17 September GQ. S:-
ko 2014 GR. O : Injeksi cefotaxim 1 gram dan
GL.Jam 10.00
inf drip metronidazole 500 mg masuk rute
WIB
ek IV
GM. Injeksi
si
cefotaxim GS. A : Masalah resiko infeksi
dan drip sebagian teratasi
metronidazol
e GT.P : Kelola pemberian cefotaxim 2x1 gram
dan drip metronidazole 3x500 mg
GN. Vin
daa GU. Vindaa
GV.Re GW. MALA HB. Rabu, 17 September 2014
HC. Jam 22.05 WIB
si M
HD. S:-
GX. Rabu,
ko
HE. O : Injeksi cefotaxim 1 gram dan
17 September
Inf
drip metronidazole 500 mg masuk rute
2014
ek
GY.Jam 22.00 IV
si
WIB
GZ. Injeksi HF.A : Masalah resiko infeksi sebagian
cefotaxim teratasi
dan drip
HG. P : Kelola pemberian cefotaxim
metronidazol
2x1 gram dan drip metronidazole 3x500
e
mg
HA. Vin
HH. Vindaa
daa
HI. Ny HJ. Rabu, 17 HN. Rabu, 17 September 2014
HO. Jam 22.10 WIB
eri September
HP.S : Pasien mengatakan nyeri di daerah
ak 2014
tangan kiri berkurang
HK. Jam
ut
HQ. O : Ketorolac 30 mg + aquades
22.05 WIB
HL.Injeksi obat 2cc masuk rute IV
ketorolac
HR. A : Masalah nyeri akut sebagian
HM. Vin teratasi
daa HS. P : Kelola pemberian ketorolac 30
mg

HT. Vindaa

HU. HV.Kamis, 18 HZ.Kamis, 18 September 2014


IA. Jam 05.40 WIB
Resik September
IB. S : Pasien mengatakan nyeri di tangan
o 2014
kiri sudah berkurang
HW. Jam
inf
IC. O : Tanda-tanda vital
05.30 WIB
ek
HX. Memo
si ID. TD : 120/70 mmHg
nitor tanda-
tanda vital IE. N : 80 x/menit

HY.Vindaa
IF. S : 36,5° C
RR : 20 x/menit

IG. A : Masalah resiko infeksi sebagian


teratasi

IH. P : Monitor tanda-tanda vital

II. Vindaa
IJ. Re IK. PAGI IP. Jum’at, 19 September 2014
IL. Jum’at, 19 IQ. Jam 08.40 WIB
si
IR. S : Pasien mengatakan nyeri di tangan
September
ko
kiri berkurang banyak
2014
Inf
IM. Jam 08.30 IS. O : Tanda-tanda vital
ek
WIB
si IN. Memonitor IT. TD : 150/80 mmHg
tanda-tanda
IU. S : 36,2° C
vital
IV. RR : 20x/menit
IO. Vindaa
IW. N : 80 x/menit

IX. A : Masalah resiko infeksi sebagian


teratasi
IY. P : Monitor tanda-tanda vital

IZ. : Batasi pengunjung

JA. Vindaa

JB.Re JC. Jum’at, 19 JG.Jum’at, 19 September 2014


JH. Jam 10.05 WIB
si September
JI. S : Pasien mengatakan nyeri di tangan
ko 2014
kiri sudah berkurang
JD. Jam 10.00
Inf
JJ. O : Injeksi cefotaxim 1 gram dan drip
WIB
ek
JE. Melakukan metronidazole 500 mg masuk rute IV
si
injeksi
JK. A : Masalah resiko infeksi sebagian
cefotaxim
teratasi
dan drip
metronidazol JL. P : Kelola pemberian cefotaxim 2x1 gram
e dan drip metronidazole 3x500 mg

JF. Vindaa
JM. Vindaa

JN.Ny JO.Jum’at, 19 JS. Jum’at, 19 September 2014


JT. Jam 10.10 WIB
eri September
JU. S : Pasien mengatakan nyeri di daerah
ak 2014
tangan kiri berkurang
JP. Jam 10.05
ut
JV. O : Ketorolac 30 mg + aquades 2cc
WIB
JQ.Injeksi obat masuk rute IV
ketorolac
JW. A : Masalah nyeri akut sebagian
JR. Vindaa teratasi

JX. P : Kelola pemberian ketorolac 30 mg

JY. Vindaa

JZ. Ny KA.Jum’at, 19 KE.Jum’at, 19 September 2014


KF. Jam 13.10 WIB
eri September
KG. S : Pasien mengatakan nyeri di
Ak 2014
tangan kiri sudah berkurang
KB.Jam 13.00
ut
KH. O : Pasien terlihat tenang
WIB
KC. Melaku
kan KI. : VAS : 2
pengkajian
KJ. A : Masalah nyeri akut sebagian teratasi
nyeri
KK.P : Kelola pemberian ketorolac 30 mg
KD. Vin
KL. Vindaa
daa
KM. KN. Jum’at, KR. Jum’at, 19 September 2014
KS.Jam 09.10 WIB
Resik 19 September
KT. S : Pasien mengatakan tangan kirinya
o 2014
terasa nyeri
KO. Jam
Inf
KU. O : Balutan terlihat kering dan
09.00 WIB
ek
KP.Mengobserva bersih
si
si dan
KV. : Luka jahitan terlihat lembab, tidak
melakukan
terlihat perdarahan dan nanah
perawatan
luka post KW. : Terlihat 2 daerah jahitan,
ORIF k wire masing-masing ± 1cm

