BAB II
KONSEP DASAR DEFORMITAS
A. DEFINISI DEFORMITAS
Deformitas musculoskeletal adalah kelainan dan trauma pada sistem muskuloskeletal yang
bermanifestasi dari bentuk yang abnormal dari ekstremitas atau batang tubuh.
Deformitas/malformasi bawaan adalah: kelainan atau defek yang bias terjadi, ketika didalam
kandungan dan terlihat pada waktu lahir dan dapat pula terjadi dalam perkembangan anak di
kemudian hari. Kadang kadang kelainan yang ada tidak terlihat secara fisik, tetapi terdapat
kelainan biokimiawi atau histologik yang dapat berkembang di kemudian hari.
Berdasarkan beberapa definisi deformitas seperti yang telah tercantum diatas, kami
menyimpulkan bahwa deformitas merupakan kelainan bawaan pada sistem muskuloskeletal yang
tidak terlihat pada usia dini namun dapat berkembang di kemudian hari.
B. KLASIFIKASI DEFORMITAS
1. Deformitas pada sendi
a. Macam-macam deformitas sendi
1) Bergesernya sendi
Permukaan sendi dapat bergeser terhadap permukaan lainnya dan bila hanya sebagian yang
bergeser disebut sublukasi dan bila seluruhnya disebut dislokasi.
2) Mobilitas sendi yang berlebihan ( excessive mobility of the joint )
Kapsul dan ligament sendi meruakan jaringan fibrosa yang berfungsi mengamankan sendi dari
gerakan yang abnormal. Apabila terdapat kelemahan (laxity) kapsul/ ligament karena suatu
sebab, akan terjadi kecenderungan hpermobilitas sendi.
3) Mobilitas sendi yang berkurang ( restricted mobility of the joint )
Pada keadaan ini terjadi gangguan gerakan sendi karena salah satu sebab sehingga kemampuan
pergerakan sendi kurang dari normal.
Walaupun penyebab pasti belum ditemukan, ada beberapa faktor yang berhubungan dengan
kelainan kongenital, meliputi:
a.
Faktor Genetik
Kelainan bawaan dapat ditransmisikan melalui gen kromosom sel telur dan sperma dan
ditransmisikan dalam kelainan-kelainan yang spesifik sesuai dengan hukum mendel. Bila faktor
genetik ini bersifat dominan, kelainan akan memberikan manifestasi klinis pada anak yang
bersifat herediter.
Kelainan bawaan juga dapat disebabkan oleh mutasi gen. Beberapa kelainan genetik yang
dikenal, antara lain Sindrom Down dan Osteogenesis Imperfekta
b. Faktor Lingkungan
Melalui beberapa penelitian pada hewan percobaan, faktor lingkungan telah dibuktikan dapat
menyebabkan kelainan bawaan. Beberapa keadaan yang diketahui mempunyai efek teratogenik,
yaitu:
1)
2)
3)
Defisiensi nutrisi. Defisiensi nutrisi terutama defisiensi ribovlamin (B2) dapat menyebabkan
kelainan bawaan.
4) Zat-zat kimia. Zat-zat kimia terutama logam berat seperti Pb, nitrat, atau merkuri.
5)
Radiasi. Radiasi pada janin khususnya pada tiga bulan pertama dapat berakibat teratogenik.
Misalnya, kelainan pada palatum dan sum-sum tulang belakang.
6) Infeksi. Terutama pada infeksi rubela, Toxoplasma gondii, dapat menyebabkan kelainan bawaan.
7)
Faktor Mekanis. Trauma langsung pada embrio pada minggu-minggu awal kehamilan dapat
menimbulkan kelainan bawaan.
8) Anoksia. Pada hewan percobaan telah terbukti bahwa anoksia dapat menimbulkan anensefali dan
spina bifida.
c.
2. Penegakan Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis dibagi dalam beberapa fase pertumbuhan, meliputi fase prenatal
dan fase anak-anak.
a.
Fase prenatal. Pemeriksaan janin dalam kandungan untuk mengenali kelainan genetik dapat
dilakukan dengan pemeriksaan DNA. Dengan diagnosis prenatal, kelainan bawaan yang serius
pada janin dapat dideteksi sehingga memberikan pilihan kepada orang tua untuk melakukan
abortus medisinasi secara selektif. Pemeriksaan lainnya juga dapat dilakukan pada fase ini adalah
sebagai berikut:
1)
2)
3)
Amniosintesis. Dengan anestesia lokal, cairan amnion diambil sebanyak 20ml untuk
pemeriksaan kromosom dan biokimiawi.
4)
Pemeriksaan vilus korion. Pemeriksaan vilus korion dilakuikan dengan mengambil jaringan
korion pada minggu ke-8 dan minggu ke-10 kehamilan. Mesenkim fibroblas dapat dikultur untuk
pemeriksaan kromosom, biokimia, dan analisis DNA.
b.
