Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

STRUMA

A. KONSEP PENYAKIT

1. Pengertian

Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena

pembesaran kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat

disebabkan oleh kurangnya diet iodium yang dibutuhkan untuk

produksi hormon tiroid. Terjadinya pembesaran kelenjar tiroid

dikarenakan sebagai usaha meningkatkan hormon yang dihasilkan

(Reeves, J.C.2014)

2. Etiologi

Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon

tyroid merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara

lain :

a. Defisiensi yodium. Pada umumnya, penderita penyakit struma

sering terdapat di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya

kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.

b. Kelainan metabolik kongenital yang mengahambat sintesa hormon

tyroid

1) Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (substansi dalam

kol, lobak, dan kacang kedelai).


2) Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (Triocarbamide,

sulfonylurea dan litium).

c. Hiperplasi dan involusi kelenjar tyroid pada umumnya ditemui

pada masa pertumbuhan, puberitas, menstruasi, kehamilan,

laktasi, menopause, infeksi dan stress lainnya. Dimana

menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid yang dapat

bekelanjutan dengan berkurangnya aliran darah didaerah tersebut

(Brunicardi et al, 2010).

3. Klasifikasi

Struma dapat diklasifikasikan menjadi struma difusa non-

toksik, struma difusa toksik, struma nodusa toksik dan struma nodusa

non-toksik. Dimana istlah toksik dan nontoksik ini merujuk pada

adanya perubahan dari segi fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti

hipertiroid (kelenjar tiroid aktif menghasilkan hormone tiroid secara

berlebihan) dan hipotiroid (produksi hormone tiroid kurang dari

kebutuhan tubuh). Sedangkan istilah nodusa dan diffusa lebih berfokus

kepada bentuk pembesaran kelenjar tiroid.

a. Struma diffusa ditandai dengan adanya pembesaran atau benjolan

diseluruh kelenjar tiroid (seakan terjadi pembesaran leher). Ada

struma diffusa toksik (disertai gejala hipertiroidisme) dan struma

diffusa non toksik (tanpa tanda dan gejala hipertiroidisme).

b. Struma nodusa ditandai dengan membesarnya sebagian dari

kelenjar tiroid, yang dimana benjolannya terlokalisir. Pembesaran


tersebut ditandai dengan benjolan di leher yang bergerak pada saat

menelan. Nodul mungkin tunggal, tetapi kebanyakan

berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi.

Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau adenoma.

Karena pertumbuhannya yang sering berangsur-angsur, struma

dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher.

Sebagian penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan

strumanya tanpa gangguan.

1. Struma nodusa toksik : kelenjar tiroid aktif menghasilkan

hormon tiroid sehingga produksinya berlebihan.

2. Struma nodusa non-toksik : kelenjar tiroid tidak aktif

menghasilkan hormon tiroid. sering tidak menampakkan

gejala/keluhan karena pasien tidak mengalami hipotiroidisme

ataupun hipertiroidisme.

3. Patofisiologi

Kelenjar tiroid dikendalikan oleh tirotropin (TSH), yang

disekresikan oleh kelenjar pituitari, yang mana, pada gilirannya,

dipengaruhi oleh tirotropin releasing hormone (TRH) dari

hipothalamus. TSH menyebabkan pertumbuhan, diferensiasi sel,

dan produksi hormon tiroid serta sekresinya oleh kelenjar tiroid.

Tirotropin bekerja pada reseptor TSH pada kelenjar tiroid. Hormon

tiroid dalam serum (levothyroxine dan triiodothyronine)

menyebabkan feedback ke pituitari, yang mengatur produksi TSH.


Rangsangan pada reseptor TSH oleh TSH, TSH-receptor antibodi,

atau TSH receptor agonist, seperti chorionic gonadotropin, bisa

menyebabkan struma diffuse. Ketika sejumlah kecil sel tiroid, sel-

sel peradangan, atau sel-sel keganasan bermetastase ke tiroid, bisa

terbentuk nodul tiroid.

Kekurangan sintesis hormon tiroid atau kurangnya

pemasukan menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan

TSH menyebabkan peningkatan jumlah sel dan hiperplasia dari

kelenjar tiroid untuk menormalkan kadar hormon tiroid. Bila

proses ini terus terjadi, bisa terbentuk struma. Penyebab

kekurangan hormon tiroid bisa karena gangguan pada sintesisnya,

kekurangan iodium, dan goitrogen.