KQ. Vin KX. : Jari-jari tangan kiri pasien terlihat edem


daa derajat 1

KY.A : Masalah resiko infeksi sebagian


teratasi

KZ.P : Pasien BLPL

LA. Vindaa

LB.Re LC.PAGI LH.Sabtu, 20 September 2014


LD.Sabtu, 20 LI. Jam 08.40 WIB
si
September LJ. S : Pasien mengeluhkan nyeri di tangan
ko
2014 kiri berkurang
Inf
LE. Jam 08.30
ek LK. O : Tanda-tanda vital
WIB
si LF. Memonitor
tanda-tanda LL. TD : 160/80 mmHg

vital
LG. Vin LM. S : 36,4° C

daa LN. RR : 21 x/menit

LO. N : 84 x/menit

LP. A : Masalah resiko infeksi sebagian


teratasi

LQ.P : Monitor tanda-tanda vital

LR. : Batasi pengunjung

LS. Vindaa

LT. Ga LU.Sabtu, 20 LY. Sabtu, 20 September 2014


LZ. Jam 08.45 WIB
ng September
MA. S : Keluarga pasien mengatakan
gu 2014
semalam pasien bisa tidur dengan
LV. Jam 08.40
an
nyenyak ± selama 5 jam
WIB
po
LW. Melaku MB.: Pasien mengatakan semalam bisa tidur
la
kan karena nyeri berkurang
tid
pengkajian
ur MC. O : Pasien tampak semangat
kecukupan
tidur MD. A : Masalah gangguan pola tidur
LX. Vindaa teratasi

ME. P : Pasien BLPL

MF. : Ciptakan suasana nyaman, kurangi


atau hilangkan distraksi lingkungan dan
gangguan tidur
MG. : Batasi pengunjung selama periode
istirahat yang optimal
MH. Vindaa
MI. Ny MJ.Sabtu, 20 MN. Sabtu. 20 September 2014
MO. Jam 10.10 WIB
eri September
MP. S : Pasien mengatakan nyeri di
ak 2014
daerah tangan kiri berkurang
MK. Jam
ut
10.00 WIB MQ. O : Ketorolac 30mg+aquades 2cc
ML. Injeksi
masuk per IV
obat
ketorolac MR. A : Masalah nyeri akut sebagian
teratasi
MM. Vin
MS. P : Pasien pulang
daa
MT. : Ajarkan pasien dan keluarga cara
mengurangi odem, cara menggunakan tripod
dan merawat luka post operasi

MU. Vindaa
MV. MW. Sabtu, NA. Sabtu, 20 September 2014
NB. Jam 10.05 WIB
Resik 20 September
NC. S : Pasien mengatakan nyeri di
o 2014
tangan kiri sudah berkurang
MX. Jam
Inf
ND. O : Injeksi cefotaxim 1 gram
10.00 WIB
ek
MY. Melaku masuk rute IV
si
kan injeksi
NE. A : Masalah resiko infeksi
cefotaxim
sebagian teratasi
dan aff infus

MZ. Vin NF.P : Pasien pulang

daa NG. Vindaa


NH. NI. Sabtu, 20 NM. Sabtu, 20 September 2014
NN. Jam 13.20 WIB
Hamb September
NO. S : Keluarga pasien mengatakan
at 2014
akan memastikan pasien tidak akan
NJ. Jam 13.00
an
mengangkat beban berat dan
WIB
m
NK. Menga menggerakkan pergelangan tangan kiri
ob
jarkan pasien NP.O : Keluarga pasien terlihat mengangguk
ilit
dan keluarga mengerti
as
cara
fis NQ. : Pasien terlihat mobilisasi duduk,
mengurangi
ik berdiri dan kemudian berjalan dengan
odem, cara
menggunaka menggunakan tripod
n tripod dan
NR. A : Masalah hambatan mobilitas
merawat luka
fisik teratasi
post operasi
(hindari dari NS. P : Pasien pulang
air,
mengubah NT. Vindaa

posisi tangan
kiri, melarang
angkat berat,
melarang
menggerakka
n
pergelangan
tangan kiri)
NL. Vindaa
NU.
NV.
NW.
NX.
NY.BAB III
NZ. KESIMPULAN
OA.
OB. Masalah keperawatan yang muncul pada pasien dengan Ny. P
dengan diagnosa medis fraktur tertutup radius ulna sinistra pre dan post
operasi orif k wire yang sudah dirawat di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro
selama 7 hari di Bangsal Melati 3 adalah
1. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder tidak
adekuat sebagian teratasi
2. Nyeri akut dengan kerusakan jaringan muskuloskeletal sebagian teratasi
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik : nyeri
teratasi
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan terapi
pembatasan aktivitas teratasi

OC.

OD.
OE.

OF.

OG.

OH.

OI.

OJ.

OK.

OL.

OM.

ON.

OO.

OP. DAFTAR PUSTAKA


OQ.
OR. Barbara, Engram. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-
Bedah. Jakarta: EGC
OS. Carpenito, Lynda Juall. 2007. Rencana Asuhan dan
Pendokumentasian. Keperawatan. Alih Bahasa Monika Ester. Edisi 2.
Jakarta : EGC
OT. Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
OU. Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan
Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: ECG
OV. Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius
OW. Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: EGC
OX. Price, A. S. dan Wilson M. L., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Alih Bahasa: dr. Brahm U. Penerbit. Jakarta: EGC
OY. Smeltzer, S. C dan Bare, B. G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner Suddarth. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
OZ.

Anda mungkin juga menyukai