Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR PATELLA

A. PENGERTIAN
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga

fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang dan jaringan

lunak sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap

atau tidak lengkap ( Price & Wilson, 2006). Fraktur adalah terputusnya

kotinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya Disebabkan

oleh trauma atau ruda paksa .Namun fraktur sekunder bisa diakibatkan dari

proses penyakit seperti osteoporosis serta yang menyebabkan fraktur

pathologis. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang terjadi

karena adanya tekanan pada tulang yang melebihi absorpsi tulang.

Fraktur patella merupakan penyakit yang jarang ditemui dan bahkan satu-

satunya yang ditemui dibangsal/ruangan. Tulang patella merupakan tulang

sesamoid terbesar dalam tubuh manusia dan mempunyai fungsi mekanis dalam

ekstensi anggota gerak bawah. Untuk mengatasi masalah ini diperlikan

strategi-strategi khusus dan ahli bedah kusus dalam melakukan pembedahan.

Asuhan keperawatan Fraktur Patella diangkat karna Fraktur. Patella merupakan

satu-satunya kasus yang dianggap lebih bertentangan dibandingkan dengan

kasus-kasus lainnya. Sedangkan menurut anatominya, patella adalah

tempurung lutut. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa fraktur

patella merupakan suatu gangguan integritas tulang yang ditandai dengan

rusaknya atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang dikarenakan tekanan

yang berlebihan yang terjadi pada tempurung lutut. Patella adalah tempurung
lutut. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa fraktur patella

merupakan suatu gangguan integritas tulang yang ditandai dengan rusaknya

atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang dikarenakan tekanan yang

berlebihan yang terjadi pada tempurung lutut.

B. ETIOLOGI
1. Trauma langsung: benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur pada

tempat itu.

2. Trauma tidak langsung: bilamana titik tumpul benturan dengan terjadinya

fraktur berjauhan

3. Proses penyakit: kanker dan riketsia

4. Compresion force: klien yang melompat dari tempat ketinggian dapat

mengakibatkan fraktur kompresi tulang belakang.

5. Muscle (otot): akibat injuri/sakit terjadi regangan otot yang kuat sehingga

dapat menyebabkan fraktur (misal; elektrik shock dan tetani).

C. KLASIFIKASI
1. Berdasarkan garis fraktur

a. Fraktur komplit

Garis patahnya melalui seluruh penampang tulang atau melaui kedua

korteks tulang.

b. Fraktur inkomplit

Garis patahnya tidak melalui seluruh penampang tulang greenstick

fracture : bila menegenai satu korteks dimana korteks tulangnya


sebagian masih utuh juga periosteum akan segera sembuh dan segera

mengalami remodeling kebentuk normal.

2. Fraktur menurut jumlah dan garis patah/bentuk/konfigurasi

a. Fraktur comminute: banyak fraktur/fragmen kecil tulang yang terlepas

b. Fraktur segmental: bila garis patah lebih dari satu tetapi tidak

berhubungan satu ujung yang tidak memiliki pembuluh darah menjadi

sulit untuk sembuh dan keadaan ini perlu terapi bedah.

c. Fraktur multipel: garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang

berlainan tempatnya. Seperti fraktur femur, cruris dan vertebra.

3. Fraktur menurut posisi fragmen

a. Fraktur undisplaced (tidak bergeser): garis patah komplit tetapi kedua

fragmen tidak bergeser, periosteumnya masih utuh.

b. Fraktur displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen-fragmen

fraktur yang disebut juga dislokasi fragmen.

4. Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar

a. Fraktur terbuka ( open fracture/compoun fraakture )

Fraktur terbuka karena integritas kulit robek/terbuka dan ujung tulang

menonjol sampai menembus kulit. Fraktur terbuka ini dibagi menjadi

tiga berdasarkan tingkat keperahan:

 Derajat I: robekan kulit kurang dari 1 cm dengan kerusakan

kulit / jaringan minimal.

 Derajat II: luka lebih dari 1 cm, kerusakan jaringan sedang,

potensial infeksi lebih besar, fraktur merobek kulit dan otot.


 Derajat III: kerusakan/robekan lebih dari 6-8 cm dengan

kerusakan jaringan otot, saraf dan tendon, kontaminasi sangat

besar dan harus segera diatasI.

b. Fraktur tertutup (closed fracture/simple fracture).

Fraktur tidak kompkleks, integritas kulit masih utuh, tidak ada

gambaran tulang yang keluar dari kulit.

5. Fraktur bentuk fragmen dan hubungan dengan mekanisme trauma

a. Fraktur transversal (melintang), trauma langsung.

Garis fraktur tegak lurud, segmen tulang yang patah direposisi /

direduksi kembali ketempat semula, segmen akan stabil dan biasanya

mudah dikontrol dengan bidai gips.

b. Fraktur oblique; trauma angulasi

Fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang.

Fraktur ini tidak stabil dansulit diperbaiki.

c. Fraktur spiral; trauma rotasi

Fraktur ini timbul akibat torsi pada ekstrimitas, menimbulkan sedikit

kerusakan jaringan lunak dan cenderung cepat sembuh dengan

imobilisasi luar.

d. Fraktur kompresi; trauma axial flexi pada tulang spongiosa

Fraktur terjadi karena ketika dua tulang menumpuk tulang ketiga yang

berada diantaranya seperti satu vertebra dengan dua vertebra lainnya.

e. Fraktur avulsi; taruma akibat tarikan (fraktur patela)


6. Fraktur memisahkan suatu fragmen tulang tempat insersi tendon atau

ligamen.

 Fraktur patologi

Terjadi pada daerah yang menjadi lemah oleh karena tumor atau prose

patologik lainnya.

D. PATOFISIOLOGI

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya

pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan

eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka

terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya

kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur,

periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan

jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena

kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.

Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang

mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai

denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah

putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang

nantinya (Black, J.M, et al, 1993).


Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

a. Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung

terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.

b. Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan

untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas,

kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.

( Ignatavicius, Donna D, 1995 )

c. Biologi penyembuhan tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur

merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan

membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru

dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan

tulang, yaitu:

1. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur.

Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan

sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini

berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.

2. Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro

kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow


yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini

terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast

beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari

terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang

yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai

selesai, tergantung frakturnya.

3. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan

osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai

membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh

kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi

sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur

dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur

(anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat

fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.

4. Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang

berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan

memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis

fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang

tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang
lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal.

5. Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama

beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh

proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae

yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi,

dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan

akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.


Phatways
E. MANIFESTASI KLINIK
a. Edema/pembengkakan

b. Nyeri: spasme otot akibat reflek involunter pada otot, trauma langsung pada

jaringan, peningkatan tekanan pada saraf sensori, pergerakan pada daerah

fraktur.

c. Spasme otot: respon perlindungan terhadap injuri dan fraktur

d. Deformitas

e. Echimosis: ekstravasasi darah didalam jaringan subkutan

f. Kehilangan fungsi

g. Crepitasi: pada palpasi adanya udara pada jaringan akibat trauma terbuka.

F. TAHAP PENYEMBUHAN TULANG

a. Tahap pembentukan hematom

Dalam 24 jam pertama mulai terbentuk bekuan darah dan fibrin yang masuk

kearea fraktur. Suplai darah meningkat, terbentuklah hematom yang

berkembang menjadi jaringan granulasi sampai hari kelima.

b. Tahap proliferasi

Dalam waktu sekitar 5 hari , hematom akan mengalami organisasi.

Terbentuk benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan

untuk revaskularisasi dan invasi fibroblast dan osteoblast yang akan

menhasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada

patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan.


c. Tahap pembentukan kalus

Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh

mencapai sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang

digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur.

Perlu waktu 3-4 minggu agar frakmen tulang tergabung dalam tulang rawan

atau jaringan fibrus.

d. Osifikasi

Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah

tulang melalaui proses penulangan endokondrial. Mineral terus menerus

ditimbun sampai tulang benar-benar bersatu. Proses ini memerlukan waktu

3-4 bulan.

e. Konsolidasi (6-8 bulan) dan Remodeling (6-12 bulan)

f. Tahap akhir dari perbaikan patah tulang. Dengan aktifitas osteoblas dan

osteoclas, kalus mengalami pembentukan tulang sesuai aslinya.

G. PRINSIP-PRINSIP PENATALAKSANAAN

a. Rekognisi

Menyangkut diagnosa fraktur pada tempat kejadian kecelakaan dan

kemudian di rumah sakit.

 Riwayat kecelakaan

 Parah tidaknya luka

 Diskripsi kejadian oleh pasien

 Menentukan kemungkinan tulang yang patah


 krepitus

b. Reduksi:

Reposisi fragmen fraktur sedekat mungkin dengan letak normalnya. Reduksi

terbagi menjadi dua yaitu:

 Reduksi tertutup: untuk mensejajarkan tulang secara manual dengan

traksi atau gips

 Reduksi terbuka: dengan metode insisi dibuat dan diluruskan melalui

pembedahan, biasanya melalui internal fiksasi dengan alat misalnya; pin,

plat yang langsung kedalam medula tulang.

c. Immobilisasi

Setelah fraktur di reduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi untuk

membantu tulang pada posisi yang benar hingga menyambung kembali.

d. Retensi

Menyatakan metode-metode yang dilaksanakan untuk mempertahankan

fragmen-fragmen tersebut selama penyembuhan (gips/traksi)

e. Rehabilitasi

Langsung dimulai segera dan sudah dilaksanakan bersamaan dengan

pengobatan fraktur karena sering kali pengaruh cidera dan program

pengobatan hasilnya kurang sempurna (latihan gerak dengan kruck).


H. TINDAKAN PEMBEDAHAN

a. ORIF (OPEN REDUCTION AND INTERNAL FIXATION)

1) Insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cidera dan diteruskan

sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur

2) Fraktur diperiksa dan diteliti

3) Fragmen yang telah mati dilakukan irigasi dari luka

4) Fraktur di reposisi agar mendapatkan posisi yang normal kembali

5) Saesudah reduksi fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan alat

ortopedik berupa; pin, sekrup, plate, dan paku

6) Keuntungan:

a) Reduksi akurat

b) Stabilitas reduksi tinggi

c) Pemeriksaan struktu neurovaskuler

d) Berkurangnya kebutuhan alat imobilisasi eksternal

e) Penyatuan sendi yang berdekatan dengan tulang yang patah menjadi

lebih cepat

f) Rawat inap lebih singkat

g) Dapat lebih cepat kembali ke pola kehidupan normal

7) Kerugian

a) Kemungkinan terjadi infeksi

b) Osteomielitis.
b. EKSTERNAL FIKSASI

 Metode alternatif manajemen fraktur dengan fiksasi eksternal, biasanya

pada ekstrimitas dan tidak untuk fraktur lama

 Post eksternal fiksasi, dianjurkan penggunaan gips.

 Setelah reduksi, dilakukan insisi perkutan untuk implantasi pen ke tulang

 Lubang kecil dibuat dari pen metal melewati tulang dan dikuatkan

pennya.

 Perawatan 1-2 kali sehari secara khusus, antara lain:

Obsevasi letak pen dan area, Observasi kemerahan, basah dan rembes,

Observasi status neurovaskuler distal fraktur.

I. TEST DIAGNOSTIK

a. X Ray: menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma

b. Scan tulang: menidentifikasi kerusakan jaringan lunak

c. Hitung darah lengkap:

d. Ht: mungkin meningkaat (hemokonsentrasi), menurun (perdarahan

bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh dari trauma multiple)

e. Peningkatan SDP: respon stres normal setelah trauma

f. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal

g. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah atau cedera

hati.
J. KOMPLIKASI

a. Komplikasi awal

1) Shock Hipovolemik/traumatikFraktur (ekstrimitas, vertebra, pelvis,

femur) → perdarahan & kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang

rusak → shock hipovolemi.

2) Emboli lemak

3) Trombo emboli vena Berhubungan dengan penurunan aktivitas/kontraksi

otot/bedrest

4) Infeksi Fraktur terbuka: kontaminasi infeksi sehingga perlu monitor

tanda infeksi dan terapi antibiotik

b. Komplikasi lambat

1) Delayed union, Proses penyembuhan fraktur sangat lambat dari yang

diharapkan biasanya lebih dari 4 bulan. Proses ini berhubungan dengan

proses infeksi. Distraksi/tarikan bagian fragmen tulang

2) Non union, Proses penyembuhan gagal meskipun sudah diberi

pengobatan. Hal ini disebabkan oleh fobrous union atau pseudoarthrosis

3) Mal union, Proses penyembuhan terjadi tetapi tidak memuaskan (ada

perubahan bentuk)

4) Nekrosis avaskuler di tulang, Karena suplai darah menurun sehingga

menurunkan fungsi tulang .


A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

Pengkajian merupakan tahapan awal dan landasan dalam proses

keperawatan ,untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang

masalah-masalah pasien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan

keperawatan .

a. Anamnesa

1. Identitas pasien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang di

pakai ,status perkawinan , pendidikan , pekerjaan , no RM, tanggal

MRS, diagnose medis.

2. Keluhan utama

Data subjektif : pasien mengeluh nyeri pada bagian yang mengalami

fraktur.

Data objektif : pasien tampak meringis kesakitan , pasien tampak

memegang bagian yang mengalami fraktur, pasien tampak menangis ,

pasien tampak lemas, dll.

3. Riwayat penyakit sekarang

Ini berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut.

4. Riwayat penyakit dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan

memberi petunjuk berapa lama tulang tersebuat akan menyambung.

5. Riwayat penyakit keluarga


Penyakit keluarga yang berhubungan dengan tulang merupakan salah

satu faktor predisposisi terjadinya fraktur.

6. Riwayat psikososial

Merupakan respon emosi pasien terhadap penyakit yang dideritanya.

7. Riwayat keperawatan dan pengkajian fisik

Berdasarkan klasifikais deenges dkk( 2000), riwayat keperawatan

yang perlu dikaji adalah :

a. Aktivitas istirahat

Tanda : keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian terkena

mungkin segera setelah fraktur itu sendiri atau terjadi secara

sekunder dan pembengkakan jaringan nyeri.

b. Sirkulasi

Tanda : HT atau hipotesi ( kehilangan darah), takipkardia ( respon

stress , hipovalemia).

c. Neurosensori

Gejala : hilang gerakan atau sensasi , spasme otot, kesemutan

Tanda : deformitas local : agulasi abnormal, pemendekan, rotasi

krepitasi.

d. Nyeri /kenyamanan

Gejala : nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera mungkin terlokalisasi

pada area jaringan / karusakan tulang dapat berkurang pada

imebilisasi.

e. Keamanan
Tanda : laserasi kulit , avusi – jaringan , perdarahan , perubahan

warna, pembengkakan local.

f. Penyuluhan :

Gejala : lingkungan tidak mendukung ( menimbulkan cedera )

pengetahuan terbatas.

K. DIGNOSA KEPERAWATAN

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen-agen penyebab cedera mekanik.

b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan

musculoskeletal.

c. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan .

d. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanis .

e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan musculoskeletal.


DAFTAR PUSTAKA

1. Amin,Hardi.(2013).Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosis


Medis dan NANDA NIC NOC.Jogyakarta.Media Action
2. Black (1997). Medical surgical nursing. Philadelpia: WB Saunders Company
3. Brunner & Suddarth (2000). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8
vol 3. EGC : Jakarta.
4. Lewis (2000). Medical surgical nursing. St Louis: Mosby
5. Mansjoes, A dkk (2001). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid edisi 3. Jakarta :
Media Aesulapius
6. Price, S. A. (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Ed. 4.
Jakarta: EGC
7. Smeltzer & Baro (2012), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC ,
Jakarta.
8. Smeltzer, S. C. (2008). Medical Surgical Nursing. Brunner & Suddart. Ed. 8.
Jakarta: EGC
9. Wilkinson,Nancy.(2012).Buku Saku Diagnosis Keperawatan-Diagnosis
NANDA, intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC.Edisi 9. Jakarta.ECG
10. www.Scribd.com

Anda mungkin juga menyukai