Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN SEMINAR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.R


DENGAN STRUMA NODUSA NON TOKSIK (SNNT)
POST OPERASI TOTAL TIROIDEKTOMI
DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU) RSUP Dr. KARIADI SEMARANG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktek Profesi Keperawatan Gawat Darurat

Disusun oleh :
Etika Prisma K. 22020114210089
Fitriana Andarwati 22020114210066
Iwan Sulistio W. 22020114210091
Mamriah Darwis 22020114210044
Quartilosia Pinastika S. 22020114210049

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXIV


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATA
JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG, 2015

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
1. Struma Nodusa Non Toksik
Struma Nodusa Non Toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid
yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda
hipertiroidisme. (Brunner dan Sudarth 2002)
Struma Nodusa Non Toksik merupakan pembesaran kelenjar
tiroid akibat kekurangna masukan iodium dalam makanan. (Kapita
selekta kedokteran, jilid 2)
2. Tiroidektomi
Tiroidektomi adalah operasi untuk mengangkat sebagian dan seluruh
kelenjar tiroid. Tiroidektomi adalah sebuah operasi yang melibatkan
operasi pemindahan semua atau sebagian dari kelenjar tiroid.(Rumahorbo,
1999). Indikasi:
a. Klien dengan karsinoma tiroid
b. Klien dengan gondok
c. Klien dengan hipertiroidisme
d. Klien dengan hiperparatiroidisme

B. ETIOLOGI SNNT
Penyebab SNNT ini bermacam-macam. Pada setiap orang dapat
dijumpai masa dimana kebutuhan terhadap tiroksin bertambah, terutama masa
pertumbuhan, pubertas, menstruasi, kehamilan, laktasi, menopause, infeksi
atau stres lain. Pada msa tersebut dapat ditemui hiperplasia dan involusi
kelenjar tiroid. Perubahan ini dapat menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid
serta kelainan arsitektur yang dapat berlanjut dengan berkurangnya aliran
darah di daerah tersebut sehingga terjadi iskemia (Mansjoer, 2001). Penyebab
struma nodusa non toxic antara lain (Lee, 2004):

5
1. Kekurangan iodium
Pembentukan struma terjadi pada difesiensi sedang yodium yang kurang
dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari
25 mcg/d dihubungkan dengan hypothyroidism dan cretinism.
2. Kelebihan yodium
Kelebihan yodium jarang terjadi dan pada umumnya terjadi pada
preexisting penyakit tiroid autoimun
3. Goitrogen
a. Obat: Propylthiouracil, litium, phenylbutazone, aminoglutethimide,
expectorants yang mengandung yodium
b. Agen lingkungan: Phenolic dan phthalate ester derivative dan
resorcinol berasal dari tambang batu dan batubara.
c. Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica ( misalnya, kubis, lobak
cina, brussels kecambah), padi-padian millet, singkong, dan goitrin
dalam rumput liar.
4. Dishormonogenesis
Dishormonogenesis adalah kerusakan dalam jalur biosynthetic hormon
kelejar tiroid
5. Riwayat radiasi kepala dan leher
Riwayat radiasi selama masa kanak-kanak mengakibatkan nodul
benigna dan maligna.

C. MANIFESTASI KLINIS SNNT


1. Benjolan di leher, tidak disertai hipo/hipertiroidisme
2. Benjolan membesar dengan lambat
2. Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin
3. Batas jelas
4. Konsistensi kenyal sampai keras
5. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat
mengakibatkan gangguan pada respirasi
6. Esofagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan.

6
7. Biasanya tanpa nyeri
8. Peningkatan metabolism menyebabkan denyut nadi meningkat
9. Peningkatan simpatis: jantung berdebar, gelisah, berkeringat, tidak tahan
cuaca dingin, diare, kelelahan, dan gemetar

D. PATOFISIOLOGI
Tindakan tiroidektomi yang dilakukan adalah membuat sayatan dileher bagian
depan atau bagian kelenjar tiroid dihilangkan. Dalam membuat sayatan harus
berhati-hati untuk menghindari kerusakan saraf di sekitarnya atau pembuluh
darah di leher. Apabila terjadi kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan
pendarahan udem laringeal yang akan meningkatkan terjadinya resiko tinggi
penurunan curah jantung. Selain itu pernafasan menjadi stidor, obstruksi jalan
nafas yang akhirnya mambuat pembersihan jalan napas tidak efektif. Nyeri
dapat terjadi dari edema jaringan yang disebabkan karena terputusnya saraf
simpatis dari kerusakan jaringan yang terjadi akibat tindakan tiroidektomi.
Dari insisi yang dilakukan pada tindakan ini akan mengakibatkan kerusakan
integritas kulit. Kurangnya pengetahuan pasien dan keluarga dapat terjadi
karena kurangnya informasi dalam perawatan luka setelah tindakan
pembedahan dilakukan. Seseorang yang telah melakukan tiroidektomi akan
mengalami hambatan dalam berkomunukasi karena terjadi kerusakan pada
langireal yang menyebabkan perubahan tekanan atau penyaringan suara, suara
menjadi lemah, ketidakmampuan untuk berbicara. Resiko cedera dapat terjadi
akibat gangguan produksi hormon yang menurun.

7
E. KOMPLIKASI
1. Struma Nodusa Non Toksik
a. Kalorigenik
b. Termoregulasi
c. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat
anabolik, tetapi dalam dosis besar bersifat katabolik
d. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena resorbsi
intestinal meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian
pula glikogen otot menipis pada dosis farmakologis tinggi dan
degenarasi insulin meningkat.

8
e. Metabolisme lipid. T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi
proses degradasi kolesterol dan ekspresinya lewat empedu ternyata
jauh lebih cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid kadar kolesterol
rendah. Sebaliknya pada hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol
ester dan fosfolipid meningkat.
f. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati
memerlukan hormon tiroid. Sehingga pada hipotiroidisme dapat
dijumpai karotenemia.
g. Lain-lain : gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan
miopati, tonus traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik
sehingga terjadi diare, gangguan faal hati, anemia defesiensi besi dan
hipotiroidisme
2. Tiroidektomi, komplikasinya: (Rumahorbo,1999).
a. Pembengkakan
b. Perdarahan
c. Serak atau suara lemah
d. Kerusakan pada kelenjar paratiroid
e. Hipokalsemia akibat pengangkatan paratiroid yang ditandai dengan
tetani
f. Distangia
g. Hipertiroidisme
h. Hipoparatiroid
i. Keloid
j. Distress pernafasan
k. Kerusakan saraf laryngeal

F. PENATALAKSANAAN
1. Perawatan Pre Operasi
a. Sebelum tindakan operasi, kadar hormone tiroid harus diupayakan
dalam keadaan noemal untuk mencegah tirotoksikosis pada saat
operasi yang dapat mengancam hidup klien.

