P
DENGAN DIAGNOSA MEDIS
FRAKTUR TERTUTUP RADIUS ULNA SINISTRA
PRE DAN POST OPERASI ORIF K WIRE
DI RUANG MELATI 3
RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN
Disusun untuk memenuhi tugas individu mata kuliah KMB IV
Oleh :
Vinda Astri Permatasari
NIM. P07120112080
Tingkat 3 Reguler B
Oleh :
( ) ( )
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik (Price dan Wilson, 2006).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai
jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih
besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer dan Bare, 2002).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur
akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit
seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis
(Mansjoer, 2000).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh
rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan ,
dan krepitasi (Doenges, 2002).
B. Klasifikasi fraktur
Menurut Mansjoer (2002) ada tidaknya hubungan antara patahan tulang
dengan dunia luar dibagi menjadi 2 antara lain:
1. Fraktur tertutup (closed)
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit
masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi
tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a. Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak sekitarnya.
b. Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
c. Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
d. Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata dan ancaman sindroma kompartement.
2. Fraktur terbuka (open atau compound fraktur)
Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit
yang memungkinkan atau potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman
dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah.
Derajat patah tulang terbuka :
a. Derajat I
Laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen minimal.
b. Derajat II
Laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi fragmen
jelas.
c. Derajat III
Luka lebar, rusak hebat atau hilang jaringan sekitar.
Menurut Price dan Wilson (2006) kekuatan dan sudut dari tenaga
fisik, keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap.
Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada
fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.
Menurut Mansjoer (2002) bentuk garis patah dan hubungannya
dengan mekanisme trauma ada 5 yaitu:
1. Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2. Fraktur Segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3. Fraktur Multiple : fraktur diman garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
Klasifikasi fraktur antebrachii :
1. Fraktur antebrachii, yaitu fraktur pada kedua tulang radius dan ulna
2. Fraktur ulna (nightstick fractur), yaitu fraktur hanya pada tulang ulna
3. Fraktur Montegia, yaitu fraktur ulna proksimal yang disertai dengan
dislokasi sendi radioulna proksimal
5. Fraktur Galeazzi, yaitu fraktur radius distal disertai dengan dislokasi sendi
radioulna distal
C. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi
Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi
bentuk pada tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang
mendukung dan melindungi organ lunak, terutama dalam tengkorak dan
panggul. Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh
dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka
tubuh.
Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan
mengatur kalsium dan fosfat (Price dan Wilson, 2006).
E. Patofisiologis
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila
tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit (Smeltzer dan Bare, 2002).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat
patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga
biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat
setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel anast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas
osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling
untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan
serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani
dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan
kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan
berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun
jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom compartment (Smeltzer dan
Bare, 2002).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan
ketidak seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur
tertutup. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti
tendon, otot, ligament dan pembuluh darah (Smeltzer dan Bare, 2002).
Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita
komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya
kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di
imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan perawatan diri
(Carpenito, 2007).
F. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstrimitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan
warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya,
pergeseran fraktur menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bias
diketahui dengan membandingkan dengan ekstrimitas yang normal.
Ekstrimitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal
otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
4. Saat ekstrimitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen
satu dengan yang lainya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini
biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera
(Smeltzer dan Bare, 2002).
G. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2000) dan Muttaqin (2008) konsep dasar yang
harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur yaitu : rekognisi,
reduksi, retensi, dan rehabilitasi.
1. Rekognisi (Pengenalan )
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan
diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai
akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat
menentukan diskontinuitas integritas rangka.
2. Reduksi (manipulasi atau reposisi)
Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen
fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak
asalnya. Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimal. Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan
reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka. Reduksi fraktur dilakukan
sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan
elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada
kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera
sudah mulai mengalami penyembuhan (Mansjoer, 2002).
3. Retensi (Immobilisasi)
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang
harus diimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang
benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan
fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi
pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips atau fiksator
eksterna. Implan logam dapat di gunakan untuk fiksasi intrerna yang
berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur. Fiksasi
eksterna adalah alat yang diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan
fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus
menembus tulang pada bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur
dan pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan
eksternal bars. Teknik ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk
fraktur pada tulang tibia, tetapi juga dapat dilakukan pada tulang femur,
humerus dan pelvis (Mansjoer, 2000).
Prinsip dasar dari teknik ini adalah dengan menggunakan pin yang
diletakkan pada bagian proksimal dan distal terhadap daerah atau zona
trauma, kemudian pin-pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan
rangka luar atau eksternal frame atau rigid bars yang berfungsi untuk
menstabilisasikan fraktur. Alat ini dapat digunakan sebagai temporary
treatment untuk trauma muskuloskeletal atau sebagai definitive treatment
berdasarkan lokasi dan tipe trauma yang terjadi pada tulang dan jaringan
lunak (Muttaqin, 2008).
4. Rehabilitasi
Mengembalikan aktivitas fungsional semaksimal mungkin untuk
menghindari atrofi atau kontraktur. Bila keadaan memungkinkan, harus
segera dimulai melakukan latihan-latihan untuk mempertahankan
kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi (Mansjoer, 2000).
H. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2002) dan Price dan
Wilson (2006) antara lain:
1. Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak, sindrom
kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.
a. Syok
Syok hipovolemik atau traumatik, akibat perdarahan (banyak
kehilangan darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bisa
menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan
ekstrasel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur
ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra.
b. Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam
pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari
tekanan kapiler atau karena katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi
stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan
terjadinya globula lemak pada aliran darah.
c. Sindroma Kompartement
Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot
kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa
disebabkan karena penurunan ukuran kompartement otot karena
fasia yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gibs atau
balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi kompartement otot
karena edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai
masalah (misalnya : iskemi dan cidera remuk).
d. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak ada nadi,
CRT menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
e. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa
juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin
dan plat.
f. Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di awali
dengan adanya Volkman’s Ischemia (Smeltzer dan Bare, 2002).
2. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union,
delayed union, dan non union.
a. Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupakan
penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan
dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
b. Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed
union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan
karena penurunan suplai darah ke tulang.
c. Non union
Non union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9
bulan. Non union di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih
pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseuardoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang
kurang (Price dan Wilson, 2006).
I. Pengkajian Fokus
Pada pengkajian fokus yang perlu di perhatikan pada pasien fraktur
merujuk pada teori menurut Doenges (2002) dan Muttaqin (2008) ada
berbagai macam meliputi:
1. Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang,
pertolongan apa yang di dapatkan, apakah sudah berobat ke dukun patah
tulang. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan,
perawat dapat mengetahui luka kecelakaan yang lainya. Adanya trauma
angulasi akan menimbulkan fraktur tipe konversal atau oblik pendek,
sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan tipe spiral. Penyebab utama
fraktur adalah kecelakaan lalu lintas darat.
2. Riwayat penyakit dahulu
Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah
tulang sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit tertentu seperti
kanker tulang atau menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit
menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki sangat
beresiko mengalami osteomielitis akut dan kronik serta penyakit diabetes
menghambat penyembuhan tulang.
3. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang cruris adalah
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang
cenderung diturunkan secara genetik.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Klien
Umur : 82 tahun
Agama : Islam
No. CM : 829798
b. Penanggung jawab
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien mengatakan nyeri di bagian tangan kirinya. Nyeri saat
digerakkan. Pasien mengatakan sulit untuk tidur.
b. Alasan masuk rumah sakit
Keluarga pasien mengatakan pasien jatuh terpeleset di teras
rumah. Pasien jatuh dengan posisi tangan menumpu berat tubuh
yang jatuh terpeleset, sehingga terjadi luka ± 1cm di pergelangan
tangan, perdarahan disertai dengan keluhan nyeri. Keluarga
kemudian mengantarkan pasien ke UGD RSUP dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten pada tanggal 15 September 2014 untuk
mendapatkan pengobatan dan perawatan lebih lanjut. Setelah
dilakukan tindakan rontgen thorax AP+wrist+joint sebelah kiri
dengan hasil rontgen positif fraktur, maka pasien harus menjalani
rawat jalan dan menunggu untuk jadwal operasi di bangsal Melati
3.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mengatakan nyeri di bagian tangan kirinya. Nyeri saat
digerakkan. Nyeri seperti ditusuk-tusuk. Nyeri di sekitar
pergelangan tangan. VAS 7 dari 0-10. Nyeri hilang timbul. Pasien
menyatakan sulit tidur karena tidak mendengarkan radio yang
biasanya pasien dengarkan sebelum memulai tidur.
d. Upaya pengobatan
Keluarga pasien mengatakan sebelumnya belum pernah
membawa pasien ke klinik pengobatan atau perawatan yang lain.
e. Riwayat kesehatan lalu
Keluarga pasien mengatakan pasien belum pernah dirawat di
rumah sakit. Pasien baru pertama kali mengalami fraktur. Keluarga
pasien juga mengatakan pasien tidak mempunyai riwayat penyakit
menurun maupun menular. Selama ini, apabila pasien merasakan
sakit, pasien hanya membeli obat di warung dan langsung
sembuh.
f. Kesehatan keluarga
Keluarga pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit menular
maupun menurun dalam keluarganya.
