Anda di halaman 1dari 40

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dalam taraf


halusinasi menuju industrialisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan
mobilisasi masyarakat /mobilitas masyarakat yang meningkat otomatisasi terjadi
peningkatan penggunaan alat-alat transportasi /kendaraan bermotor khususnya
bagi masyarakat yang tinggal diperkotaan. Sehingga menambah “kesemrawutan”
arus lalu lintas. Arus lalu lintas yang tidak teratur dapat meningkatkan
kecenderungan terjadinya kecelakaan kendaraan bermotor. Kecelakaan tersebut
sering kali menyebabkan cidera tulang atau disebut fraktur. Menurut Smeltzer
(2001) fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya.
Penanganan segera pada klien yang dicurigai terjadinya fraktur adalah
dengan mengimobilisasi bagian fraktur adalah salah satu metode mobilisasi
fraktur adalah fiksasi Interna melalui operasi Orif (Smeltzer, 2001). Penanganan
tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi umumnya
oleh akibat tiga fraktur utama yaitu penekanan lokal, traksi yang berlebihan dan
infeksi. Peran perawat pada kasus fraktur meliputi sebagai pemberi asuhan
keperawatan langsung kepada klien yang mengalami fraktur, sebagai pendidik
memberikan pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi, serta sebagai
peneliti yaitu dimana perawat berupaya meneliti asuhan keperawatan kepada klien
fraktur melalui metode ilmiah.
BAB 2
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer et al, 2000). Menurut Long (2000)
Fraktur adalah diskontiunitas jaringan tulang yang banyak disebabkan karena
kekerasan yang mendadak atau tidak atau kecelakaan. Menurut Oswari (2000)
Fraktur adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan
yang disebabkan oleh kekerasan. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda
paksa (Mansjoer,2000).

B. Etiologi
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka
dengan garis patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh
dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang
paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.
4. Fraktur patologis
Adalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena adanya proses
pelemahan tulang akibat suatu proses penyakit atau kanker yang
bermetastase atau osteoporosis (Oswari, 2000).
C. Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis ,
dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:

1. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).


a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi.
b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit. Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat sebagai berikut:
1. Derajat I :
a. Luka < 1 cm
b. Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk
c. Fraktur sederhana, tranversal, oblik, atau kominutif ringan
d. Kontaminasi ringan
2. Derajat II :
a. Luka >1 cm
b. Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avulasi
c. Fraktur kominutif sedang
d. Kontaminasi sedang
3. Derajat III :
a. Terjadinya kerusakan jaringan lunak luas, meliputi struktur kulit,
otot, dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.
b. Jaringan lunak yang menutup fraktur tulang adekuat, meskipun
terdapat laserasi luas, atau fraktur segmental/ sangat kominutif
yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat
besarnya ukuran luka.
c. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar
atau kontaminasi masif.
d. Luka pada pembuluh arteri/ saraf perifer yang harus diperbaiki
tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.
2. Berdasarkan komplit atau ketidak komplitan fraktur:
a. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penopang tulang atau
melalui kedua korteks tulang.
b. Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penopang
tulang.

3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme

trauma:

a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan


merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi juga.
c. Fraktur Spiral: Fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
e. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau
traksi otot pada insersinya pada tulang.

4. Berdasarkan jumlah garis patah:

a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b. Fraktur Segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur Multip l e : f raktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak pada tulang yang sama.
5. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.

a. Fraktur Undisplace (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua


fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b. Fraktur Displaced: terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut
lokasi fragmen.

D. Manifestasi Klinik
1. Deformitas
2. Bengkak/edema
3. Echimosis (Memar)
4. Spasme otot
5. Nyeri
6. Kurang/hilang sensasi
7. Krepitasi
8. Pergerakan abnormal
9. Rontgen abnormal

E. Proses Penyembuhan Tulang


Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan
membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk
oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
1. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur.
Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan
sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini
berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.

2. Stadium Dua-Proliferasi Seluler


Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro
kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum, dan bone marrow yang
telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk
ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan
terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru
yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung
selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.

3. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus


Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan
osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk
tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan
osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang
yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago,
membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal.
Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat
sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah
fraktur menyatu.

4. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah
menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan
osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat
dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen
dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu
beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.

5. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses
resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih
tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang
tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk
struktur yang mirip dengan normalnya.
F. Penatalaksanaan
Fraktur biasanya menyertai trauma, untuk itu sangat penting bila untuk
melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (air way), proses pernafasan
(breating), dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila
sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi baru lakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu terjadinya kecelakaan penting
ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai Rs, mengingat golden
period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam komplikasi infeksi semakin besar,
lakukan pemeriksaan fisis sacara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian
lakukan foto radiologi. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa
sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak
selain memudahkan proses pembuatan foto.

Pengobatan fraktur tertutup bisa konservatif atau operatif :


1. Terapi konservatif, terdiri dari:
a. Proteksi, misalnya mitela untuk fraktur collum chirurgicum humeri
dengan kedudukan baik.
b. Imobilisasi tanpa reposisi, misalnya pemasangan gips pada fraktur
inkomplit dan fraktur dengan kedudukan baik.
c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips, misalnya pada fraktur
suprakondilus fraktur colles, fraktur smith. Reposisi dapat dalam
anastesi umum atau local.
d. Traksi, untuk reposisi secara perlaha. Pada anak-anak dipakai traksi
kulit (traksi hemilton russel, traksi brayant). Traksi kulit terbatas
untuk 4 minggu dan beban < 5 kg, untuk traksi dewasa/ traksi
definitive harus traksi skeletal berupa balanced traction.

2. Terapi operatif
a. Reposisi terbuka, fiksasi interna
b. Reposisi tertutup dengan control radiologis diikuti dengan fiksasi
interna (open reducation and interna fixation), atroplastis eksisional,
eksisi fragmen, dan pemasangan endoprostesis. Tindakan pada fraktur
terbuka harus dilakukan secepat mungkin, penundaan waktu
mengakibatkan komplikasi infeksi. Waktu yang optimal untuk
bertindak sebelum 6-7 jam (golden period). Berikan toksoid, anti
tetanus serum (ATS), atau tetanus human globin. Berikan antibiotic
untuk kuman gram positif dan negatif dengan dosis tinggi. Lakukan
pemeriksaan kultur dan resistensi kuman dari dasar luka fraktur
terbuka. Teknik debidement adalah sebagai berikut:
a) Lakukan narcosis umum atau anestesi local bila luka ringan dan
kecil.
b) Bila luka cukup luas, pasang torniket
c) Cuci seluruh ekstremitas selama 5-10 menit kemudian lakukan
pencukuran. Luka diirigasi dengan cairan NaCl steril atau air
matang 5-10 menit sampai bersih.
d) Lakukan tindakan desinfeksi dan pemasangan duk
e) Eksisi luka lapisan demi lapisan, mulai dari kulit, subkutis, fasia,
hingga otot. Eksisi otot-otot yang tidak vital, pertahankan fragmen
tulang besar yang perlu untuk stabilitas.

G. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan rontgen
Menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma dan jenis fraktur.
2. Scan tulang, temogram, CT Scan
Memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak.
3. Hitung darah lengkap : HB mungkin meningkat/menurun.
4. Kreatinin: Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal.
5. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse multiple atau
cedera hati.
H. Pengkajian
Pengumpulan data
Anamnesa
1. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no
register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,
yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien.
Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya
bisad itentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang
terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan
bisa diketahui luka kecelakaan yang lain (Donna, 1995).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang
menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung.
Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko
terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker
tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D,
1995).
6. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat (Donna, 1995).
7. Pemeriksaan Fisik 
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status eneralisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini
perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan
dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi
lebih mendalam.
a) Gambaran Umum
1) Keadaan umum: baik atau burukna yang di catat adalah tanda-
tanda seperti:
a) Kesadara penderita: apatis, sopoor, koma, gelisah, kompos
mentis tergantung pada keadaan klien.
b) Kesakitan, keadaan penyakit akut, kronik, ringan, sedang,
berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik
fungsi maupun bentuk.

2) Secara sistemik
1. Sistem Integumen
Terdapat eritema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, edema, nyeri tekan.
2. Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, simetris,tidak ada penonjolan,
tidak ada nyeri kepala.
3. Leher
Tidak  ada  gangguan  yaitu  simetris,  tidak  ada penonjolan,
reflek menelan ada.
4. Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan
fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tidak oedema.
5. Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena
tidak terjadi perdarahan).
6. Telinga
Tes bisik atau weber normal, tidak ada lesi atau nyeri tekan.
7. Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
8. Mulut dan Faring
Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
9. Thoraks
Tidak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
10. Paru
a) Inspeksi Pernafasan
Meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
b) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama
c) Perkusi
Suara ketok resonan, tak ada redup atau suara tambahan
lainnya
d) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau
suaratambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
11. Jantung
a) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
b) Palpasi
Nadi meningkat
c) Auskultas
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
12. Abdomen
a) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada pembengkakan dan
tidak ada hernia.
b) Auskultasi
Peristaltik usus normal.
c) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan
d) Palpasi
Turgor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak
teraba.
13. Inguinal, Genetalia, Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tidak mengalami
kesulitan BAB
I. Pathway
J. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri
2. Gangguan mobilitas fisik
3. Resiko tinggi penurunan perfusi jaringan perifer
4. Resiko tinggi infeksi

K. Intervensi keperawatan
N
Diagnosa Intervensi Rasional
o
1 Gangguan 1. awasi frekuensi 1. Takipne, dispnea, dan
rasa pernapasan perubahan dalam mental dan
nyaman 2. Auskultasi bunyi tanda dini insufisiensi
nyeri b.d napas perhatikan pernapasan dan mungkin
patah terjadinya ketidak hanya indikator terjadinya
tulang samaan bunyi emboli paru ada tahap awal.
3. Atasi jaringan 2. Perubahan dalam adanya
cendera/lembut bunyi adventisius
4. Bantu dlam menunjukan terjadinya
latihan napas komplikasi pernapasan.
dalam 3. Ini dapat mencegah
terjadinya emboli lemak,
yang erat berhubungan
dengan fraktur, khususnya
tulang panjang dan pelvis.
4. Meningkatkan ventilasi
alveolar dan perfusi . reposisi
meningkatkan drainase sekret
dan menurunkan kongesti
pada area paru dependen.

2 Gangguan 1. Kaji tingkat 1. Menentukan tingkat


mobilitas kemampuan pasien keperawatan sesuai kondisi
fisik b.d dalam beraktivitas, pasien.
pemasanga mobilisasi secara 2. Kerjasama antara perawat
n gips atau mandiri dengan pasien yang
traksi 2. Bantu pasien baik mengefektifkan
dalam pemenuhan pencapaian hasil dari tindakan
higiene, nutrisi, keperawatan yangdilakukan.
eliminasi yang 3. Klien dapat segera memenuhi
tidak dapat kebutuhan yang dapat
dilakukan sendiri. dilakukan.
3. Dekatkan alat-alat 4. Mobilisasi dini secara
dan bel yang bertahap membantu dalam
dibutuhkan klien. proses penyembuhan.
4. Anjurkan dan
bantu klien untuk
mobilisasi fisik
secara bertahap
sesuaikemampuan
pasien dan sesuai
program medik.

3 Resiko 1. Observasi TTV 1. Ketidakefektifan


tinggi tiap 3-4 jam. volume sirkulasi
penurunan 2. Kaji aliran kapiler, mempengaruhi tanda-
perfusi warna kulit, dan tandavital.
jaringan kehangatan bagian 2. Warna kulit pucat
perifer b.d distal fraktur. merupakan tanda
menurunny 3. Lakukan gangguan sirkulasi.
a aliran pengkajian 3. Rasa baal, kesemutan,
darah neuromuskuler, peningkatan nyeri
akibat perhatikan dapat terjadi bila
cidera perubahan sirkulasi pada saraf
fungsimotorik/sen tidak adekuat atau
sorik syaraf rusak.
4. Identifikasi tanda 4. Dislokasi fraktur dapat
iskemia menyebabkan
ekstremitas tiba- kerusakan arteri
tiba. yang berdekatan.

4 Resiko 1. Kaji tanda-tanda 1. Infeksi yang terjadi dapat


tinggi vital tiap 3-4 jam. meningkatkan suhu tubuh.
infeksi b.d 2. Monitor hasil 2. Monitor hasil laboratorium
tidak laboratorium (leukosit).
kuatnya (leukosit). 3. Mengurangi risiko
pertahanan 3. Rawat luka secara terjadinya infeksi.
primer steril. 4. Makanan yang bergizi akan
(kerusakan 4. Beri diet tinggi membantu meningkatkan
kulit trauma kalori dan tinggi pertahanantubuh.
jaringan). protein. 5. Mengidentifikasi supaya
5. Kolaborasi dengan infeksi tidak terjadi.
dokter untuk
pemberian terapi.

