DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan (Black, 2005).
Menurut Price & Wilson (2006) fraktur adalah patah tulang yang biasanya
disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan
tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang
terjadi itu lengkap atau tidak lengkap.
Fraktur pelvis adalah terputusnya kontinuitas yang bisa terjadi akibat trauma
langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak
dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan
perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok (FKUI,
1995:543).
B. ETIOLOGI
1. Trauma langsung: benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur pada tempat
tersebut.
2. Trauma tidak langsung: bilamana titik tumpul benturan dengan terjadinya fraktur
berjauhan.
3. Proses penyakit: kanker dan riketsia.
4. Compresion force: klien yang melompat dari tempat ketinggian dapat
mengakibatkan fraktur kompresi tulang belakang.
5. Muscle (otot): akibat injuri/sakit terjadi regangan otot yang kuat sehingga dapat
menyebabkan fraktur (misal; elektrik shock dan tetani).
C. KLASIFIKASI
1. Menurut Garis Fraktur
a. Fraktur komplit
Garis patahnya melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang
dan fragmen tulang biasanya berubah tempat.
b. Fraktur inkomplit
Garis patahnya tidak melalui seluruh penampang tulang, greenstick fracture: bila
menegenai satu korteks dimana korteks tulangnya sebagian masih utuh juga
periosteum, akan segera sembuh dan segera mengalami remodelling ke bentuk
normal.
c. Hair line fraktur
Garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada perubahan bentuk tulang.
7. Fraktur patologik
Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit Paget,
metastasis tulang, tumor).
D. PATOFISIOLOGI
Ketika fraktur terjadi, otot-otot yang melekat di tulang menjadi terganggu. Otot tersebut
dapat menjadi spasme dan menarik fragmen fraktur keluar dari posisi. Kumpulan otot
yang besar dapat menyebabkan spasme otot yang masiv seperti pada otot femur. Selain
itu, periosteum dan pembuluh darah di tulang yang mengalami fraktur juga terganggu.
Kerusakan jaringan lunak dapat juga terjadi. Perdarahan terjadi jika terjadi gangguan
pada pembuluh darah dan tulang yang mengalami fraktur. Kemudian terjadi
pembentukan hematoma diantara fragmen fraktur dan peristeum. Jaringan tulang di
sekitar luka fraktur mati, sehingga menimbulkan respon inflamasi. Kemudian terjadi
vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan fungsi, keluarnya plasma dan leukosit. Proses ini
mengawalai tahap penyembuhan tulang.
F. PRINSIP PENATALAKSANAAN
1. Rekognisi: menyangkut diagnosa fraktur pada tempat kejadian kecelakaan dan
kemudian di rumah sakit.
a. Riwayat kecelakaan
b. Parah tidaknya luka
c. Diskripsi kejadian oleh pasien
d. Menentukan kemungkinan tulang yang patah
e. Krepitus
2. Reduksi: reposisi fragmen fraktur sedekat mungkin dengan letak normalnya. Reduksi
terbagi menjadi dua yaitu:
a. Reduksi tertutup: untuk mensejajarkan tulang secara manual dengan traksi
atau gips
b. Reduksi terbuka: dengan metode insisi dibuat dan diluruskan melalui
pembedahan, biasanya melalui internal fiksasi dengan alat misalnya; pin, plat
yang langsung kedalam medula tulang.
3. Retensi: menyatakan metode-metode yang dilaksanakan untuk mempertahankan
fragmen-fragmen tersebut selama penyembuhan (gips/traksi)
4. Rehabilitasi: langsung dimulai segera dan sudah dilaksanakan bersamaan dengan
pengobatan fraktur karena sering kali pengaruh cedera dan program pengobatan
hasilnya kurang sempurna (latihan gerak dengan kruck).
G. TINDAKAN PEMBEDAHAN
1. ORIF (OPEN REDUCTION AND INTERNAL FIXATION)
a. Insisi dilakukan pada tempat yang mengalami ceidera dan diteruskan
sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur
b. Fraktur diperiksa dan diteliti
c. Fragmen yang telah mati dilakukan irigasi dari luka
d. Fraktur direposisi agar mendapatkan posisi yang normal kembali
e. Saesudah reduksi fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan alat
ortopedik berupa; pin, sekrup, plate, dan paku
Keuntungan:
a. Reduksi akurat
b. Stabilitas reduksi tinggi
c. Pemeriksaan struktur neurovaskuler
d. Berkurangnya kebutuhan alat imobilisasi eksternal
e. Penyatuan sendi yang berdekatan dengan tulang yang patah menjadi lebih
cepat
f. Rawat inap lebih singkat
g. Dapat lebih cepat kembali ke pola kehidupan normal
Kerugian
a. Kemungkinan terjadi infeksi
b. Osteomielitis
2. EKSTERNAL FIKSASI
Metode alternatif manajemen fraktur dengan fiksasi eksternal, biasanya pada
ekstrimitas dan tidak untuk fraktur lama
Post eksternal fiksasi, dianjurkan penggunaan gips.
Setelah reduksi, dilakukan insisi perkutan untuk implantasi pen ke tulang
Lubang kecil dibuat dari pen metal melewati tulang dan dikuatkan pennya.
Perawatan 1-2 kali sehari secara khusus, antara lain:
Observasi letak pen dan area
Observasi kemerahan, basah dan rembes
Observasi status neurovaskuler distal fraktur
Fiksasi eksternal Fiksasi Internal Pembidaian
H. KOMPLIKASI
1. Komplikasi awal
a. Shock Hipovolemik/traumatik
Fraktur (ekstrimitas, vertebra, pelvis, femur) → perdarahan & kehilangan
cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak → shock hipovolemi.
b. Emboli lemak
c. Tromboemboli vena
Berhubungan dengan penurunan aktivitas/kontraksi otot/bedrest.
d. Infeksi
Fraktur terbuka: kontaminasi infeksi sehingga perlu monitor tanda infeksi dan
terapi antibiotik.
e. Sindrom kompartemen
2. Komplikasi lambat
a. Delayed union
Proses penyembuhan fraktur sangat lambat dari yang diharapkan biasanya
lebih dari 4 bulan. Proses ini berhubungan dengan proses infeksi.
Distraksi/tarikan bagian fragmen tulang.
b. Non union
Proses penyembuhan gagal meskipun sudah diberi pengobatan. Hal ini
disebabkan oleh fibrous union atau pseudoarthrosis.
c. Mal union
Proses penyembuhan terjadi tetapi tidak memuaskan (ada perubahan bentuk).
d. Nekrosis avaskuler ditulang
Karena suplai darah menurun sehingga menurunkan fungsi tulang.
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan rontgen: menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma
2. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
3. Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple).
Peningkatan jumlah SDP adalah respons stress normal setelah trauma.
DAFTAR PUSTAKA
Black and Hawks. (2005). Medical surgical nursing: clinical management for
positive outcomes. 7th edition. United States: Elsevier
Doenges, M.E et al.(1993). Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk
perencanaan danpendokumentasian perawatan pasien Edisi 3. Penerjemah I
Made Kariasa dan Ni Made Sumarwati. Jakarta: EGC