Struma bisa terbentuk dari sejumlah TSH receptor agonist.

TSH receptor merangsang TSH receptor antibodies, resistensi

pituitari terhadap hormon tiroid, adenoma dari kelenjar tiroid atau

pituitari, dan tumor yang menghasilkan human chorionic

gonadotropin

4. Manifestasi klinis

Pada penyakit Struma Nodosa Non Toksik (SNNT) terdapat

beberapa manifestasi klinis berupa :

a. Terdapat benjolan di daerah leher

b. Pembesaran kelenjar tyroid terjadi dengan lambat.


c. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat

mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esophagus

tertekan sehingga terjadi gangguan menelan.

d. Klien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipotiroidisme

atau hipertirodisme.

e. Peningkatan metabolism karena klien hiperaktif dengan

meningkatnya denyut nadi.

f. Peningkatan simpatis seperti ; jantung menjadi berdebar-debar,

gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan

kelelahan

5. Komplikasi

a. Gangguan menelan atau bernafas

b. Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga pnyakit

jantung kongestif ( jantung tidak mampu memompa darah

keseluruh tubuh)

c. Osteoporosis karena tubuh kekurangan kalsium

d. Komplikasi pembedahan :

1) Perdarahan

2) Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme

udara.

3) Trauma pada nervus laryngeus recurrens.

4) Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam

sirkulasi dengan tekanan.


5) Sepsis yang meluas ke mediastinum.

6) Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar para

tiroid.

7) Trakeumalasia (melunaknya trakea).

6. Penatalaksanaan

a. Konservatif/medikamentosa

Indikasi : pasien usia tua, pasien berada pada fase pengobatan

sangat awal, rekurensi pasca bedah, pada persiapan operasi, struma

residif, pada kehamilan (misalnya pada trimester ke-3).

1) Struma non toksik  :  iodium, ekstrak tiroid 20-30 mg/dl

2) Struma toksik   :

a) Bed rest

b) Propilthiouracil (PTU) 100-200 mg. PTU merupakan obat

anti-tiroid, dimana bekerjanya dengan prevensi pada

sintesis dan akhir dari tiroksin. Obat ini bekerja mencegah

produksi tiroksin (T4). Diberikan dosis 3x 100 mg/hari tiap

8 jam sampai tercapai eutiroid. Bila menjadi eutiroid

dilanjutkan dengan dosis maintenance 2 x 5 mg/hari selama

12-18 bulan.

c) Lugol 5 – 10 tetes. Obat ini membantu mengubah menjadi

tiroksin dan mengurangi vaskularisasi serta kerapuhan

kelenjar tiroid. Digunakan 10-21 hari sebelum operasi.


Namun sekarang tidak digunakan lagi, oleh karena

propanolol lebih baik dalam mengurangi vaskularisasi dan

kerapuhan kelenjar. Dosis 3 x 5-10 mg/hari selama 14 hari.

b. Radioterapi

Menggunakan Iodium (I131), biasanya diberikan pada pasien

yang telah diterapi dengan obat anti-tiroid dan telah menjadi

eutiroid. Indikasi radioterapi adalah pasien pada awal penyakit atau

pasien dengan resiko tinggi untuk operasi dan untuk pasien dengan

hipotiroid rekuren. Radioterapi merupakan kontraindikasi bagi

wanita hamil dan anak-anak.

c. Pembedahan

Pembedahan dilakukan dengan indikasi berupa : adanya

pembesaran kelenjar thyroid dengan gejala penekanan berupa

gangguan menelan, suara parau dan gangguan pernafasan,

keganasan kelenjar tiroid, dan kosmetik.

Beberapa jenis pembedahan yang dilakukan adalah :

1) Isthmulobectomy , mengangkat isthmus

2) Lobectomy,  mengangkat satu lobus, bila subtotal sisa 3 gram

3) Tiroidectomi total, semua kelenjar tiroid diangkat

4) Tiroidectomy subtotal bilateral, mengangkat sebagian lobus

kanan dan sebagian kiri.


5) Near total tiroidectomi, isthmulobectomy dextra dan lobectomy

subtotal sinistra dan sebaliknya.

6) Radical Neck Dissection (RND), mengangkat seluruh jaringan

limfoid pada leher sisi yang bersangkutan dengan menyertakan

nervus naccessories, vena jugularis eksterna dan interna,

musculus sternocleidomastoideus dan musculus omohyoideus

serta kelenjar ludah submandibularis

7. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan Laboratorium

1) Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita penyakit

tiroid, kadar normal pada orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-

120 ng/dL; T3 sangat membantu untuk hipertiroidisme, kadar

normal pada orang dewasa antara 1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-1,7

ng/dL; TSH sangat membantu untuk mengetahui hipotiroidisme

primer di mana basal TSH meningkat 6 mU/L. Kadang-kadang

meningkat sampai 3 kali normal.

2) Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid.

Antibodi terhadap macam - macam antigen tiroid ditemukan pada

serum penderita dengan penyakit tiroid autoimun :

a) antibodi tiroglobulin

b) antibodi microsomal

c) antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies)

d) antibodi permukaan sel (cell surface antibody)


e) hyroid stimulating hormone antibody (TSA)

b. Sidik (scanning) tiroid

Memakai uptake I131 yang didistribusikan ke tiroid untuk menentukan

fungsi tiroid.  Normalnya uptake 15-40 % dalam 24 jam. Bila

uptake > normal disebut hot area, sedangkan jika

uptake < normal disebut cold area (pada neoplasma).

c. Ultrasonography (USG) : untuk menentukan isi nodul berupa cairan

atau padat. Selain itu digunakan untuk membedakan antara nodul solid

dan kistik. Bila hasil USG memberikan gambaran solid (padat) maka

selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan scanning tiroid.

d. Radiologi

1) Thorax : mengetahui adanya deviasi trakea, retrosternal struma,

coin lesion (papiler), cloudy (folikuler).

2) Leher AP lateral : untuk evaluasi jalan nafas untuk intubasi

pembiusan.

e. Pemeriksaan Sitologi

Pemeriksaan biopsi jaringan dilakukan jika masih belum dapat

ditentukan diagnosis, jenis kelainan jinak atau ganas. Pemeriksaan

patologi anatomi merupakan standar baku untuk sel tiroid dan

memiliki nilai akurasi paling tinggi. Pengerjaan dengan teknik Biopsi

Aspirasi dengan Jarum Halus atau Fine Needle Aspiration Biopsi

(BAJAH/FNAB) harus dilakukan oleh operator yang sudah

berpengalaman. Di tangan operator yang terampil, BAJAH dapat


menjadi metode yang efektif untuk membedakan jinak atau ganas pada

nodul soliter atau nodul dominan dalam struma multinodular. BAJAH

mempunyai sensitivitas sebesar 83% dan spesifitas 92%. Bila BAJAH

dikerjakan dengan baik maka akan menghasilkan angka negatif palsu

kurang dari 5% dan angka positif palsu hampir mendekati 1%.

f. Terapi Supresi Tiroksin

Salah satu cara meminimalisasi hasil negatif palsu pada

BAJAH ialah dengan terapi supresi TSH dengan tiroksin.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas Pasien dan Penanggung Jawab
Meliputi nama, jenis kelamin, alamat, umur, suku, pendidikan,
pekerjaan, no rm, diagnose medis, tanggal masuk RS, tanggal
pengkajian, nama penanggung jawab, alama, umur, pekerjaan,
hubungan dengan pasien.
b. Status Kesehatan
1) Keluhan Utama
Pada klien pre operasi mengeluh terdapat pembesaran pada
leher. Kesulitan menelan dan bernapas. Pada post operasi
keluhan yang dirasakan pada umumnya adalah nyeri akibat luka
operasi.
2) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher
yang semakin membesar sehingga mengakibatkan terganggunya
pernafasan karena penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu
dilakukan operasi.
3) Riwayat penyakit dahulu 
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan
dengan penyakit gondok, sebelumnya pernah menderita
penyakit gondok.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita sama dengan klien
saat ini.
c. Pola Kebutuhan
1) Pernafasan : frekuensi pernafasan meningkat, takipnea,
dispnea, edema paru (pada krisis tiroksikosis).
2) Aktivitas/istirahat : insomnia, otot lemah, gangguan
koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.
3) Integritas ego : mengalami stress, emosi labil, depresi.
4) Makanan dan cairan : kehilangan nafsu makan, penurunan
berat badan, terkadang nafsu makan meningkat, makan
sering, kehausan,mual, muntah.
5) Rasa nyaman : adanya rasa nyeri
6) Rasa aman : tidak toleransi terhadap panas, keringat
berlebihan.

d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum        : Baik
2) Kesadaran                 : Compos Mentis
3) Tanda-tanda vital     
Tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu cenderung meningkat.
4) Pemeriksaan Head to Toe
a) Kepala
Inspeksi   : Bentuk kepala simeris, tidak ada lesi
Palpasi     : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan/lepas
b) Mata
Inspeksi   : Mata simetris, konjungtiva anemis, reflek pupil
isokor
Palpasi     : Tidak ada gangguan
c) Telinga   
Inspeksi   : Bentuk simetris, tidak ada serumen
Palpasi     : Tidak ada gangguan
d) Mulut
Inspeksi   : Mukosa mulut lembab, tidak ada lesi
e) Leher      
Palpasi     : Ada pembesaran tiroid, ada benjolan, sulit
menelan
f) Dada
Inspeksi   : Simetris
Palpasi     : Tidak ada nyeri tekan
Auskultasi : Tidak ada gangguan
Perkusi    : Sonor
g) Abdomen
Inspeksi   : simetris, tidak ada bengkak
Auskultasi : bising usus 3-15 x/menit
Palpasi     : tidak ada nyeri tekan
Perkusi    : Timpani
h) Genetalia dan Anus
Inspeksi   : Bersih
i) Ekstremitas Atas
Inspeksi   : Simetris
Palpasi     : Tidak ada gangguan
j) Ekstremitas Bawah
Inspeksi   : Simetris
Palpasi     : Tidak ada gangguan

2. Diagnosa Keperawatan
Diagosa yang mungkin muncul dalam asuhan keperawatan
pada pasien dengan penyakit SNNT antara lain :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan benda
asing dalam jalan nafas
b. Penurunan curah jantung berhubunga dengan perubahan irama
jantung
c. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur
operasi)
e. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
neuromuscular.
f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
g. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
h. Risiko jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas
a. 1. Respiratory status : a.  1. Airway suction
tidak efektif
b. Ventilation a. Auskultasi suara nafas pasien
berhubungan dengan
c. 2. Respiratory status : b. Monitor status oksigen pasien
benda asing dalam Airway patency c. Berikan oksigen apabila pasien
jalan nafas d. 3. Aspiration Control menunjukkan bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll.
Kriteria Hasil :
a. Menunjukkan jalan 2. Airway Management
nafas yang paten a. Buka jalan nafas, gunakan teknik
(klien tidak merasa chin lift atau jaw thrust bila perlu
tercekik, irama nafas, b. Auskultasi suara nafas, catat
frekuensi pernafasan adanya suara tambahan
dalam rentang c. Monitor respirasi dan status O2
normal, tidak ada d. Posisikan pasien untuk
suara nafas memaksimalkan ventilasi
abnormal. e. Identifikasi pasien perlunya
b. Mampu pemasangan alat jalan nafas
mengidentifikasikan buatan
dan mencegah factor f. Atur intake untuk cairan
yang dapat mengoptimalkan keseimbangan.
menghambat jalan
nafas
2 Nausea berhubungan Nausea and vomiting Nausea Management
dengan efek agen control 1. Kaji rasa mual secara
farmakologis Nausea and vomiting komperehensif mulai dari
severity frekuensi, durasi, tingkat
mual dan faktor yang
Setelah dilakukan menyebabkan pasien mual.
tindakan asuhan 2. Evaluasi efek mual terhadap
keperawatan selama 3 x nafsu makan pasien, aktivitas
24 jam diharapkan rasa sehari – hari dan pola tidur
mual klien hilang atau pasien
berkurang. 3. Berikan istirahat dan tidur
Kriteria hasil : yang adekuat
1. Pasien mengatakan 4. Berikan KIE makan sedikit –
rasa mual berkurang sedikit tetapi sering dan
atau tidak mual lagi dalam keadaan hangat
2. Pasien mengatakan 5. Kolaborasi pemberian
tidak muntah antiemetic
3. Tidak ada
peningkatan kelenjar
saliva
4. Pasien dapat
menghindari faktor
penyebab nausea
dengan baik
3 Risiko penurunan Cardiac Pump Cardiac care
curah jantung Effectiveness Vital Sign Monitoring
berhubungan dengan Circulation status 1.Monitor TTV dan keadaan umum

perubahan irama Vital sign status pasien

jantung Setelah diberikan asuhan 2.Observasi tanda – tanda adanya


keperawtan selama 3 edema
x24jam diharapkan curah 3.Observasi status pernafasan
jantung dalam batas 4.Observasi adanya nyeri dada
normal, dengan kriteria (intensitas, durasi, skala, lokasi nyeri)
hasil : 5.Monitor balance cairan
e. TTV dalam batas normal 6.Anjurkan istirahat yang cukup
f. Kelelahan tidak ada Anjurkan menurunkan stress
g. Edema paru (-)
h. Asites (-)
i. Penurunan kesadaran (-)
4 Ansietas a. Anxiety self control a. Anxiety Reduction
b. Anxiety level (Pengurangan kecemasan)
berhubungan dengan
c. Coping
kurang terpapar 1. Gunakan pendekatan yang
Setelah dilakukan
informasi menenangkan dan menyakinkan.
tindakan asuhan 2. Dorong pasien mengungkapkan
keperawatan selama 3 x kecemasan yang dialaminya.

24 jam diharapkan 3. Dengarkan pasien dengan penuh


perhatian.
kecemasan klien hilang
4. Kaji tanda kecemasan yang
atau berkurang.
diungkapkan secara verbal maupun
Kriteria hasil : nonverbal.

1. Mampu 5. Beri pujian atau kuatkan perilaku

mengindentifikasi dan yang baik secara tepat.

mengungkapan (tanda 6. Ajak melakukan teknik relaksasi

dan gejala) kecemasan. nafas dalam

2. Mengatakan kecemasan b. Peningkatan Koping

sudah berkurang yang 1. Berikan informasi mengenai

dinyatakan verbal penyakit, yang dideritanya

maupun nonverbal. 2. Dukung keterlibatan keluarga untuk


3. Tampak adanya mendampingi pasien
dukungan keluarga
5 Nyeri akut
j. 1. Pain level 1. Pain management
berhubungan denga
k. 2. Pain control 2. Analgesic administration
agen pencedera fisik
l. 3. Comfort level
(prosedur operasi) Setelah dilakukan a. Observasi TTV
tindakan asuhan b. Kaji karakteristik nyeri secara
keperawatan selama 3 x komprehensif (penyebab,
24 jam diharapkan nyeri kualitas, intensitas, skala nyeri)
berkurang klien hilang yang diungkapkan secara verbal
atau berkurang. dan nonverbal
c. Berikan posisi yang nyaman
Kriteria hasil : d. Ajarkan teknik relaksasi baik
1. Pasien nafas dalam ataupun distraksi
mengatakan nyeri e. Kolaborasi pemberian obat
berkurang yang analgesik
diekspresikan melalui
verbal dan non verbal
2. Mampu
mengontrol nyeri
dengan manajemen
nyeri

6 Gangguan m. 1. Anxiety self control 1. Communication enhancement :


komunikasi verbal
n. 2. Coping Speech deficit
berhubungan dengan
o. 3. Sensory fundion : 2. Anxiety reduction
gangguan hearing & vision a. Kaji kemampuan berbicara
neuromuscular p. 4. Fear self control pasien
b. Kaji kemampuan lain yang
Setelah dilakukan dimiliki pasien
tindakan asuhan c. Dengarkan dengan penuh
keperawatan selama 3 x perhatian
24 jam diharapkan d. Berikan pujian atas kemampuan
gangguan komunikasi yang dimiliku
verbal pasien berkurang. e. Berikan fasilitas yang dapat
digunakan untuk berkomunikasi
Kriteria hasil : (buku, pulpen, pensil, dan
1. Mampu perlatan lainnya yang dapat
berkomunikasi digunakan komunikasi dua arah
dengan menunjukkan secara optimal)
ekspresi verbal dan f. Ajarkan menyampaikan
atau non verbal yang informasi dengan bahasa isyarat
bermakna g. Dorong partisipasi keluarga
2. Mampu dalam proses penyembuhan
mengkoordinasikan h. Kolaborasi pemberian terapi
gerakan dalam wicara
menggunakan bahasa
isyarat
3. Mampu mengontrol
respon ketakutan dan
kecemasan terhadap
ketidakmampuan
berbicara
4. Mampu
memanajemen
kemampuan fisik
yang dimiliki
5. Mampu menerima ,
memahami dan
menyampaikan
pesan

7 Gangguan pola tidur


q. 1. Anxiety reduction 1. Sleep enhancement
berhubungan dengan
r. 2. Comfort level
adanya nyeri s. 3. Pain level a. Kaji kebutuhan tidur pasien
t. 4. Rest : Extent and b. Kaji kualitas dan kuantitas tidur
Pattern pasien
u. 5. Sleep : Extent and c. Identifikasi penyebab gangguan
Pattern pola tidur yang dialami pasien
d. Berikan lingkungan yang
Setelah dilakukan nyaman dan kurangi factor
tindakan asuhan penyebabkan gangguan pola
keperawatan selama 3 x tidur
24 jam diharapkan e. Beri KIE pentingnya pemenuhan
gangguan pola tidur waktu tidur terhadap kesehatan
berkurang. f. Ajarkan teknik relaksasi
g. Dorong keluarga pasien untuk
Kriteria Hasil : membantu peningkatan kuantitas
1. Pasien dapat tidur dan kualitas tidur pasien
dengan tenang h. Kolaborasi pemberian obat untuk
2. Jumlah tidur pasien mengurangi dampak dari factor
sesuai dengan penyebab yang menimbulkan
kebutuhan pasien (6- gangguan tidur
8 jam/hari) i. Kolaborasi pemberian makanan
seperti susu

10 Risiko infeksi 1. Immune status 1. Infection control


berhubungan dengan 2. Knowledge : (Kontrol Infeksi )
efek prosedur invasif Infection control
3. Risk control a. Monitor keadaan luka
b. Monitor tanda dan gejala infeksi
Setelah dilakukan c. Monitor kadar WBC, granulosit
tindakan asuhan d. Berikan perawatan luka secara
keperawatan selama 3 x berkala dengan teknik yang tepat
24 jam diharapkan risiko e. Berikan lingkungan yang bersih
infeksi klien hilang atau f. Berikan KIE pasien dan keluarga
berkurang. mengenai personal hygiene
(seperti cara mencuci tangan
Kriteria hasil : yang benar) untuk menghindari
1. Tidak tampak adanya adanya factor pemicu infeksi
tanda dan gejala g. Kolaborasi pemberian antibiotic
infeksi
2. Jumlah leukosit
dalam batas normal
3. Menunjukkan
perilaku hidup sehat
9 Risiko jatuh
1. Trauma risk 1. Fall prevention
berhubungan dengan for a. Identifikasi defisit kognisi atau
2. Injury risk for
efek agen fisik pasien
Setelah diberikan
farmakologis asuhan keperawatan b. Identifikasi karakteristik
selama 3 x 24jam
lingkungan yang berpotensi
diharapkan tidak ada
kejadian jatuh dengan menyebabkan kejadian jatuh
kriteria hasil : c. Pasang belt pengaman pada tepi
1. Mampu tempat tidur dan kunci roda
mempertahakan tempat tidur setelah melakukan
keseimbangan
tubuh mobilisasi
2. Tidak terjadi d. Bantu memenuhi ADLs pasien
kejadian jatuh e. Ajarkan pasien dan keluarga
3. Mempunyai
pasien menjaga lingkungan yang
pemahaman dan
perilaku aman dan terhindar dari kejadian
pencegahan jatuh
kejadian jatuh
4. Lingkungan aman
4. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam implementasi juga meliputi

pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan

sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah aspek penting proses keperawatan karena

kesimpulan yang ditarik dari evaluasi menentukan menentukan apakah

intervensi keperawatan harus diakhiri, dilanjutkan, atau diubah untuk

memperbaiki kekurangan dan memodifikasi rencana asuhan sesuai

kebutuhan (Kozier, 2010).


DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Syamat, dkk, 2012 Edisi Revisi Buku Ilmu Penyakit Dalam,EGC :

Jakarta.

Nurarif A, H, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa

Medis

dan Nanda NIC-NOC, Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta : Mediaction

Jogja.

Potter and Perry. 2013. Fundamental Keperawatan . Volume 2. Jakarta:EGC

Price, Sylvia A. 2013. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Jakarta :

EGC

Reeves, J.C.2014. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika

Smeltzer. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta Selatan : DPP PPNI

Wilkinson, Judith M. 2013. Buku Saku Keperawatan: Diagnosa NANDA,

Intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai