Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI

A. Konsep Dasar Hipertensi

1. Pengertian

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan

darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih

dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima

menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Peningkatan tekanan darah

yang berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat

menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit

jantung koroner) dan otak bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat

pengobatan yang memadai (Kemenkes RI, 2014).

Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik

sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg.

Hipertensi tidak hanya beresiko tinggi menderita penyakit jantung,

tetapi juga menderita penyakit lain seperti penyakit saraf, ginjal, dan

pembuluh darah dan makin tinggi tekanan darah, makin besar resikonya

(NANDA NIC NOC, 2015)

2. Penyebab Hipertensi

Penyebab hipertensi dibagi menjadi 2 golongan (Saiful, 2015) yaitu :

a. Hipertensi esensial (primer)


Populasi dewasa dengan hipertensi, antara 90% dan 95%

mengalami hipertensi esensial (primer), yang tidak memiliki

penyebab medis yang dapat diidentifikasi, agaknya kondisi ini

bersifat poligenik multifaktor. Tekanan darah tinggi dapat terjadi

apabila resistensi perifer dan juga curah jantung meningkat sekunder

akibat peningkatan stimulasi simpatik, peningkatan reabsorpsi

natrium ginjal, peningkatan akvitas sistem renin-angiotensin-

aldosteron, penurunan vasodilatasi arteriol, atau resistensi terhadap

kerja insulin.

Kedaruratan dan urgensi hipertensif dapat terjadi pada

pasien yang tidak mengontrol hipertensinya dengan baik, yang

hipertensinya tidak terdiagnosis, atau pada mereka yang

menghentikan pengobatan secara mendadak.

Krisis hipertensi, atau kedaruratan hipertensi, terjadi ketika

kadar peningkatan tekanan darah harus segera diturunkan (tidak

harus kurang dari 140/90 mmHg) untuk menghentikan atau

mencegah kerusakan organ target. Urgensi hipertensif terjadi ketika

tekanan darah darah meningkat, tetapi tidak terdapat bukti bahwa

organ target akan rusak atau mengalami kerusakan progress

(Brunner & Suddarth, 2015).

b. Hipertensi sekunder

Penyebabnya yaitu penggunaan estrogen, penyakit ginjal,

sindrom chusing dan hipertensi yang berhubungan dengan


kehamilan. Penyebab hipertensi pada orang lanjut usia adalah

terjadinya perubahan-perubahan pada (Saiful, 2015):

1) Elastisitas dinding aorta menurun

2) Katub jantung menebal dan menjadi kaku

3) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun

sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah

menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.

4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah hal ini terjadi karena

kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi

5) Meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer.

3. Patofisologi

Mekanisme yang mengontrol konnstriksi dan relaksasi

pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari

pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke

bawah ke corda spinalis dan keluar dari columna medulla spinalis,

ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor

dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui

sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis (Saiful, 2015).

Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin,

yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,

dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi

pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan

dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang


vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap

noreepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas hal tersebut bisa

terjadi (Saiful, 2015). Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis

merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar

adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas

vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang

menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan

steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor

pembuluh darah (Saiful, 2015).

Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke

ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan

angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu

vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi

aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi

natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume

intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan

hipertensi (Brunner & Suddarth, 2013).

Beberapa faktor yang saling berhubungan mungkin juga turut

serta menyebabkan peningkatan tekanan darah pada pasien hipertensif,

dan peran mereka berbeda pada setiap individu.Diantara faktor – faktor

yang telah dipelajari secara intensif adalah asupan garam, obesitas dan

resistensi insulin, sistem renin angiotensin, dan sistem saraf simpatis.

Pada beberapa tahun belakangan, faktor lainnya telah dievaluasi,


termasuk genetik, disfungsi endotel (yang tampak pada perubahan

endotelin dan nitrat oksida) (Wijaya & Putri, 2013).

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang

vasokontriktor.Individu dengan hipertensi sangat sensitis terhadap

norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal

tersebut bisa terjadi (Wijaya & Putri, 2013).

Peningkatan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh

darah perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang

terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi ateroklerosis,

hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot

polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurutkan kemampuan

distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan

arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume

darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan

penurunan curah jantung dan peningkatan tahapan perifer (Wijaya &

Putri, 2013)

4. Manifestasi Klinik

Tahap awal hipertensi biasanya ditandai dengan asimtomatik,

hanya ditandai dengan kenaikan tekanan darah. Kenaikan tekanan darah

pada awalnya sementara tetapi pada akhirnya menjadi permanen. Gejala

yang muncul seperti sakit kepala di tengkuk dan leher, dapat muncul

saat terbangun yang berkurang selama siang hari. Gejala lain yaitu
nokturia, bingung, mual, muntah dan gangguan penglihatan (Lemone,

et al., 2015).

Menurut (WHO, 2013) juga menyatakan sebagian besar

penderita hipertensi tidak merasakan gejala penyakit. Gejala klasik dari

hipertensi yaitu epistaksis, sakit kepala, kelesuan, dan pusing

disebabkan tekanan darah yang meningkat (Bhagani, 2018). Hipertensi

dapat diketahui dengan mengukur tekanan darah karena penyakit ini

tidak memperlihatkan gejala, meskipun beberapa pasien melaporkan

nyeri kepala, lesu, pusing, pandangan kabur, muka yang terasa panas

atau telinga mendenging. Pada hipertensi sekunder, akibat penyakit

lain, seperti tumor terdapat keringat berlebihan, Peningkatan frekuensi

denyut jantung, rasa cemas yang hebat, dan penurunan berat badan

(Agoes, A et al., 2010).

5. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara (Saiful, 2015) yaitu :

a. Pemeriksaan yang segera seperti:

1) Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji

hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan

dapat mengindikasikan faktor resiko seperti: hipokoagulabilitas,

anemia.

2) Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Mellitus adalah pencetus

hipertensi) dapat diakibatkan oleh pengeluaran Kadar

ketokolamin (meningkatkan hipertensi).


3) Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya

aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi

diuretik.

4) Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat

menyebabkan hipertensi.

5) Kolesterol dan trigliserid serum: Peningkatan kadar dapat

mengindikasikan pencetus untuk/ adanya pembentukan plak

ateromatosa (efek kardiovaskuler).

6) Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan

vasokonstriksi dan hipertensi.

7) Kadar aldosteron urin/serum: untuk mengkaji aldosteronisme

primer (penyebab).

8) Asam urat: Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko

hipertensi.

9) EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya

hipertrofi ventrikel kiri ataupun gangguan koroner dengan

menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang

P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi .

b. Pemeriksaan Lanjutan

1) IVP: Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti

penyakit parenkim ginjal, batu ginjal / ureter.


2) CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.

IUP: Mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: batu

ginjal, perbaikan ginjal.

6. Penatalaksanaan

a. Pencegahan

Agar terhindar dari komplikasi yang fatal, usaha-usaha

pencegahan dan pengobatan yang dapat dilakukan (Saiful, 2015)

yaitu :

1) Mengurangi konsumsi garam dalam diet sehari-hari, maksimal 2

gram garam dapur. Batasi pula makanan yang mengandung

garam natrium seperti corned beef, ikan kalengan, lauk atau

sayuran instan, saus botolan, mi instan, dan kue kering.

Pembatasan konsumsi garam mengakibatkan pengurangan

natrium yang menyebabkan peningkatan asupan kalium. Ini

akan menurunkan natrium intrasel yang akan mengurangi efek

hipertensi.

2) Menghindari kegemukan (obesitas). Batasan kegemukan adalah

jika berat badan lebih 10% dari berat badan normal. Pada

penderita muda dengan hipertensi terdapat kecenderungan

menjadi gemuk dan sebaliknya padapenderita muda dengan

obesitas akan cenderung hipertensi. Pada orang gemuk akan

terjadi peningkatan tonus simpatis yang diduga dapat

mengakibatkan tekanan darah meningkat.


3) Membatasi konsumsi lemak. Ini dilakukan agar kadar kolesterol

darah tidak terlalu tinggi karena kolesterol darah yang tinggi

dapat menyebabkan endapan kolesterol. Hal ini akan

menyumbat pembuluh darah dan mengganggu peredaran darah

sehingga memperberat kerja jantung dan memperparah

hipertensi. Kadar kolesterol normal dalam darah yaitu 200-250

mg per 100cc serum darah.

4) Berolahraga teratur dapat menyerap dan menghilangkan

endapan kolesterol pada pembuluh nadi. Olah raga yang

dimaksud adalah gerak jalan, berenang, naik sepeda dan tidak

dianjurkan melakukan olah raga yang menegangkan seperti

tinju, gulat atau angkat besi karena latihan yang berat dapat

menimbulkan hipertensi.

5) Makan buah-buahan dan sayuran segar amat bermanfaat karena

banyak mengandung vitamin dan mineral kalium yang dapat

membantu menurunkan tekanan darah.

6) Tidak merokok dan tidak minum alkohol karena diketahui rokok

dan alkohol dapat meningkatkan tekanan darah. Menghindari

rokok dan alkohol berarti menghindari kemungkinan hipertensi.

7) Latihan relaksasi atau meditasi berguna untuk mengurangi stres

atau ketegangan jiwa. Kendorkan otot tubuh sambil

membayangkan sesuatu yang damai dan menyenangkan,

mendengarkan musik dan bernyanyi sehingga mengurangi


respons susunan saraf pusat melalui penurunan aktivitas

simpatetik sehingga tekanan darah dapat diturunkan.

8) Merangkai hidup yang positif. Hal ini dimaksudkan agar

seseorang mengurangi tekanan atau beban stres dengan cara

mengeluarkan isi hati dan memecahkan masalah yang

mengganjal dalam hati. Komunikasi dengan orang dapat

membuat hati menjadi lega dan dari sini dapat timbul ide untuk

menyelesaikan masalah.

9) Memberi kesempatan tubuh untuk istirahat dan bersantai dari

pekerjaan sehari-hari yang menjadi beban jika tidak

terselesaikan. Jika hal ini terjadi pada Anda, lebih baik

melakukan kegiatan santai dulu. Kita harus sadar bahwa

kemampuan setiap orang terbatas untuk mampu mengerjakan

segala-galanya. Dengan memberi kesempatan pada orang lain

untuk membantu menyelesaikan tugas kita, beban kita dapat

berkurang dan kita juga banyak teman, yang tentunya akan

menimbulkan rasa bahagia.

10) Menghilangkan perasaan iri atau dengki juga mengurangi

ketegangan jiwa sehingga hati kita menjadi tentram. Dengan

memupuk sikap-sikap seperti itu, tentu kita akan mengurangi

ketegangan, beban, stres yang timbul sehingga hipertensi dapat

dihindari.
b. Penatalaksanaan medis

Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah

morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang

berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah

dibawah 140/90 mmHg. Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi

meliputi:

1) Non Farmakologi: Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan

untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada

hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi:

a) Diet, beberapa diet yang dianjurkan:

(1) Rendah garam. Dengan pengurangan komsumsi garam

dapat mengurangi stimulasi system renin-angiotensin

sehingga sangat berpotensi sebagai anti

hipertensi.Jumlah intake sodium yang dianjurkan 50–

100 mmol atau setara dengan 3-6 gram garam per hari.

(2) Diet tinggi potassium, dapat menurunkan tekanan darah

tapi mekanismenya belum jelas. Pemberian Potassium

secara intravena dapat menyebabkan vasodilatasi, yang

dipercaya dimediasi oleh nitric oxide pada dinding

vaskular.

(3) Diet kaya buah dan sayur.

(4) Diet rendah kolesterol sebagai pencegah terjadinya

jantung koroner.
(5) Tidak mengkomsumsi Alkohol dan hinadari merokok.

(6) Menurunkan berat badan.

(7) Latihan fisik atau olahraga yang teratur seperti berjalan,

lari, berenang, bersepeda bermanfaat untuk

menurunkan tekanan darah dan dapat memperbaiki

keadaan jantung.Olaharaga isotonik dapat juga bisa

meningkatkan fungsi endotel, vasodilatasi perifer, dan

mengurangi katekolamin plasma. Olahraga teratur

selama 30 menit sebanyak 3-4 kali dalam satu minggu

sangat dinjurkan untuk menurunkan tekanan darah.

(8) Pendidikan kesehatan (penyuluhan) untuk

meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai

hipertensi.

2) Farmakologi

Pengobatan hipertensi atau penyakit jantung hipertensi

dapat menggunakan berbagai kelompok obat antihipertensi

seperti thiazide, beta-blocker dan kombinasi alpha dan beta

blocker, calcium channel blockers, ACE inhibitor, angiotensin

receptor blocker dan vasodilator seperti hydralazine. Hampir

pada semua pasien memerlukan dua atau lebih obat

antihipertensi untuk mencapai tekanan darah yang diinginkan.

Untuk mempertahankan terapi jangka panjang

memerlukan interaksi dan komunikasi yang baik antara pasien


dan petugas kesehatan (perawat, dokter) dengan cara pemberian

pendidikan kesehatan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam

interaksi pasien dengan petugas kesehatan adalah sebagai

berikut:

a) Setiap kali penderita periksa, penderita diberitahu hasil

pengukuran tekanan darahnya.

b) Bicarakan dengan penderita tujuan yang hendak dicapai

mengenai tekanan darahnya.

c) Diskusikan dengan penderita bahwa hipertensi tidak dapat

sembuh, namun bisa dikendalikan untuk dapat menurunkan

morbiditas dan mortilitas.

d) Yakinkan penderita bahwa penderita tidak dapat

mengatakan tingginya tekanan darah atas dasar apa yang

dirasakannya, tekanan darah hanya dapat diketahui dengan

mengukur memakai alat tensimeter.

e) Penderita tidak boleh menghentikan obat tanpa didiskusikan

lebih dahulu.

f) Sedapat mungkin tindakan terapi dimasukkan dalam cara

hidup penderita.

g) Ikut sertakan keluarga penderita dalam proses terapi.

h) Pada penderita tertentu mungkin menguntungkan bila

penderita atau keluarga dapat mengukur tekanan darahnya

di rumah.
i) Buatlah sesederhana mungkin pemakaian obat anti

hipertensi misal 1 x sehari atau 2 x sehari.

j) Diskusikan dengan penderita tentang obat-obat anti

hipertensi, efek samping dan masalah-masalah yang

mungkin terjadi.

k) Yakinkan penderita kemungkinan perlunya memodifikasi

dosis atau mengganti obat untuk mencapai efek samping

minimal dan efektifitas maksimal. Untuk penderita yang

kurang patuh, usahakan kunjungan lebih sering. Hubungi

segera penderita, bila tidak datang pada waktu yang

ditentukan

B. Konsep Asuhan Kepe rawatan

1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar bagi seorang

perawat dalam melakukan pendekatan secara sistematis untuk

mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat diketahui

kebutuhan pasien tersebut. Pengumpulan data yang akurat dan

sistematis akan membantu menentukan status kesehatan dan pola

pertahanan pasien serta memudahkan dalam perumusan diagnose

keperawatan ( Doengoes, 2009).

Pengkajian pada pasien dengan hipertensi (Muttaqin,

2008 ), yaitu :

a. Pengumpulan data
Identitas Meliputi nama,usia (kebanyakan terjadi pada usia

muda), jenis akelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,

suku,bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnose

medis.

b. Keluhan Utama

Sering menjadi alasan pasien untuk meminta pertolongan kesehatan

adalah sakit kepala berdenyut disertai rasa berat di tengkuk, pusing.

P (Prevetif) : penyebab sakit kepala nya ?

Q (Quality) : ada dimana sakitnya ?

R (Region) : lokasi sakitnya dimana ?

S (Skala) : skala sakitnya berapa ? (1-3 Ringan, 4-6 Sedang, 7-10

Berat)

T (Time) : waktu sakitnya kapan saja ?

c. Riwayat Penyakit sekarang

Pada sebagian besar penderita hipertensi tidak menimbulkan gejala.

Gejala yang di maksud adalah sakit kepala, pendarahan di hidung,

pusing,wajah kemerahan, dan kelelahan yang bisa terjadi pada

penderita hipertensi. Jika hipertensinya berat atau menahan tidak di

obati, bisa timbul gejala sakit kepala, kelelahan, muntah, sesak nafas,

pandangan menjadi kabur, yang terjadi karena adanya kerusakan

pada otak, mata, jantung dan ginjal. Kadang penderita hipertensi

berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma.


d. Riwayat kesehatan dahulu / sebelumnya

Apakah ada riwayat hipertensi sebelumnya, diabetes mellitus,

penyakit ginjal, obesitas, hiperkolesterol, adanya riwayat merokok,

pengunaan alkohol dan pengguna obat kontrasepsi oral dan lain –

lain.

e. Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi.

f. Riwayat Psikososial

Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara

mengatasinya serta sebagaimana perilaku pasien terhadap tindakan

yang dilakukan terhadap dirinya.

g. Pemeriksaan Fisik

1) B1 (Sistem pernafasan / Breathing)

Adanya dipsnea yang berkaitan dengan aktivitas atau kerja,

takipnea, penggunaan otot pernafasan, bunyi nafas tambahan

(krekels/mengi). Pemeriksaan pada sistem pernafasan sangat

mendukung untuk mengetahui masalah pada pasiendengan

gangguan kardiovaskuler.

a) Infeksi : untuk melihat seberapa berat gangguan

sistem kardiovaskuler. Bentuk dada yang biasa

ditemukan adalah:

 Bentuk dada thoraks en beteau ( thoraks dada burung ).

 Bentuk dada thoraks emsisematous ( dada


berbentuk seperti tong ).

 Bentuk dada thoraks phfisis ( panjang dan gepeng ).

b) Palpasi rongga dada

Tujuannya :

 Melihat adanya kelainan pada dinding thoraks.

 Menyatakan adanya tanda penyakit paru

dan pemeriksaan sebagai berikut :

Gerakkan dinding thoraks saat inspirasi dan ekspirasi.

Untuk getaran suara : Getaran yang terasa oleh tangan

pemeriksaan yang diletakkan pada dada pasien

mengucapkan kata – kata.

c) Perkusi

Teknik yang dilakukan adalah pemeriksaan meletakkan falang

terakhir dan sebagian falang kedua jaritengah pada tempat

yang hendak di perkusi. Ketukan ujung jari tengah tangan

kanan pada jari kiri tersebut dan lakukan gerakkan bersumbu

pada pergelangan tangan Posisi pasien duduk atau berdiri.

d) Auskultasi

Suara nafas normal :

 Trakeobronkhial, suara normal yang terdengar pada trackea

seperti meniup pipa besi. Suara nafas lebih keras dan

pendek saat inspirasi.

 Bronkovesikuler, suara normal di daerah bronchi, yaitu di


sternum atas ( torakal ).

 Vesikuler, suara normal di jaringan paru, suara nafas saat

inspirasi dan ekspirasi sama.

2) B2 (Sistem kardiovaskuler / blood)

Kulit pucat, sianosis, diaphoresis (kongesti, hipoksemia). Kenaikan

tekanan darah, hipertensi postural (mungkin berhubungan dengan

regimen obat), takirkadi, bunyi jantung terdengar S2 pada dasar S3

(CHF dini), S4 (pengerasan ventrikel kiri atau hipertropi ventrikel

kiri). Murmur stenosis valvurar. Desiran vascular terdengar diatas

karotis, femoralis atau epigastrium (stenosis arteri). DVJ (Distensi

Vena Jugularis).

3) B3 (Sistem persyarafan / Brain)

Keluhan pening atau pusing, GCS 4-5-6, penurunan kekuatan

genggam tangan atau refrek tendon dalam, keadaan umum, tingkat

kesadaran.

4) B4 (sistem perkemihan / Blendder)

Adanya infeksi pada gangguan ginjal, adanya riwayat gangguan

(susah bak, sering berkemih pada malam hari).

5) B5 (Sistem pencernaan / bowel)

Biasanya terjadinya penurunan nafsu makan, nyeri pada abdomen /

massa (feokromositoma).

6) B6 (sistem muskoloskeletal / bone)

Kelemahan, letih, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan


rutin, perubahan warna kulit, gerak tangan empati, otot muka

tegang (khususnya sekitar mata), gerakan fisik cepat.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan pada klien dengan hipertensi menurut NANDA

(2015), yaitu:

a. Nyeri akut ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan

tekanan vaskuler serebral.

b. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan

dengan peningkatan afterload, vasokontriksi, iskemia miokard.

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahaan

umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutahan O2.

d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan peningkatan intra kranial.

e. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 otak

menurun.

f. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema.

3. Perencanaan Keperawatan

Diagnosa keperawatan 1 :Nyeri akut berhubungan dengan

peningkatan tekanan vaskuler serebral.

No Tujuan/ kriteria Intervensi Rasional

hasil

1. Setelah dilakukan 1. Observasi skala nyeri 1. Untuk mengetahui

tindakan pada pasien skala nyeri yang

keperawatan: dialami oleh pasien


2. Ajarkan teknik 2. Teknik relaksasi
Selama 1x24 jam
relaksasi dapat mengurangi
diharapkan nyeri
rasa nyeri dan
pasien berkurang
membuat pasien
Kriteria hasil :
menjadi lebih

pasien menyatakan tenang

nyeri berkurang, 3. Kolaborasi dengan tim 3. Dengan pemberian

skala 1-3 nyeri medis dalam pemberian analgesic dapat

berkurang analgesic mengurangi rasa

nyeri dam
pasien tampak
mempercepat proses
relaks, tidak
penyembuhan
gelisah.

Diagnosa 2 : Resiko tinggi terhadap penurunan curah


jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,

vasokontriksi, iskemia miokard

No Tujuan/ kriteria hasil Intervensi Rasional

2. Setelah dilakukan 1. Pantau tekanan 1. Waspada terhadap

tindakan keperawatan : darah tekanan darah

sehingga bisa segera


Selama 2x24 jam
dilakukan antisipasi
diharapkan afterload
2. Catat kesadaran, 2. Denyutan karotis,
tidak meningkatkan,
kualitas denyutan radialis, femoralis,
tidak terjadi iskemia
denyut pada tungkai
miokard, tidak terjadi
mungkin menurun,
vasokontriksi
mencerminkan efek
kriteria hasil :
dari vasokontriksi
Tanda vital dalam 3. Beri lingkungan 3. Membantu

rentang normal tenang dan menurunkan

TD : 90-130/60-90 nyaman, kurangi rangsangan simpatis

mmHg aktivitas. dan meningkatkan

relaksasi.
Nadi : 60-100 x/menit
4. Beri obat sesuai 4. Untuk mempercepat
RR : 16-20 x/menit
instruksi dokter proses penyembuhan

Tidak ada penurunan dan sesuai indikasi

tingkat kesadaran
Diagnosa 3 : Intoleransi aktivitas berhungan dangan
kelemahan umum,ketidakseimbangan antara suplai dan

kebutuhan O2

No Tujuan/ kriteria Intervensi Rasional

hasil

3 Setelah dilakukan 1. Monitor keterbatasan 1. Merencanakan

tindakan aktivitas, kelemahan intervensi dengan tepat

keperawatan : saat beraktivitas 2. Kemajuan aktivitas

2. Beri dorongan untuk bertahap mencegah


Selama 1x24 jam
melakukan aktivitas peningkatan kerja
diharapkan pasien
secara bertahap jantung secara tiba-tiba
mampu mobilisasi
3. Anjurkan pasien 3. Mencegah timbulnya
Kriteria hasil :
menghentikan aktivitas masalah yang
Pasien mampu yang menyebabkan berkelanjutan.
melakukan sesak, pusin, kelelahan
aktivitas secara 4. Tempatkan barang- 4. Barang yang tempatnya
bertahap dan barang kebutuhan mudah dijangkau akan

secara mandiri pasien pada tempat mengurangi energy

yang mudah dijangkau yang digunakan

5. Kaji faktor yang 5. Untuk mengetahui

menyebabkan penyebab keletihan

keletihan
Diagnosa 4 : Gangguan pola tidur berhungan dengan

peningkatan intra kranial

No Tujuan/ kriteria Intervensi Rasional

hasil

4 Setelah dilakukan 1. Kaji pola tidur dan 1. Mengetahui

tindakan istirahat pasien. gangguan istirahat

keperawatan : 2. Ciptakan lingkungan atau tidur pasien

yang nyaman 2. Lingkungan yang


Selama 1x24 jam
nyaman dapat
diharapkan pola
3. Anjurkan pasien untuk
memberikan
tidur pasien
istirahat yang cukup
ketenangan untuk
tercukupi
4. Batasi pengunjung
tidur dan istirahat
kriteria hasil :
3. Istirahat yang cukup
pasien tidur 7-8
dapat memberi rasa
jam pasien
segar pada pasien
Nampak segar,
dan mempercepat
kantong mata tidak
proses penyembuhan

4. Agar pasien dapat

menghitam tidur dengan nyaman


5. Anjurkan pasien,
5. Menciptakan suasana
keluarga untuk
yang nyaman
menjaga kebersihan
DAFTAR PUSTAKA

Murwani, 2009 Proses Keperawatan. Jakarta : EGC.

Brunner & Suddarth,2002 Keperawatan Medikal Bedah Vol 2. Jakarta : EGC.


Depkes RI, 2006 Kebijakan dan Strategi Nasional Pencegahan dan
Penanggulangan Penyakit Tidak Menular. Jakarta.
Nugroho, 2012 Proses Keperawatan. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Doengoes, ( 2009 ). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : BBC.
Corwin, 2009 Gaya hidup pada penderita hipertensi. Surakarta : Fakultas
psikologis, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Bambang Sadewo, ( 2004 ). Hipertensi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Suyono Slamet, ( 2001 ). 100 Question & Answer Hipertensi. Jakarta : Elex
Media Komputindo.

Anda mungkin juga menyukai