6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan GDS (Gula Darah Sewaktu), tanggal pemeriksaan
14 September 2014
GDS : 166 (Pre Diabetes)
N PERENCANAAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN
O TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
2. Nyeri akut berhubungan dengan 15 September 2014 15 September 2014 15 September 2014
13.30 WIB
kerusakan jaringan 13.30 WIB 13.30 WIB
Selama dilakukan tindakan
muskuloskeletal ditandai dengan : 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Mengetahui tingkat nyeri
keperawatan diharapkan
untuk menentukan intervensi
DS : pasien mampu beradaptasi
selanjutnya
dengan nyeri, dengan kriteria
a. Pasien mengatakan nyeri di 2. Ajarkan teknik non farmakologi : distraksi 2. Mengurangi nyeri pasien
hasil :
bagian tangan kirinya, nyeri 1.Tanda-tanda vital relaksasi, nafas dalam
TD : 130-150/80-90 mmHg
saat digerakkan. 3. Kelola pemberian ketorolac 3x30 mg 3. Analgetik dapat mengurangi
HR : 60-100 x/menit
b. Pasien mengatakan susah tidur
RR : 16-20 x/menit Vinda rasa nyeri
karena merasakan kesakitan 2.Pasien mampu mengontrol
Vinda
yang luar biasa. nyeri
3.Pasien menyatakan nyeri
DO : berkurang
Vinda
a. Pasien terlihat meringis
menahan sakit
b. Tanda tanda vital
TD : 130/80 mmHg
HR : 88 x/menit
RR : 18 x/menit
c. P : Saat digerakkan
Q : Ditusuk-tusuk
R : Pergelangan tangan
S : VAS : 7 (0-10)
T : Hilang timbul
3. Gangguan pola tidur berhubungan 15 September 2014 15 September 2014 15 September 2014
13.30 WIB 13.30 WIB 13.30 WIB
dengan ketidaknyamanan fisik :
Setelah dilakukan tindakan a. Lakukan pengkajian kecukupan tidur a.Mengetahui pola tidur untuk
nyeri ditandai dengan :
keperawatan selama 3x24 merencanakan intervensi
DS : jam diharapkan pasien dapat b. Ciptakan suasana nyaman, kurangi atau selanjutnya
b.Menurunkan kemungkinan
istirahat tidur dengan optimal, hilangkan distraksi lingkungan dan
a. Pasien menyatakan sulit tidur
karena tidak mendengarkan dengan kriteria hasil : gangguan tidur pengganggu tidur pasien
1. Melaporkan istirahat tidur c.Batasi pengunjung selama periode istirahat
radio yang biasanya pasien
c.Membantu pasien untuk
malam yang optimal. yang optimal
dengarkan sebelum memulai
2. Tidak menunjukan beristirahat tidur dengan
tidur. d. Gunakan alat bantu tidur (mendengarkan
perilaku gelisah. tenang
b. Keluarga pasien mengatakan
3. Wajah pasien tidak radio atau musik) untuk memulai pola tidur d.Membantu pasien memulai
pasien tidak bisa tidur nyenyak,
terlihat sayu dan tidak tidur yang adekuat sesuai
e. Kolaborasi dengan dokter pemberian obat
sebentar tidur sebentar bangun.
terlihat kantung mata kebiasaa di rumah
c. Pasien mengatakan tidak bisa tidur
Vinda e.Membantu pasien untuk tidur
tidur kembali setelah terbangun
Vinda Vinda
DO :
DO :
F. Dx
Ke G. Kegiatan H. Evaluasi
p.
Z. Vindaa
AA. AB.Senin, 15 AF. Senin, 15 September 2014
AG. Jam 08.45 WIB
Nyeri September
AH. S : Pasien menyatakan bisa
ak 2014
nafas dalam
AC. Jam
ut
AI. : Pasien menyatakan nyeri berkurang
08.45 WIB
AD. Menga
AJ. O : Pasien terlihat mempraktikkan nafas
jarkan teknik
dalam dengan benar
non
farmakologi : AK.: Pasien nampak meringis menahan
nafas dalam sakit
AN. Vindaa
AO. AP.Senin, 15 AT. Senin, 15 September 2014
AU. Jam 09.00 WIB
Resik September
AV. S : Pasien mengatakan tangan kiri
o 2014
terasa sangat sakit
AQ. Jam
Inf
AW. O : Terlihat luka ± 1cm di
08.50 WIB
ek
AR. Mengo pergelangan tangan kiri pasien, tidak
si
bservasi terlihat nanah dan perdarahan
keadaan luka
AX. : Pasien terlihat meringis menahan sakit
dan merawat
luka AY. : Pemeriksaan darah
AZ. HGB : 11,1 g/dL
AS. Vin BA. WBC : 14,1 103/μL
BB. LYM% : 4,7 %
daa BC. NEUT% : 39,2 %
BD. LYM# : 0,7 103/μL
BE. NEUT# : 12,5 103/μL
BH. Vindaa
BI. Ny BJ. Selasa, 16 BN. Selasa, 16 September 2014
BO. Jam 10.10 WIB
eri September
BP.S : Pasien mengatakan nyeri di daerah
Ak 2014
tangan sebelah kiri
BK.Jam 10.00
ut
BQ. O : Ketorolac 30 mg + aquades
WIB
BL.Injeksi obat 2cc masuk rute IV
ketorolac
BR. : Pasien terlihat meringis
BM. Vin menahan nyeri
BU. Vindaa
BV.Re BW. Senin, CA. Senin, 15 September 2014
CB. Jam 10.15 WIB
si 15 September
CC. S:-
ko 2014
CD. O : Injeksi cefotaxim 1 gram dan
BX.Jam 10.10
inf
drip metronidazole 500 mg masuk rute
WIB
ek
BY.Injeksi IV
si
cefotaxim
CE. A : Masalah resiko infeksi
dan drip
sebagian teratasi
metronidazol
e CF.P : Kelola pemberian cefotaxim 2x1 gram
CG. Vindaa
CH. CI. PAGI CN. Selasa, 16 September 2014
CJ. Selasa, 16 CO. Jam 08.40 WIB
Resik
CP.S : Pasien mengatakan kepala terasa
September
o
sedikit pusing
2014
inf
CK. Jam CQ. O : Tanda-tanda vital
ek
08.30 WIB
si CL.Memonitor CR. TD : 130/90 mmHg
tanda-tanda
CS. N : 80 x/menit
vital
CT. RR : 18 x/menit
CM. Vin
daa CU. S : 36,5° C
CY. Vindaa
CZ.Ny DA. Selasa, DE. Selasa, 16 September 2014
DF.Jam 10.20 WIB
eri 16 September
DG. S : Pasien mengatakan nyeri di
Ak 2014
DB. Jam daerah tangan sebelah kiri
ut
10.15 WIB
DC. Injeksi DH. O : Ketorolac 30 mg + aquades
obat 2cc masuk rute IV
ketorolac
DI. : Pasien terlihat meringis menahan nyeri
DD. Vin
DJ. A : Masalah nyeri akut sebagian teratasi
daa
DK. P : Kelola pemberian ketorolac 30
mg
DL. Vindaa
DY.
ED. Vin
daa
EM. EN. Selasa, EQ.
16 September
2014
EO. Jam
11.30 WIB
EP.Mengantar
pasien ke
kamar
operasi untuk
dilakukan
operasi ORIF
ER. ES.Selasa, 16 EW. Selasa, 16 September 2014
EX.Jam 13.05 WIB
Nyeri September
EY.S : -
ak 2014 EZ.O : Pasien terlihat lemah
ET. Jam 13.00 FA. : Tekanan darah post operasi ORIF :
ut
WIB 120/80 mmHg
EU. Mengu FB. : Tangan kiri pasien terpasang back slab,
kur tekanan dibalut dengan kassa dan perban elastis
FC. A : Masalah nyeri akut sebagian teratasi
darah post
FD. P : Monitor tanda-tanda vital
operasi ORIF FE. Vindaa
EV. Vindaa
FF. Re FG. PAGI FL. Rabu, 17 September 2014
FH.Rabu, 17 FM. Jam 08.40 WIB
si
FN.S : Pasien mengatakan nyeri di tangan
September
ko
sebelah kiri
2014
inf
FI. Jam 08.30 FO. O : Tanda-tanda vital
ek
WIB
si FJ. Memonitor FP. TD : 110/60 mmHg
tanda-tanda
FQ. S : 36° C
vital
FR. N : 84 x/menit
FK. Vindaa
FS. RR : 20 x/menit
FV. Vindaa
GI. Vindaa
GJ.Re GK. Rabu, GO. Rabu, 17 September 2014
GP.Jam 10.10 WIB
si 17 September GQ. S:-
ko 2014 GR. O : Injeksi cefotaxim 1 gram dan
GL.Jam 10.00
inf drip metronidazole 500 mg masuk rute
WIB
ek IV
GM. Injeksi
si
cefotaxim GS. A : Masalah resiko infeksi
dan drip sebagian teratasi
metronidazol
e GT.P : Kelola pemberian cefotaxim 2x1 gram
dan drip metronidazole 3x500 mg
GN. Vin
daa GU. Vindaa
GV.Re GW. MALA HB. Rabu, 17 September 2014
HC. Jam 22.05 WIB
si M
HD. S:-
GX. Rabu,
ko
HE. O : Injeksi cefotaxim 1 gram dan
17 September
Inf
drip metronidazole 500 mg masuk rute
2014
ek
GY.Jam 22.00 IV
si
WIB
GZ. Injeksi HF.A : Masalah resiko infeksi sebagian
cefotaxim teratasi
dan drip
HG. P : Kelola pemberian cefotaxim
metronidazol
2x1 gram dan drip metronidazole 3x500
e
mg
HA. Vin
HH. Vindaa
daa
HI. Ny HJ. Rabu, 17 HN. Rabu, 17 September 2014
HO. Jam 22.10 WIB
eri September
HP.S : Pasien mengatakan nyeri di daerah
ak 2014
tangan kiri berkurang
HK. Jam
ut
HQ. O : Ketorolac 30 mg + aquades
22.05 WIB
HL.Injeksi obat 2cc masuk rute IV
ketorolac
HR. A : Masalah nyeri akut sebagian
HM. Vin teratasi
daa HS. P : Kelola pemberian ketorolac 30
mg
HT. Vindaa
HY.Vindaa
IF. S : 36,5° C
RR : 20 x/menit
II. Vindaa
IJ. Re IK. PAGI IP. Jum’at, 19 September 2014
IL. Jum’at, 19 IQ. Jam 08.40 WIB
si
IR. S : Pasien mengatakan nyeri di tangan
September
ko
kiri berkurang banyak
2014
Inf
IM. Jam 08.30 IS. O : Tanda-tanda vital
ek
WIB
si IN. Memonitor IT. TD : 150/80 mmHg
tanda-tanda
IU. S : 36,2° C
vital
IV. RR : 20x/menit
IO. Vindaa
IW. N : 80 x/menit
JA. Vindaa
JF. Vindaa
JM. Vindaa
JY. Vindaa
LA. Vindaa
vital
LG. Vin LM. S : 36,4° C
LO. N : 84 x/menit
LS. Vindaa
MU. Vindaa
MV. MW. Sabtu, NA. Sabtu, 20 September 2014
NB. Jam 10.05 WIB
Resik 20 September
NC. S : Pasien mengatakan nyeri di
o 2014
tangan kiri sudah berkurang
MX. Jam
Inf
ND. O : Injeksi cefotaxim 1 gram
10.00 WIB
ek
MY. Melaku masuk rute IV
si
kan injeksi
NE. A : Masalah resiko infeksi
cefotaxim
sebagian teratasi
dan aff infus
posisi tangan
kiri, melarang
angkat berat,
melarang
menggerakka
n
pergelangan
tangan kiri)
NL. Vindaa
NU.
NV.
NW.
NX.
NY.BAB III
NZ. KESIMPULAN
OA.
OB. Masalah keperawatan yang muncul pada pasien dengan Ny. P
dengan diagnosa medis fraktur tertutup radius ulna sinistra pre dan post
operasi orif k wire yang sudah dirawat di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro
selama 7 hari di Bangsal Melati 3 adalah
1. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder tidak
adekuat sebagian teratasi
2. Nyeri akut dengan kerusakan jaringan muskuloskeletal sebagian teratasi
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik : nyeri
teratasi
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan terapi
pembatasan aktivitas teratasi
OC.
OD.
OE.
OF.
OG.
OH.
OI.
OJ.
OK.
OL.
OM.
ON.
OO.