Anda di halaman 1dari 11

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN FRAKTUR FEMUR

A. PENGERTIAN FRAKTUR
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. (Apley, A. Graham, alih bahasa Edi
Nugroho, 1995: 338).
Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh benturan tubuh, jatuh atau kecelakaan
(Long, B. C., alih bahasa Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran, 1996: 356).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh ruda paksa. (Mansjoer, A. et al, 2000: 346).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang ditentukan sesuai tipe dan tempatnya
(Sapto Harnowo & Fitri H. Susanto, alih bahasa Monika Ester, 2001: 97).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya
(Smeltzer and Bare, 2001).
Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. (Doengoes, 2000).

B. ETIOLOGI FRAKTUR

Fraktur dapat terjadi akibat:

1. Fraktur akibat peristiwa trauma

Fraktur yang disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat berupa pemukulan,

penghancuran, penekukan, pemuntiran atau penarikan.


a. Bila terkena kekuatan langsung.
Tulang dapat patah pada tempat yang terkena, jaringan lunak rusak.
b. Bila terkena kekuatan tak langsung
Tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena itu, kerusakan
jaringan lunak pada fraktur mungkin tidak ada.

2. Fraktur kelelahan atau tekanan

Akibat dari tekanan yang berulang-ulang sehingga dapat menyebabkan retak yang terjadi pada

tulang.

3. Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik)

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh tumor) atau

kalau tulang itu sangat rapuh. (Apley, A. Graham, alih bahasa Edi Nugroho, 1995: 238-239)
Penyebab fraktur menurut Sjamsuhidayat (1998) adalah:

1. Ruda paksa

2. Trauma

3. Proses patologis

Misalnya: tumor, infeksi atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan kekuatantulang yang berkurang

dandisebut patah tulang patologis.

4. Beban lama atau trauma ringan yang terus menerus yang disebut fraktur

C. KLASIFIKASI FRAKTUR
1. Berdasarkan garis patah tulang

a. Greenstick, yaitu fraktur dimana satu sisi tulang retak dan sisi lainnya bengkok.
b. Transversal, yaitu fraktur yang memotong lurus pada tulang.
c. Spiral, yaitu fraktur yang mengelilingi tungkai/lengan tulang.
d. Obliq, yaitu fraktur yang garis patahnya miring membentuk sudut melintasi tulang.

2. Berdasarkan bentuk patah tulang

a. Complet, yaitu garis fraktur menyilang atau memotong seluruh tulang dan fragmen tulang biasanya
tergeser.
b. Incomplet, meliputi hanya sebagian retakan pada sebelah sisi tulang.
c. Fraktur kompresi, yaitu fraktur dimana tulang terdorong ke arah permukaan tulang lain.
d. Avulsi, yaitu fragmen tulang tertarik oleh ligamen.
e. Communited (Segmental), fraktur dimana tulang terpecah menjadi beberapa bagian.
f. Simple, fraktur dimana tulang patah dan kulit utuh.
g. Fraktur dengan perubahan posisi, yaitu ujung tulang yang patah berjauhan dari tempat yang patah.
h. Fraktur tanpa perubahan posisi, yaitu tulang patah, posisi pada tempatnya yang normal.
i. Fraktur Complikata, yaitu tulang yang patah menusuk kulit dan tulang terlihat.

3. Berdasarkan keadaan luka

a. Fraktur terbuka
Fraktur yang terjadi akibat ligamen tulang bergeser ke bagian otot dan kulit sehingga adanya
perlukaan di kulit. Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat yaitu:
1) Derajat I, yaitu luka tembus dengan diameter 1 cm, kerusakan jaringan lunak sedikit dan
kontaminasi minimal.
2) Derajat II, terdapat luka laserasi lebih dari 1 cm, tanpa disertai kerusakan jaringan lunak yang lebih
luas, kontaminasi minimal.
3) Derajat III, terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan neurovaskuler
serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas tiga bagian yaitu:
a) Jaringan lunak menutupi fraktur tulang meskipun terdapat laserasi luar.
b) Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau kontaminasi massif.
c) Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan
lunak.

b. Fraktur tertutup
Yaitu fraktur yang tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.