9
b. Pemberian obat antitiiroid masih tetap dipertahankan disamping
menurunkan kadar hormone darah juga dimaksudkan untuk mencegah
perdarahan pada saat operasi karena obat ini mempunyai efek
mengurangi vaskularisasi darah ke kelenjar tiroid.
c. Kondisi nutrisi harus optimal oleh karena itu diet tinggi protein dan
karbohidrat sangat dianjurkan.
d. Latih klien batuk secara efektif dan latih nafas dalam.
e. Ajarkan cara mengurangi peregangan pada luka operasi akibat
rangsangan batuk dengan menahan dibawah insisi dengan kedua
tangan.
f. Beritahukan klien kemungkinan suara menjadi serak setelah operasi
akibat penggunaan ETT pada saat operasi. Jelaskan bahwa itu adalah
hal yang wajar dan dapat kembali seperti semula. (Rumahorbo, 1999)
2. Perawatan Post Operasi
a. Monitor tanda-tanda vital setiap 15 menit sampai stabil dan kemudian
setiap 30 menit selama 6 jam.
b. Gunakan bantal atau bantal tambahan untuk menahan posisi kepala
tetap ekstensi sampai klien sadar penuh.
c. Bila klien sudah sadar, berikan posisi semifowler. Apabila
memindahkan klien hindarkan penekanan pada daerah insisi.
d. Berikan obat analgetik sesuai program terapi.
e. Bantu klien batuk dan nafas dalam setiap 30 menit sampai 1 jam.
f. Gunakan pengisap oral atau trakea sesuai kebutuhan.
g. Monitor komplikasi antara lain :
1) Perdarahan
2) Distress pernafasan
3) Hipokalsemi akibat pengangkatan paratiroid yang ditandai dengan
tetani
4) Kerusakan saraf laryngeal

10
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan sidik tiroid
Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk
lokasi, dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada
pemeriksaan ini pasien diberi Nal peroral dan setelah 24 jam secara
fotografik ditentukan konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap
oleh tiroid. Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3 bentuk
a. Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang
dibandingkan sekitarnya. Hal ini menunjukkan sekitarnya.
b. Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada
sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih
c. Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya.
Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.
2. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa
bentuk kelainan, tetapi belum dapat membedakan dengan pasti ganas atau
jinak. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG:
a. Kista
b. Adenoma
c. Kemungkinan karsinoma
d. Tiroiditis
3. Biopsi aspirasi jarum halus(Fine Needle Aspiration/FNA)
Mempergunakan jarum suntik no. 22-27. Pada kista dapat juga
dihisap cairan secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul (Noer,
1996). Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu
keganasan. Biopsi aspirasi jarum halus tidak nyeri, hampir tidak
menyababkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan
ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang
tepat, teknik biopsi kurang benar, pembuatan preparat yang kurang baik
atau positif palsu karena salah interpretasi oleh ahli sitologi.
4. Termografi

11
Metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu
tempat dengan memakai Dynamic Telethermography. Pemeriksaan ini
dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.
Hasilnya disebut panas apabila perbedaan panas dengan sekitarnya >
0,9oC dan dingin apabila <0,9oC. Pada penelitian Alves didapatkan
bahwa pada yang ganas semua hasilnya panas. Pemeriksaan ini
paling sensitif dan spesifik bila dibanding dengan pemeriksaan lain.
5. Petanda Tumor
Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin
(Tg) serum. Kadar Tg serum normal antara 1,5-3,0 ng/ml, pada kelainan
jinak rataa-rata 323 ng/ml, dan pada keganasan rata-rata 424 ng/ml

H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Primer
a. Airways
1) Kaji adanya sumbatan berupa sekret, darah atau benda asing yang
menumpuk pada saluran napas.
2) Kaji adanya suara tambahan seperti snoring, gurgling atau stridor.
b. Breathing
1) Kaji adanya frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan.
2) Kaji penggunaan otot bantu pernapasan dan adanya pernapasan
cuping hidung.
3) Kaji kesimetrisan pengembangan dada.
4) Kaji kedua sisi dada apakah terdapat bunyi sonor, hipersonor atau
dullness.
5) Kaji kedua sisi dada apakah terdapat krepitasi, flailchest atau
fraktur iga.
6) Kaji kedua sisi dada apakah terdapat suara paru tambahan seperti
wheezing, ronchi atau vesikuler.
c. Circulation
1) Kaji akral

12
2) Kaji frekuensi, kekuatan dan irama nadi
3) Kaji tekanan darah
4) Kaji capillary refill
d. Disability
1) Kaji tingkat kesadaran (GCS)
2) Kaji ukuran dan reaksi pupil terhadap cahaya
3) Kaji kekuatan otot
e. Exposure
1) Ukur suhu
2) Kaji adanya cidera, luka dan sumber infeksi lainnya

2. Pengkajian Sekunder
Pengkajian secara pasien bedah saat kembali ke unit terdiri atas :
a. Respirasi
1) Kepatenan jalan napas
2) Kedalaman
3) Frekuensi
4) Bunyi napas
b. Sirkulasi
1) Tanda – tanda vital , suhu, nadi
2) Kondisi kulit: dingin, basah
3) Sianosis
c. Neurologi
1) Tingkat respon
2) Neurosensori
3) Fungsi bicara
4) Kualitas dan tonasi
d. Drainase
1) Mengantisipasi perdarahan
2) Perhatikan cairan drainase yang keluar khususnya 24 jam pertama
pasca operasi.

13
3) Inspeksi balutan luka
e. Kenyamanan
1) Tipe nyeri dan lokasi
2) Mual dan muntah
3) Perubahan posisi yang dibutuhkan
f. Keselamatan
1) Kebutuhan akan pagar tempat tidur
2) Peralatan
3) Diperiksa untuk fungsi yang baik

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan obstruksi akibat
perdarahan atau edema daerah insisi; kerusakan saraf laring, terangkatnya
kelenjar paratiroid.
2. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan perdarahan
postoperasi.
3. Nyeri berhubungan dengan insisi pada kelenjar tiroid

J. INTRERVENSI KEPERAWATAN
1. Diagnosa 1: Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan obstruksi
akibat perdarahan atau edema daerah insisi; kerusakan saraf laring,
terangkatnya kelenjar paratiroid.
a. Tujuan
1) Paru-paru mengembang optimal
2) Pola pernafasan kembali normal
3) Dapat berbicara seperti sebelum sakit
b. Kriteria hasil
1) Mempertahankan kepatenan jalan nafas dengan bunyi nafas
jelas/bersih
2) Menunjukkan status pernapasan : ventilasi tidak terganggu,
ditandai dengan indicator sebagai berikut : kedalaman inspirasi dan

14
kemudahan bernafas, ekspansi dada simetris, tidak ada penggunaan
otot bantu, bunyi nafas tambahan tidak ada, nafas pendek tidak
ada.
c. Intervensi
Airway management: 3140
 Monitor status respirasi dan oksigenasi
 Posisikan klien untuk melakukan ventilasi maksimal, untuk
menghindari dispnea
 Bersihkan sekret dengan batuk efektif atau suction
 Auskultasi suara nafas, catat adanya bunyi nafas tambahan
 Anjurkan klien untuk nafas dalam dan pelan
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.cairan
 Kolaborasi pemberian bronkodilator dengan menggunakan
nebulizer
Airway suctioning: 3160
 Auskultasi bunyi nafas sebelum melakukan suction
 Monitor status hemodinamika (MAP dan cardiac rhythm) sebelum,
selama dan setelah suction
Oxygen therapy: 3320
 Jaga kepatenan jalan nafas
 Monitor efektifitas terapi oksigen (BGA)
 Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan
Respiratory monitoring: 3350
 Monitor frekuensi, ritme, kedalaman dan usaha respirasi
 Monitor pola nafas: bradipnea, takipnea, dyspnea, kussmaul,
cheyne stokes
2. Diagnosa 2: Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan
perdarahan postoperasi
a. Tujuan
1) Orientasi dan kesadaran klien baik

15
2) Tanda-tanda vital dalam batas normal
b. Kriteria hasil
1) Menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas normal pasien
2) Mendemonstrasikan peningkatan toleransi aktifitas (Doengoes,
1999)
c. Intervensi
Hemorrhage control: 4160
 Monitor jumlah perdarahan di dalam drain
 Monitor tanda-tanda penurunan trombosit/hematokrit sebelum dan
setelah perdarahan
 Monitor tanda dan gejala perdarahan yang menetap
Bleeding reduction: 4020
 Monitor status cairan, termasuk intake dan output
 Jaga kepatenan IV line
 Monitor koagulasi, termasuk prothrombin time (PT), partial
thrombloplastin time (PTT)
 Anjurkan klien untuk immobilisasi
3. Diagnosa 3: Nyeri berhubungan dengan insisi pada kelenjar tiroid.
a. Tujuan
Klien mengalami nyeri yang minimal.
b. Kriteria hasil
1) Melaporkan/menunjukkan nyeri hilang/terkontrol
2) Menunjukkan nyeri hilang/ketidaknyamanan dengan menurunnya
tegangan dan rileks, tidur/istirahat dengan tepat (Doengoes, 1999)
c. Intervensi
Pain management: 1400
 Monitor nyeri klien meliputi faktor penyebab, kualitas, lokasi,
Level, dan juga waktu timbulnya nyeri
 Monitor vital sign
 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan klien

16
 Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
 Kurangi faktor presipitasi nyeri
 Ajarkan tentang teknik non farmakologi: nafas dalam, relaksasi,
distraksi, kompres hangat/ dingin
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasi pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri

17
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN
Tanggal pengkajian : 6 Februari 2015
Tanggal masuk : 6 Februari 2015
Ruang : ICU RSUP DR.Kariadi Semarang
1. Identitas
Identitas Klien
a. Nama : Ny. R
b. No. RM : C481734
c. Umur : 34 tahun
d. Jenis kelamin : Perempuan
e. Agama : Islam
f. Pendidikan : SMA
g. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
h. Suku : Jawa
i. Alamat : Tegal
j. Diagnosa medis : Struma Nodusa Non Toxic
k. Pembiayaan Kesehatan : BPJS
Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn.S
Umur : 36 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : swasta
Suku : Jawa
Alamat : Tegal
Hubungan : Suami
No telepon : 087837980xxx

18
2. Pengkajian Primer
a. Airway
Klien terpasang ETT dan ventilator mekanik dengan mode PSIMV
dengan RR 12/12, tidal volume 421, PEEP 5/22, FiO2 40%, trigger
1,2/18. Terdapat penumpukan secret berwarna bening dimulut klien,
terdengar bunyi gurgling namun tidak terdengar bunyi snoring.
b. Breathing
1) Inspeksi
 Frekuensi napas klien 12 x/menit
 Tidak tampak adanya pernafasan cuping hidung
 Tampak adanya retraksi dada
 Pengembangan dada simetris antara dada kanan dan kiri.
2) Palpasi
Taktil fremitus tidak terkaji
3) Perkusi
Terdengar sonor di seluruh lapang paru
4) Auskultasi
Terdengar bunyi wheezing pada paru kanan lobus superior
c. Circulation
TD 108/84 mmHg, HR 79 x/menit, MAP 87, SpO2 100%, akral
dingin, konjungtiva anemis, capillary refill <2 detik, tidak
mengalami sianosis
d. Disability
- Klien mengalami keterbatasan aktivitas
- Kekuatan otot klien dengan sedasi
-
0001 0001
d
0001 0001

- Klien terpasang ETT dan ventilator


- Keadaan lemah, kesadaran GCS E2M3VETT dengan sedasi
E : Membuka mata dengan rangsang nyeri

19
M : Fleksi abnormal
V : ETT
- Pupil isokor dengan besar pupil kanan dan kiri 2/2 mm
e. Exposure
- Suhu 36,9oC
- Tidak ada fraktur, tidak ada tanda-tanda dekubitus dan tidak ada
jejas
- Tidak terdapat edema, turgor kulit elastis

3. Pengkajian Sekunder
a. Riwayat Kesehatan
Symptoms : Klien tampak lemah, kesadaran GCS E2M3VETT
dengan sedasi, klien terpasang ETT dengan ventilator
Allergy : Keluarga mengatakan klien tidak ada alergi dengan
obat, makanan, debu dan cuaca
Medication : Obat-obatan yang dibawa dexamethasone, asam
traneksamat, infus RL
Past Illnes : Keluarga mengatakan bahwa terdapat benjolan di
bawah jakun pada leher klien sejak 17 tahun yang lalu
sebesar kelereng. Benjolan semakin lama semakin
membesar, hingga pada 4-5 bulan terakhir klien
merasakan sesak disertai keringat dingin, yang
semakin memberat.
L (Last Meal) : Keluarga mengatakan klien terakhir makan makanan
dari rumah sakit yaitu susu
E (Event) : Pada tanggal 14 Januari 2015 klien dirawat di ruang
rajawali 2A RSUP Dr. Kariadi untuk menjalani
perawatan sebelum dilakukan operasi total
tiroidektomi. Setelah pelaksanaan operasi TT, pada
tanggal 6 Februari 2015 klien mengalami perburukan
kondisi dengan mengalami penurunan kesadaran

20
dengan SaO2 76%. Sehingga dilakukan intubasi
pemasangan ETT.

b. Pemeriksaan fisik
Bagian Keterangan
Kepala Bentuk kepala mesochepal, rambut hitam dan lepek,
rambut lurus, kulit kepala berminyak, tidak ada
ketombe, tidak ada perdarahan, tidak ada lesi, dan
tidak teraba massa.
Mata Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil
isokor, diameter 2/2 mm, reflek pupil terhadap
cahaya pada mata kanan dan kiri positif, kelopak
mata simetris antara kanan dan kiri
Hidung Lubang hidung simetris antara kanan dan kiri, tidak
terdapat massa, tidak terdapat lesi dan tidak ada
secret pada lubang hidung.
Telinga Kedua telinga simetris antara telinga kanan dan
telinga kiri, tidak ada serumen yang keluar, tidak ada
massa, dan tidak ada lesi
Mulut & Bibir simetris, mukosa bibir lembab, tidak ada
Gigi sianosis pada bibir, tidak ada bibir sumbing, tidak
ada perdarahan pada gusi, tidak terdapat gigi
ompong, tidak ada caries pada gigi, terpasang ETT
dan ventilator mekanik dengan mode PSIMV.
Leher Tampak adanya luka bekas operasi total
tiroidektomi, tampak adanya ketegangan leher
Dada & Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris antara
Paru kanan dan kiri, tidak ada lesi, tidak
terdapat jaringan parut, tidak ada jejas
Palpasi : Ekspansi dada simetris antara kanan dan
kiri, Traktil fremitus tidak terkaji, tidak
terdapat krepitasi, tidak ada nyeri tekan
dan benjolan
Perkusi : Terdengar bunyi sonor di seluruh lapang
paru
Auskultasi: terdengar suara wheezing di paru lobus
kanan superior
Jantung Inspeksi : lctus cordis tidak tampak,
Palpasi : lctus cordis teraba pada ICS ke 5 mid
clavikula sinistra
Perkusi : Terdengar bunyi pekak. Tidak ada
pembesaran jantung. Batas: Atas (ICS II
sinistra), bawah (ICS V sinistra), kanan

21
(ICS III-IV dekstra), kiri (ICS II sinistra)
Auskultasi: Bunyi jantung I dan II reguler, tidak
terdengar suara gallop, tidak terdengar
murmur.
Abdomen Inspeksi : Perut datar, tidak terdapat lesi dan
jaringan parut
Auskultasi : Peristaltik usus 6x/menit
Perkusi : Timpani pada bagian atas perut, dan
shifting dullness pada bagian bawah
perut
Palpasi : Tidak teraba massa
Ekstremitas - Kekuatan otot
0001 0001
0001 0001
Keterangan :
0 : Paralisis sempurna
1 : Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di
palpasi atau di lihat
2 : Gerakan otot penuh melawan gravitasi,
dengan topangan
3 : Gerakan yang normal melawan gravitasi
4 : Gerakan yang penuh melawan gravitasi dan
melawan tahanan minimal
5 : Kekuatan normal, gerakan penuh yang
normal melawan gravitasi dan melawan
tahanan penuh.
- Tidak terdapat edema pada ekstremitas atas dan
bawah
- Ekstremit Atas :
Kanan: Capillary refill <2 detik, turgor kulit
elastis, terpasang infus di ekstremitas atas
sebelah kiri
Kiri: Capillary refill <2 detik, turgor kulit elastis,
- Ekstremitas Bawah :
Kanan: Capillary refill <2 detik, turgor kulit
elastis
Kiri: Capillary refill <2 detik, turgor kulit elastis
Genetalia Terdapat rambut di daerah simfisis pubis, berwarna
hitam, daerah genitalia tampak sedikit kotor, tampak
terpasang dower catheter
Kulit dan Warna kulit klien sawo matang, turgor kulit elastis,
kuku kulit tampak kering, bentuk kuku normal, kuku
bersih, capillary refill <2 detik

22
c. Nutrisi dan Cairan
1) Antopometri
BB : 50 kg
TB : 160 cm
IMT = BB/(TB)2
= 50/ (1,60)2
=
19,53 (normoweight)
2) Biochemical
Hemoglobin = 10,3 (Low)
Hematokrit = 30,5 (Low)
Albumin = 3,2 (Low)
Leukosit = 23,7 (High)
3) Clinis
Kesadaran sedasi, klien lemah, pergerakan terbatas, terpasang
ETT dan ventilator dengan mode PSIMV, konjunctiva anemis
4) Dietary
Klien diberikan diit sonde melalui NGT
Balance cairan
- Intake
Infus ringer laktat 42 cc/jam x 10 jam = 420 ml
Infus D5 % = 50 ml
Syringe pump I (1 cc/jam) x 3 jam = 3 ml
Syringe pump II (0,5-1 cc/jam) x 10 jam = 6,5 ml
Total = 479,5 ml/10 jam
- Output
BAK = 1500 ml
BAB = -
Drainage = 100 ml
15 ×50 𝑘𝑔 ×10 𝑗𝑎𝑚
IWL = 24 𝑗𝑎𝑚

= 262,5
Total = 562,5

23
- Balance cairan 5 jam = input – output
= 479,5 – 562,5
= - 83 cc

d. Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman


Pada tanggal 7 Februari 2015, klien dengan kesadaran
composmentis GCS E4M6V5. Klien mengatakan nyeri dan tampah
merintih kesakitan
Pengkajian nyeri
P : operasi pembedahan benjolan di leher
Q : nyeri terasa cekit-cekit seperti disayat
R : sekitar leher bekas operasi
S : skala 5
T : hilang timbul

24
4. Terapi obat
Nama Dosis Indikasi Kontra indikasi Efek samping
Ceftriaxone 1gr/ 12 Infeksi-infeksi yang disebabkan oleh Hipersensitif - Gastrointestinal: faeces encer/
jam patogen yang sensitif terhadap Ceftriaxone, terhadap diare, mual, muntah, stomatitis
seperti: infeksi saluran nafas, infeksi THT, cephalosporin dan dan glositis
infeksi saluran kemih, sepsis, meningitis, penicillin (sebagai - Kulit : pruritus, urtikaria,
infeksi tulang, sendi dan jaringan lunak, reaksi alergi silang). dermatitis alergi, udema,
infeksi intra abdominal, infeksi genital eksantem, eritema multiforma.
(termasuk gonore), profilaksis perioperatif,
dan infeksi pada klien dengan gangguan
pertahanan tubuh.
Ranitidin 50mg/  Obat ini bekerja dengan menurunkan Penderita yang Efek samping yang ditimbulkan
8 jam kadar asam berlebihan yang diproduksi hipersensitif terhadap sangat jarang ditemukan. Adapun
oleh lambung sehingga rasa sakit dapat Ranitidine. efek samping tersebut
reda dan luka pada lambung perlahan- beserta persentase frekuensi
lahan akan sembuh. Selain mengobati, kemunculannya adalah sebagai
ranitidin juga dapat digunakan untuk berikut:
mencegah munculnya gejala-gejala - Sakit kepala (3%);
gangguan pencernaan akibat - Sulit buang air besar (<1%);
mengonsumsi makanan tertentu. - Diare (<1%);
Pengobatan jangka pendek tukak usus 12 - Mual (<1%);
jari aktif, tukak lambung aktif, - Nyeri perut (<1%);
mengurangi gejala refluks esofagitis. - Gatal-gatal pada kulit (<1%).
 Terapi pemeliharaan setelah
penyembuhan tukak usus 12 jari, tukak
lambung.
 Pengobatan keadaan hipersekresi
patologis (misal: sindroma Zollinger

25
Ellison dan mastositosis sistemik).

Ranitidine injeksi diindikasikan untuk
klien rawat inap di rumah sakit dengan
keadaan hipersekresi patologis atau ulkus
12 jari yang sulit diatasi atau sebagai
pengobatan alternatif jangka pendek
pemberian oral pada klien yang tidak bisa
diberi Ranitidine oral.
Metoclopamid 10 mg/ Untuk meringankan (mengurangi simptom Penderita Efek SSP: kegelisahan, kantuk,
8 jam diabetik gastroparesis akut dan yang kambuh gastrointestinal kelelahan dan kelemahan.
kembali) hemorrhage, Reaksi ekstrapiramidal: reaksi
Juga digunakan untuk menanggulangi mual, obstruksi mekanik distonik akut.
muntah metabolik karena obat sesudah atau perforasi. - Gangguan endokrin: galaktore,
operasi. Penderita amenore, ginekomastia, impoten
Rasa terbakar yang berhubungan dengan pheochromocytom sekunder, hiperprolaktinemia.
refluks esofagitis. Penderita yang Efek pada kardiovaskular:
Tidak untuk mencegah motion sickness. sensitif terhadap obat hipotensi, hipertensi
ini. supraventrikular, takikardia dan
Penderita epilepsi bradikardia.
atau klien yang Efek pada gastrointestinal: mual
menerima obat-obat dan gangguan perut terutama
yang dapat diare.
menyebabkan reaksi Efek pada hati: hepatotoksisitas.
ekstrapiramidal Efek pada ginjal: sering buang air,
inkontinensi.
Efek pada hematologik:
neutropenia, leukopenia,
agranulositosis.

26
Reaksi alergi: gatal-gatal,
urtikaria dan bronkospasme
khususnya penderita asma.
Efek lain: gangguan penglihatan,
porfiria, Neuroleptic Malignant
Syndrome (NMS).
Paracetamol 1gr/ 8 Sebagai antipiretik/analgesik, termasuk bagi Hipersensitif Ruam, pembengkakan, kesulitan
jam klien yang tidak tahan asetosal. Sebagai terhadap parasetamol bernapas – gejala alergi
analgesik, misalnya untuk mengurangi rasa dan defisiensi Tekanan darah rendah
nyeri pada sakit kepala, sakit gigi, sakit glokose-6-fosfat atau hipotensi
waktu haid dan sakit pada otot.menurunkan dehidroganase.tidak Trombosit dan sel darah putih
demam pada influenza dan setelah vaksinasi. boleh digunakan menurun
pada penderita Kerusakan pada hati dan ginjal –
dengan gangguan ketika mengalami overdosis
fungsi hati.
Ca Glukonas 1gr/ 12 diberikan untuk terapi hipokalsemi dan Fibrilasi ventrikular < 1% : ;Nyeri abdomen,
jam hiperkalemi. Kalsium glukonas bila pada saat resusitasi bradikardi, aritmia jantung, koma,
diberikan secara IV (intra vena) harus jantung; klien dengan konstipasi, penurunan kadar
diberikan secra pelan. Pemberian secara risiko keracunan magnesium dalam
cepat akan mengakibatkan vasodilatasi digitalis, penyakit serum/penurunan magnesium
pembuluh darah, penurunan tekanan jantung atau ginjal, serum, peningkatan kadar amilase
darah, bradikardi dan aritmia jantung, hiperkalsemia, dalam serum/peningkatan amilase
bahkan dapat menimbulkan cardiac arrest. calculi ginjal, serum, eritema, hiperkalsemia,
Oleh karenanya pemberian per IV baik hipofosfatemia ;hiperkalsiuria, hipotensi,
secarabolus maupun continuous lethargy, mania, lemah otot, mual,
perlu monitoring tekanan darah dan nadi. syncope, nekrosis jaringan,
vasodilatasi, fibrilasi ventrikular,
muntah.

27
Ketorolac 30 mg/ Ketorolac diindikasikan untuk penatalaksanaan  Klien yang Saluran cerna : diare, dispepsia, nyeri
8 jam jangka pendek terhadap nyeri akut sedang sebelumnya pernah gastrointestinal, nausea.
sampai berat setelah prosedur bedah. Durasi total mengalami alergi Susunan Saraf Pusat : sakit kepala,
Ketorolac tidak boleh lebih dari lima hari. dengan obat ini, pusing, mengantuk, berkeringat.
Ketorolac secara parenteral dianjurkan diberikan karena ada
segera setelah operasi. Harus diganti ke
kemungkinan
analgesik alternatif sesegera mungkin, asalkan
terapi Ketorolac tidak melebihi 5 hari. Ketorolac sensitivitas silang.
tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai obat  Klien yang
prabedah obstetri atau untuk analgesia obstetri menunjukkan
karena belum diadakan penelitian yang adekuat manifestasi alergi
mengenai hal ini dan karena diketahui serius akibat
mempunyai efek menghambat biosintesis pemberian Asetosal
prostaglandin atau kontraksi rahim dan sirkulasi atau obat anti-
fetus. inflamasi
nonsteroid lain.
 Klien yang
menderita ulkus
peptikum aktif.
 Penyakit
serebrovaskular
yang dicurigai
maupun yang sudah
pasti.
 Diatesis hemoragik
termasuk gangguan
koagulasi.
 Sindrom polip
nasal lengkap atau

28
parsial, angioedema
atau bronkospasme.
 Terapi bersamaan
dengan ASA dan
NSAID lain.
 Hipovolemia akibat
dehidrasi atau
sebab lain.
 Gangguan ginjal
derajat sedang
sampai berat
(kreatinin serum
>160 mmol/L).
 Riwayat asma.
 Klien pasca operasi
dengan risiko tinggi
terjadi perdarahan
atau hemostasis
inkomplit, klien
dengan
antikoagulan
termasuk Heparin
dosis rendah
(2.500–5.000 unit
setiap 12 jam).
 Terapi bersamaan
dengan
Ospentyfilline,

29
Probenecid atau
garam lithium.
 Selama kehamilan,
persalinan,
melahirkan atau
laktasi.
 Anak < 16 tahun.
 Klien yang
mempunyai riwayat
sindrom Steven-
Johnson atau ruam
vesikulobulosa.
 Pemberian
neuraksial (epidural
atau intratekal).
 Pemberian
profilaksis sebelum
bedah mayor atau
intra-operatif jika
hemostasis benar-
benar dibutuhkan
karena tingginya
risiko perdarahan.

30
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan Ket
Hematologi Paket
Hb 10,3 g/dl 12,00 - 15,00 L
Ht 30,5 % 35 - 47 L
6
Eritrosit 3,8 10 u/L 4,4 - 5,9 L
MCH 36 Pg 27,00 - 32,00
MCV 79,9 fL 76 - 96
MCHC 33,7 g/dL 29,00 - 36,00
Leukosit 23,7 103u/L 3,6 - 11 H
Trombosit 323,4 103u/L 150 - 400
RDW 16 % 11,60 - 14,80 H
MPV 7,9 fL 4,00 - 11,00
Kimia klinik
Glukosa Sewaktu 220 mg/dL 80-160 H
Asam laktat 2,6 mmol/L 0,4-2,0 H
Albumin 3,2 g/dL 3,4-5,0 L
Ureum 35 mg/dL 15-39
Kratinin 0,59 mg/dL 0,60-1,30 L
Magnesium 0,75 mmol/L 0,74-0,99
Kalsium 1,95 mmol/L 2,12-2,52 L
Natrium 137 mmol/L 135-145
Kalium 4,4 mmol/L 3,5-5,1
Chlorida 104 mmol/L 98-107

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan Ket


Koagulasi
Plasma Protrombin
Time (PPT) 12,0 Detik 9,4-11,3 H
Waktu protombin 10,5 Detik
PPT Kontrol
Paertial protrombine
time (PTTK) 38,1 Detik 23,4-36,8 H
Waktu
Tromboplastin
APTT kontrol 32,0 Detik

Pemeriksaan Hasil Satuan Ket


BGA Kimia
Temp 36,2 C
Fi0₂ 40 %

31
pH 7,40 7,37 – 7,45
pCO₂ 31 mmHg 35 – 45 L
pO₂ 222 mmHg 83,0 – 108 H
pH (T) 7,41 7,35 – 7,45
PCO₂ (T) 30 mmHg L
pO₂ (T) 218 mmHg H
HCO₃⁻ 19,2 Mmol/L 18 – 23
HCO₃std 21,4 Mmol/L 18 – 23
TCO₂ 20,2 Mmol/L
BE ecf -5,6 Mmol/L L
BE (B) -4,2 Mmol/L -2 – 3 L
SO₂C 100 Mmol/L 95 – 100
A-aDO₂ 30 %
RI 0,1 mmHg

Hasil: asidosis metabolik terkompensasi penuh

32
B. ANALISA DATA DAN DIAGNOSA KEPERAWATAN
Tgl/Jam Data Fokus Etiologi Masalah
06 Februari S: - Ketidakefektifan Obstruksi jalan
2015/15.00 O : bersihan jalan nafas nafas: adanya jalan
WIB - Klien terpasang ETT dengan ventilator mode PSIMV (00031) napas buatan
- Terlihat adanya penumpukan secret di mulut klien
- Terdengar bunyi gurgling
- Terdengar bunyi ronkhi di seluruh lapang paru
- Secret berwarna bening tidak terlalu kental.
- RR= 12 kali/menit
07 Februari S : Nyeri akut (00132) Agens cedera fisik :
2015/06.20 - Klien mengatakan : post op total
WIB P = Operasi pembedahan benjolan di leher tiroidektomi H+1
Q = Nyeri terasa cekit-cekit seperti disayat
R = Sekitar leher bekas operasi
S = Skala 5
T = Hilang timbul
O:
- Klien telah menjalani operasi tiroidektomi H+1
- Klien meringis kesakitan
- TD = 116/70 mmHg
- RR = 12 kali/menit
06 Februari S: - Hambatan mobilitas Obat sedasi
2015/15.00 O: fisik di tempat tidur
WIB - Klien telah menjalani operasi tiroidektomi H+0 (00198)
- Klien terlihat lemah
- Kekuatan otot

33
0001 0001

0001 0001

- Klien mendapatkan sedasi dari anestesi


6 Februari S: - Risiko tinggi infeksi Pertahanan tubuh
2015/ 20.00 O: (00004) sekunder tidak
WIB - Terdapat luka post operasi total tiroidektomi tertutup adekuat: prosedur
balutan pembedahan
- Hasil pemeriksaan darah
Hb 10,3 g/dL (rendah)
Ht 30,5 % (rendah)
Leukosit 23,7x103u/L (tinggi)
- Suhu : 36,90C
6 Februari S: - Risiko perdarahan Prosedur
2015/ 20.00 O: (00206) pembedahan : post
WIB - Klien post op tiroidektomi H+0 op tiroidektomi H+0
- Hasil pemeriksaan koagulasi
PTT : 12,0 detik
PPTK : 38,1detik
- Drain 100 cc/10 jam
- Konjungtiva anemis

PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas (00031) berhubungan dengan obstruksi jalan nafas: adanya jalan napas buatan
2. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik: (00132) post op total tiroidektomi

34
3. Hambatan mobilitas fisik di tempat tidur (00198) Obat sedasi
4. Risiko tinggi infeksi (00004) berhubungan pertahanan tubuh sekunder tidak adekuat: prosedur pembedahan
5. Risiko perdarahan (00206) berhubungan dengan prosedur pembedahan: post op tiroidektomi H+0

C. PERENCANAAN INTERVENSI KEPERAWATAN


Tgl/Jam Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi TTD
06 Februari 1 Setelah dilakukan tindakan Airway management: 3140
2015/15.00 keperawatan selama 4 x 24 jam  Monitor status respirasi dan oksigenasi
WIB klien menunjukkan keefektifan jalan  Posisikan klien untuk melakukan ventilasi maksimal, untuk
nafas dibuktikan dengan kriteria menghindari dispnea
hasil :  Bersihkan sekret dengan batuk efektif atau suction
 Tidak ada suara nafas abnormal  Auskultasi suara nafas, catat adanya bunyi nafas tambahan
 Tidak ada sianosis dan dyspneu  Anjurkan klien untuk nafas dalam dan pelan
 Mampu mengeluarkan sputum  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
dengan batuk efektif keseimbangan.cairan
 Irama nafas regular  Kolaborasi pemberian bronkodilator dengan menggunakan
 RR: 16-20 x/menit nebulizer
 SaO2 >95% Airway suctioning: 3160
 Auskultasi bunyi nafas sebelum melakukan suction
 Monitor status hemodinamika (MAP dan cardiac rhythm)
sebelum, selama dan setelah suction
Oxygen therapy: 3320
 Jaga kepatenan jalan nafas
 Monitor efektifitas terapi oksigen (BGA)
 Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan

35
Respiratory monitoring: 3350
 Monitor frekuensi, ritme, kedalaman dan usaha respirasi
 Monitor pola nafas: bradipnea, takipnea, dyspnea,
kussmaul, cheyne stokes
07 Februari 2 Setelah dilakukan tinfakan Pain management: 1400
2015/07.00 keperawatan selama 1x24 klien  Monitor nyeri klien meliputi faktor penyebab, kualitas,
WIB mengalami penurunan rasa nyeri, lokasi, level, dan juga waktu timbulnya nyeri
dengan kriteria hasil:  Monitor vital sign
 Nyeri berkurang dari skala 5  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan klien
menjadi skala 2-3  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
 Menyatakan rasa nyaman seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
setelah nyeri berkurang  Kurangi faktor presipitasi nyeri
 Tanda vital dalam rentang  Ajarkan tentang teknik non farmakologi: nafas dalam,
normal relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
 Tidak mengalami gangguan  Tingkatkan istirahat
tidur  Kolaborasi pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri
06 Februari 3 Setelah dilakukan tindakan Exercise therapy : ambulation
2015/15.00 keperawatan selama 4 x 24 jam  Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat
WIB gangguan mobilitas fisik teratasi respon klien saat latihan
dengan kriteria hasil:  Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi
 Klien meningkat dalam sesuai dengan kebutuhan
aktivitas fisik  Ajarkan klien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik
 Mengerti tujuan dari ambulasi
peningkatan mobilitas  Kaji kemampuan klien dalam mobilisasi
 Memverbalisasikan perasaan  Latih klien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara
dalam meningkatkan kekuatan mandiri sesuai kemampuan
dan kemampuan berpindah  Dampingi dan bantu klien saat mobilisasi dan bantu penuhi

36
kebutuhan ADLs ps.
 Ajarkan klien bagaimana merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
06 Februari 4 Setelah dilakukan tindakan Infection control: 6540
2015/ 20.00 keperawatan selama 2x24 jam klien  Lakukan cuci tangan sebelum dan setelah melakukan
WIB tidak mengalami infeksi dengan tindakan ke klien
kriteria hasil:  Lakukan personal hygiene
 Tidak ditemukan tanda dan  Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
gejala infeksi  Monitor luka operasi
 Jumlah leukosit dalam batas  Lakukan wound dressing minimal sehari sekali, atau kalau
normal 3,6. 103 u/L – 11.103 u/L sudah kotor
 Suhu tubuh normal 36oC-37,5oC  Batasi pengunjung
 Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
 Tingkatkan intake nutrisi dan cairan
 Monitor suhu tubuh
 Monitor jumlah leukosit
 Kolaborasi pemberian antibiotik
Fever treatment: 3740
 Monitor suhu sesering mungkin
 Monitor IWL
 Monitor warna dan suhu kulit
 Monitor tekanan darah, nadi dan RR
 Monitor penurunan tingkat kesadaran
 Monitor WBC, Hb, dan Hct
 Monitor intake dan output
 Kolaborasi pemberian antipiretik
06 Februari 5 Setelah dilakukan tindakan Hemorrhage control: 4160
2015/ 20.00 keperawatan selama 2x24 jam klien  Monitor jumlah perdarahan di dalam drain

37
WIB tidak mengalami perdarahan dengan  Monitor tanda-tanda penurunan trombosit/hematokrit
kriteria hasil: sebelum dan setelah perdarahan
 Tekanan darah dalam batas  Monitor tanda dan gejala perdarahan yang menetap
normal Bleeding reduction: 4020
 Pulsasi kuat, N: 80-100x/menit  Monitor status cairan, termasuk intake dan output
reguler  Jaga kepatenan IV line
 Tidak ada tanda perdarahan  Monitor koagulasi, termasuk prothrombin time (PT),
lebih lanjut partial thrombloplastin time (PTT)
 Trombosit meningkat/dalam  Anjurkan klien untuk immobilisasi
batas normal
 Hb dalam batas normal

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
1. Implementasi Hari Ke-1 (6 Februari 2015)
Jam Dx Implementasi Respons TTD
16.00 WIB Menerima pasien dari IBS S: -
O:
- GCS: E2M3VETT dengan sedasi
- Terpasang ETT dengan terhubung jackson risk
- Terdapat luka post operasi total tiroidektomi
- Terdapat drainage pada leher dan terisi oleh darah
- Terpasang dower catheter
- Terpasang nasogastric tube
16.10 WIB Memberikan ventilator mekanik S: -
O:

38
- Mode: PSIMV
- RR: 12/12 x/menit
- Tidal volume: 421
- PEEP/PIP: 5/22
- FiO2 40%
- Trigger/P.Support: 1,2/18
16.30 WIB 1,3,4 Monitor status hemodinamika dan S: -
oksigenasi O:
- TD 108/84 mmHg, HR 79 x/menit, MAP 87, SpO2 100%,
T: 36,7oC, CRT <2 detik, tidak ada sianosis
- Klien terpasang ETT dengan ventilator mekanik, mode
PSIMV
16.35 WIB 1 Memposisian klien untuk S:-
memaksimalkan ventilasi O:
- Posisi klien semi fowler
16.40 WIB 1 Melakukan suction dan auskultasi S: -
suara nafas O:
- Terdapat lendir berwarna putih kental
- Terdengar wheezing di paru lobus kanan superior
17.00 WIB 3 Melakukan immobilisasi S: -
O: klien tidur dengan posisi supinasi dengan semi fowler
17.30 WIB Memonitor tingkat kesadaran S: -
O: E2M3VETT dengan sedasi
18.00 WIB 1,3 Memonitor status hemodinamika S:
dan oksigenasi O:
- TD 102/69 mmHg, MAP 81, HR 83 x/menit, RR: 12x/menit
T 36,9oC
- CRT <2detik. SpO2 100%

39
- Tidak ada sianosis
- Tidak ada pernafasan cuping hidung
- Pernafasan regular dengan ventilator mode PSIMV
20.00 WIB 4 Memberikan injeksi ceftriaxone S: -
sebagai antibiotik O: pemberian injeksi ceftriaxone via IV line
20.30 WIB 5 Memonitor jumlah perdarahan S: -
O: perdarahan yang keluar dari drainage 50 cc
21.00 WIB 5 Memonitor intake dan output S: -
O:
-
21.30 WIB 1,3,4 Memonitor status hemodinamika S:
O: TD 110/85 mmHg, MAP 90, HR 76 x/menit, RR: 13
x/menit, T: 37oC
21.50 WIB 4 Memonitor tanda dan gejala infeksi S: -
O:
- Tidak ada kemerahan
- Tidak ada peningkatan suhu abnormal, T: 37oC
- Tidak ada pembengkakan di sekitar luka operasi
- Nyeri tidak terkaji
- Leukosit: 23,7.103 u/L
22.00 WIB 1 Melakukan nebulizer S: -
O: pemberian terapi nebulizer
Atrovent : berotec : NaCl = 1 : 1 : 1
22.15 WIB 1 Melakukan suction S:
O:
- Terdapat secret berwarna putih yang keluar
- Terdengar suara wheezing di paru lobus kanan superior
22.25 WIB 1 Memonitor status respirasi dan S: -

40
oksigenasi O:
- SpO2 100%, CRT <2detik, tidak ada sianosis, RR: 13
x/menit,
- Klien bernafas regular dengan terpasang ventilator mode
PSIMV, volume tidal 318, PEEP/PIP: 5/22,
Trigger/P.Support: 1,2/18, FiO2 40%
22.30 WIB 1 Melakukan auskultasi suara nafas, S: -
dan monitor pola nafas O: terdengar suara wheezing di paru lobus kanan superior, pola
nafas regular
5 Memberikan injeksi asam S: -
traneksamat sebagai anticoagulasi O: pemberian injeksi ketorolac via IV line
03.00 WIB Memonitor tingkat kesadaran S: -p
O: GCS E5M6VETT
03.10 WIB 1, 4 Melakukan pengambilan darah S: -
untuk cek hematologi dan kimia O: pengambilan darah rutin dan darah arteri
klinik BGA
03.30 WIB 4 Melakukan personal hygiene dan S: -
perineal hygiene O:
- Mukosa mulut lembab
- Badan bersih
- Linen bersih dan rapi
- Rambut rapi
03.45 WIB 1 Memposisikan klien untuk S: -
memaksimalkan ventilasi O: posisi supinasi dengan semi fowler
03.50 WIB 4 Menganjurkan klien untuk tidak S: -
banyak bergerak O:
- Klien terlihat mengangguk dan membuka mulut dengan
mengatakan “ya” tanpa ada suara

41
- Klien terpasang ETT
03.55 WIB 1 Memonitor status respirasi dan S: -
oksigenasi O:
- SpO2 100%, CRT <2detik, tidak ada sianosis, RR: 12
x/menit,
- Klien bernafas regular dengan terpasang ventilator mode
PSIMV, volume tidal 344, PEEP/PIP: 5/22,
Trigger/P.Support: 1,2/18, FiO2 40%
04.00 WIB 1 Melakukan nebulizer S: -
O: pemberian terapi nebulizer
Atrovent : berotec : NaCl = 1 : 1 : 1
06.10 WIB 2 Melakukan auskultasi suara nafas S: -
O: terdengar suara wheezing paru kanan lobus superior
06.20 WIB 4 Memonitor tanda dan gejala infeksi S: Klien mengatakan nyeri:
- P = Operasi pembedahan benjolan di leher
- Q = Nyeri terasa cekit-cekit seperti disayat
- R = Sekitar leher bekas operasi
- S = Skala 5
- T = Hilang timbul
O:
- Tidak ada kemerahan
- Tidak ada peningkatan suhu abnormal, T: 37oC
- Tidak ada pembengkakan di sekitar luka operasi
- Klien terlihat menunjuk lokasi nyeri dan menggunakan
bahasa isyarat saat dilakukan pengkajian nyeri
06.30 WIB 5 Memonitor jumlah perdarahan S: -
O:
- jumlah perdarahan dari drain 100 cc/10 jam

42
- tidak ada rembesan pada balutan luka post operasi
07.00 WIB 5 Memonitor intake dan output S: -
O:
- Input
Infus ringer laktat 42 cc/jam x 10 jam = 420 ml
Infus D5 % = 50 ml
Syringe pump I (1 cc/jam) x 3 jam = 3 ml
Syringe pump II (0,5-1 cc/jam) x 10 jam = 6,5 ml
Total = 479,5 ml/10 jam
- Output
BAK = 1500 ml
BAB = -
Drainage = 100 ml
15 ×50 𝑘𝑔 ×10 𝑗𝑎𝑚
IWL = 24 𝑗𝑎𝑚
= 262,5
Total = 562,5
Balance cairan 10 jam = input – output
= 479,5 – 562,5
= - 83 cc

2. Implementasi Hari Ke II
Jam Dx Implementasi Respons TTD

43
3. Implementasi Hari Ke III
Jam Dx Implementasi Respons TTD

4. Implementasi Hari Ke III


Jam Dx Implementasi Respons TTD

44
E. EVALUASI
1. Evaluasi Hari Ke I (7 Februari 2015)
Jam Diagnosa Evaluasi TTD
06.10 WIB Ketidakefektifan bersihan jalan nafas S: -
(00031) berhubungan dengan obstruksi O:
jalan nafas: adanya jalan napas buatan - Terdapat secret berwarna putih yang keluar
- Terdengar bunyi wheezing pada paru kanan lobus superior
A: masalah bersihan jalan nafas belum teratasi dengan kriteria
terdapat suara nafas abnormal (wheezing)
P: lanjutkan intervensi:
- Lakukan suctioning
- Auskultasi suara nafas
- Monitor status respirasi dan oksigenasi
- Lakukan terapi nebulizer
- Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
- Lakukan cek laboratorium pengambilan darah arteri
03.50 WIB Hambatan mobilitas fisik di tempat S: -
tidur (00198) Obat sedasi O:
- Klien terlihat mengangguk saat diberikan penjelasan oleh
perwat
- Posisi klien supinasi dengan semi fowler dan terpasang ETT
yang terhubung dengan ventilator
A: masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi karena klien
harus meminimalkan pergerakan
P: lanjutkan intervensi:
- Bantu klien dalam melakukan aktifitas harian, seperti
personal hygiene, makan, minum

45
- Monitor status hemodinamika
- Anjurkan klien untuk meminimalkan gerakan
- Konsultasikan dengan pertugas kesehatan lain terkait
mobilisasi yang dapat dilakukan klien
06.20 WIB Risiko tinggi infeksi (00004) S: klien mengatakan nyeri:
berhubungan pertahanan tubuh - P = Operasi pembedahan benjolan di leher
sekunder tidak adekuat: prosedur - Q = Nyeri terasa cekit-cekit seperti disayat
pembedahan - R = Sekitar leher bekas operasi
- S = Skala 5
- T = Hilang timbul
S:
- Tidak ada kemerahan
- Tidak ada peningkatan suhu abnormal, T: 37oC
- Tidak ada pembengkakan di sekitar luka operasi
- Leukosit: 15,9.103 u/L
- Klien terlihat menunjuk lokasi nyeri dan menggunakan
bahasa isyarat saat dilakukan pengkajian nyeri
A: masalah infeksi belum teratasi, dan timbul masalah
keperawatan baru: nyeri
P:
Pain management: 1400
- Monitor nyeri klien meliputi faktor penyebab, kualitas,
lokasi, level, dan juga waktu timbulnya nyeri
- Monitor vital sign
- Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan klien
- Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Kurangi faktor presipitasi nyeri

46
- Ajarkan tentang teknik non farmakologi: nafas dalam,
relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
- Tingkatkan istirahat
- Kolaborasi pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri
07.00 WIB Risiko perdarahan (00206) S: -
berhubungan dengan prosedur O:
pembedahan: post op tiroidektomi H+0 - Jumlah perdarahan dari drainage 100 cc
- Tidak terdapat rembesan pada balutan luka post operasi
- Balutan terlihat rapi dan bersih
- Hb: 9,0 g/dL (L)
- Ht: 26,5 % (L)
- PT: 12,0 s (H)
- PTT: 38,1 s (H)
A:
P: lanjutkan intervensi:
- Monitor jumlah perdarahan di dalam drain
- Monitor tanda-tanda penurunan trombosit/hematokrit
sebelum dan setelah perdarahan
- Monitor tanda dan gejala perdarahan yang menetap
- Monitor intake dan output
- Monitor koagulasi, termasuk prothrombin time (PT), partial
thrombloplastin time (PTT)
- Anjurkan klien untuk immobilisasi Berikan terapi
antocoagulasi

2. Evaluasi Hari Ke II

47
Jam Diagnosa Evaluasi TTD

3. Evaluasi Hari Ke III


Jam Diagnosa Evaluasi TTD

4. Evaluasi Hari Ke IV
Jam Diagnosa Evaluasi TTD

48
5. Evaluasi Sumatif
Jam Diagnosa Evaluasi TTD

49

Anda mungkin juga menyukai