Fase anak-anak. Fase ini, pemeriksaan untuk menetapkan diagnosis, dibedakan antara
pemeriksaan pada bayi dan pemeriksaan pada anak.
a) Pemeriksaan umum
Pemeriksaan pergerakan sendi pada bayi dilakukan dengan mengamati gerakan spontan bayi atau
gerakan pasif bayi melalui suatu stimulasi. Pada pemeriksaan, diperhatikan pula sikap berbaring
bayi yang merupakan gambaran sikap intra-uterinnya, dan ini memberikan perkiraan besar
jangkauan pergerakan sendinya. Kedudukan normal intra-uterin janin adalah tungkai bawah
menyilang dalam posisi rotasi eksterna, pada posisi ini diharapkan bayi mempunyai gerakan
abduksi penuh pada kedua tungkai. Secara normal sendi punggul, lutut, serta siku pada bayi tidak
dapat diekstensikan secara penuh dan hal ini biasanya berlangsung beberapa minggu.
b) Pemeriksaan status local
Pemeriksaan status lokal pada bayi dilakukan secara head to toe atau pemeriksaan fisik dari
kepala sampai ujung kaki. Menurut Chairudin Rasjad (1998), pemeriksaan kelainan kongenital
sistem muskuloskeletal meliputi:
Leher
Pemeriksaan leher pada posisi telentang biasanya sulit dilakuka karena kedudukan fleksi, kepala,
atau karena halangan dari lemak pada dagu dan dada. Untuk mengatasi keadaan ini, satu tangan
diletakkan diatas punggung bayi hingga kepala dalam keadaan ekstensi dan sekaligus
menyebabkan bahu dan dada lebih menonjol.pada saat yang bersamaan, diamati pergerakan
anggota gerak atas bayi karena pada tindakan ini bayi akan menggerakkan kedua anggota gerak
atas sebagai reaksi perlawanan. Dada, klavikula, bahu, dan leher dipalpasi dengan tangan serta
leher digerakkan kesegala arah. Melalui pemeriksaan ini, dapat ditemukan fraktur klavikula
akibat trauma kelahiran, tortikulis (kontraktur otot sternokleidomastoideus), sindrom KlippelFeil (kegagalan segmentasi vertebra servikalis), deformitas springel (skapula letak tinggi), serta
kelainan-kelainan lainnya
Bahu, siku dan tangan
Adanya pembengkakkan serta deformitas pada bahu mengarahkan pada kecurigaan pada suatu
fraktur hemerus. Pada pemeriksaan ini, bayi dibiarkan memegang tangan pemeriksa, kemudian
dilakukanrotesi interna dan eksterna pada bahu untuk mengetahui resistensi otot. Kelainan lain
yang dapat ditemukan adalah peresis brakialis yang terjadi akibat suatu persalinan yang sulit.
Pada paresis brakialis kelumpuhan yang terjadi dapat berupa kelumpuhan-Erb, klumpke, atau
kombinasi keduanya. Pemeriksaan pada siku berupa pengamatan adanya pembengkakkan dan
dilanjutkan dengan gerakan siku kesegala arah (harus diingat siku belum dapat diekstensikan
secara penuh). Pada tangan kelainan-kelainan yang dapat diamati adalah jari picu, sindaktili, dan
polidaktili.
Tulang belakang
Dengan tangan kiri bayi ditelungkupkan dalam posisi punggung sedikit fleksi melalui inspeksi
dan palpasi dapat ditemukan adanya meningokel skoliosis konginetal serta kadang dapat diraba
adanya spina bifida. Pada posisi tengkurap diamati gerakan anggota gerak bawah yang biasanya
menendang-nendang dan bila tidak ada pergerakan anggota gerak bawah perlu dicurigai adanya
kelumpuhan.
Sendi panggul
Lipatan bokong diamati, lipatan ini biasanya simetri dan sangat tinggi bila terjadi dislokasi
panggul bawaan, lipatan-lipatan ini akan berubah. Pemeriksaan ini bayi diletakkan dalam
keadaan telentang pada alas yang keras dan rata kemudian sendi panggul digerakkan ke segala
arah.
Sendi lutut dan tungkai bawah
Pemeriksaan pada lutut bertujuan untuk melihat adanya dislokasi dan kekakuan sendi lutut
seperti artrogriposis multipel bawaan pada tungkai bawah diperiksa adanya torsi tibia adanya
constriction band yang mencekik tungkai sehingga bagian distalnya tidak berfungsi. Pada
pergerakan diperiksa apakah dorsofleksi pasif ibu jari kaki dapat menyentuh permukaan depan
tibia. Kelainan-kelainan pada kaki yang dapat segera terlihat yaitu talipes ekuinovarus
kongenital, kalkaneus vagus, metartasus primus vagus, metartasus varus, sindaktili dan
polidaktili.
2) Pemeriksaan pada anak
Pemeriksaan pada anak dilakukan secara teratur dan memberikan keyakinan kepada orang tua
klien. Apabila didapatkan kecurigaan adanya kelainan bawaan perlu dilakukan adanya
pemeriksaan laboratorium dan konsultasi pada ahli genetik untuk mengetahui apakah penyakit
ini merupakan penyakit genetik, memberikan pemahaman tentang resiko yang mungkin terjadi
kepada orangtua klien dan memberikan dukungan moral agar orangtua sabar untuk melanjutkan
program pengobatan anaknya.
3. Pemeriksaan Diagnostik
Ada beberapa pemeriksaan diagnostik diperlukan klien dengan kelainan kongenital meliputi:
a.
Pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan dengan foto polos merupakan penunjang yang sangat
penting untuk melihat dampak kelainan tulang akibat dari kongenital. Lokasi yang akan
dilakukan foto adalah daerah regional kelainan. Biasanya klien akan menjalani pemeriksaan foto
AP pelvis dan panggul, foto pergelangan tangan dan kaki, dan foto lateral tulang belakang.
b.
c.
Biopsi tulang. Biopsi tulang kadang kala diperlukan pada kelainan-kelainan tertentu.
4. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan klien dengan kelainan bawaan tergantung pada jenis penyakitnya, kelainan
genetik yang terjadi derajat deformitas atau kecacatannya kapasistas mental dan status sosialnya.
Meskipun demikian suatu standar dasar yang bersifat umum untuk penanganan kelainan bawaan
tetap diperlukan. Kelainan kongenital pada anak sangat bermacam-macam untuk mengetahui dan
menilai kelainan kongenital tersebut. Perawat perlu mempelajari dan mengetahui anatomi
fisiologi dan pengetahuan tentang tumbuh kembang anak secara cermat. Secara umum kelainan
konginetal pada sistem muskuloskeletal dapat terjadi pada tulang, sendi, otot, dan anggota gerak.
Keterampilan, pengetahuan, dan pengalaman perawat sangat mendukung untuk mengenal setiap
kelainan kongenital yang dihadapi sehingga dapat melaksanakan asuhan keperawatan yang
komprehensif. Beberapa kelainan konginetal pada anak biasanya akan berkurang pada saat anak
mencapai kedewasaan. Hal ini menambahkan adanya perbaikan secara spontan.
Organ
Jenis Kelainan
1. Osteogenesis imperfekta
2. Kondrodisplasia
Tulang
3. Osteopetrosis
4. Fibrodisplasia osifikans progesif
5. Neurofibromatosis (penyakit Recklinghausen)
Akondroplasia (kondro-distrofi)
Sistinosis (renal tubular rickets)
Sindrom down (mongolisme)
Gargoylisme (sindrom hurler)
Kranio-kleido disostosis
Ekstremitas atas
Ekstremitas bawah
Tulang belakang
7. Hipofosfatemia familial
8. Penyakit Gaucher
9. Neurofibromatosis
10. Amiotonia dan amioplasia kongenital
11. Miositis osifikans progresif
1. Hipoplasia klavikula
2. Deformitas sprengel (high scapula)
3. Diskolasi kaput radius
4. Sinostosis radio-ulna
5. Amputasi kongenital
6. Hipoplasia radius
7. Jari picu (trigger thumb)
8. Sindaktili, polidaktili, ektrodaktili
9. Tidak adanya ibu jari (absence of thumb)
10. Sindrom constriction band
1. Sindaktili, polidaktili, ektrodaktili, makrodaktili
2. Kaki ceper (Flatfeet)
3. Amputasi kongenital
4. Tidak adanya fibula (absence of fibula)
5. Hipoplasia fibula
6. Constriction band syndrome
7. Dislokasi panggul bawaan
8. Koksa vara kongenital
9. Pseudo-artrosis kongenital
10. Talipes ekuinovarus kongenital (CTEV)
1. Leher pendek kongenital (sindrom klippel-feil)
2. Hemivertebra (skoliosis kongenital)
3. Spina bifida
4. Deformitas sprengel
dan kedua kaki sedikit equines, sufinasi, dan berkotak dengan isi posterolateral paha yang
berhadapan. Kombinasi rotasi eksterna pinggul dan rotasi interna kaki bawah menimbulkan
penampakan tungkai bawahyang bengkok bila anak mulai berjalan. Ini bukan bengkok yang
sebenarnya tetapi agak bercampur torsi. Bengkok fisiologi menyembuh pada 6-12 bulan tidak
tergantung pada pada aktivitas berjalan.
Genu valgum fisiologis atau kaki pengkor kedalam terlihat antara umur 3 dan 4 tahun. Ini
merupakan genu valgum yang sebenarnya dan bukan akibat kombinasi torsi. Semakin anak tua
akan menyembuh dengan posisi lutut dewasa normal dicapai antara umur 5 dan 8 tahun. Ratarata sudut tibiofemoral pada saat lahir adalah 15 derajat varus. Ini berkurang menjadia sekitar 10
derajat pada umur 1 tahun. Persekutuan netral terjadi pada umur 18 dan 20 tahun. Valgus
maksimum 12 derajat terjadi pada umur 3-4 tahun. Nilainya serupa pada anak laki-laki dan anak
wanita. Pada umur 7 tahun persekutuan valgus berubah menjadi persekutuan valgus dewasa
normal ( 8 derajat pada wanita ; 7 derajat pada laki-laki). Secara keseluruhan, 95 %
perkembangan kasus genu verum dan genus valgum fisiologis semakin tua menyembuh,
walaupun ada yang tidak dapat terkoreksi secara sempurna sampai remaja.
1) Profil Torsi
Profil torsi sangat amat bermanfaat dalam mendiagnosis dan memonitor anak dengan variasi
torsi. Hal ini terdiri dari :
a)
b)
c)
d)
3) Rotasi pinggul
Rotasi pinggul pada ekstensi dinilai pada saat anak tengkurap; paha dirapatkan dan lutut fleksi 90
derajat. Pada posisi ini pada pinggul terdapat persekutian netral. Ketika kaki bawah dirotasikan
keluar, gerakan ini menghasilkan rotasi eksterna. Hal ini terjadi karena bentuk anatomi femur
proksimal. Kolum femoris secara normal pmempunyai sudut 135 derajat dengan batang femur.
Biasanya, terdapat sudut 15 derajat kearah anterior anatara sumbu yang menggambarkan kolum
femoris dengan sumbu transkondilur femur distal. Pembengkokan ini juga dikenal sebagai versi
femoris. Pada umur satu tahun terdapat sekitar 45 derajat rotasi interna dan eksterna. Rotasi
pinggul seharusnya sietris. Rotasi asimetri dpat merupakan petunjuk adanya ganggan pinggul,
dan diperlukan pemeriksaan radiografi.
4) Sudut paha kaki
Pada anak dengan posisi tengkurap, untuk melakukan penilain rotasi pinggul, sumbu panjang
kaki yang diberi beban dibandingkan dengan sumbu panjang paha. Rotasi kedalam diberi nilai
negative, sedangkan rotasi keluar diberi nilai positif. Rotasi kedalam merupakan petunjuk torsi
tibia interna, sedangkan rotasi keluar menggambarkan rotasi tibia eksterna. Banyi mempunyai
sudut rata-rata -5 derajat ( denga saran -35 samapai 40 derajat) sebagai akibat posisi normal
dalam uterus. Pada pertengahan masa anak samapai kekehidupan dewasa, rata-rata sudut pahakaki adalah 10 derajat ( dengan kisran -5 sampai 30 derajat ).
5) Bentuk kaki
Pada anak yang masih dalam posisi tengkurap, bentuk kaki dengan mudah dinilai. Posisi ini amat
membantu dalam penilaian metatarsus adduktus atau kaki kalkaneovalgus. Mobillitas
pergelangan kaki dan subtalus dpat juga dievaluasi pada anak dalam posisi ini.
6) Gaya berjalan jari ke dalam
Tungkai bawah yang menyebabkan gaya berjalan dengan jari kaki ke dalam umumnya terdiri
dari torsi femoris interna dan torsi tibia interna.
2. DEFORMITAS TORSI
a. Torsi femoralis interna
Torsi femoralis interna adalah penyebab jari kaki ke dalam yang paling sering terjadi pada
anak umur 2 tahun atau lebih tua. Kelainan ini lebih sering terjadi pada anak perempuan daripada
anak laik-laki. Sebagian besar anak dengan keadaan ini mempunyai kelemahan ligamentum
secara menyeluruh. Penyebab torsi femoralis masih kontroversial. Beberapa pakar percaya
bahwa kelinan ini kongenital sebagai akibat anteversi femur infantile menetap, sedangkan
lainnya menganggap kelainan ini didapat akibat kebiasaan duduk yang abnormal.
Torsi femoral interna tidak ditemukan pada bayi baru lahir. Pada beberapa anak, terdapat
kebiasaan duduk dengan posisi televise (lutut di deapan, femur berputar ke dalam dan kaki
menghadap keluar) yang dapat mengakibatkan rotasi femoral interna yang progesif sampai anak
berusia 5 tahun. Pada pemeriksaan anggota gerak bawah diputar kedalam rotasi interior sehingga
terjadi rotasi interna lutut 90
2) Klasifikasi
a) Penyakit Paget
Penyakit paget pada anak merupakan kelainan congenital yang menjadi penyakit progresif
kelaianan berupa penebalan tulang dan perubahan spongeosa tulang disertai kecendrungan tulang
untuk
membengkok. Penyakit paget adalah kelainan
peningkatan premodiling tulang local kebanyakan
tutlang pelvis tibia, femur, tengkorak, veterbra dan klavikula. Penyakit ini umumnya bersifat
asimtomatik dan ditemukan secara kebutlan pada pemeriksaan radiologi untuk kepentingan yang
yang lain akan tetapi pada bebebrapa klien dapat ditemulkan berupa nyeri atau deformitas tulang.
Nyeri yang terjadi adalah nyeri tumpul yang konstan terutama bila klien bangun tidur dan nyeri
akan bertambah hebat bila terjadi fraktur deformitas terutama terjadi pada angggota gerak
bawah, mengenai tulang panjang yang menanggung tekanan mekanis, yaitu pada daerah tibia
anterior dan femur aterolateral.
Sering terjadi lengkungan tungkai yang menyebabkan ketidaksejajaran sendi panggul, lutu
dan pergelangan kai yang berperan dalam terjadinya atritis dan nyeri. Kulit terasa hangat yang
merupakan tanda osteitis deformans. Jika tulang tengkorak terkena, dasar tengkorak mungkin
terlihat mendatar (platibasia) sehingga leher terlihat memendek. Bila terjadi penekanan saraf
cranial akan menyebabkan gangguan penglihatan, paralisis, fasialis, neuralgia, trgeminus dan
ketulian. Ketulian dapat disebabkan oleh sklerosis tulang tulang telinga (ostosklerosis) penebalan
veterbra meneybabkan penekanan medulla spinalis dan radisk saraf. Ditemukan pula sindrom
steal yaitu aliran darah yang menyebabkan iskemia serebral dan medulla spinalis. Jika stenosis
saraf spinal terjadi , akan terlihat gambaran yang khas yaitu klaudikasi spinal dan kelemahan
anggota gerak bawah selain itu pula terjadi kifosis sehingga tubuh klien terlihat memendek dan
kaki bengkok tangan menggantung yang menyerupai kera. Nyeri dan nyeri tekan dapat terlihat
pada tulang . nyeri bersifat ringan sampai sedang, dalam, linu, dan bertamabah dengan
pembebanan berat badan bila ekstrimitas bawah terlibat. Nyeri dan ketidaknyamanan terjadi
mendhului perubaha skelet penyakit paget selama bebebrapa tahun dan sering disalah artikan
oleh klien sebagai akibat usia tua/atritis.
Terjadi peningkatan suhu kulit diatas tulang yang terkena karena peningkatan vaskularasi
tulang. Klien dengan lesi vascular hebat dapat mengalami gagal jantung curah tinggi akibat
peningkatan pembuluh vaskulara dan kebutuhan metabolisme. Degenarasi malgina osteosarkoma
dapat terjadi penyakit paget
3) Evaluasi radiografi :
Evaluasi radiologi torsi femur interna tidak secara rutin diperlukan, walaupun telah diuraikan
berbagai teknik radiografi untuk mengukur torsi femur. Tomografi komputasi dan utrasonografi
dapat menilai hubungan antara femur proksimal dan distal. Penilaian ini jarang terindikasi karena
pengukuran klinis sama akuratnya.
4) Penanganan :
Penanganan torsi femur interna terutama adalah dengan observasi. Koreksi kelainan
kebiasaan duduk biasanya akan memungkinkan torsi menyembuh seiring dengan perteumbuhan
dan perkembangan normal. Namun, diperlukan waktu 1-3 tahun agar terjadi koreksi sempurna,
tergantung umur anak ketika kebiasaan duduk dikoreksi. Mengoreksi kebiasaan duduk dapat
amat sukar apda anak usia prasekolah dan biasanya tidak terjasi sampai mereka mencapai umur
sekolah. Penggunaan ortosis di malam hari atau kabel belit di siang hari tidak bermanfaat dan
dapat menimbulkan torsi tibia eksterna kompensatoir. Kombinasi torsi femur interna dan tibia
eksterna
kompensatoir
menghasilkan
deformitas
genu
valgum
patologis.
Ini
dapat
mengakibatkan salah persekutuan patelofemoral disertai subluksasio atau dislokasin patella dan
nyeri.
Anak umur 10 tahun atau lebih tua mungkin tidak mengalami pertumbuhan muskuluskeleton
sisi agar memungkinkan terjadinya koreksi spontan, dan mungkin perlu tindakan pembedahan.
Prosedur yang dianjurkan adalah osteotomy derotasi varus femur proksimal dan osteotomy
derotasi sederhana femur proksimal atau distal. Derotasi cukup dilakukan untuk memungkinkan
penyamanan rotasi pinggul interna dan eksterna pasca bedah.
b. Torsi tibia interna
Torsi tibia interna merupakan penyebab jari kaki kedalam yang
paling lazim pada anka sebelum umur 2 tahun dan merupakan
keadaan normal akibat posisi dalam uterus. Keadaan ini biasanya
ditemukan saat umur ke 2 dan dapat terkait dengan metatarsus adduktus.
1) Manifestasia klinis :
Derajat rotasi tibia dapat diukur pada sudut paha-kaki saat tengkurap ( profil torsi ).
2) Evaluasi radiografi :
Penilain radiografi tidak bermanfaat pada gangguan yang terutama bersifat klinis ini.
3) Penanganan :
Penanganan torsi tibia interna juga dilakukan dengan observasi. Hal ini merupakan keadaan
fisiologis, dan penyembuhan secara spontan dapat terjadi seiring dengan pertumbuhan dan
perkembangan normal. Namun, perbaikan yang bermakna biasanya tidak terjadi sampai anak
mulai berdiri dan berjalan secara bebas. Sesudahnya, ia memerlukan 6-12 bulan, dan kadangkadang lebih lama, untuk mencapai koreksi sempurna. Bidai malam hari tidak bermanfaat dan
harus dihindari. Torsi tibia interna yang menetap pada anak yang lebih tua atau remaja mungkin
memerlukan pembedahan derotasi; namun, ini amat jarang.
4) Gaya berjalan jari kaki ke luar
Penyebab tungkai bawah yang lazim untuk jari kaki ke luar adalah torsi femur eksterna dan torsi
tibia eksterna.
c.
1) Manifestasi klinis :
Pemeriksaan klinis torsi femur eksterna akan menunjukan rotasi eksterna pinggul yang
berlebihan dan keterbatasan rotasi interna. Khas, pinggul akan berotasi eksterna 70-90 derajat,
sedangkan rotasi interna hanya 0-20 derajat. Biasnya ada gangguan bilateral bila terjadi secara
idiopatik. Jika deformitas unilateral, terutama pada anak yang lebih tua atau remaja muda yang
gemuk, adanya SCFE harus dikesampingkan .
2) Evaluasi radiografi :
Radiografi anteroposterior dan Lauenstein ( Katak ) laterl pelvis diperlukan pada setiap anak atau
remaja yang dating dengan torsi femur eksterna, terutama mereka yang gemuk atau yang
menderita nyari paha atau lutut anterior non traumatis ( nyeri terarah ) atau bila deformitas
unilateral untuk menilai kemingkinan SCFE.
3) Penanganan :
Penanganan torsi femur eksternaidiopatik biasanya observasi karena torsi ini biasanya tidak
menyebabkan gangguan fungsi yang berarti. Retroversi femur yang merupakan akibat SCFE
ditangani secara bedah.
Kadang-kadang, retroversi femur yang menetap sesudah SCFE dapat menyebabkan gangguan
fungsi seperti gaya berjalan jari kaki ke luar dan kesukaran merapatkan lututnya sendiri dalam
posisi duduk. Yang kedua ini dapat amat menggangu wanita remaja. Seandainya hal ini terjadi,
osteotomi derotasi akan bermanfaat.
d. Torsi Tibia Eksterna
Torsi tibia eksterna relative lazim dan selalu disertai dengan kaki kalkaneovalgus. Torsi ini
adalah akibat variasi normal posisi dalam Rahim.
1) Manifestasi klinis:
Torsi tibia eksterna ditunjukan oleh kelainan sudut paha-kaki positif ( profil torsi ). Sudut ini
adalah khas 30-50 derajat. Akan terdapat kaki kalkaneovalgus.
2) Evaluasi radiografi :
Penilaian radiografi untuk torsi tibia eksterna tidak diperlukan karena tidak ada kelainan
radiografi yang dapat dilihat.
3) Penanganan :
Penangan torsi tibia eksterna adalah observasi. Keadaan ini menyertai perjalanan klinis yang
sama seperti torsi tibia interna. Perbaikan bermakna tidak terjadi selama umur tahun pertama.
Namun, dengan mulainya anak berjalan, perbaikan spontan akan terjadi dan biasnya sempurna
pada umur 2-3 tahun.
3. DEFORMITAS ANGULAR
a. Genu varum ( kaki Bengkok )
Genu valgum atau kaki berbentuk X dan genu varium atau kaki berbentuk O sering dijumpai
pada anak-anak. Hal ini disebabkan oleh adanya kekenduran pada ligamen sendi yang
merupakan salah satu manifestasi kekenduran ligamen pada seluruh sendi badan.
