Anda di halaman 1dari 15

UNIVERSITAS JEMBER

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN STRUMA


MULTINODUSA NON-TOKSIKDI RUANG 19 RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

OLEH:
Nuril Fauziah, S. Kep
NIM 182311101047

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
OKTOBER, 2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Struma


Multi Nodusa Non-Toksik di Ruang 19 IRNA II RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
telah disetujui dan disahkan pada :

Hari, Tanggal : Jumat, 12 Oktober 2018

Tempat: Ruang 19 IRNA II RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Malang,12 Oktober 2018

Mahasiswa

Nuril Fauziah, S.Kep.


NIM 182311101047

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


Fakultas Keperawatan Ruang 19
Universitas Jember RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Ns. Mulia Hakam S., M.Kep., Sp.Kep.MB (…………………………….)


NIP. 19810319 201404 1 001
A. Konsep Teori tentang Penyakit
1. Review Anatomi Fisiologi
Kelenjar thyroid terletak didepan trakhea dan dibawah laryng yang terdiri
atas dua lobus yang terletak disebelah dan kiri trakhea dan diikat bersama oleh
secarik jaringan disebut istmus yang melintasi pada cincin tulang trakhea dua
dan tiga. Struktur thyroid terdiri atas sejumlah besar folikel dilapisi oleh
cuboid epitelium membentuk ruang yang disebut koloid yaitu lumen substansi
protein.

Regulasi sekresi hormon tyroid dipengaruhi oleh sistim kerja balik antara
kelenjar hipofisis atau pituitari lobus anterior dan kelenjar thyroid. Lobus
anterior hipofisis mensekresi TSH yang berfungsi meningkatkan iodine,
meningkatkan sintesis dan sekresi hormon thyroid, meningkatkan ukuran
kelenjar thyroid. Apabila terjadi penurunan hormon thyroid, hipofisis anterior
merangsang peningkatan sekresi TSH dan mempengaruhi kelenjar thyroid
untuk meningkatkan sekresi hormon thyroid.Thyroxine (T4) berfungsi untuk
mempertahankan metabolisme tubuh. Tridothyronin (T3), berfungsi untuk
mempercepat metabolisme tubuh.

Fungsi utama kelenjar thyroid adalah memproduksi hormon tiroxin yang


berguna untuk mengontrol metabolisme sel. Dalam produksinya sangat erat
hubungannya dengan proses sintesa tyroglobulin sebagai matrik hormon,
yodium dari luar, thyroid stimuliting hormon dari hipofise.

2. Definisi
Struma adalah pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan oleh
penambahan jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormon tiroid dalam
jumlah banyak sehingga menimbulkan keluhan seperti berdebar-debar,
keringat, gemetaran, bicara jadi gagap, diare, berat badan menurun, mata
membesar. Penyakit ini dinamakan hipertiroid (graves’ disease).
3. Epidemilogi
Struma koloid , difus, nontoksik dan nodular koloid merupakan gangguan
yang sangat sering dijumpai dan menyerang 16 % perempuan dan 4 % laki-
laki yang berusia antara 20 sampai 60 tahun seperti yang telah dibuktikan
oleh suatu penyelidikan di Tecumseh, suatu komunitas di Michigan. Biasanya
tidak ada gejala-gejala lain kecuali gangguan kosmetik, tetapi kadang-kadang
timbul komplikasi-komplikasi. Struma mungkin membesar secara difus dan
atau bernodula.

4. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan
faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
a. Defisiensi iodium
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah
yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium,
misalnya daerah pegunungan.
b. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam
kol, lobak, kacang kedelai). Penghambatan sintesa hormon oleh obat-
obatan (misalnya: thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).

5. Klasifikasi
1) Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara
klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda
hypertiroidisme. Jika struma hanya satu maka disebut sebagai uninodusa
namun jika jumlah struma lebih dari satu maka disebul sebagai
multinodusa.
2) Struma Diffusa toxica adalah salah satu jenis struma yang disebabkan oleh
sekresi hormon-hormon thyroid yang terlalu banyak. Histologik keadaan ini
adalah sebagai suatu hipertrofi dan hyperplasi dari parenkhym kelenjar.
3) Struma endemik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang disebabkan oleh
asupan mineral yodium yang kurang dalam waktu yang lama.

6. Patofisiologi/Patologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk
pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus,
masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar
tyroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang
distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi
molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk
dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul
yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif
dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada
tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik
tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis,
pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin
(T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan
TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar
tyroid.

7. Manifestasi Klinis
a. Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat.
Awalnya kelenjar ini membesar secara difus. Jika struma cukup besar,
akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada
respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan.
b. Peningkatan simaptis seperti ; jantung menjadi berdebar-debar, gelisah,
berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan.

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pada palpasi teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih,
konsistensinya kenyal
b. Human thyrologlobulin (untuk keganasan thyroid)
c. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (toraksin) dan T3
(triyodotironin) dalam batas normal (Nilai normal T3=0,6-2,0, T4=4,6-
11)
d. Pemeriksaan USG dapat dibedakan padat atau tidaknya nodul
e. Kepastian ditegakkan setelah dilakukan biopsy.

9. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi


a) Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di
daerah endemik sedang dan berat.
b) Dengan pemberian edukasi
Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan
dan memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.

c) Penyuntikan lipidol

Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah


endemik diberi suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang
dewasa dan anak di atas enam tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun
diberi 0,2 cc – 0,8 cc.

d) Tindakan operasi
Pada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan
operasi bila pengobatan tidak berhasil

e) Pemberian Antitiroid
Antitiroid golongan tionamida, misalnya propiltiourasil, menghambat
proses inkorporasi yodium pada residu tirosil dari tiroglobulin, dan juga
menghambat penggabungan residu iyodotirosil ini untuk membentuk
iyodotironin. Kerjanya dengan menghambat enzim peroksidase sehingga
oksidasi ion yodida dan gugus yodotirosil terganggu. Propiltiourasil juga
menghambat deyodinasi tiroksin menjadi triyodotironin di jaringan perifer,
sedangkan metimazol tidak.Tiourasil didistribusi ke seluruh jaringan tubuh
dan diekskresi melalui urin dan ASI, tetapi tidak melalui tinja.
Propiltiourasil jarang sekali menimbulkan efek samping. Meski jarang,
agranulositosis merupakan efek samping yang serius. Gejala lain yang
jarang terjadi adalah nyeri dan kaku sendi, terutama pada tangan dan
pergelangan ( Suherman, 2007).

f) Penyekat beta
Penyekat beta seperti propanolol diberikan bersamaan dengan obat
antitiroid. Karena manifestasi klinis hipertiroid adalah akibat dari
pengaktifan simpatis yang dirangsang oleh hormon tiroid, maka
manifestasi klinis tersebut akan berkurang dengan pemberian penyekat
beta; penyekat beta menurunkan takikardia, kegelisahan, dan keringat
berlebih. Propanolol juga menghambat perubahan tiroksin perifer menjadi
triyodotironin.

g) Pengobatan dengan Iodium radioaktif (RAI)


Pengobatan dengan RAI dilakukan pada kebanyakan pasien dewasa
dengan Penyakit Graves tapi biasanya merupakan kontraindikasi untuk
anak-anak dan ibu hamil. Pengobatan oftalmopati pada penyakit Graves
mencakup usaha untuk memperbaiki hipertiroidisme dan mencegah
terjadinya hipotiroidisme yang dapat timbul setelah radiasi ablatif atau
pembedahan. Pada kasus yang berat hingga ada bahaya kehilangan
penglihatan, perlu diberi pengobatan dengan glukokortikoid dosis tinggi
disertai tindakan dekompresi orbita untuk menyelamatkan mata tersebut.
Pasien yang mendapat terapi RAI, 40 sampai 70% dapat mengalami
hipotiroidisme dalam sepuluh tahun mendatang (Price, 2006).
B. Clinical Pathway
<< Iodium
- Kelainan metabolic konginetal
- Penghambat system hormone oleh zat kimia
- Obat-obatan yang dapat menghambat sintesa
hormon

Ioudium yang diserap usus >>

Masuk ke sirkulasi darah

Kelenjar tyroid menangkap iodium

Pelepasan TSH oleh kelenjar hipofisis

Pembesaran kelenjar tiroid

struma

Ukuran struma membesar

Penekanan pada trakea pembedahan Terpapar


terhadap patogen

Merangsang
Gangguan Gangguan Tidak efektifnya
reseptor nyeri
menelan rasa perawatan
nyaman
Resiko
Nyeri akut Resiko infeksi
perdarahan
C. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian

1. Identitas

Identitas pasien dapat meliputi nama,usia, alamat, pekerjaa,.jenis kelamin,


agama, diagnosa medis dan tanggal MRS pasien

2. Keluhan utama

Pasien mengeluh nyeri

3. Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke rumah sakit dengan TD : 130/90, mengeluh nyeri pada leher
dan nyeri bertambah pada saat beraktivitas. Pasein mengeluh cemas, susah
tidur.

4. Riwayat penyakit dahulu

Klien tidak memiliki riwayat penyakit yang lalu


5. Riwayat penyakit keluarga

Pasien mengatakan ada anggota keluarga yang juga memiliki riwayat stuma.

6. Pola fungsi gordon


1. Nutrisi

Pasien dengan dengan struma mengeluh tidak bisa makan dengan baik,
karena nyeri telan

2. Eliminasi

Pasien mengatakan untuk BAB dan BAK rutin.

3. Pola istirahat-tidur
Bagaimana pola istirahat pasien sebelum dan sesudah mengalami struma

4. Pola aktivitas-latihan

Pasien mengatakan tidak bisa bergerak bebas karena rasa nyeri.

5. Pola persepsi diri

Bagaimana pandangan pasien terhadap dirinya setelah mengalami struma.


Pasien menrasa malu dengan keadaannya sekarang.

6. Pola keyakinan dan spiritual

Agama pasien, gangguan beribadah selama sakit, ketaatan dalam berdo’a


dan beribadah

7. Pengkajian nyeri

P : nyeri bertambah saat aktivitas

Q : nyeri seperti tertusuk

R : nyeri pada ekstreitas bawah

S : sakala nyeri 6

T : 15 menit

8. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : pasein sadar penuh, tampak nyeri pada leher.
2. TTV
a. TD : 130/90
b. N : 80 x/menit
c. RR: 24 x/menit
d. S : 37oC
3. Kepala : bentuk simetris tidak terdapat nyeri tekan
4. Mata : keadaan bentuk mata, respon cahaya, pupil
5. Telinga : tidak ada benjolan tidak ada serumen pada telinga
6. Mulut : bentuk simetris, bibir tampak kering
7. Leher : lener mangalami nyeri tekan dan terlihat bengkak.
8. Thorak : simetris, auskultasi normal, tidak ada nyeri tekan
9. Abdomen : simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat asites
10. Ekstremitas : kaki simetris, tidak ada luka ataupun nyeri tekan.

DIAGNOSA

1. (00132) Nyeri akut

Definisi : pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan berkaitan


dengan kerusakan jaringan aktual dan potensial, atau yang digambarkan
sebagai kerusakan (International Association for the Study of Pain); awitan
yang tiba-tiba atau lambat dengan intensitas ringan hingga berat, dengan
berakhirnya dapat diantisipasi atau diprediksi, dan dengan durasi kurang dari
tiga bulan.

Batasan karakteristik:

- Perubahan selera makan - Laporan tentang perilaku


- Perubahan pada parameter
nyeri
fisiologi - Dilatasi pupil
- Diaforesis - Focus pada diri sendiri
- Perilaku distraksi - Keluhan tentang intensitas
- Bukti nyeri yang
menggunakan standar skala
menggunakan standar daftar
nyeri
periksa yeri untuk pasien - Keluhan tentang karakteristik
yang tidak dapat nyeri dengan standar
mengungkapkannya instrument nyeri
- Perilaku ekspresif
- Ekspresi wajah nyeri
- Sikap tubuh melindungi
- Putus asa
- Focus menyempit
- Perilaku protektif
Faktor yang berhubungan:

- Agen cedera biologis


- Agen cedera kimiawi
- Agen cedera fisik
2. (00004) Resiko Infeksi
Definisi : Rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogenik
yang dapat mengganggu kesehatan
Faktor resiko :
- Gangguan peristaltic
- Gangguan integritas kulit
- Vaksinasi tidak adekuat
- Kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan pathogen
- Malnutrisi
- Obesitas
- Merokok
- Stasis cairan tubuh
Populasi beresiko:
Terpajan pada wabah
Kondisi Terkait :
- Perubahan pH sekresi
- Penyakit kronis
- Penurunan kerja siliaris
- Penurunan hemoglobin
- Imunosupresi
- Prosedur invasive
- Leukopenia
- Pecah ketuban dini
- Pecah ketuban lambat
- Supresi respon inflamasi

INTERVENSI

No. Masalah NOC NIC


Keperawatan
1. (00132) Nyeri akut Kontrol nyeri (1605): Manajemen nyeri
1. Mengenali nyeri yang (1400):
terjadi 1. Kaji nyeri
2. Menggambarkan pasien
faktor penyebab 2. Observasi TTV
3. Melaporkan nyeri pasien
yang terkontrol 3. Gunakan
Tingkat nyeri (2102): strategi
1. TTV dalam rentang komunikasi
normal terapeutik
2. Ekspresi wajah 4. Kolaborasi
menunjukkan nyeri pemberian
ringan analgesic
3. Nafsu makan kembali Terapi relaksasi
normal (6040):
4. Pasien dapat 1. Ciptakan
beristirahat dengan lingkungan
baik aman dan
nyaman untuk
pasien
2. Minta pasien
rileks dan
merasakan
sensasi yang
terjadi
3. Berikan
informasi
tentang terapi
relaksasi
4. Ajarkan terapi
relaksasi
seperti nafas
dalam atau
guided imagery
dengan mata
tertutup
2 Resiko Infeksi Kontrol resiko proses Kontrol infeksi (6540)
(00004) 1. Manajemen
infeksi (1924) :
1. Mengidentifikasi lingkungan yang
baik dengan cara
faktor resiko infeksi
rutin dibersihkan
(192426) 2. Ajarkan cuci
2. Mengetahui tangan yang baik
konsekuensi terkait dan benar pada
perasat dan juga
infeksi (192402)
keluarga.
3. Mengidentifikasi tanda
3. Gunakan sabun
dan gejala infeksi selama proses
(192405) pelaksanaaan cuci
4. Memonitor faktor tangan
4. Jaga lingkungan
lingkungan yang
agar tetap bersih
berhubungan dengan dan rapi
resiko infeksi 5. Anjurkan pasien
untuk istirahat yang
(192409)
cukup
6. Kolaborasi dengan
tenaga kesehatan
yang lain dalam
pemberian
antibiotik

D. Discharge Planning
1. Berikan pendidikan kesehatan klien mengenai perawatan luka (Jika
dilakukan pembedahan)
2. Berikan pendidikan kesehatan mengenai konsumsi makanan sehat dan
seimbang

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth, (2001) Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2,


penerbit EGC.
Carpenito, Lynda Juall, 2000, Diagnosa Keperawatan, Alih Bahasa : Yasmin Asih,
Editor : Tim Editor EGC Edisi 26, EGC Jakarta
Guyton, C. Arthur, (1991), Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, Missisipi;
Departemen of Physiology and Biophysis. EGC. Penerbit Buku
Kedokteran. Jakarta.
Junadi, Purnawan,(2000), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke III, penerbit FKUI,
Jakarta.
Long, Barbara C, (1996), Keperawatan Medikal Bedah, EGC. Penerbit Buku
Kedokteran, Jakarta.
Prince S.A, Wilson L.M, 2006, Patofisologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Penerbit Buku Kedokteran : EGC, Jakarta
Tucker, Susan Martin(1998), Standar Perawatan Pasien, Penerbit buku
kedokteran, EGC. Jakarta. pertanyaan dari Linda Hanifah

Anda mungkin juga menyukai