Anda di halaman 1dari 18

RESPIRATORY DISTRESS SYNDROM

Makalah ini ditulis untuk melengkapi komponen penilaian keperawatan anak

Kelompok 3

Firis Berlian

Herlina Sari

Indah Suaidah

Indrianti Suherman

Kelvin Arisandy

Kristin Theresia

Kelas III A

STIKES RS HUSADA JAKARTA

Jl. Mangga Besar Raya No 137-139, Jakarta Pusat

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Makalah ini ditulis untuk
melengkapi komponen penilaian keperawatan anak. Judul yang diajukan penulis yaitu
“Respiratory Distress Syndrom”.

Dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan juga dukungan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu kelompok menyampaikan terima kasih kepada teman seperjuangan serta
pihak-pihak yang nama-namanya tidak dapat disebutkan satu per satu.

Karena kelompok sadar bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, maka kelompok
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Akhir kata Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, 31 Juli 2019

Kelompok
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pola pernafasan normal adalah pola pernafasan yang teratur dengan waktu
ekspirasi lebih panjang daripada waktu inspirasi, karena pada inspirasi otot
pernafasan bekerja aktif, sedangkan pada waktu ekspirasi otot pernapasan bekerja
secara pasif. Pada keadaan sakit dapat terjadi beberapa kelainan pola pernapasan
yang paling sering adalah takipneu. Ganguan pernafasan pada bayi dan anak dapat
disebabkan oleh berbagai kelainan organic, trauma, alargi, infeksi dan lain-lain.
Gangguan dapat terjadi sejak bayi baru lahir.
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease
(HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan
terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Manifestasi dari RDS
disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya
menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat
fungsi surfaktan. Surfaktan merupakan zat yang melapisi kantong udara atau alveoli
di dalam paru-paru. Surfaktan, yang terdiri dari lemak dan protein, memungkinkan
terjadinya pertukaran udara sehingga oksigen dari pernapasan bisa masuk ke dalam
peredaran darah. Fungsi surfaktan adalah menurunkan tegangan muka pada kantong
udara di dalam paru-paru. Tanpa surfaktan dalam jumlah yang cukup, kantong udara
akan kaku, lengket, sulit mengembang dan bahkan bisa kolaps. Penyebab terbanyak
dari angka kesakitan dan kematian pada bayi prematur adalah Respiratory Distress
Syndrome (RDS).
Secara klinis bayi dengan RDS menunjukkan takipnea (> 60 x/menit) ,
pernapasan cuping hidung, retraksi interkosta dan subkosta, expiratory grunting
(merintih) dalam beberapa jam pertama kehidupan. Tanda-tanda klinis lain, seperti:
hipoksemia dan polisitema. Tanda-tanda lain RDS meliputi hipoksemia, hiperkabia,
dan asidosis respiratory atau asidosis campuran.
1.2 Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memperoleh pengetahuan
mengenai Respiratory Distress Syndrome (RDS) .
2. Tujuan khusus
Mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa mengenai Respiratory Distress
Syndrome (RDS).
1.3 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Respiratory Distress Syndrome (RDS) ?
2. Apa etiologi dari Respiratory Distress Syndrome (RDS) ?
3. Bagaimana patofisiologi Respiratory Distress Syndrome (RDS) ?
4. Bagaimana gambaran pathway dari Respiratory Distress Syndrome (RDS) ?
5. Apa saja manifestasi klinis dari Respiratory Distress Syndrome (RDS) ?
6. Apa saja komplikasi dari Respiratory Distress Syndrome (RDS) ?
7. Bagaimana pencegahan dari Respiratory Distress Syndrome (RDS) ?
8. Bagaimana pengkajian dari Respiratory Distress Syndrome (RDS) ?
9. Apa saja yang menjadi pemeriksaan penunjang dari Respiratory Distress
Syndrome (RDS) ?
10. Bagaimana pembahasan kasus dari Respiratory Distress Syndrome (RDS) ?
BAB II

KONSEP TEORITIS

II.1 Pengertian

Respiratory Distress Syndrome (RDS) atau biasa disebut juga Hyaline


Membrane Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan karena
tidak adekuatnya jumlah surfaktan atau defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang
lahir dengan masa gestasi kurang atau prematur.
RDS adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi prematur dengan
tanda-tanda takipnue (>60 x/menit), retraksi dada, yang menetap atau memburuk pada
48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik.
RDS adalah suatu sindrom kegawatan pada pernafasan yang terdiri atas gejala
dispneu, pernafasan cepat lebih dari 60 kali per menit, sianosis, merintih pada saat
ekspirasi karena terdapat retraksi pada suprasternal, interkostal dan epigastrium. Pada
penyakit ini terjadi perubahan paru yaitu berupa pembentukan jaringan hialin pada
membran paru yang rusak. Kerusakan pada paru timbul akibat kekurangan komponen
surfaktan pulmonal. Surfaktan adalah suatu zat aktif yang memberikan pelumasan pada
ruang antar alveoli sehingga dapat mencegah pergesekan dan timbulnya kerusakan pada
alveoli yang selanjutnya akan mencegah terjadinya kolaps paru.

II.2 Etiologi

RDS sering ditemukan pada bayi prematur. Insidens berbanding terbalik


dengan usia kehamilan dan berat badan. Artinya semakin muda usia kehamilan ibu.
Semakin tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya semakin tua usia
kehamilan, semakin rendah kejadian RDS (Asrining Surasmi, dkk, 2003).
PMH ini 60-80% terjadi pada bayi yang umur kehamilannya kurang dari 28
minggu, 15-30% pada bayi antara 32 dan 36 minggu, sekitar 5% pada bayi yang
lebih dari 37 minggu dan jarang pada bayi cukup bulan. Kenaikan frekuensi
dihubungkan dengan bayi dari ibu diabetes, persalinan sebelum umur kehamilan 37
minggu, kehamilan multi janin, persalinan seksio sesaria, persalinan cepat, asfiksia,
stress dingin dan adanya riwayat bahwa bayi sebelumnya terkena, insidens
tertinggi pada bayi preterm laki-laki atau kulit putih (Nelson, 1999).

Faktor-faktornya antara lain :

1) Faktor ibu
Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, gravida empat atau lebih, sosial ekonomi
rendah maupun penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas
janin seperti hipertensi, penyakit diabetes mellitus, dan lain-lain
2) Faktor plasenta
Faktor plasenta meliputi sulosio plasenta, pendarahan plasenta, plasenta kecil,
plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya
3) Faktor janin
Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher,
kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, kelainan kongenital pada neonaatus
dan lain-lain. Kegawatan neonatal seperti kehilangan darah dalam periode perinatal,
aspirasi mekonium, pneumotoraks akibat tindakan resusitasi, dan hipertensi
pulmonal dengan pirau kanan ke kiri yang membawa darah keluar dari paru.
4) Faktor persalinan
Faktor persalinan meliputi partus lama, partus dengan tindakan dan lain-lain. Bayi
yang lahir dengan operasi sesar, berapa pun usia gestasinya dapat mengakibatkan
terlambatnya absorpsi cairan paru (Transient Tachypnea of Newborn)

II.3 Patofisiologi

Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan


oleh alveoli yang masih kecil sehingga paru-paru kesulitan untuk berkembang,
pengembangan kurang sempurna kerana dinding thorax masih lemah, dan produksi
surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus
sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi pada
paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari normal,
pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia
berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein ,
lipoprotein ini berfungsi untuk menurunkan tegangan pada permukaan dan menjaga agar
alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara
dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan
pembukaan yang tinggi agar bias mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis
yang luas dari rongga udara bahagian distal menyebabkan edema interstisial dan
kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli tipe
II. Dilatasi atau pelebaran pada duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena
adanya defisiensi surfaktan ini.
Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma
dan keracunan oksigen, menyebabkan kerusakan pada endothelial dan epithelial sel jalan
pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal
dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam
setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam
setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah proses komplek pada bayi yang immatur
dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan
chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).

II.4 Pathway
II.5 Manifestasi Klinis

Gejala utama RDS pada neonatus yaitu :


a) Takipnea : Laju napas > 60 kali per menit (normal laju napas 40 kali per menit)
b) Sianosis sentral pada suhu kamar yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam
kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik
c) Retraksi : cekungan pada sternum dan kosta pada saat inspirasi
d) Grunting : suara merintih pada saat ekspirasi
e) Pernapasan cuping hidung

2.6 Penatalaksanaan

1. Memberikan lingkungan yang optimal. Suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan
agar tetap dalam batas normal (36,5o-37oC) dengan cara meletakkan bayi dalam
incubator. Kelembapan ruangan juga harus adekuat.
2. Pemberian oksigen. Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hati-hati karena
berpengaruh kompleks pada bayi premature. Pemberian oksigen yang terlalu banyak
dapat menimbulkan komplikasi seperti fobrosis paru,dan kerusakan retina. Untuk
mencegah timbulnya komplikasi, pemberian oksigen sebaiknya diikuti dengan
pemeriksaan analisa gas darah arteri. Bila fasilitas untuk pemeriksaan analisis gas
darah arteri tidak ada, maka oksigen diberikan dengan konsentrasi tidak lebih dari
40% sampai gejala sianosis menghilang.
3. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan homeostasis dan
menghindarkan dari dehidrasi. Pada permulaan diberikan glukosa 5-10% dengan
jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat badan. Asidosis metabolic yang
selalu dijumpai harus segera dikoreksi dengan memberikan NaHCO3 secara
intravena yang berguna untuk mempertahankan agar pH darah 7,35-7,45. Bila tidak
ada fasilitas untuk pemeriksaan analisis gas darah, NaHCO3 dapat diberi langsung
melalui tetesan dengan menggunakan campuran larutan glukosa 5-10% dan
NaHCO3 1,5% dalam perbandinagn 4:1.
4. Pemberian antibiotik. Bayi dengan RDS perlu mendapat antibiotic untuk mencegah
infeksi sekunder. dapat diberikan penisilin dengan dosis 50.000-100.000
U/kgBB/hari atau ampisilin 100 mg/kgBB/hari, dengan atau tanpa gentamisin 3-5
mg/kgBB/hari.
5. Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien RDS adalah pemberian surfaktan
eksogen (surfaktan dari luar). Obat ini sangat efektif tapi biayanya sangat mahal.
II.7Komplikasi
1. Komplikasi jangka pendek dapat terjadi :
a. Ruptur alveoli
Bila dicurigai adanya kebocoran udara (pneumothorak, pneumomediastinum,
pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi dengan RDS yang tiba-
tiba memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi.
b. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan
adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul
karena tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat
respirasi.
c. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventricular
Perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi
terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
2. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
a. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)
Merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan karena pemakaian oksigen
pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya
volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi
mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A.
b. Retinopathy premature
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan
dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya
infeksi.

II.8 Pencegahan RDS

Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah komplikasi pada bayi
resiko tinggi adalah mencegah terjadinya kelahiran prematur, mencegah tindakan seksio
sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis, dan melaksanakan manajemen yang
tepat terhadap kehamilan dan kelahiran bayi resiko tinggi.
Tindakan yang efektif utntuk mencegah RDS adalah:
a) Mencegah kelahiran prematur.
b) Mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai
dengan indikasi medis.
c) Management terhadap kehamilan yang tepat.
d) Pengendalian kadar gula darah ibu hamil yang memiliki
riwayat DM.
e) Optimalisasi kesehatan ibu hamil.
II.9 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Kegunaan
Kultur darah Menunjukkan keadaan bakteriemia
Analisis gas darah Menilai derajat hipoksemia dan keseimbangan asam basa
Glukosa darah Menilai keadaan hipoglikemia, karena hipoglikemia dapat
menyebabkan atau memperberat takipnea
Rontgen toraks Mengetahui etiologi distress nafas
Darah rutin dan hitung a) Leukositosis menunjukkan adanya infeksi
jenis b) Neutropenia menunjukkan infeksi bakteri
c) Trombositopenia menunjukkan adanya sepsis
Pulse oximetry Menilai hipoksia dan kebutuhan tambahan oksigen
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

III.1 Pengkajian
1. Riwayat maternal
a. Menderita penyakit seperti diabetes mellitus
b. Kondisi seperti perdarahan placenta
c. Tipe dan lamanya persalinan
d. Stress fetal atau intrapartus
2. Status infant saat lahir
a. Prematur, umur kehamilan
b. Apgar score, apakah terjadi aspiksia
c. Bayi prematur yang lahir melalui operasi caesar
3. Cardiovaskular
a. Bradikardi (dibawah 100 x per menit) dengan hipoksemia berat
b. Murmur sistolik
c. Denyut jantung dalam batas normal
4. Integumen
a. Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi periferal
b. Pitting edema pada tangan dan kaki
c. Mottling
5. Neurologis
a. Immobilitas, kelemahan, flaciditas
b. Penurunan suhu tubuh
6. Pulmonary
a. Takipnea (pernafasan lebih dari 60 x per menit, mungkin 80 – 100 x )
b.Nafas grunting
c. Nasal flaring
d.Retraksi intercostal, suprasternal, atau substernal
e. Cyanosis (sentral kemudian diikuti sirkumoral) berhubungan dengan persentase
desaturasi hemoglobin
f. Penurunan suara nafas, crakles, episode apnea.
7. Status Behavioral
Lethargy
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Seri rontqen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diaphragma
dengan overdistensi duktus alveolar
b. Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
c. Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60 mmHg,
saturasi oksigen 92% – 94%, pH 7,31 – 7,45
9. Pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi - metabolik.
BB turun, turgor kulit jelek, kulit kering dan kehilangan lemak.
b. Pola eliminasi
Perubahan karakteristik feses dan urine
c. Pola aktifitas – latihan.
Sesak nafas.
d. Pola tidur dan istirahat
sulit tidur.

III.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN, RENCANA KEPERAWATAN DAN


RASIONAL
1. Ketidakefektifan Pola Napas B.D Imatur Paru Atau Dinding Dada dan Difisiensi
Cairan Surfaktan
a. Observasi pola napas. Rasional: mengetahui frekuensi napas
b. Observasi TTV. Rasional: mengetahui keadaan umum bayi
c. Atur posisi tubuh semi ekstensi. Rasional: memudahkan paru-paru berkembang
saat ekspansi
d. Tempatkan bayi pada tempat yang hangat. Rasional: mempertahankan suhu
tubuh
e. Berikan penjelasan kepada keluarga tentang penyebab sesak napas yang dialami
pasien. Rasional: menambah pengetahuan keluarga.
f. Kolaborasi pemberian oksigen. Rasional: Memaksimalkan sediaan oksigen
untuk pertukaran.
g. Kolaborasi pemberian terapi obat bronchodilator. Rasional: Obat
Bronchodilator berfungsi untuk membuka broncus guna memudahkan dalam
pertukaran udara.

2. Gangguan Pertukaran Gas B.D Pengendapan Membrane Hialin Di Alveolus


a. Kaji TTV. Rasional: perubahan vital signs merupakan indikasi derajat
keparahan dan status kesehatan umum.
b. Observasi warna kulit, membrane mukosa, kuku. Rasional: melihat adanya
sianosis.
c. Berikan terapi oksigen sesuai indikasi. Rasional: mempertahankan PaO2 .
d. Kolaborasi pemantauan GDA. Rasional: Hipoksemia dapat menjadi berat
selama edema paru
e. Jelaskan kepada keluarga alasan pemberian oksigen dan tindakan lainnya.
Rasional: menambah pengetahuan keluarga.
f. Informasikan kepada keluarga untuk tidak merokok dlm ruangan. Rasional:
asap rokok dpt memperburuk keadaan bayi.

3. Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang Dari Kebutuhan Tubuh B.D Reflek Menghisap


Lemah
a. Berikan cairan melalui IVFD, glukosa 10%. Rasional: untuk menggantikan
kalori yang tidak didapat oleh oral.
b. Kaji kesiapan bayi untuk minum. Rasional: mengtahui reflek hisap.
c. Berikan minum sesuai jadwal. Rasional: memberikan nutrisi tambahan
tambahan melalui oral
d. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi. Rasional: pemberian
nutrisi dilakukan dengan perhitungan yang tepat.
e. Timbang berat badan. Rasional: mengetahui status nutrisi.
f. Berikan penjelasan kepada keluarga mengenai status gizi dan pentingnya untuk
memenuhi kebutuhan gizi. Rasional: menambah pengetahauan keluarga.
4. Resiko Kekurangan Volume Cairan B.D Kehilangan Cairan Sensible Dan
Insensibel
a. Kaji turgor kulit. Rasional: mengetahui tanda dehidrasi
b. Pertahankan pemberian cairan IVFD. Rasional: mempertahankan kebutuhan
cairan tubuh
c. Pertahankan tetesan infus secara stabil. Rasional: untuk mencegah kelebihan
atau kekurangan cairan.
d. Minitor intake dan output cairan. Rasional: Catatan intake dan output cairan
penting untuk menentukan ketidakseimbangan cairan sebagai dasar untuk
penggantian cairan.
e. Beri minum sesuai jadwal. Rasional: mencegah terjadinya kekurangan cairan.
f. Lakukan pemeriksaan sodium dan potassium setiap 12 atau 24 jam. Rasional:
Peningkatan tingkat sodium dan potassium mengindikasikan terjadinya
dehidrasi dan potensial ketidakseimbangan elektrolit.
g. Berikan penjelasan kepada keluarga tentang pentingnya memenuhi kebutuhan
cairan bayi. Rasional: menambah pengetahuan keluarga.

5. Resiko Gangguan Termoregulasi: Hipotermi B.D Belum Terbentuknya Lapisan


Lemak Pada Kulit
a. Tempatkan bayi pada tempat yang hangat. Rasional: mencegah terjadinya
hipotermi.
b. Atur suhu incubator. Rasional: menjaga kestabilan suhu tubuh.
c. Berikan pakaian yang hangat dan kering. Rasional: menjaga bayi tetap hangat.
d. Pantau selalu suhu tubuh. Rasional: memonitor perkembangan suhu tubuh bayi.
III.4 EVALUASI

1. EVALUASI FORMATIF (PROSES)

Direncanakan segera saat implementasi keperawatan dihasilkan biasanya pada hari


pertama dan kedua, melihat perkembangan si bayi. Apakah setelah kita lakukan
implementasi adakah perubahan kepada si bayi selama hari pertama dan kedua.

2. EVALUASI SUMATIF (HASIL)

Kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan sesuai waktu pada tujuan ,
ditulis pada catatan perkembangan. Fokus evaluasi ini adalah perubahan perilaku atau
status kesehatan klien pada akhir asuhan keperawatan.
BAB IV

PENUTUP

IV.1 KESIMPULAN

IV. 2 SARAN

Untuk perawat
1. Diharapkan dapat menjaga kerjasama yang bagus yang sudah terjalin antara
sesama perawat maupun tim kesehatan lain
2. Diharapkan memeprtahankan dan meningkatkan kinerja dalam melakukan
asuhan keperawatan sesuai standar
3. Diharapkan dapat mempertahanan sikap profesional dan ramah tamah kepada
klien
Untuk Keluarga Klien
1. Diharapkan selalu menaati program pengobatan yang ada
2. Diharakan mampu kooperatif terhadap semua instruksi dari para tenaga
kesehatan

DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily lyn, dan linda A. sowden 2009. Keperawatan pediatric, edisi 5. Jakarta:
EGC.
Christian.2013. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Idiopatic Respiratory Distress
Doenges, Marilynn, dkk. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 8 .Jakarta : EGC.

Mansjoer. (2002). Kapita selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.: EGC.
Suriadi dan Yuliani, R. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi 1 Jakarta : CV
Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai