Pendahuluan
Profesi KGD
Nama Mahasiswa : Andini Siti
Sa’adah
KOREKSI I KOREKSI II
(………………...……
(…………………… …………………….)
………...…………)
FORMULIR SISTEMATIKA
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT UNIVERSITAS FALETEHAN
1. Definisi Penyakit
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021
Goiter atau struma berasal dari bahasa Latin “tumidum gutter” yang artinya tenggorokan yang
membesar. Definisi lain goiter adalah kelenjar tiroid yang membesar dua kali atau lebih dari ukuran
normal atau berat nya mencapai 40 gram atau lebih. Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh
berbagai hal, namun penyebab yang paling umum adalah kekurangan zat yodium dalam makanan
(Mawardi, 2016).
Struma disebut juga goiter didefinisikan sebagai pembesaran kelenjar tiroid. Struma dapat meluas
ke ruang retrosternal dengan dan atau tanpa pembesaran anterior substansial. Karena hubungan anatomi
kelenjar tiroid ke trakea, laring, saraf laring, superior dan inferior, dan esophagus, pertumbuhan
abnormal dapat menyebabkan berbagai sindrom komperhensif (Tampatty, 2018).
2. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroidmerupakan faktor penyebab
pembesaran kelenjar tyroid antara lain:
a. Defisiensi yodium. Pada umumnya, penderita penyakit struma seringterdapat di daerah yang
kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandungiodium, misalnya daerah pegunungan.
b. Kelainan metabolik kongenital yang mengahambat sintesa hormon tyroid.
c. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (substansi dalam kol, lobak, dankacang kedelai).
d. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (Triocarbamide, sulfonylureadan litium).
e. Hiperplasi dan involusi kelenjar tyroid pada umumnya ditemui pada masa pertumbuhan, puberitas,
menstruasi, kehamilan, laktasi, menopause, infeksidan stress lainnya. Dimana menimbulkan
nodularitas kelenjar tiroid yangdapat bekelanjutan dengan berkurangnya aliran darah didaerah
tersebut.
3. Manifestasi Klinis
Gejala struma yang sering muncul lainnya yaitu leher bertambah besar, sulit bernapas, sesak napas,
suara serak atau parau, nodul tunggal atau ganda dengan konsistensi keras atau tidak, tes Thyroid
Stimulating Hormone (TSH) serum meningkat, biasanya tanpa rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan
di daerah nodul (Rendi & Margareth, 2015:199).
4. Deskripsi Patofisiologi
Yodium merupakan bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormon tiroid. Bahan
yang mengandung yodium diserap usus, masuk kedalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak
oleh kelenjar tiroid. Dalam kelenjar, yodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimulasikan
oleh Tiroid Stimulating Hormon (TSH) kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada
fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan
molekul triiodotironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukan pengaturan umpan balik negatif dari seksesi TSH
dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedangkan T3 merupakan hormon metabolik yang tidak
aktif. Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel
menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram.
Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan perubahan dalam struktur dan
fungsi kelenjar tiroid gondok. Rangsangan TSH reseptor tiroid oleh TSH, TSH-Reseptor Antibodi atau
TSH reseptor agonis, seperti chorionic gonadotropin, akan menyebabkan struma diffusa. Jika suatu
kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel maligna metastase ke kelenjar tiroid, akan menyebabkan
struma nodusa. Defesiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan menyebabkan peningkatan
produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan jumlah dan hiperplasi sel kelenjar tyroid
untuk menormalisir level hormon tiroid. Jika proses ini terus menerus, akan terbentuk struma.
Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang termasuk stimulator
reseptor TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar hipofise yang resisten terhadap hormon tiroid,
adenoma di hipotalamus atau di kelenjar hipofise, dan tumor yang memproduksi human chorionic
gonadotropin.
5. Klasifikasi Struma
a. Secara morfologi ( konsistensi/bentuk )
1) Bentuk kista : struma kistika
a) Tidak pernah toksik ( kista jinak )
b) Tidak ada tanda – tanda keganasan pada tubuh
c) Berbatas tegas, permukaan licin, konsistensi kistik
2) Bentuk noduler : struma nodusa
a) Ganas, mungkin toksik
b) Bentuk jelas, konsistensi kenyal, keras, keras seperti batu ( ganas )
3) Bentuk difusa : Struma diffusa
a) Tidak pernah ganas tapi toksik
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium (Tes Fungsi Hormon)
Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes fungsi tiroid untuk
mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan triyodotiroin serum diukur dengan
radioligand assay. Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara
metabolik aktif. Kadar TSH plasma dapat diukur dengan assay radioimunometrik.
Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar tinggi pada
pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di bawah normal pada pasien peningkatan
autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga
memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodium radioaktif (RAI) digunakan untuk mengukur
kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen Leher
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau menyumbat trakea
(jalan nafas).
b. USG
USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya kista/nodul yang
mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan
USG antara lain kista, adenoma, dan kemungkinan karsinoma.
c. Sidikan (Scan) Tiroid
Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama technetium-99m dan
yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah jam kemudian berbaring di bawah suatu
kamera canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan
ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalh fungsi bagian-bagian tiroid.
d. Biopsi Aspirasi Jarum Halus
Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi jarum
tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini
dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat. Selain itu teknik biopsi
kurang benar dan pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah intrepertasi
oleh ahli sitologi.
8. Penatalaksanaan Medis/Operatif
a. Pembedahan
Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering dibandingkan dengan
yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien hipotiroidisme yang tidak mau
mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-
reaksi yang merugikan yang dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau
kekambuhan. Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik atau
pil KB), kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan makin banyak tiroid yang
terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar T4 sehingga dapat diketahui keadaan
fungsi tiroid.
Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum pembedahan tidak
perlu pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat sekitar 3 hari. Kemudian diberikan obat
tiroksin karena jaringan tiroid yang tersisa mungkin tidak cukup memproduksi hormon dalam jumlah
yang adekuat dan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan struma dilakukan 3-4 minggu setelah
tindakan pembedahan.
Beberapa jenis pembedahan yang dilakukan adalah:
1) Isthmulobectomy , mengangkat isthmus.
2) Lobectomy, mengangkat satu lobus, bila subtotal sisa 3 gram
3) Tiroidectomi total, semua kelenjar tiroid diangkat
4) Tiroidectomy subtotal bilateral, mengangkat sebagian lobus kanan dansebagian kiri.
5) Near total tiroidectomi, isthmulobectomy dextra dan lobectomy subtotalsinistra dan sebaliknya.
6) Radical Neck Dissection (RND), mengangkat seluruh jaringan
limfoid pada leher sisi yang bersangkutan dengan menyertakan nervus naccessories, vena
jugularis eksterna dan interna, musculus sternocleidomastoideus dan musculus omohyoideus
serta kelenjar ludah submandibularis.
b. Yodium Radioaktif
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar tiroid sehingga
menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka pemberian yodium radioaktif
dapat mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid
sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan
resiko kanker, leukimia, atau kelainan genetik35 Yodium radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul
atau cairan yang harus diminum di rumah sakit, obat ini ini biasanya diberikan empat minggu
setelah operasi, sebelum pemberian obat tiroksin.
c. Tindakan Keperawatan pada pasien perioperatif menurut Hidayat & Uliyah (2014), adalah :
1) Pra Operasi
Pada pertemuan pertama dengan pasien, perawat sudah mulai melakukan pengkajian dan di
tuskan selama periode perioperatif. Pengkajian harus holistik, yaitu menyangkut kebutuhan
fisiologis, psikologis, spiritual, dan sosial pasien dan keluarga atau orang penting bagi pasien.
Riwayat kesehatan yang lengkap harus dikaji agar faktor yang menjadi resiko pembedahan dapat
di ketahui dan di cegah atau dikurangi. Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah
pemberian pendidikan kesehatan yang perlu di jelaskan adalah berbagai informasi mengenai
tindakan pembedahan, diantaranya jenis pemeriksaan yang dilakukan sebelum bedah, alat-alat
khusus yang diperlukan, pengiriman ke kamar bedah, ruang pemulihan, dan kemungkinan
pengobatan setelah bedah.
2) Post Operasi
Beberapa hal yang perlu dikaji setelah tindakan pembedahan, diantaranya adalah status
kesadaran, kualitas jalan napas, sirkulasi, dan perubahan tanda vital yang lain, keseimbangan
elektrolit, kardiovaskular, lokasi daerah pembedahan dan sekitarnya, serta alat yang digunakan
dalam pembedahan. Penatalaksanaannya adalah meningkatkan proses penyembuhan luka,
mempertahankan respirasi sempurna, mempertahankan sirkulasi, mempertahankan keseimbangan
cairan dan elektrolit, mempertahankan eleminasi, mempertahankan aktifitas.
9. Terapi Farmakologis
a. Pemberian Tiroksin dan Obat Anti Tiroid
Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini bahwa
pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk menekan TSH
serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme
yang terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang
digunakan saat ini adalah propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol.
1) Airway
a) Curigai pasien mengalami trauma cervical (multiple trauma, jejas klavikula, trauma kapitis,
biomekanikal mendukung) indikasikan pemasangan neck collar.
b) Look, listen, feel.
(1) Cairan (gurgling) : miringkan pasien (logroll), fingersweep, suction.
(2) Pangkal lidah jatuh kebelakang (snoring) : head tilt, chin lift, jaw thurst.
Berikan OPA jika pasien tidak sadar, Berikan NPA jika pasien sadar dan reflek gag (+).
(3) Crowing : ETT dan nedlle cricothyroidotomy
2) Breathing
a) Hitung frekuensi nafas.
b) Cek saturasi oksigen menggunakan oxymetri.
c) Lakukan pemeriksaan IAPP (Inspeksi, Auskultasi, Perkusi, Palpasi).
3) Circulation
a) Cek nadi, tekanan darah, akral, CRT, sianosis.
b) Stop bleeding jika ada perdarahan.
c) Lakukkan pembidaian/balut tekan.
d) Tentukan derajat perdarahan dan lakukan resusitasi cairan / darah sesuai derajat.
4) Drug (obat-obatan yang saat ini dipakai termasuk apakah pasien ada alergi terhadap obat-obat
tertentu)
5) Equipment (adakah alat yang terpasang pada pasien)
c. Comprehensive Admission Assessment
Comphrehnsive Assement atau pengkajian lengkap adalah meliputi pengkajian kesehatan lalu,
riwayat psikososial dan spiritual serta pengkajian fisik dari setiap sistem tubuh (sistem
kardiovaskuler, respirasi, neurologi, renal, gastriointenstinal, endokrin dan immunologi serta
integument)
d. Ongoing Assessment
Ongoing Assessment atau pengkajian berkelanjutan adalah kontinuitas monitoring kondisi
pasien setiap 1-2 jam pada saat kritis, selanjutnya sesuai kondisi pasien, yang perlu dikaji tanda-
tanda vital, hemodinamik, alat-alat yang terpakai oleh pasien saat masuk ICU. Pada fase ini
pengkajian memang harus lebih terfokus dan juga lebih sering dilakukan untuk mengetahui kondisi
kestabilan pasien. Pemantauan lanjutan ini biasanya dilakukan 1-2 jam sekali pada pasien yang status
fisiologinya menurun dan 2-4 jam sekali pada pasien yang sudah mulai stabil kondisinya. Tetapi
bahkan bisa setiap 15 menit sekali saat kondisi pasien kritis.
11. Patoflow
Defisiensi yodium
Produksi T4 menurun
Pembedahan
Nyeri dipersepsikan
Nyeri akut
Kesulitan bernapas
Defisit Nutrisi
Data Subjektif : Defisiensi yodium D.0129 Gangguan
Mayor : - Integritas Jaringan
Minor : - Kapasitas kelenjar tiroid
untuk mensekresi hormon
Data Objektif : tiroid terganggu
Mayor :
- Kerusakan Produksi T4 menurun
jaringan kulit dan
atau lapisan kulit Kadar hormon tiroid dalam
Minor : darah menurun
- Nyeri
- Pendarahan Mekanisme umpan balik
- Kemerahan negatif terhadap kelenjar
- Hematoma tiroid
- Imunodefisiensi
- Katerisasi jantung Peningkatan aktivitas
kelenjar tiroid untuk
mensekresi hormon
Hipertropi folikel-folikel
kelenjar tiroid
Mempengaruhi organ
sekitarnya
Pembedahan
Terputusnya kontinuitas
jaringan
Gangguan Integritas
Jaringan
Faktor Risiko : Defisiensi yodium D.0142 Risiko Infeksi
1. Penyakit kronis (mis,
diabetes melitus) Kapasitas kelenjar tiroid
2. Efek prosedur invasif untuk mensekresi hormon
3. Malnutrisi tiroid terganggu
4. Peningkatan paparan
organisme patogen Produksi T4 menurun
lingkungan
5. Ketidakadekuatan Kadar hormon tiroid dalam
pertahanan tubuh darah menurun
primer :
a. Gangguan Mekanisme umpan balik
peristaltik negatif terhadap kelenjar
b. Kerusakan tiroid
integritas kulit
c. Perubahan sekresi Peningkatan aktivitas
pH kelenjar tiroid untuk
d. Penurunan kerja mensekresi hormon
siliaris
e. Ketuban pecah Hipertropi folikel-folikel
lama kelenjar tiroid
f. Ketuban pecah
sebelum waktunya Mempengaruhi organ
g. Merokok sekitarnya
h. Statis cairan tubuh
6. Ketidakadekuatan Pembedahan
pertahanan tubuh
sekunder : Terputusnya kontinuitas
a. Penurunan jaringan
hemoglobin
b. Imununosupresi Kuman patogen dari luar
c. Leukopenia
d. Supresi respon Reaksi jaringan terhadap
inflamasi infiltrasi kuman patogen
e. Vaksinasi tidak
adekuat Risiko Infeksi
Terputusnya kontinuitas
jaringan
Reseptor nyeri
Diteruskan ke thalamus,
korteks serebri
Nyeri dipersepsikan
Nyeri akut
9. Suhu kulit membaik 8. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat mempercepat proses
10. Sensasi membaik dan drainase. penyembuhan luka.
11. Tekstur membaik 9. Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 6. Antibiotik dapat
jam atau sesuai kondisi pasien. menghambat proses infeksi .
10. Berikan diet dengan kalori 30-35
kkal/KgBB/hari dengan protein 1,25
– 1,5 g/KgBB/Hari.
11. Berikan suplemen vitamin dan
mineral.
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
2. Anjurkan mengkonsumsi makanan
tinggi kalori dan protein.
3. Ajarkan prosedur perawatan luka
secara mandiri.
Kolaborasi
1. Kolaborasi prosedur debridement.
2. Kolaborasi pemberian antibiotik,
jika pelu.
D.0142 Risiko Infeksi SLKI label : L.14128 SIKI LABEL: I.14539 Pencegahan
Kontrol Risiko Infeksi
dan pola tidur membaik untuk mengurangi rasa nyeri. 6. Dengan adanya pengetahuan
2. Kontrol lingkungan yang tentang nyeri pasien dapat
memperberat rasa nyeri. meminimalkan rasa nyeri.
3. Fasilitasi istirahat dan tidur. 7. Membantu pasien dalam
4. Pertimbangkan jenis dan sumber memonitor dan menggunakan
nyeri dalam pemilihan strategi analgesic secara mandiri.
meredakan nyeri. 8. Pemberian dosis analgesic
sesuai dengan keparahan nyeri.
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri serta strategi pemicu
nyeri.
2. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri dan menggunakan analgetik
secara tepat.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu.
DAFTAR PUSTAKA
Assagaf S.M., Lumintang N., Lampus H. (2012). Gambaran eutiroid pada pasien struma.
Hidayat, A. A., & Uliyah, M. (2014). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Salemba
Medika.
Nuratif & Kusuma. (2016). Asuhan Keperawatan Praktik Berdasarkan Penerapan Diagnosa
NANDA, NIC, NOC Dalam Berbagai Kasus. Yogyakarta : Mediaaction.
Rendy, M., & Margareth. (2015). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit Dalam.
Yogyakarta : Nuha Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1
Cetakan 3 (Revisi). Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Cetakan II.
Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intevensi Keperawatan Indonesia Cetakan II.
Jakarta : DPP PPNI