BAB 3
LAPORAN KASUS
PENGKAJIAN
1. Tanggal pengkajian : 7 November 2014
2. Jam : 15.30 WIB
3. Oleh : Tuti Aprianti

A. IDENTITAS
1. Pasien
a. Nama : Tn D
b. Usia : 49 Tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Agama : Islam
e. Status Perkawinan : Menikah
f. Pendidikan : SMA
g. Pekerjaan : Pengemudi (Supir)
h. Suku/Bangsa : Sunda/Indonesia
i. Alamat : Pagedangan RT/RW 01/03
j. Tanggal Masuk : 28 Oktober 2014
k. Nomer RM/CM : 13069086
l. Ruangan : Paviliun Mawar
m. Diagnosa Medis : Total Hip Replacement, Post
Arthrodosisi

2. Keluarga/Penanggung Jawab
a. Nama : Ny I
b. Umur : 45 Tahun
c. Pendidikan : SMA
d. Hub. Dengan Pasien : Istri
e. Alamat : Pagedangan RT/RW 01/03
3. RIWAYAT KESEHATAN

Kesehatan Pasien
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
1. Keluhan utama : Nyeri di bagian paha, nyeri
dirasakan saat bergerak, nyeri
berkurang jika saat menarik nafas
dalam. Nyeri dirasakan ngilu
diseluruh tubuh terutama
dibagian fraktur. Skala nyerinya
berada di angka 8 (berat). Nyeri
dirasakan saat bergerak.
2. Faktor pencetus : kecelakaan lalu lintas, patah
tulang paha
3. Lamanya keluhan : 1 bulan yang lalu
4. Upaya yang dilakukan : Oprasi Arthrodosisi

b. Riwayat Kesehatan Yang lalu


1. Penyakit yang pernah diderita :
2. Dirawat karena : Oprasi Arthrodosisi
3. Kecelakaan : Ya
Operasi : Oprasi Arthrodosisi
4. Alergi
a. Tipe : tidak ada
b. Reaksi : tidak ada
c. Tindakan : tidak
5. Imunisasi : Lengkap
Ketergantungan : tidak

c. Kesehatan Keluarga
Genogram
4. POLA KEBIJAKSANAAN PASIEN
a. Aspek fisik, biologis
1. Sebelum sakit
a. Frekuensi makan : 3 kali
b. Makanan pokok : nasi
c. Nafsu makan : baik
d. Makanan yang disukai/tidak disukai : ayam goreng
e. Makanan pantangan : tidak ada
f. Alergi makanan/minuman : tidak ada

2. Selama sakit
a. Apakah pasien merasa mual, muntah (frekuensi, jenis) : mual
b. Nafsu makan : berkurang
Ada gangguan menelan : tidak ada
c. Ada gangguan mengunyah : tidak ada
Sonde terpasang : tidak ada
Diet yang diberikan : tidak ada

b. Pola eliminasi
1. Sebelum sakit
a. Buang air besar
Frekuensi : 2 kali
Waktu : pagi hari
Warna : coklat kekuning-kuningan
Konsistensi : lembek
Penggunaan pencahar : tidak
b. Buang air kecil
Frekuensi : 3-4 jali sehari
Warna : jernih
Bau :
2. Selama sakit
a. Buang air besar
Frekuensi : 2 kali
Waktu : pagi hari
Warna : coklat kekuning-kuningan
Pendarahan :
Konsistensi : lembek
Kesulitan : tidak
b. Buang air kecil
Frekuensi : 3-4 jali sehari
Warna : jernih
Bau :
Kesulitan : tidak
Alat bantu BAK : tidak
Jumlah :

c. Pola istirahat tidur


1. Sebelum sakit
a. Lama tidur : 7 jam
b. Kebiasaan pengantar tidur : berzikir
c. Kesulitan tidur : tidak ada
Menjelang tidur : tidak
Saat tidur : tidak
d. Penggunaan obat tidur : tidak

2. Selama sakit
a. Lama tidur : 6 jam
b. Kebiasaan pengantar tidur : zikir
c. Kesulitan tidur : iya karena nyeri
d. Penggunaan obat tidur : tidak

d. Pola aktivitas dan latihan


1. Pola bekerja
Jenis : supir
Lamanya kerja : 8 jam
Waktu kerja : pagi hari

2. Olah raga
Jenis : tidak
Frekuensi : tidak
3. Kegiatan di waktu luang : berkumpul bersama keluarga
4. Kesulitan/keluhan : tidak ada

e. Pola personal hygiene


a. Mandi : 2 kali sehari
b. Kuku : panjang kotor
c. Genetalia : bersih
d. Rambut : bersih
e. Sikat gigi : 2 kali sehari

f. Aspek psikososial
1. Ekspresi wajah : meringis kesakitan
2. Sikap : ramah sopan
3. Komunikasi : jelas
4. Pengetahuan persepsi terhadap penyakit : tidak
5. Pengambilan keputusan : dibantu oleh istri
6. Hal yang saat ini difikirkan : ingin cepat sembuh
7. Harapan setelah menjalani perawatan : bisa bekerja dan
berjalan seperti
dahulu
8. Perubahan yang dirasakan setelah sakit : sulit berjalan
9. Tempat tinggal : sendri
10. Kehidupan keluarga adat istiadat yang dianut : tidak ada
Pembuatan keputusan : dibantu oleh istri
Pola komunikasi dalam keluarga : terbuka
Keuangan : mencukupi
11. Apa yang dilakukan saat stres : istirahat

g. Aspek spiritual
1. Siapa sumber kekuatan : Allah, istri
dan anak
2. Apakah tuhan, agama, kepercayaan penting untuk anda : ya
3. Kegiatan agama yang dilakukan : pengajian
4. Kegiatan agama yang ingin dilakukan : mengaji

5. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum
1. Kesadaran : CM
2. Status gizi
Tinggi badan : Tidak terkaji
Berat badan : tidak terkaji

3. Tanda-tanda vital
Suhu : 36ºC
Nadi : 84 x/mnt
Pernafasan : 23 x/mnt
Tekanan dara : 110/80 mmHg
b. Pemeriksaan sistematis
1. Kepala
a. Bentuk : Simetris
b. Kulit kepala : Kotor
c. Pertumbuhan rambut : Menyebar rata
d. Keluhan : Tidak
2. Mata
a. Ukuran pupil : isokor
b. Reaksi terhadap cahaya : Baik
c. Akomodasi : Baik
d. Congjungtiva : Tidak anemis
e. Fungsi penglihatan : Baik
f. Sklera : putih
g. Tanda-tanda radang : tidak ada
h. Oprasi : operasi bonggol paha
i. Kacamata : Tidak memakai kacamata
j. Lensa kontak : Tidak memakai lensa kontak
3. Hidung
a. Reaksi alergi : Baik
b. Perdarahan : Tidak ada
c. Sinus : Baik
d. Pernah mengalami flu : Pernah
e. Kelainan : tidak ada

4. Mulut dan tenggorokan


a. Bibir : Simetris, tidak ada sumbing
b. Gigi : Gigi lengkap, Kuning
c. Lidah : bersih
d. Reflek menelan : Baik
e. Tonsil : Baik
f. Bau mulut : Ya
g. Sekret : bersih
5. Telinga
a. Bentuk : Simetris
b. Kebersihan : Kotor
c. Penderngaran : Baik
d. Cairan yang keluar : Tidak ada cairan yang keluar
6. Leher
a. Bentuk : Simetris
b. Pembesaran getah bening : Tidak ada
c. JVP : Tidak terpasang
d. Kelainan : Tidak
7. Dada/torax
a. Bentuk : Simetris
b. Kulit : kusam
c. Warna : Coklat
d. Oedema : Tidak ada
e. Mamae : Simetris
f. Bising paru : 12x/mnt
g. Sputum : Tidak ada
h. Pola nafas : normal
a. Nyeri nafas : Iya
b. Batuk darah : Tidak ada
c. Routgen foto trakhir : tidak terkaji
d. Hasil : tidak terkaji
e. Jantung/sikulasi : Baik
f. Suara jatung : BJ I, II
g. Trauma : tidak ada
h. Nyeri dada : Iya
i. Capilary refling time : kembali dalam waktu 2 detik
j. Clubing, oedema : tidak ada
k. Pembesaran kelenjar ketiak : Tidak
8. Abdomen
a. Bentuk : simetris
b. Kulit : kering
c. Nyeri tekan : Tidak ada
d. Nyeri lepas : Tidak ada
e. Kelainan : tidak ada
9. Genitalia
a. Bentuk : tidak terkaji
b. Kebersihan : tidak terkaji
c. Hematuria : tidak terkaji
d. Skrotum : tidak terkaji
e. Urine output : tidak terkaji
f. Rektum dan anus : tidak terkaji
10. Ekstremitas atas
a. Bentuk : Simetris
b. Kelainan jari : Tidak ada
c. Reflek bisep dan trisep : Baik
d. Sensasi : Baik
e. ROM : Baik
f. Pembengkakan : Tidak ada pembengkakan
g. Kelembaban kulit : Kulit kering
h. Temperatur : hangat merata
i. Nyeri : Tidak

11. Ekstremitas bawah


a. Bentuk dan telapak kaki : simetris
b. Clubing finger : tidak terkaji
c. Sensasi : normal
d. ROM : tidak terkaji
e. Penbengkakakan : Ada di kaki kanan
f. Kelembaban kulit : kering
g. Temperatur : hangat merata
h. Nyeri : Iya

6. ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
1. DS: Trauma karena jatuh Gangguan rasa
- Klien mengatakan nyaman nyeri
nyeri kaki sebelah Fraktur
kanan
DO: Pemasangan gips
- Wajah klien
tampak meringis Gangguan rasa
kesakitan nyaman dan nyeri
- Fraktur di kaki
kanan klien
2 DS: Klien dengan fraktur Gangguan mobilitas
-klien mengatakan fisik
merasa pegal-pegal Kelemahan fisik
karena hanya
berbaring saja di Gangguan mobilitas
tempat tidur fisik
DO:
-klien terlihat lemah
dan lemas
- klien berbaring di
tempat tidur
-aktifitas sehari-
harinya dibantu
keluaraga dan
perawat
3 DS: Klien dengan fraktur Defisit perawatan diri
-Klien mengatakan
belum mandi sejak
masuk RS, hanya di Kelemahan fisik
lap saja pakai handuk
tanpa pakai sabun Keterbatasan gerak
- klien mengatakan
merasa gatal pada Defisit perawatan diri
tubuhnya
DO :
-kulit klien kusam,
kering dan
berkeringat
- klien terlihat
menggaruk bagian
tubuhnya

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d gerakan fragmen tulang
2. Gangguan mobilitas fisik b.d keterbatasan rentang gerak
3. Defisit perawatan diri b.d keterbatasan gerak
7. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Perencanaan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan
Intervensi Rasional
1 Gangguan rasa nyaman nyeri Setelah dilakukan intervensi 5. awasi frekuensi 5. Takipne, dispnea, dan
b.d gerakan fragmen tulang 2x24 jam gangguan rasa pernapasan perubahan dalam mental
nyaman nyeri dapat teratasi 6. Auskultasi bunyi napas dan tanda dini insufisiensi
DS: dengan K.H: perhatikan terjadinya pernapasan dan mungkin
- Klien mengatakan nyeri - Skala nyeri berkurang ketidak samaan bunyi hanya indikator terjadinya
kaki sebelah kanannya 7. Atasi jaringan emboli paru ada tahap
nyeri cendera/lembut awal.
- Skala nyeri 8 8. Bantu dlam latihan napas 6. Perubahan dalam adanya
DO: dalam bunyi adventisius
- Wajah klien tampak menunjukan terjadinya
meringis kesakitan komplikasi pernapasan.
- Fraktur di kaki kanan 7. Ini dapat mencegah
klien terjadinya emboli lemak,
yang erat berhubungan
dengan fraktur, khususnya
tulang panjang dan pelvis.
8. Meningkatkan ventilasi
alveolar dan perfusi .
reposisi meningkatkan
drainase sekret dan
menurunkan kongesti pada
area paru dependen.

2 Gangguan mobilitas fisik b.d Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji derajat imobilitas 1. Pasien mungkin dibatasi
keterbatasan rentang gerak keperawatan selama 2x24 jam yang dihasilkan oleh oleh pandangan
DS: gangguan mobilitas fisik cedera/pengobatan dan diri/persepsi diri tentang
- klien mengatakan merasa teratasi dengan K.H: perhatikan persepsi pasien keterbatasan fisik aktual,
pegal-pegal karena hanya terhadap imobilisasi memerlukan
berbaring saja di tempat - Pasien mengatakan sudah 2. Instruksikan pasien informasi/intervensi untuk
tidur tidak pegal-pegal lagi untuk/bantu dalam meningkatkan kemajuan
DO: - Pasien mampu mengubah rentang gerak pasif/aktif kesehatan.
- klien terlihat lemah dan posisi pada ekstremitas yang 2. Meningkatkan aliran darah
lemas sakit dan yang tak sakit ke otot dan tulang untuk
- klien berbaring di tempat 3. Dorong penggunaan meningkatkan tonus otot,
tidur latihan isometrik mulai mempertahankan gerak
- aktifitas sehari-harinya dengan tungkai yang tak sendi.
dibantu keluaraga dan sakit 3. Kontraksi otot isometrik
perawat 4. Berikan bantuan dalam tanpa menekuk sendi atau
mobilisasi dengan kursi menggerakan tungkai dan
roda, kruk, tongkat. membantu
Instruksikan ke amanan mempertahankan kekuatan
dalam menggunakan dan masa otot.
mobilisasi 4. Mobilitas dini menurunkan
5. Awasi TD dengan komplikasi tirah baring dan
melakukan aktivitas. meningkatkan
Perhatikan keluhan penyembuhan dan
pusing normalisasi fungsi organ.
Belajar memperbaiki cara
menggunakan alat penting
untuk mempertahankan
mobilisasi optimal dan
keamanan pasien.
5. Hipotensi postural adalah
masalah umum menyertai
tirah baring lama dan dapat
memerlukan intervensi
khusus.
3 Defisit perawatan diri b.d Setalah dilakukan tindakan 1. Bantu pasien untuk 1. Untuk memberikan rasa
keterbatasan gerak keperawatan selama 1x60 memenuhi kebutuhan nyaman pada pasien
DS: menit defisit perawatan diri sehari-hari : mandi 2. Agar kuku terlihat bersih
- Klien mengatakan belum bisa diatasi dengan K.H: 2. Bantu pasien untuk dan rapih
mandi sejak masuk RS, 1. Kulit pasien terlihat menggunting kuku 3. Agar pasien merasa
hanya di lap saja pakai lembab dan bersih 3. Bantu pasien untuk nyaman
handuk tanpa pakai sabun 2. pasien terlihat segar mengosok gigi 4. Agar pasien dan keluarga
- klien mengatakan merasa 3. pasien tidak terlihat lagi 4. Berikan pendidikan mengetahui pentingnya
gatal pada tubuhnya menggaruk tubuhnya kesehatan kepada pasien tentang kebersihan diri
DO : dan keluarga tentang
- kulit klien kusam, kering pentingnya kebersihan
dan berkeringat diri
- klien terlihat menggaruk
bagian tubuhnya

IMPLEMENTASI
Tanggal Waktu DX Tindakan Keperawatan dan Evaluasi Paraf
5 Novem 1 1. Awasi frekuensi pernapasan
2014 hasil evaluasi : RR: 23x/menit
2. Auskultasi bunyi napas perhatikan terjadinya ketidak samaan bunyi
hasil evaluasi : bunyi paru timpani
3. Atasi jaringan cendera/lembut
hasil evaluasi : klien menggunakan gips
4. Bantu dalam latihan napas dalam
hasil evaluasi : pasien mengatahan nyeri berkurang ketikan latihan nafas
dalam
5 Nov 2 1. Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera/pengobatan dan
2014 perhatikan persepsi pasien terhadap imobilisasi
hasil evaluasi : tangan 5/5 kaki 5/3
2. Instruksikan pasien untuk/bantu dalam rentang gerak pasif/aktif pada
ekstremitas yang sakit dan yang tak sakit
hasil evaluasi : dilakukan latihan ROM, pasien merasan pegal pegalnya
berkurang
3. Dorong penggunaan latihan isometrik mulai dengan tungkai yang tak sakit
hasil evaluasi : -
4. Berikan bantuan dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tongkat.
Instruksikan ke amanan dalam menggunakan mobilisasi
hasil evaluasi : -
5. Awasi TD dengan melakukan aktivitas. Perhatikan keluhan pusing
hasil evaluasi : 110/80 mmHg
5 Nov 3 1. Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari : mandi
2014 hasil evaluasi : pasien merasa lebih nyaman dan merasa bersih setelah
dimandikan
2. Bantu pasien untuk menggunting kuku
hasil evaluasi : pasien merasa lebih nyaman dan rapih setelah kukunya di
potong
3. Bantu pasien untuk mengosok gigi
hasil evaluasi : pasien merasa lebih segar dan bersih setelah mengosok gigi
4. Berikan pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga tentang
pentingnya kebersihan diri
hasil evaluasi : keluarga dan pasien memahami pentingnya perawatan diri
seperti mandi 2x, gunting kuku, gosok gigi 2x.

EVALUASI
No Hari/ Tanggal DX Evaluasi Paraf
1 Rabu 5 nov 1 S : Pasien mengatahan nyeri berkurang ketikan latihan nafas dalam
2014 O : RR: 23x/menit
Bunyi paru timpani
Pasien menggunakan gips
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
1. Awasi frekuensi pernapasan
2. Atasi jaringan cendera/lembut
3. Bantu dalam latihan napas dalam
2 Rabu 5 nov 2 S : Pasien merasan pegal pegalnya berkurang
2014 O : Tangan 5/5 kaki 5/3
TD : 110/80 mmHg
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1. Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera/pengobatan dan perhatikan
persepsi pasien terhadap imobilisasi
2. Instruksikan pasien untuk/bantu dalam rentang gerak pasif/aktif pada ekstremitas
yang sakit dan yang tak sakit
3. Awasi TD dengan melakukan aktivitas. Perhatikan keluhan pusing

3 Rabu 5 nov 3 S : pasien merasa lebih nyaman, bersih dan segar


2014 O : pasien wangi
Tampak segar
Tidak menggaruk badannya
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi

CATATAN PERKEMBANGAN
No Waktu/tanggal DX Implementasi Evaluasi
1 Jumat 7 Nov 2014 Gangguan rasa nyaman 1. Awasi frekuensi pernapasan S : Pasien mengatahan sudah tidak
nyeri b.d gerakan fragmen hasil evaluasi : RR: 19x/menit nyeri lagi setelah latihan
tulang 2. Auskultasi bunyi napas perhatikan lanjut mengenai teknik
terjadinya ketidak samaan bunyi pernapasan dalam
hasil evaluasi : bunyi paru timpani O : RR 19x/menit
3. Atasi jaringan cendera/lembut A : Masalah teratasi sebagian
hasil evaluasi : klien menggunakan P : Intervensi di hentikan karena
gips pasien pulang
4. Bantu dalam latihan napas dalam
hasil evaluasi : pasien mengatahan
sudah tidak nyeri lagi setelah latihan
lanjut mengenai teknik pernapasan
dalam

2 Jumat 7 Nov 2014 Gangguan mobilitas fisik 1. Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan S : dilakukan latihan ROM, pasien
b.d keterbatasan rentang oleh cedera/pengobatan dan merasan pegal pegalnya
gerak perhatikan persepsi pasien terhadap hilang, pasien sudah bisa
imobilisasi mengunakan kruk walaupun
hasil evaluasi : tangan 5/5 kaki 5/3 berjalan jarak dekat
2. Instruksikan pasien untuk/bantu dalam O : Tangan 5/5 kaki 5/3
rentang gerak pasif/aktif pada TD 120/80 mmHg
ekstremitas yang sakit dan yang tak A : Masalah teratasi sebagian
sakit P : Intervensi dihentikan karena
hasil evaluasi : dilakukan latihan pasien pulang
ROM, pasien merasan pegal pegalnya
hilang
3. Berikan bantuan dalam mobilisasi
dengan kursi roda, kruk, tongkat.
Instruksikan ke amanan dalam
menggunakan mobilisasi
hasil evaluasi : pasien menggunakan
kruk, walaupun hanya
berjalan jarak dekat
4. Awasi TD dengan melakukan
aktivitas. Perhatikan keluhan pusing
hasil evaluasi : 120/80 mmHg
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer et al, 2000). Menurut Long (2000)
Fraktur adalah diskontiunitas jaringan tulang yang banyak disebabkan karena
kekerasan yang mendadak atau tidak atau kecelakaan. Menurut Oswari
(2000) Fraktur adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang
rawan yang disebabkan oleh kekerasan. Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan
oleh ruda paksa (Mansjoer,2000).
Fraktur adalah masalah yang akhir-akhir ini sangat banyak menyita
perhatian masyarakat, pada arus mudik dan arus balik hari raya idulfitri tahun
ini banyak terjadi kecelakaan lalu lintas yang sangat banyak yang sebagian
korbannya mengalami fraktur. Banyak pula kejadian alam yang tidak terduga
yang banyak menyebabkan fraktur. Sering kali untuk penanganan fraktur ini
tidak tepat mungkin dikarenakan kurangnya informasi yang tersedia
contohnya ada seorang yang mengalami fraktur, tetapi karena kurangnya
informasi untuk menanganinya Ia pergi ke dukun pijat, mungkin karena
gejalanya mirip dengan orang yang terkilir.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medical Bedah Pendekatan Sistem


Muskuloskeletal. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Doengoes, E. Marilyn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Mansjoer, Arief, Et. Al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II. Jakarta :
Medika Aesculapius FKUI.

Anda mungkin juga menyukai