Tindakan pengobatan pada kelainan ini bertujuan mencegah
kekenduran pada ligamentum kolateral medial menjadi lebih
berat. Genu valgum biasanya terdapat pada anak-anak
yang mempunyai kebiasaan menonton televisi dengan kedua
kaki diletakkan dibelakang badan. Keadaan fisiologis ini harus dibedakan dengan kelainan
bawaan abnormal yang diakibatkan oleh kelainan metabolik atau trauma.
Klasifikasi genu varum disajikan pada tabel dibawah. Genu varum fisiologis dan tibia vara (
penyakit Blount ) adalah gangguan yang paling lazim terjadi.
b. Displasia
1)
a)
b)
c)
Luka Fisea
Trauma
Infeksi
Tumor
c.
Gangguan metabolic
mulainya, besarnya sisa pertumbuhan , dan besar gaya kompresi medial. Kelompok infantile
mepunyai potensi terbesar untuk terjadinya deformotas, dan kelompok remaja mempunyai
potensi yang terkecil.
b) Evaluasi radiografi :
Pada anak dengan tibia vara biasanya dilakukan foto rontgen AP pada kedua ekstremitas
bawah dan posisi lateral pada ekstremitas yang terkena. Posisi anak berdiri dengan pembebenan
memungkinkan terlihatnya deformitas klinis maksimal. Fragmentasi dengan deformitas tahap
penonjolan dan penonjolan metafisis tibia medial medial proksimal merupakan tanda-tanda
utama kelompok infantif. Perubahan dalam metafisis tibiale medialis kurang mencolok pada
bentuk-bentuk mulai awal, yang ditandai oleh adanya baji bagian medial epifisis, depresi
artikuler posteromedial ringan, fisis lengkung kea rah kepala serpiginosa, dan dan tidak ada
fragmentasi atau ringan atau tonjolan metafisis medial proksimal.
Kadang-kadang,artrografi, foto resonansi magnetic atau tomografi mungkin perlu untuk
menilai meniskus, permukaan artikuler tibia proksimal, atau integritas fisis tibia proksimal.
c) Penanganan :
Penatalaksanaan tibia vara dapat nonoperatif maupaun operatif pada bentuk infantilnya. Tibia
vara mulai lambat ditangani secara operatif.
Nonopertif
Penatalkasanaan ortitik dapat dipertimbangkan pada anak dengan tibia vara infantile yanaga
berumur 3 tahun atau lebih muda dengan deformitas ringan. Pada sekitar 50% anak yang
memenuhi kriteria ini, deformitas dapat terkoreksi secara memadai. Orthosis lutut-pergelangan
kaki-kaki harus digunakan dengan satu medial tegak, tampa lutut bergantung. Orthosis harus
dipasang 22-23 jam per hari. Trial maksimum 1 tahun menejemen orthotic sekarang dianjurkan.
Jika koreksi tidak dicapai sesudah 1 tahun atau jika penjelekan terjadi selama waktu ini,
kemudian terindikasi osteotomi korrektif.
Operatif
Indikasi penanganan bedah tibia vara infantile adalah usia 4 tahun atau lebiha, kegagalan
penatalaksanaan ortotik dan deformitas lebih berat. Osteotomy valgus tibia progsimal dan
osteotomi diafisis fibula terkait biasanya merupakan prosedur pilihan . Pada tibia vara yang
mulai lambat, koreksi juga diperlukan untuk memperbaiki sumbu mekanik lutut. Osteotomi
valgus tibia progsimal dan osteotomi diafisis fibula merupakan prosedur yang paling lazim.
Fisiologis
Pertumbuhan asimetris
Tibia valga
Luka fisea
Trauma pasca fratkur metafisis tibia progsimal
Infeksi
Tumor
Gangguan metabolisme
Osteodistrofi ginjal
Dysplasia skeleton
Sindrom kniest
Kelainan kongenital
Dislokasi kongenital patella
Gangguan neuromuskuler
Palsi serebral
Mielodisplasia
ortosis terindikasi untuk kaki pengkor ke dalam. Pembedahan mungkin di perlukan pada remaja
yang menderita deformitas menetap. Pilihannya meliputi bahab fisea medial, hemiepifisiodesis
medial, dan osteotomy korektif.
Klasifikasi genu valgum ( kaki pengkor ke dalam )
c.
5. HIPERMOBILITAS SENDI
Tingkat morbilitas sendi pada anak-anak sangat bervariasi. Hal ini disebabkan oleh adanya
kekenduran pada ligamen. Hipermobilitas sendi sangat sering ditemukan pada bayi, berkurang
pada anak, dan jarang pada remaja. Meskipun kekenduran ligamen akan berkurang setelah
dewasa, ada dua kelainan yang dapat menetap.
a. Kaki Ceper
Kaki ceper merupakan salah satu kelainan kongenital akibat kekenduran ligamen termasuk
ligamen pada jari-jari tangan dan kaki. Kekenduran pada ligamen kaki akan menyebabkan kaki
bentuk ceper terutama pada saat menapakkan kaki. Kelainan ini tidak membutuhkan pengobatan
atau koreksi khusus. Peran perawat lebih banyak memberikan dukungan psikologis dan
penjelasan yang memadai kepada orang tua klien.
6. ATROGRIPOSIS MULTIPLE BAWAAN
Atrogriposis multiple bawaan merupakan kelainan gangguan gerakan sendi yang tidak
progesif, gerakan sendi berkurang/terbatas yang menyebabkan oleh gangguan perkembangan
mukuloskletal kerena mengalami aplasia dan digantikan oleh jaringan ikat lemak dan fibrosa,
patogenesisnya belum diketahui. Kelainan ini terutama menganai sendi lutu, pergelangan kai
dan pergelangan tangan atrogriposis multiple bawaan harus dibedakan dengan kelainan lainnya
seperti talipesekuimovarus konginetal atau penyakit spina bifida yang diserta dengan kelainan
pada anggota gerak
a. Neurofibromatosis
Neurofibromatosis merupakan kelainan bawaan yang diturunkan secara dominan ditandai
dengan darah pigmen kehitaman dan neurofibromatosis el pada kepala multiple atau jaringan
saraf perifer
Patologi neurofibromatosis yaitu dtemukan adanya neurofibroma yang terdiri dari atas
jaringan ikat yang teratur dengan beberapa serabut saraf. Gamabaran klinis terfiri atas kaveola
multiple. Neurifibroma multiple skolosi yang diketahui sebabnya dan kemungkian terdapat
gangguan neurologis komplikasi yang sering terjadi adalah skoliosis yang progresif, tekanan
pada saraf dan perubahan kea rah keganasan menjadi fibrosarkoma.
b. Sindaktili
Sindaktili merupakan kelainan bawaan yang paling sering ditemukan pada jari jari tangan,
jari jari tidak terpisah dan bersatu dengan yang lain. Dapat terjadi hubungan satu, dau atau lebih
jari jari. Hubungan jari jari dapat terjadi hanya pada kulit dan jaringa lunak saja, tetapi dapat pula
terjadi hubungan tulang dengan tulang
Penataklaksanaanya seiring dilakukan adalah tindakan operasi dengan memisahkan jari jari
yang kemunngkinan skin garf.
c.
Polodaktli
Polidaktili adalah terjadinya duplikasi jari jari tangan dan kaki melebihi dari biasanya.
Kelainan dapat terjadi mulai dari duplikas yang berupa jaringan lunak sampai duplikasi yang
disertai dengan metrakarpal dan falang sendiri selain itu hubungan pada jari tangan yaiut pada
metacarpal dapat mempunyai sendi atau tanpa sendi. Pemeriksaan radiologi diperlukan untuk
menentukan tindakana yang kana dilakukan.
Penatalakasanaan dengan operasi yang dilakukan adalah eksisi pada jari kadang kala
diperlukan trver tendon setelah anak berusia bebebrapa tahun
d. Ektrodaktili
Ektrodaktili merupakan kelainan konginetal yang ditandai dengan hilangnya satu atau lebih
jari tangan dan kaki
e.
Makrodaktili
Makrodaktili merupakan kelainan pembesaran jari-jari kaki, terutamapada ibu jari kaki.
Penyebabnya biasnya adalah fibrolipoma yang difusi pada jari kaki, tetapi juga terjadi
pembesaran tulang-tulang metatarsal.
f.
Radial Clubhand
Kelainan ini berupa hipoplasia atau aplasia radius, skafoid, trapesium, metakapral I, dan tidak
terbentuknya ibu jari serta struktur-sturktur yang melekat padanya, yaitu otot, saraf adn
pembuluh darah. Gambaran klinis klien yaitu akan terlihat deviasi ke arah radial, ulna jugalebih
pendek dari biasanya dan melengkung.
g. Amputasi kongenital
Amputasi kongenital dapat terjadi mulai dari jari-jari tangan ke proksimal menuju
pergelangan tangan serta lengan dan dapat terjadi pula pada bagian distal kaki. Pelaksanaan
tindakan sebaiknya adalah dilakukan pemasangan prostesis yang sederhana pada anak yang
mulai merangkak. Pada waktu anak mulai sekolah, diperlukan pemakain prostesis seperti pada
orang dewasa.
7. TALIPES KALKANEUS VALGUS KONGENITAL
Talipes kalkaneus valgus kongenital berlawanan dengan talipes ekuinovarus kongenital, kaki
mengalami eversi dan dorsofleksi. Kelainan ini tidak begitu serius dibandingkan dengan talipes
ekuinovarus kongenital. Penyebab kelainan ini tidak diketahui, sebagian kerena kelainan postural
dalam masa kehamilan. Ditandai oleh kaki dalam posisi eversi dan dorsal fleksi yang menetap.
Terdapat ketegangan pada jaringan lunak dorsolateral sehingga kaki sulit diturunkan ke dalam
inversi dan akuinus. Pengobatan pada umumnya berhasil dengan menupulasi secara pasif yang
brulang-ulang. Apabila tidak berhasil, dapat dilakukankoreksi melalui operasi.
8. TALIPES EKUINOVARUS KONGENITAL
Taipes ekuinovarus kongenital merupakan suatu kelainan bawaan yang sering ditemukan
pada abyi yang baru lahir. Insiden talipes ekuinovarus kongenital adalah dua dari setiap 1000
kelahiran hidup. Lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki daripada perempuan (2:1). Penyebab
kelinan ini belum diketahui dengan pasti. Beberapa ahli mengatakan bahwa kelainan ini timbul
karena posisi abnormal atau pergerakan yang terbatas dalam rahim. Ahli lain mengatakan bahwa
kelainan terjadi perkembangan embrionik yang abnormal, yaitu pada saat perkembangan kaki ke
arah fleksi an eversi pada bulan ke-7 kehamilan. Pertumbuhan yang tergantung pada fase
tersebut akan menimbulkan deformitas yang dipengaruhi pula oleh tekanan intrauterin.
Kelainan kongenital ini ditandai dengan adanya kaki dalam posisi aduksi dan inversi pada
sendi subtalar, midtarsal, dan sendi-sendi tarsal depan. Terdapat ekuinus atau plantarfleksi pada
tumit. Selain itu, pada kebanyakan kasus terlihat adanya pengecilan otot-otot betis dan peroneal.
Kaki tidak dapat digerakan secara pasif pada batas eversi dan dorsofleksi normal.
a. Penatalaksanaan :
1) Konservatif. Penatalaksanaan konservatif dini merupakan usaha yang dapat mencapai hasil yang
memuaskan. Dengan penatalaksanaan dini, 70% klien tidak memerlukan tindakan operasi
dikemudian hari. Pemasangan gips dilakukan selama 3-4 bulan yang diganti setiap 1-2 minggu
2)
C. ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan keperawatan pada anak dengan koreksi non-bedah sama dengan perawatan anak
dengan penggunaan gips. Anak memerlukan waktu yang lama pada koreksi ini sehingga
perawatan harus meliputi tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Observasi kulit dan
sirkulasi merupakan bagian penting pada penggunaan gips. Orang tua juga harus mendapatkan
informasi yang cukup tentang diagnosis, penanganan yang lama, dan pentingnya pengantian gips
secara teratur untuk menunjang penyembuhan. Tugas perawat anatra lain meminta pada dokter
bedah untuk memberikan penjelasan dan instruksi yang adekuat pada orang tua, memberikan
dukungan emosional, mengajarkan orang tua tentang perawatan gips ( termasuk observasi
terhadap komplikasi ), dan menganjurkan kepada orang tua untuk memfalisitasi tumbuh
kembang normal pada anak walaupun ada batasan karena deformasi atau terapi yang lama.
DS
Orang tua klien mengatakan anaknya
DO
Keadaan umum: CM
Pada pemeriksaan local test Galeazzi +
Klien tampak murung
Klien tampak menundukkan kepala
Klien tampak cemas
keadaan anaknya.
cica pincang sejakl mulai pandai berjalan
dan tidak pernah mengalami kecelakaan.
ANALISA DATA
DATA FOKUS
MASALAH
ETIOLOGI
Gangguan
Kelainan bentuk
mobilitas fisik
tubuh
Gangguan citra
Deformitas
DS:
Keadaan umum: CM
Pada pemeriksaan local test Galeazzi +
DS:
Di usia keempat ini, cica terlihat bejalan
tubuh
DS:
Kurang
Prognosis
pengetahuan
penyakit
DO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Kelainan bentuk tubuh.
b) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan deformitas
c) Kurang pengetahuan berhubungan dengan Prognosis penyakit.
INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN/
MASALAH KOLABORASI
RENCANA KEPERAWATAN
TUJUAN DAN
INTERVENSI
KRITERIA HASIL
NIC :
Exercise therapy :
Joint Movement : Active
ambulation
Monitoring vital
Mobility Level
- Keterlembatan perkembangan
- Pengobatan
Transfer performance
Berhubungan dengan :
NOC :
sign
Setelah dilakukan
- Keterbatasan ketahan
kardiovaskuler
- Kehilangan integritas struktur
tulang
- Terapi pembatasan gerak
selama.gangguan
fisik
ambulasi
kebutuhan
latihan
sesuai
dengan
klien
untuk
Bantu
cedera
peningkatan mobilitas
perasaan dalam
kesehatan
meningkatkan kekuatan
teknik ambulasi
dan kemampuan
neuromuskuler
kekuatan dan stamina
lain
tentang
berpindah
rencana
aktivitas fisik
tentang
Latih
pasien
dalam
pemenuhan
untuk mobilisasi
- Kerusakan kognitif
(walker)
kemampuan
kebutuhan
NOC:
berhubungan dengan:
Body image
Self esteem
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
situasional, trauma/injury,
selama . gangguan
pengobatan (pembedahan,
body image
kemoterapi, radiasi)
DS:
kriteria hasil:
Mampu
mengidentifikasi
kekuatan personal
DO :
Mendiskripsikan secara
faktual perubahan
fungsi tubuh
fungsi tubuh
NIC :
Body image enhancement
Kaji secara verbal dan
nonverbal
respon
klien
terhadap tubuhnya
Monitor
frekuensi
mengkritik dirinya
Jelaskan
pengobatan,
kemajuan
tentang
perawatan,
dan
prognosis
Dorong
klien
penyakit
mengungkapkan
perasaannya
Identifikasi
pengurangan
pemakaian alat bantu
arti
melalui
Mempertahankan
interaksi sosial
lain
dalam
kelompok kecil
Kurang Pengetahuan
Berhubungan dengan :
keterbatasan kognitif, interpretasi
terhadap informasi yang salah,
NOC:
Kowlwdge : disease
NIC :
Kaji tingkat pengetahuan
pasien dan keluarga
process
Kowledge : health
Behavior
Setelah dilakukan
ini
mengetahui sumber-sumber
tindakan keperawatan
anatomi
informasi.
selama . pasien
menunjukkan
berhubungan
dan
Gambarkan
dengan
fisiologi,
tanda
dan
pengetahuan tentang
adanya masalah
kriteria hasil:
yang tepat
Gambarkan
proses
menyatakan
pemahaman tentang
tepat
penyakit, kondisi,
Identifikasi kemungkinan
pengobatan
tepat
mampu melaksanakan
pasien
prosedur yang
tentang
kondisi,
mampu menjelaskan
tepat
dijelaskan perawat/tim
kesehatan lainnya
Dukung
pasien
untuk
mengeksplorasi
mendapatkan
atau
second
Eksplorasi kemungkinan
sumber
atau
dukungan,
DAFTAR PUSTAKA
2002
Gale, Danielle & Charette, Jane, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, EGC, Jakarta, 2000.
Price, Sylvia Anderson, Patofisiologi konsep klinis proses penyakit, Jakarta : EGC, 2005
Ramali, Ahmad, Kamus Kedokteran, Jakarta : Djambatan, 2003
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih,