Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN


DIAGNOSA MEDIS Fraktur Tertutup Clavicula Dextra

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu

Praktek Klinik Keperawatan gawat darurat

Oleh:

Nama : NURUL LAILY MASRUROH

NIM : P17210174074

PRODI D-III KEPERAWATAN MALANG

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

TAHUN AJARAN 2019/2020


LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR TERTUTUP KLAVIKULA

A. DEFINISI
Terdapat beberapa pengertian tentang fraktur, sebagaimana yang dikemukakan para ahli
melalui berbagai literatur (Musliha, 2010) :
1. Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang.
2. Boenges, ME., Moorhouse, MF dan Geissler, AC (2000), fraktur adalah pemisahan atau
patahnya tulang.
3. Back dan Marassarin (1993) berpendapat bahwa fraktur adalah terpisahnya kontinuitas
tulang normal yang terjadi karena tekanan pada tulang yang berlebihan.
4. Smeltzer S.C & Bare B.G (2001) fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
5. Reeves C.J,Roux G & Lockhart (2001), fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang
yang utuh.
Pengertian fraktur pada anggota tubuh, disesuaikan menurut anatominya, misalnya
Klavikula (tulang Kolar). Dari pengertian di atas, fraktur Klavikula merupakan suatu
gangguan integritas tulang yang ditandai dengan rusaknya atau terputusnya kontinuitas
jaringan tulang dikarenakan tekanan yang berlebihan yang tejadi pada tulang Klavikula.
Fraktur klavikula (tulang kolar) merupakan cedera yang sering terjadi akibat jatuh atau hantaman langsung
ke bahu. Lebih dari 80% fraktur ini terjadi pada sepertiga tengah atau proksimal klavikula. Tulang merupakan
alat penopang dan sebagai pelindung pada tubuh. Tanpa tulang tubuh tidak akan tegak berdiri.
Fungsi tulang dapat diklasifikasikan sebagai aspek mekanikal maupun aspek fisiologikal. Dari aspek
mekanikal, tulang membina rangka tubuh badan dan memberikan sokongan yang kokoh terhadap tubuh.
Sedangkan dari aspek fisiologikal tulang melindungi organ-organ dalam seperti jantung, paru-paru dan lainnya.
Tulang juga menghasilkan sel darah merah, sel darah putih dan plasma. Selain itu tulang sebagai tempat
penyimpanan kalsium, fosfat dan garam magnesium. Namun karena tulang bersifat relatif rapuh, pada keadaan
tertentu tulang dapat mengalami patah, sehingga menyebabkan gangguan fungsi tulang terutama pada
pergerakan. Patah tulang atau fraktur merupakan hilangnya kontinuitas tulang yang umumnya disebabkan oleh
tekanan. Peristiwa ini dapat terjadi karena:
1. Peristiwa trauma tunggal. Patah tulang pada peristiwa ini biasanya dikarenakan oleh kekuatan yang tiba-
tiba berlebihan dapat berupa pemukulan, penekukan, pemuntiran ataupun penarikan.
2. Tekanan yang berulang-ulang. Tekanan yang berulang-ulang dapat menimbulkan keretakan. Sebagai
contoh seorang pelari yang menempuh jarak jauh dapat mengalami retak tulang pada daerah tibia, fibula
maupun metatarsal.
3. Fraktur patologik. Pada peristiwa ini tulang mengalami patah oleh tekanan yang normal dikarenakan
tulang tersebut lemah atau rapuh. Bisa disebabkan oleh penyakit tertentu, misalnya tumor. Banyak sekali
kasus patah tulang yang terjadi dan berbeda-beda pada daerah patah tulang tersebut. Pada kasus ini akan
dibahas mengenai patah tulang bagian klavikula.
B. ETIOLOGI FAKTUR KLAVIKULA
Secara umum, menurut Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh
namun mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat
diakibatkan oleh beberapa hal yaitu :
1. Fraktur akibat peristiwa trauma.
2. Fraktur akibat kelelahan atau tekanan.
3. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang.
Selangka juga disebut klavikula, adalah tulang dari atas dada yang berada di antara tulang
dada (sternum) dan tulang belikat (scapula). Sangat mudah untuk merasakan klavikula,
karena tidak seperti tulang lain yang dibungkus dengan otot tapi tulang ini hanya tertutup
oleh kulit yang mencakup sebagian besar tulang Klavikula.
Fraktur klavikula sangat umum. Patah tulang dapat terjadi terjadi pada bayi (biasanya
pada proses kelahiran), anak-anak dan remaja (karena klavikula tidak sepenuhnya mengeras
atau mengembang sampai akhir remaja), atlet (karena risiko dipukul atau jatuh) atau
diakibatkan oleh kecelakaan dan jatuh.
Menurut sejarah fraktur pada klavikula merupakan cedera yang sering terjadi akibat jatuh dengan posisi
lengan terputar/tertarik keluar (outstrechedhand) dimana trauma dilanjutkan dari pergelangan tangan sampai
klavikula, namun baru-baru ini telah diungkapkan bahwa sebenarnya mekanisme secara umum patah tulang
klavikula adalah hantaman langsung ke bahu atau adanya tekanan yang keras ke bahu akibat jatuh atau
terkena pukulan benda keras. Data ini dikemukankan oleh Nowak et a,l Nordqvist dan Peterson. Patah
tulangklavikula karena jatuh dengan posisi lengan tertarik keluar (outstreched hand) hanya 6% terjadi pada
kasus, sedangkan yang lainnya karena trauma bahu. Kasus patah tulang ini ditemukan sekitar 70% adalah hasil
dari trauma dari kecelakaan lalu lintas. Kasus patah tulang klavikula termasuk kasus yang paling sering
dijumpai.

C. PATOFISIOLOGI
Ketika terjadi patah tulang, maka akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah,
sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibatnya terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan
jaringan disekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medulla antara tepi
tulang di bawah periostium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya
respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai dengan vasodilatasi dari
plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses
penyembuhan untuk memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan
tulang. Hematom yang terbentuk dapat menyebabkan edema yang dapat menekan ujung
syaraf yang bila berlangsung lama dapa menyebabkan Syndroma Kompartement.
Fraktur klavikula paling sering disebabkan oleh karena mekanisme kompressi atau
penekanan, paling sering karena suatu kekuatan yang melebihi kekuatan tulang tersebut
dimana arahnya dari lateral bahu apakah itu karena jatuh, kecelakaan olahraga, ataupun
kecelakaan kendaraan bermotor. Pada daerah tengah tulang klavikula tidak di perkuat oleh
otot ataupun ligament-ligament seperti pada daerah distal dan proksimal klavikula. Klavikula
bagian tengah juga merupakan transition point antara bagian lateral dan bagian medial. Hal
ini yang menjelaskan kenapa pada daerah ini paling sering terjadi fraktur dibandingkan
daerah distal ataupun proksimal.

D. GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis pada patah tulang klavikula biasanya penderita datang dengan keluhan jatuh atau
trauma. Pasien merasakan rasa sakit bahu dan diperparah dengan setiap gerakan lengan. Pada pemeriksaan fisik
pasien akan terasa nyeri tekan pada daerah fraktur dan kadang-kadang terdengar krepitasi pada setiap gerakan.
Dapat juga terlihat kulit yang menonjol akibat desakan dari fragmen patah tulang. Pembengkakan lokal akan
terlihat disertai perubahan warna lokal pada kulit sebagai akibat trauma dan gangguan sirkulasi yang mengikuti
fraktur. Untuk memperjelas dan menegakkan diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan penunjang.

E. Klasifikasi
Klasifikasi patah tulang secara umum adalah :
1. Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis fraktur meliputi :
a. Fraktur komplit adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas sehingga tulang terbagi
menjadi dua bagian dan garis patahnya menyeberang dari satu sisi ke sisi lain serta mengenai seluruh
korteks.
b. Fraktur inkomplit adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan garis patah tidak
menyeberang, sehingga tidak mengenai korteks(masih ada korteks yang utuh).
2. Menurut Black dan Matassarin (1993) yaitu fraktur berdasarkan hubungan dengan dunia luar, meliputi:
a. Fraktur tertutup yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh,tulang tidak menonjol melalui
kulit..
b. Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya hubungan dengan
lingkungan luar, maka fraktur terbuka potensial terjadi infeksi. Fraktur terbuka dibagi dalam 3 grade
yaitu :
1) Grade I : robekan kulit dengan kerusakan kulit otot.
2) Garade II : seperti grade I dengan memar kulit dan otor.
3) Grade III : luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah,
syaraf otot dan kulit.
Lokasi patah tulang pada klavikula diklasifikasikan menurut Dr. FL Allmantahun 1967 dan dimodifikasi
oleh Neer pada tahun 1968, yang membagi patah tulang klavikula menjadi 3 kelompok:
1. Kelompok 1: patah tulang pada sepertiga tengah tulang klavikula (insidensikejadian 75-80%).
- Pada daerah ini tulang lemah dan tipis.
- Umumnya terjadi pada pasien yang muda.
2. Kelompok 2 : patah tulang klavikula pada sepertiga distal (15-25%). Terbagi menjadi 3 tipe berdasarkan
lokasi ligament coracoclavicular yakni, conoid dan trapezoid
a) Tipe 1.
Patah tulang secara umum pada daerah distal tanpa adanya perpindahan tulang maupun ganguan
ligament coracoclevicular.
b) Tipe 2A.
Fraktur tidak stabil dan terjadi perpindahan tulang, dan ligament coracoclavicular masih melekat pada
fragmen.
c) Tipe 2 B.
Terjadi ganguan ligament. Salah satunya terkoyak ataupun kedua-duanya.
d) Tipe 3.
Patah tulang yang pada bagian distal clavikula yang melibatkan AC joint.
e) Tipe 4.
Ligament tetap utuk melekat pata perioteum, sedangkan fragmen proksimal berpindah keatas.
f) Tipe 5.
Patah tulang kalvikula terpecah menjadi beberapa fragmen.
3. Kelompok 3 : patah tulang klavikula pada sepertiga proksimal (5%). Pada kejadian ini biasanya
berhubungan dengan cidera neurovaskuler.

F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada fraktur klavikula ada dua pilihan yaitu dengan tindakan bedah atau
operative treatment dan tindakan non bedah atau nonoperative treatment.
Tujuan dari penanganan ini adalah untuk menempatkan ujung-ujung dari patah tulang
supaya satu sama lain saling berdekatan dan untuk menjaga agar mereka
tetap menempelsebagaimana mestinya sehingga tidak terjadi deformitas dan proses
penyembuhan tulang yang mengalami fraktur lebih cepat. Proses penyembuhan pada fraktur
clavicula memerlukan waktu yang cukup lama. Penanganan nonoperative dilakukan dengan
pemasangan silang selama 6 minggu. Selama masa ini pasien harus membatasi pergerakan
bahu, siku dan tangan. Setelah sembuh, tulang yang mengalami fraktur biasanya kuat dan
kembali berfungsi. Pada beberapa patah tulang, dilakukan pembidaian untuk membatasi
pergerakan. atau mobilisasi pada tulang untuk mempercepat proses penyembuhan. Bagian
tulang lainnya harus benar-benar tidak boleh digerakkan (immobilisasi).
Imobilisasi bisa dilakukan melalui:
1. Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang
Pemasangan gips merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang patah. Modifikasi
spika bahu (gips klavikula) atau balutan berbentuk angka delapan atau strap klavikula
dapat digunakan untuk mereduksi fraktur ini, menarik bahu ke belakang, dan
mempertahankan dalam posisi ini. Bila dipergunakan strap klavikula, ketiak harus diberi
bantalan yang memadai untuk mencegah cedera kompresi terhadap pleksus brakhialis dan arteri
aksilaris. Peredaran darah dan saraf kedua lengan harus dipantau.
2. Penarikan (traksi) : menggunakan beban untuk menahan sebuah anggota gerak pada tempatnya.
3. Fikasasi :
a. Fiksasi internal : dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan (plate) atau
batanglogam pada pecahan-pecahan tulang atau sering disebut open reduction with
internal fixation (ORIF).
b. Fiksasi eksternal : Immobilisasi lengan atau tungkai dapat menyebabkan otot menjadi
lemah dan menciut. Karena itu sebagian besar penderita perlu menjalani terapi fisik
Pada prinsipnya penanganan patah tulang klavikula adalah untuk mencapai penyembuhan tulang dengan
minimum tingkat morbiditas, hilangnya fungsi, dan sisa kelainan bentuk. Fraktur 1/3 distal klavikula
tanpa pergeseran dan terpotongnya ligamen dapat ditangani dengan sling dan pembatasan gerakan lengan. Bila
fraktur 1/3 distal disertai dengan terputusnya ligamen korakoklavikular, akan terjadi pergeseran yang harus
ditangani dengan reduksi terbuka dan fiksasi interna. Selama imobilisasi pasien diperkenankan melakukan
latihan gerakan tapi harus menghindari aktivitas yang berat.
Tindak lanjut perawatan dilakukan dengan pemantauan yang dijadwalkan1 hingga 2 minggu setelah
cedera untuk menilai gejala klinis dan kemudiansetiap 2 hingga 3 minggu sampai pasien tanpa gejala klinis.
Pemeriksaan foto rontgen tidak perlu selama proses perawatan, tetapi akan lebih baik dilakukan pada saat
proses penyatuan tulang yang biasanya dapat dilihat pada minggu ke - 4 sampai minggu ke 6 (pada saat fase
remodeling pada proses penyembuhan tulang). Tanda klinis penyatuan tulang adalah berkurangnya rasa sakit
atau rasa sakit hilang, dapat melakukan gerakan bahu secara penuh, dan kekuatan kembali normal. Tindakan
pembedahan dapat dilakukan apabila terjadi hal-hal berikut :
1. Fraktur terbuka.
2. Terdapat cedera neurovaskuler.
3. Fraktur comminuted.
4. Tulang memendek karena fragmen fraktur tumpang tindih.
5. Rasa sakit karena gagal penyambungan (nonunion).
6. Masalah kosmetik, karena posisi penyatuan tulang tidak semestinya (malunion).
Pemberian obat pada kasus patah tulang dapat dilakukan untuk mengurangirasa nyeri. Obat-obat yang dapat
digunakan adalah obat kategori analgesik antiinflamasi seperti acetaminophen dan codeine dapat juga obat
golongan NSAIDs seperti ibuprofen.

G. KOMPLIKASI
Komplikasi fraktur klavikula meliputi trauma saraf pada pleksus brakhialis, cedera vena atau arteria
subklavia akibat frakmen tulang, dan malunion (penyimpangan penyatuan). Malunion merupakan masalah
kosmetik bila pasien memakai baju dengan leher rendah. Komplikasi akut :
- Cedera pembuluh darah
- Pneumouthorax
- Haemothorax
Komplikasi lambat :
- Mal union : proses penyembuhan tulang berjalan normal terjadi dalam waktu semestinya, namun tidak dengan
bentuk aslinya atau abnormal.
- Non union : kegagalan penyambungan tulang setelah 4 sampai 6 bulan
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap
darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P
mengikat didalam darah.
Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.Venogram/anterogram menggambarkan
arus vascularisasi. CT scan untukmendeteksi struktur fraktur yang kompleks. Pemeriksaan rontgen untuk
menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur.
Scan tulang, CT-scan/ MRI :
Memperlihatkan frakur dan mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.

I. ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT FRAKTUR KLAVIKULA


Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek keperawatan
kegawatdaruratan yang diberikan pada klien oleh perawat yang berkompeten untuk
memberikan asuhan keperawatan di ruang gawat darurat. Asuhan keperawatan diberikan
untuk mengatasi masalah secara bertahap maupun mendadak.
 PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk
itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan.
1. Pengkajian Primer (primary survey)
Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah aktual/potensial
dari kondisi life threatning (berdampak terhadap kemampuan pasien untuk
mempertahankan hidup). Pengkajian tetap berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi
dan auskultasi jika hal tersebut memungkinkan.
Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan :
A = Airway dengan kontrol servikal
Kaji :
- Bersihan jalan nafas
- Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas
- Distress pernafasan
- Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
B = Breathing dan ventilasi
Kaji :
- Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
- Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
- Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
C = Circulation
Kaji :
- Denyut nadi karotis
- Tekanan darah
- Warna kulit, kelembaban kulit
- Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
D = Disability
Kaji :
- Tingkat kesadaran
- Gerakan ekstremitas
- GCS atau pada anak tentukan respon A = alert, V = verbal, P =
pain/respon nyeri, U = unresponsive.
- Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya.
E = Eksposure
Kaji :
- Tanda-tanda trauma yang ada.
2. Pengkajian Sekunder (secondary survey)
Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah ABC yang ditemukan pada
pengkajian primer diatasi. Pengkajian sekunder meliputi pengkajian obyektif dan
subyektif dari riwayat keperawatan (riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
terdahulu, riwayat pengobatan, riwayat keluarga) dan pengkajian dari kepala
sampai kaki.
 Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS,
diagnosa medis.
 Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa
akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau
menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam
hari atau siang hari.
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang
terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
 Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk
berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker
tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko
terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang
 Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi
pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik
 Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
 Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium,
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
c) Pola Eliminasi
pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada
kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. Pola Tidur dan Istirahat Semua
klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur.
d) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain
e) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien
harus menjalani rawat inap
f) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
g) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur,
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur
h) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak, lama perkawinannya
i) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif.
j) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
 Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan
gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat
melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya
memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
1) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
1. kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada
keadaan klien.
2. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur
biasanya akut.
3. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
b) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
1. Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
2. Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada
nyeri kepala.
3. Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
4. Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak
ada lesi, simetris, tak oedema.
5. Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi perdarahan)
6. Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
7. Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
8. Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
9. Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
10. Paru
 Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang
berhubungan dengan paru.
 Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
 Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
 Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan
ronchi.
11. Jantung
 Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
 Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
 Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
12. Abdomen
 Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
 Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
 Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
 Auskultasi
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
13. Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai status
neurovaskuler (untuk status neurovaskuler à 5 P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse,
Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
 Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
1. Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi).
2. Cape au lait spot (birth mark).
3. Fistulae.
4. Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
5. Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal).
6. Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
7. Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
 Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
1. Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. Capillary refill
time à Normal > 3 detik
2. Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar
persendian.
3. Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau
distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan
atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada
benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
4. Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan
lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya.
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0
(posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada
gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan
pasif.
2) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar
rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang
yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan
tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan
pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray
harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai
dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:
 Bayangan jaringan lunak.
 Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi.
 Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
 Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
1. Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang
sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana
tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
2. Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang
tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
3. Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
4. Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang
dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
b) Pemeriksaan Laboratorium
1. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
2. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik
dalam membentuk tulang.
3. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino
Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
c) Pemeriksaan lain-lain
1. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme
penyebab infeksi.
2. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi
lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
3. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
4. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang
berlebihan.
5. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
6. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
L. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.
2. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran
alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
3. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif
(imobilisasi)
4. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
5. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan
lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang
terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang
akurat/lengkapnya informasi yang ada
RENCANA KEPERAWATAN

DIANGOSA
NO
KEPERAWATAN DAN TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
DX
KOLABORASI
1 Nyeri akut b/d spasme otot, NOC
gerakan fragmen tulang, Pain Level, NIC
edema, cedera jaringan Pain control,
lunak, pemasangan traksi, Comfort level  Pain Management
stress/ansietas, luka Kriteria Hasil : 1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
operasi.  Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitas
nyeri, mampu menggunakan tehnik 2) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, 3) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
mencari bantuan) pengalaman nyeri pasien
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan 4) Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
menggunakan manajemen nyeri 5) Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
frekuensi dan tanda nyeri) 6) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri dukungan
berkurang 7) Kurangi faktor presipitasi nyeri
 Tanda vital dalam rentang normal 8) Ajarkan tentang teknik non farmakologi
9) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
10) Tingkatkan istirahat
11) Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
12) Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
2 Gangguan pertukaran gas NOC : NIC :
b/d perubahan aliran darah, Respiratory Status : Gas exchange  Airway Management
emboli, perubahan Respiratory Status : ventilation 1) Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
membran alveolar/kapiler Vital Sign Status 2) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
(interstisial, edema paru, 3) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatn
kongesti) 4) Pasang mayo bila perlu
Kriteria Hasil : 5) Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan 6) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
oksigenasi yang adekuat 7) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
 Memelihara kebersihan paru paru dan bebas 8) Lakukan suction pada mayo
dari tanda tanda distress pernafasan 9) Berika bronkodilator bial perlu
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara 10) Barikan pelembab udara
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan 11) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, 12) Monitor respirasi dan status O2
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips)  Respiratory Monitoring
 Tanda tanda vital dalam rentang normal 1) Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
2) Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
3) Monitor suara nafas, seperti dengkur
4) Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
5) Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)
6) Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
7) Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan
ronkhi pada jalan napas utama
8) auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya
3 Gangguan mobilitas fisik NOC : Latihan Kekuatan
b/d kerusakan rangka Joint Movement : Active  Ajarkan dan berikan dorongan pada klien untuk melakukan program
neuromuskuler, nyeri, Mobility Level latihan secara rutin
terapi restriktif Self care : ADLs Latihan untuk ambulasi
(imobilisasi).  Transfer performance  Ajarkan teknik Ambulasi & perpindahan yang aman kepada klien dan
keluarga.
 Sediakan alat bantu untuk klien seperti kruk, kursi roda, dan walker
 Beri penguatan positif untuk berlatih mandiri dalam batasan yang aman.
Kriteria Hasil : Latihan mobilisasi dengan kursi roda
 Klien meningkat dalam aktivitas fisik  Ajarkan pada klien & keluarga tentang cara pemakaian kursi roda & cara
 Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas berpindah dari kursi roda ke tempat tidur atau sebaliknya.
 Memverbalisasikan perasaan dalam  Dorong klien melakukan latihan untuk memperkuat anggota tubuh
mmeningkatkan kekuatan dan kemampuan  Ajarkan pada klien/ keluarga tentang cara penggunaan kursi roda
berpindah Latihan Keseimbangan
 Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk Ajarkan pada klien & keluarga untuk dapat mengatur posisi secara
mobilisasi (walker) mandiri dan menjaga keseimbangan selama latihan ataupun dalam
aktivitas sehari hari.
Perbaikan Posisi Tubuh yang Benar
 Ajarkan pada klien/ keluarga untuk mem perhatikan postur tubuh yg
benar untuk menghindari kelelahan, keram & cedera.
 Kolaborasi ke ahli terapi fisik untuk program latihan.
4 Gangguan integritas kulit NOC : NIC : Pressure Management
b/d fraktur terbuka, Tissue Integrity : Skin and Mucous Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
pemasangan traksi (pen, Membranes  Hindari kerutan padaa tempat tidur
kawat, sekrup) Kriteria Hasil :  Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
 Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan  Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
 Melaporkan adanya gangguan sensasi atau Monitor kulit akan adanya kemerahan
nyeri pada daerah kulit yang mengalami Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan
gangguan  Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
 Menunjukkan pemahaman dalam proses Monitor status nutrisi pasien
perbaikan kulit dan mencegah terjadinya Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
sedera berulang
 Mampumelindungi kulit dan mempertahankan
kelembaban kulit dan perawatan alami
5 Risiko infeksi b/d NOC : NIC :
ketidakadekuatan  Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)
pertahanan primer Risk control  Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
(kerusakan kulit, taruma  Pertahankan teknik isolasi
jaringan lunak, prosedur  Batasi pengunjung bila perlu
invasif/traksi tulang)  Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung da
setelah berkunjung meninggalkan pasien
Kriteria Hasil :  Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan
 Menunjukkan kemampuan untuk mencegah Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
timbulnya infeksi  Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
 Jumlah leukosit dalam batas normal  Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan
 Menunjukkan perilaku hidup sehat petunjuk umum
 Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
 Tingktkan intake nutrisi
 Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
 Monitor hitung granulosit, WBC
 Monitor kerentanan terhadap infeksi
 Batasi pengunjung
 Saring pengunjung terhadap penyakit menular
 Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
 Pertahankan teknik isolasi k/p
 Berikan perawatan kuliat pada area epidema
 Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
 Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
 Dorong masukkan nutrisi yang cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara menghindari infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur positif
6 Kurang pengetahuan NOC : NIC :
 Kowlwdge : disease process
tentang kondisi, prognosis Teaching : disease Process
dan kebutuhan pengobatan  Kowledge : health Behavior 1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang
b/d kurang terpajan atau Kriteria Hasil : proses penyakit yang spesifik
 Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman
salah interpretasi terhadap 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
informasi, keterbatasan tentang penyakit, kondisi, prognosis dan berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
kognitif, kurang program pengobatan tepat.
akurat/lengkapnya  Pasien dan keluarga mampu melaksanakan 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit,
informasi yang ada prosedur yang dijelaskan secara benar dengan cara yang tepat
 Pasien dan keluarga mampu menjelaskan 4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
kembali apa yang dijelaskan perawat/tim 5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat
kesehatan lainnya 6. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara
yang tepat
7. Hindari harapan yang kosong
8. Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang kemajuan
pasien dengan cara yang tepat
9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan
untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau
proses pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
11. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second
opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara
yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan
cara yang tepat
14. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan
pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tep
DAFTAR PUSTAKA

Price, S.A.,dkk,. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6, Volume

2, 2006, EGC, Jakarta

Musliha, Keperawatan Gawat Darurat Plus Contoh Askep dengan pendekatan Nanda,

NIC, NOC, 2010, Nuha Medika, Yogyakarta

Herdman T.H, dkk,. Nanda Internasional Edisi Bahasa Indonesi, Diagnosis

Keperawatan Defini dan Klasifikasi, 2009-2011, EGC, Jakarta

Wilkinson J M,. Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC

Edisi Bahasa Indonesia, 2006, EGC, Jakarta

Basic trauma Life support, Pro Emergency (Bab XII)

Wikipedia, http://en.wikipedia.org/wiki/Clavicle_fracture

L Joseph Rubino, 2006, Clavicle Fractures, http://www.emedicine.com/orthoped/topic50.htm.

Mardhink Zhadja, ml.scribd.com/doc/89379199/fraktur-klavikula


FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN
DI RUANG IGD

Tanggal Pengkajian : 16 April 2020


Pukul : 10.00 WIB

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. J
Umur : 23 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat/ No. Telp : Jalan batujajar malang/085xxxxx
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
2. Keluhan Utama (Saat Pengkajian)
Klien mengatakan sakit pada bahu sebelah kanan
…………………………………………………………………………………………
………
…………………………………………………………………………………………
………

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Klien masuk IGD RST malang dengan keluhan sakit pada bahu sebelah kanan karena
kecelakaan, terdapat luka lecet sebelah kiri + 4 cm, jejas pada daerah clavicula
sebelah kanan (lebam dan bengkak), luka lecet pada jari telunjuk sampai jari manis.
Klien mengatakan saat dirumah muntah 1x dan nyeri dada terutama saat bernafas.
Tangan kanan tidak bisa digerakkan

4. Riwayat Penyakit Dahulu


 Hipertensi
 Diabetes Mellitus
 CVA
 IMA
 dll, Sebutkan
Tidak ada. Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit seperti
hipertensi dan diabetes

5. Usaha Pengobatan Yang Telah Dilakukan (Pre-Hospital)


Pasien mengatakan saat dirumah bahu yang sakit dioleso dengan balsam
6. Alergi Obat
 Ya,
Sebutkan………………………………………………………………………………....
…………………………………………………………………………………………
…….
√ Tidak

7. Tanda – Tanda Vital


Keadaan umum : √ Baik  Lemah/ Berbaring di TT

Kesadaran : √CM  Somnolen


 Apatis  Coma
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/ menit
Jumlah Pernapasan : 28 x/ menit
Suhu : 36 ⁰C

8. Pengkajian ABCD dan Data Fokus


a) Airway (Jalan Napas)
 Paten
 Ada Sekret atau Muntahan
 Ada Darah
 Ada Gurgling
 Ada Snoring
 Ada Stridor
 dll, Sebutkan tidak ada sumbatan jalan nafas

b) Breathing (Pernapasan)
1. Pengembangan Dada
√ Simetris √ Jejas (pada dada sebelah kiri)
 Tidak Simetris  Penetrating Injury
 Takipnea  Flail Chest
 Retraksi ICS  Sucking Chest Wounds
 Cyanosis  Deviasi Trakea
2. Nyeri Tekan
√Ada  Tidak ada
Krepitasi
√ Ada  Tidak ada
3. Suara Nafas
√ Vesikuler  Vesikuler menurun atau menghilang
 Ronchi  Wheezing
4. Perkusi
√ Sonor  Abnormal, Sebutkan :

c) Circulation (Sirkulasi)
 Hipotensi  Takikardia
 Pucat √ Ektermitas Dingin
 Penurunan Capillary Refill  Hipotermia
 Perdarahan  Produksi Urin cc/jam :

d) Disability (Tingkat Kesadaran)


GCS : E4V5M6
AVPU :
 A – Alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi
perintah yang diberikan.
 V – Vocalises, yaitu mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak
bisa dimengerti.
 P – Responds to Pain Only (harus dinilai semua keempat tungkai jika
ekstermitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon).
 U – Unresponsive to Pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri
maupun stimulus verbal.

B. Pemeriksaan Head To Toe (DCAPBLTS)


(D = Deformitas, C = Contution, A = ABration, P = Penetration, B = Burns, T =
Tenderness, L = Laceration, S = Swelling)
1. Kepala
Inspeksi : Ekspresi wajah meringis, tidak ada tanda-tanda perdarahan, konjungtiva
anemis
Palpasi : Tidak teraba adanya hematoma

2. Leher
Inspeksi : Tidak ada kelainan atau luka, leher nampak tegang saat meringis
Palpasi : Tidak teraba adanya hematoma

3. Bahu
Pasien mengatakan bahunya nyeri sebelah kanan sulit untuk digerakkan
4. Dada
Thoraks :
I : Tampak luka lecet/jejas pada dada sebelah kiri + 4 cm, jejas pada daerah
kalavikula
sebelah kanan (bengkak dan lebam), nafas cepat dan dangkal
P : Terasa adanya krepitasi pada tulang klavikula
A : Simetris antara kedua paru
Jantung :
A : Tidak ada BJ tambahan

5. Perut
I : Tampak penggunaan otot-otot perut saat klien bernafas
P : Tidak teraba adanya massa
P : Tidak kembung
A : Terdengar bising usus

6. Genetalia (tidak terkaji)


7. Punggung
Pada daerah punggung normal tidak ada nyeri, tidak ada jejas
8. Panggul
Pada daerah panggul normal tidak ada nyeri, tidak ada jejas
9. Tangan
I : Tampak luka lecet pada jari telunjuk sampai jari manis sebelah kanan, klien tidak
dapat
menggerakkan tangan kanannya
P : Teraba dingin pada ujung-ujung ekstremitas, teraba nadi radialis reguler
10. Kaki
Pada ekstremitas kaki klien teraba dingin

C. Assesment
1) Perubahan pola nafas berhubungan dengan adanya gangguan muskuloskeletal
2) Nyeri akut berhubungan dengan pergeseran fragmen tulang
3) …………………………………………………………………………………………
………
4) …………………………………………………………………………………………
………
D. Perencanaan dan Implementasi
Tentukan Prioritas (P1, P2, P3, P4) : P2
Tindakan Keperawatan (Dibuat dalam bentuk tindakan dalam tiap jam) :
……………………….
No. Tanggal Jam/ Waktu Tindakan Evaluasi Setelah
Tindakan
1 16/4/2020 10.00  Memantau pola nafas S : Klien mengatakan
klien sesaknya berkurang
 Mengkaji tanda-tanda O : Klien nampak
vital tenang
 Mengatur posisi sesuai RR : 20 x/menit
keinginan klien A : Masalah teratasi
 Memberikan O2 nasal P : - Pertahankan
kanul 2 Lpm posisi klien
 Memasang infus dengan - Lanjutkan
cairan RL 20 tts/menit Pemberian O2 nasal

 Mengkaji skala nyeri


2 16/4/2020 11.00 S : Klien mengatakan
 Menjelaskan penyebab
nyeri yang dirasakan
nyeri yang dirasakan klien
berkurang
 Menganjurkan klien agar
O:
tidak menggerakkan bahu
- Skala nyeri 7
dan tangan kanannya
- Nyeri dirasaka hilang
 Mengajarkan nafas dalam
timbul
saat klien merasakan
- Klien sekali-kali
sensasi nyeri
masih
 Memberikan injeksi
meringis kesakitan
Ketorolak 1 amp/IV
A : masalah teratasi

P:
- Lanjutkan
immobilisasi pada
daerah bahu sampai
tangan kanan
- Ingatkan klien
tentang tehnik
relaksasi
- Kaji skala nyeri
Catatan : Dokumentasi atau catatan keperawatan gawat darurat berisikan catatan dalam
bentuk tindakan keperawatan mandiri, tindakan dan terapi medis serta pemeriksaan
penunjang (laboratorium, radiologi, dan lain - lain).

E. Evaluasi
1. Airway
Tidak terdapat sumbatan jalan nafas
2. Breathing
Pernafasan spontan, Terpasang O2 nasal 2 liter/menit, RR : 20x/menit
3. Circulation
Akral dingin
4. Disability
GCS : E4V5M6
Nyeri yang dirasakan hilang timbul, klien sekali-kali masih tampak meringis
5. Exposure
Terdapat trauma pada pasien

Malang,16 April 2020

(NURUL LAILY MASRUROH)


RESUME
PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN
KEGAWATDARURATAN DAN MANEJEMEN BENCANA
Asma Bronchial

Oleh

NURUL LAILY MASRUROH


P17210174074

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
D-III KEPERAWATAN MALANG
LEMBAR PENGESAHAN

Resume Asma Bronchial pada Ny.S dengan Asma Bronchial di IGD RST Soepraoen Malang

Nama : NURUL LAILY MASRUROH


NIM : P17210174074
Prodi : D-III Keperawatan Malang

Malang, 2020

Pembimbing Institusi, Pembimbing Klinik/CI,

( ) ( )
FORMAT RESUME

Nama Pasien : Ny. S


Umur : 65 tahun

NO. HARI/ PENGKAJIAN DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI TTD


TANGGAL KEPERAWATAN
1. Jumat
17 April
Ds: Bersihan jalan
nafas tidak efektif
09.00
memposisikan
S:
- Klien
Ѥ
2020 -Klien berhubungan klien untuk mengatakan nurul
09.00 mengatakan dengan memaksimalkan masih sesak
sesak disertai penumpukan ventilasi semi namun
batuk kental sekret di jalan fowler, sudah
nafas 09.05 berkurang
- Dirasakan - mengauskultasi setelah di
memberat bila suara nafas, obati
melakukan - memberikan O:
aktivitas bronkodilator - TD :
- Monitor repirasi 110/70
dan status O2 mmHg
Do: - Menjaga patensi - N : 98
- TD : 100/70 jalam napas x/menit
mmHg - Memantau aliran - S : 36,1⁰C
- N : 108 liter oksigen - RR : 24
x/menit - Memantau posisi x/menit
- S : 35, 6⁰C perangkat - Klien
- RR : 27 pengiriman melakukan
x/menit oksigen tehnik
- Klien tampak - Mengukur vital relaksasi
sesak sign dengan
- Terdengar
benar
ronki dan
- O2 3
whezing pada
liter/menit
saluran
- Masih
pernapasan
terdengar
klien
suara
- Terlihat ada
whezing
retraksi dada
pada saluran
- Ekpirasi klien
napas klien
terdengar
A:
memanjang
Masalah
- Akral teraba
teratasi
dingin
sebagian
P:
Lanjutkan
intervensi
monitor
respirasi

Anda mungkin juga menyukai