4. Berdasarkan bentuk pergeseran

a. Undisplaced, garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser.


b. Diaplaced, yaitu terjadi pergeseran fragmen-fragmen tulang.

5. Berdasarkan posisinya

a. 1/3 Proximal (1/3 bagian atas).


b. 1/3 Medial (1/3 bagian tengah).
c. 1/3 Distal (1/3 bagian bawah).

D. PATOFISIOLOGI FRAKTUR
Trauma yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan seseorang mempunyai keterbatasan
gerak dan ketidakseimbangan berat badan. Fraktur yang terjadi dapat berupa fraktur tertutup
ataupun fraktur terbuka. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak disekitarnya
sedangkan fraktur terbuka biasanya disertai kerusakan jarigan lunak seperti otot, tendon, ligamen,
dan pembuluh darah.
Tekanan yang kuat atau berlebihan dapat mengakibatkan fraktur terbuka karena dapat
menyebabkan fragmen tulang keluar menembus kulit sehingga akan menjadikan luka terbuka dan
akan menyebabkan peradangan dan memungkinkan untuk terjadinya infeksi.
Keluarnya darah dari luka terbuka dapat mempercepat pertumbuhan bakteri. Tertariknya
segmen tulang disebabkan karena adanya kejang otot pada daerah fraktur menyebabkan disposisi
pada tulang, sebab tulang berada pada posisi yang kaku.

Patofisiologi menurut Black dan Jacobs (1993)

Peristiwa trauma tunggal

Tekanan yang berulang-ulang


Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologi)

Fraktur

Kerusakan periosteum, pembuluh darah dan sum-sum tulang

Perdarahan pada ujung tulang yang fraktur

Merangsang respon peradangan akut dan proliferasi sel-sel dibawah periosteum

Hematom yang membeku perlahan diabsorbsi dan kapiler baru berkembang

Awal proses penyembuhan

E. TANDA DAN GEJALA FRAKTUR


1. Deformitas (perubahan bentuk atau struktur) yaitu akibat adanya pergeseran fragmen tulang.
2. Krepitasi yaitu suara derik tulang yang dapat didengar atau dirasakan ketika fraktur
digerakkan.
3. Nyeri karena kerusakan jaringan dan perubahan struktur yang meningkat karena penekanan
sisi-sisi fraktur dan pergerakan fraktur.
4. Kurangnya sensasi karena adanya gangguan saraf yang terjepit atau terputus oleh fragmen
tulang.
5. Spasme otot karena kontraksi involunter disekitar fraktur.
6. Pergerakan abnormal karena pergeseran fragmen tulang.
7. Bengkak pada sekitar fraktur sebagai trauma dan perdarahan sekitar fraktur.

F. PENCEGAHAN FRAKTUR

Pencegahan fraktur dapat dengan 3 pendekatan:

1. Dengan membuat lingkungan lebih aman.

Langkah-langkahnya:
a. Adanya pegangan pada dinding dekat bak mandi (bathtub).
b. Melengkapi kamar mandi dengan pegangan.
c. Menjauhkan kesed dan kendala lain dari daerah yang dialui pasien dengan masalah locomotor.
d. Roda-roda kursi beruda harus dilengkapi rem.
e. Mengajarkan kepada pasien yang harus memakai alat bantu ambulatori dan kursi beroda sehingga
terampil.

2. Mengajarkan kepada masyarakat secara berkesinambungan mengenai:

a. Bahaya minum sambil mengemudi.


b. Pemakaian sabuk pengaman.
c. Harus berhati-hati pada waktu mendaki tangga, melaksanakan kegiatan dengan mengeluarkan
tenaga atau alat berat.
d. Mengunakan pakaian pengaman untuk pekerjaan berbahaya baik di rumah atau di tempat pekerjaan.
e. Menggunakan pakaian pelindung pada saat berolah raga.

3. Mengajarkan kepada para wanita mengenai masalah osteoporosis.

(Long, B. C., alih bahasa Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran, 1996: 356).

G. PROSES PENYEMBUHAN FRAKTUR

Untuk penyembuhan fraktur diperlukan immobilisasi. Imobilisasi dilaksanakan dengan cara:

1. Pembidaian Physiologik

Pembidaian semacam ini terjadi secara alami karena menjaga pemakaian dan spasmus otot karena

rasa sakit pada waktu digerakkan.

2. Pembidaian secara orthopedi eksternal


Ini digunakan dengan gips dan traksi.

3. Fiksasi internal

Pada metode ini, kedua ujung tulang yang patah dikembalikan kepada posisi asalnya dan
difiksasi dengan pelat dan skrup atau diikat dengan kawat.

Setelah immobilisasi dilaksanakan, tulang akan beradaptasi pada kondisi tersebut, yaitu
mengalami proses penyembuhan dan perbaikan tulang. Faktor tersebut dapat diperbaiki tetapi
prosesnya agak lambat, karena melibatkan pembentukan tulang baru. Proses tersebut terjadi empat
tahap yaitu:

1. Pembentukan prokallus/Hematoma

Hematoma akan terbentuk pada 42 jam sampai 72 jam pertama pada daerah fraktur yang disebabkan

karena adanya perdarahan yang terkumpul di sekitar fraktur yaitu darah dan eksudat, kemudian akan

diserbu oleh kapiler dan sel darah putih terutama netrofil, kemudian diikat oleh makrofag, sehingga

akan terbentuk jaringan granulasi. Pada saat ini masuk juga fibroblast dan osteoblast yang berasal

dari lapisan dalam periosteum dan endosteum.

2. Pembentukkan Kallus

Selama 4 5 hari osteoblas menyusun trabekula di sekitar ruang-ruangan yang kelak menjadi saluran

harvest. Jaringan itulah yang dinamakan kallus yang berfungsi sebagai bidai yang terbentuk pada

akhir minggu kedua.

3. Osifikasi

Dimulai pada dua sampai tiga meinggu setelah fraktur jaringan kallus akhirnya akan diendapi oleh

garam-garam mineral dan akan terbentuk tulang yang akan menghubungkan kedua sisi yang patah.

4. Kallus Formation

a. Osteoblast terus membuat jala untuk membangun tulang.


b. Osteoblast merusakkan tulang mati dan membantu mensintesa tulang baru.
c. Collagen menjadi kuat dan terus menyatu dengan deposit kalsium.

5. Remodeling

Callus yang berlebihan diabsorbsi dan tulang trabecular terbentuk pada garis cedera.
Faktor-faktor yang menghambat pertumbuhan callus:
1. Penyambungan yang lambat

Bila patah tulang tidak sembuh dalam periode penyembuhan.


Penyebab:
1) Callus putus atau remuk karena aktifitas berlebihan.
2) Edema pada lokasi fraktur, menahan penyaluran nutrisi ke lokasi.
3) Immobilisasi yang tidak efisien.
4) Infeksi terjadi pada lokasi.
5) Kondisi gizi pasien buruk.

2. Non union

Penyembuhan tulang tidak terjadi walaupun telah memakan waktu lama. Penyebab antara lain :
1) Terlalu banyak tulang yang rusak pada cedera sehingga tidak ada yang menjembatani fragmen.
2) Terjadi nekrosa tulang karena tidak ada aliran darah.
3) Anemi endoceime imbalance (ketidakseimbangan endokrim atau penyebab sitemik yang lain).
Faktor yang mempengaruhi penyembuhan tulang yaitu:

1. Faktor lokal

a. Sifat luka atau berat utama


Derajat pembentukan formasi selama penyembuhan.
b. Jumlah tulang yang hilang
c. Tipe tulang yang cedera
d. Derajat imobilisasi yang terkena
e. Infeksi lokal yang dapat memperlambat penyembuhan.
f. Nekrosis tulang yang menghalangi aliran darah ke daerah fraktur.

2. Faktor klien

a. Usia klien
b. Pengobatan yang sedang dijalani.
c. Sistem sirkulasi.
d. Gizi
e. Riwayat penyakit.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Ada beberapa pemeriksaan yang harus dilakukan pada klien dengan kasus fraktur (Doengoes, M. E.,

2000: 762) yaitu:

1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap untuk mendeteksi kadar leukosit pada klien, karena pada klien dengan

luka terbuka resiko tinggi terjadi peningkatan kadar leukosit, hematokrit kemungkinan meningkat

atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada grauma multiple,

kreatinin dapat meningkatkan beban kreatinin untuk kelainan ginjal.

2. Pemeriksaan Radiologi

Tampak jelas pada pemeriksaan rongent terlihat lokasi dan luas fraktur. Skan tulang, tomogram, skan

CT/MRI dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

I. KOMPLIKASI FRAKTUR
1. Sindrom Kompartemen

Terjadi bila pembengkakan akibat fraktur atau tekanan dalam suatu ruang yang dibatasi oleh

kompartemen atau inflamasi yang mengakibatkan peningkatan dari dalam. Gejala utama dari sindrom

kompartemen adalah rasa sakit yang bertambah parah terutama pada pergerakan pasif dan nyeri

tersebut tidak hilang oleh narkotik. Tanda lain adalah terjadinya paralysis, dan berkurangnnya denyut

nadi.

2. Kerusakan Saraf

Terjadi karena cidera kerusakan saraf itu sendiri atau karena adanya penekanan oleh gips. Kerusakan

saraf ini akan menyebabkan kerusakan fungsi sensorik.

3. Iskemik

Dengan adanya oedem akibat fraktur akan menekan pada jaringan sekitarnya termasuk vaskuler.

Tekanan ini dapat menyebabkan sirkulasi darah berkurang dengan demikian akan menimbulkan

iskemik pada jaringan otot yang makin lama akan mengakibatkan kematian jaringan otot yang akan

diganti oleh jaringan fibrotik sehingga terjadi kontraktur.


Gejalanya: dingin, pucat, sianosis, nyeri, bengkak distal dari cedera atau gips. Serangannya pada saat
terjadi cedera atau setelah pakai gips.

4. Emboli

Perubahan tekanan pada fraktur menyebabkan molekul lemak terdorong dari sum-sum ke dalam

peredaran darah sistemik berakibat gangguan pada respiratori dan sistem saraf pusat.
Gejalanya : sakit dada, pucat, dyspnea, putus asa, bingung, perdarahan petechieare pada kulit dan conjungtiva.
Serangan : 2-3 hari setelah cedera.
Pengobatan : Tindakan yang menunjang yakni sikap fowler, pemberian oksigen, transfusi darah untuk mengatasi
shock hipovolemik, berikan diuretik, bronkhodilator, cortico- steroid dan imobilisasi yang baik serta
penanganan yang cermat dapat mencegah terulangnya masalah.

5. Nekrosis Avaskuler

Nekrosis terjadi ketika daerah tulang rusuk karena kematian tulang sehingga aliran darah terganggu

dan tulang akan mengalami osteoporosis dan nekrosis.

6. Osteomyelitis

Kuman masuk ke dalam luka atau dari daerah lain dari tubuh. Infeksi bagian sum-sum saluran havar

dan subperiosteal yang berakibat merusak tulang oleh enzim proteolitik.


Gejala : Edema, nyeri terdapat pus.
Pengobatan : Kultur dan tes sensitif antibiotik, drainage, debridemen.
Pencegahan : Terapkan teknik aseptis pada waktu membalut luka terbuka.

FRAKTUR FEMUR
A. PENGERTIAN
Adalah fraktur pada tulang yang biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan
lalu lintas atau jatuh dari ketinggian. Patah pada bagian ini dapat mengakibatkan perdarahan yang
cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok. (Reksoprodjo, 1998).

B. KLASIFIKASI
Menurut Schrok (1997: 458) ada 3 klasifikasi fraktur femur antaralain:
a. Fraktur femur 1/3 proximal
b. Fraktur femur 1/3 medial
c. Fraktur femur 1/3 distal
C. MEKANISME CEDERA
Daerah tulang-tulang ini sering mengalami patah. Umumnya fraktur femur terjadi pada
batang 1/3 tengah. Biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas dikota-kota
besar atau jatuh dari ketinggian. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup
banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok.
Fraktur femur amat sering ditemukan pada anak-anak yang lebih tua dan biasanya akibat
benturan langsung (misalnya; kecelakaan lalu lintas) atau jatuh dari tempat tinggi. Tetapi pada anak-
anak yang berumur di bawah 2 tahun. Penyebabnya yang paling lazim adalah penyiksaan pada anak
(Anderson,1982) kalau terdapat beberapa fraktur dalam stadium penyembuhan yang berbeda.

D. MANIFESTASI KLINIS
Bagian paha yang patah lebih pendek dan lebih besar dibanding dengan normal serta
fragmen distal dalam posisi eksorotasi dan aduksi karena empat penyebab:
1. Tanpa stabilitas longitudinal femur,otot yang melekat pada fragmen atas dan bawah berkontraksi dan
paha memendek, yang menyebabkan bagian paha yang patah membengkak.
2. Aduktor melekat pada fragmen distal dan abduktor pada fragmen atas. Fraktur memisahkan dua
kelompok otot tersebut, yang selanjutnya bekerja tanpa ada aksi antagonis.
3. Beban beratkaki memutarkan fragmen distal ke rotasi eksterna
4. Femur dikelilingi oleh otot yang mengalami laserasi oleh ujung tulang fraktur yang tajam dan paha
terisi dengan darah sehingga terjadi pembengkakan.

E. KOMPLIKASI
1. Peradarahan, dapat menimbulkan kolaps kardiovaskuler.
2. Infeksi, terutama jika luka terkontaminasi dandebridement tidak memadai
3. Non-union, lazim terjadi pada fraktur pertengahan batang femur, trauma kecepatan tinggi dan fraktur
dengan interposisi jaringan lunak diantara fragmen. Fraktur yang tidak menyatu memerlukan bone
grafting dan fiksasi interna.
4. Malunion, disebabkan oleh abduktor dan aduktor yang bekerja tanpa aksi antagonis pada fragmen
atas untuk abduktor dan fragmen distal untuk aduktor. Deformitas harus diakibatkan oleh kombinasi
gaya ini.
5. Trauma arteri dan saraf jarang tetapi mungkin terjadi

F. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Fraktur femur
Penatalaksanaan fraktur femur ini mengalami banyak perubahan dalam waktu sepuluh tahun terakhir
ini. Traksi dan spicacasting atau cast bracing mempunyai banyak kerugian dalam hal memerlukan
masa berbaring dan rehabilitasi yang lama, meskipun merupakan penatalaksanaan non-invasif pilihan
untuk anak-anak. Oleh karena itu tindakan ini tidak banyak dilakukan pada orang dewasa.
Bila penderita stabil dan luka telah diatasi, fraktur dapat diimobilisasi dengan salah satu dari cara-cara
berikut:
a. Traksi
Comminuted fracture dan fraktur yang baik tidak sesuai untuk intramedullary nailing paling baik
diatasi dengan manipulasi di bawah anestesi dan balanced sliding skeletal traction yang dipasang
melaluitibial pin.
Traksi longitudinal yang memadai diperlukan selama 24 jam untuk mengatasi spame otot dan
mencegah pemendekan dan fragmen harus ditopang di posterior untuk mencegah pelengkungan.
b. Fiksasi Interna
Intramedullary nail ideal untuk fraktur transversal, tetapi untuk fraktur lainnya kurang cocok. Fraktur
dapat dipertahankan lurus dan terhadap panjangnya dengan nail, tetapi fiksasi mungkin tidak cukup
kuat untuk mengontrol rotasi. Nailing diindikasikan jika hasil pemeriksaan radiologis memberi kesan
bahwa jaringan lunak mengalami interposisi diantara ujung tulang karena hal ini hampir selalu
menyebabkan non-union. Keuntungan intramedullary nailing adalah dapat memberikan stabilitas
longitudinal serta kesejajaran (alignment) serta membuat penderitadapat diimobilisasikan cukup cepat
untuk meninggalkan rumah sakit dalam waktu 2 minggu setelah fraktur. Kerugian meliputi anestesi,
trauma bedah tambahan danrisiko infeksi.
Closed nailing memungkinkan mobilisasi yang tercepat dengantrauma yang minimal, tetapi paling
sesuai untul fraktur transversal tanpa pemendekan. Comminuted fracture paling baik dirawat dengan
locking nail yang dapat mempertahankanpanjang dan rotasi.
c. Fiksasi Eksterna
Bila fraktur yang dirawat dengantraksi stabildan massa kalus terlihat pada pemeriksaan radiologis,
yang biasanya pada minggu ke enam, cast brace dapat dipasang. Fraktur dengan intramedullary nail
yang tidak memberi fiksasi yang rigid juga cocok untuktindakan ini.
2. Perawatan Klien Fraktur
a. Perawatan klien dengan fraktur tertutup
Klien dengan fraktur tertutup harus diusahakan untuk kembali ke aktivitas biasa sesegera
mungkin. Penyembuhan fraktur dan pengembalian kekuatan penuh dan mobilitas mungkin
memerlukan waktu sampai berbulan-bulan. Klien diajari bagaimana mengontrol.
Pembengkakan dan nyeri sehubungan dengan fraktur dan trauma jaringan lunak. Mereka
didorong untuk aktif dalam batas imobilisasi fraktur. Tirah baring diusahakan seminimal mungkin.
Latihan segera dimulai untuk mempertahankan kesehatan otot yang sehat, dan untuk meningkatkan
kekuatan otot yang dibutuhkan untuk pemindahan, menggunakan alat bantu (misalnya:
tongkat, walker).
Klien diajari mengenai bagaimana menggunakan alat tersebut dengan aman. Perencanaan
dilakukan untuk membantu klien menyesuaikan lingkungan rumahnya sesuai kebutuhan dan bantuan
keamanan pribadi, bila perlu. Pengajaran klien meliputi perawatan diri, informasi obat-obatan.
b. Perawatan klien fraktur terbuka
Pada fraktur terbuka (yang berhubungan dengan luka terbuka memanjang sampai permukaan
kulit dan ke daerah cedera tulang) terdapat resiko infeksi seperti: osteomielitis, gas gangren, dan
tetanus. Tujuan penanganan adalah meminimalkan kemungkinan infeksi luka, jaringan lunak dan
tulang untuk mempercepat penyembuhan jaringan lunak dan tulang.
Luka dibersihkan, didebridemen (benda asing dan jaringan mati diangkat), dan diirigasi.
Dilakukan usapan luka untuk biakan dan kepekaan. Mungkin perlu dilakukan grapt tulang untuk
menjembatani defek, namun harus yakin bahwa jaringan resipien masih sehat dan mampu
memfasilitasi penyatuan.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Doegoes,dkk (1999) pemeriksaan penunjang pada kasus fraktur

1. Scan tulang, tomogram, magnetic resonance imaging (MRI) memperlihatkan fraktur, juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.
2. Arteriogram, dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler
3. Profil koagulasi
4. Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranafusi multiple atau cairan hati.

Anda mungkin juga menyukai