Anda di halaman 1dari 22

GANGGUAN FISIK DAN GERAK

(Di susun guna memenuhi tugas dari mata kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus)

Disusun Oleh:
Alief Pandu Reva Maulana (180210204199)
Enggar Kurniasih (180210204213)
Abdillah Qurrotu Ayunin (180210204135)
Windari Susianti (180210204275)
Ayunita Maulidya (180210204161)
Irlansyah aldila ( 180210204138)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JEMBER

2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia di muka bumi ini tentunya tidak semua memiliki kesempurnaan karena
kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Tidak kesempurnaan tersebut disebut dengan anak
yang memiliki kecacatan atau istilah sekarang sebagai Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).
Anak berkebutuhan khusus ini merupakan anak yang tidak memiliki atau berbeda dengan
anak lain pada umumnya, seperti : mengalami kebutaaan ( tuna netra), gangguan pada
pendengaran ( tuna rungu), keterbelakangan mental ( tuna grahita), gangguan pada alat gerak
( tuna daksa), kesulitan mengendalikan emosi ( tuna Laras), mengalami kesulitan belajar,
anak yang berbakat, serta kelainan lainnya. Tema ABK ini perlu diangkat sebab mengingat
takut adanya diskriminasi dan pembullyan terhadap anak yang normal kepada anak yang
berkebutuhan khusus.
Tingkat ABK di Indonesia sendiri sekitar 370 juta jiwa yang mengalami atau
menyandang kecacatan, maka dari itu di Indonesia mulai memberikan pendidikan khusus
bagi penyandang kecacatan tersebut diantaranya sekolah luar biasa, pendidikan inklusif, dan
lain sebagainya, dari hal tersebut mereka dapat digolongkan yang sesuai dengan
kebutuhannya atau yang sesuai dengan kecacatannya. Akan tetapi, masih banyak sekolah-
sekolah yang memiliki kekurangan dalam fasilitasnya misalnya seperti untuk anak yang
penyandang kelainan pada fisik dan gerak dimana masih banyak disekolahnya yang belum
memiliki fasilitas atau jalan khusus untuk anak memakai kursi roda.
Seiring dengan berjalannya waktu dan zaman anak berkebutuhan khusus ini mulai
diberikan sebuah hak asasi manusia atau HAM. Sehingga didirikanlah sekolah untuk mereka
dan peran sebagai seorang guru didalamnya harus lebih peka atau lebih memahami lagi apa
yang mereka butuhkan dan bagaimana perkembangan belajar anak yang mengalami
gangguan fisik dan gerak tersebut. Sehingga mereka tidak lagi mengalami kesulitan lagi
dalam mengikuti suatu pembelajaran.

1.2 Tujuan
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui definisi dari ABK
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui faktor penyebab pada anak yang mengalami
gangguan pada fisik dan gerak

2
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui klarifikasi yang tepat untuk anak yang mengalami
gangguan pada fisik dan gerak
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui penanganan apa yang cocok untuk anak yang
mengalami gangguan pada fisik dan gerak

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Tuna Daksa


Tuna Daksa merupakan seorang individu yang menderita memiliki suatu
hambatan dalam gerak atau motoriknya, karena penyandang tuna daksa memiliki
keterbatasan mulai dari keterbatasan atau hambatan ringan hingga berat pada satu atau
lebih pada anggota/atribut tubuhnya maka dari itu anggota fisik tidak dapat berjalan dan
memiliki keterhambatan pada motoriknya. Ciri-ciri tuna daksa lebih mudah terlihat dan
oleh sebab itu penyandang tuna daksa mudah mengalami gangguan psikologisnya.
Terdapat beberapa dampak psikologis yang dialami oleh penyandang tuna daksa antara
lain, shock/ tidak menerima keadaan yang dideritanya, depresi dll. Kondisi fisik tuna
daksa juga dapat terjadi karena adanya suatu kecelakaan yang berdampak sang
penderita merasa minder karena ketidak lengkapan anggota tubuhnya, maka dari itu
pembelajaran harus menyesuaikan dengan kebutuhan penyandang tuna daksa.
Salah satu ahli berpendapat ada tujuh aspek yang harus dicapai oleh penyandang
tuna daksa yang melalui wahana pendidikan antara lain :
1. Pengembangan dan pembentukan intelektual serta akademik
2. Perkembangan fisik
3. Perkembangan emosi dan juga penerimaan diri anak
4. Menanamkan dan juga mematangkan aspek sosial, moral dan spritual
5. Meningkatkan ekspresi diri
6. Mempersiapkan masa depan anak

2.2. Faktor Penyebab


Jika dikelompokkan berdasarkan jenisnya, penyandang tuna daksa memiliki dua
jenis, yaitu anak berkelainan tuna daksa ortopedia (anggota tubuh) dan juga tuna daksa
neurologis (saraf).
2.2.1. Tuna Daksa Ortopedia
Pada Tuna Daksa Ortopedia kelaian, atau kecacatan atau kerusakannya
terjadi pada otot, tulang, atau juga dapat terjadi pada persendiannya. Beberapa
contoh penyakit atau kelompok yang dianggap tuna daksa ortopedia antara lain
tubercolosis tulang, poliomyelitis, muscle dystrophia, arthritis, anggota badan
yang tidak sempurna dan lain sebagainya.

4
2.2.2. Tuna Daksa Neurologis
Pada Tuna Daksa Neurologis kelainan atau kecacatannya terlihat pada
tangan dan kaki yang disebakan karena adanya gangguan pada susunan sarafnya,
misalnya penyandang tuna daksa dapat terlihat pada individu yang mengalami
celebral palsy (CP). Penyakit atau penderita ini disebabkan karena terjadinya
disfungsi saraf pada sistem saraf yang ada pada otak, karena itu penderita
mengalami kelumpuhan, tidak adanya fungsi gerak, lemah yang disebabkan oleh
Penyebab Tunadaksa
Ada beberapa macam sebab yang dapat menimbulkan kerusakan pada anak
sehingga menjadi tunadaksa. Kerusakan tersebut ada yang terletak di jaringan
otak, jaringan sumsum tulang belakang, serta pada sistem musculus-skeletal.
Terdapat keragaman jenis tunadaksa, dan masing-masing timbul dari kerusakan
yang berbeda-beda. Dilihat dari waktu terjadinya, kerusakan otak dapat terjadi
pada masa sebelum lahir,saat lahir, dan sesudah lahir.
1. Sebelum Lahir (Fase Prenatal)
Kerusakan terjadi pada saat bayi masih dalam kandungan, yaitu
disebabkan oleh:
a. Infeksi atau penyakit yang menyerang ketika ibu mengandung sehingga
menyerang otak bayi yang sedang dikandungnya.
b. Kelainan kandungan yang menyebabkan peredaran terganggu, tali pusar
tertekan, sehingga merusak pembentukan syaraf-syaraf di dalam otak.
c. Bayi dalam kandungan terkena radiasi yang langsung mempengaruhi sistem
syarat pusat sehingga struktur maupun fungsinya terganggu.
d. Ibu yang sedang mengandung mengalami trauma yang dapat mengakibatkan
terganggunya pembentukan sistem syaraf pusat. Misalnya, ibu jatuh dan
perutnya terbentur dengan cukup keras dan tepat terkena kepala bayi, maka
dapat merusak sistem syaraf pusat.

2. Saat Kelahiran (Fase Natal/Perinatal)


Hal-hal yang dapat menimbulkan kerusakan otak bayi pada saat bayi
dilahirkan, antara lain:
a. Proses kelahiran yang terlalu lama karena tulang pinggang yang kecil pada
ibu sehingga bayi mengalami kekurangan oksigen. Hal ini kemudian
menyebabkan terganggunya sistem metabolism dalam otak bayi sehingga

5
jaringan syaraf pusat mengalami kerusakan. patologi pusat kontrol gerak
yang ada di otak.
b. Pemakaian alat bantu berupa tang ketika proses kelahiran yang mengalami
kesulitan sehingga dapat merusak jaringan syaraf otak pada bayi.
c. Pemakaian anastesi yang melebihi ketentuan. Ibu yang melahirkan karena
operasi dan menggunakan anastesi yang melebihi dosis dapat
mempengaruhi sistem persyarafan otak bayi sehingga otak mengalami
kelainan struktur ataupun fungsinya.
3. Setelah Proses Kelahiran (Fase Post Natal)
Fase setelah kelahiran adalah masa ketika bayi mulai dilahirkan sampai
masa perkembangan otak dianggap selesai, yaitu pada usia kurang lebih lima
tahun. Hal-hal yang dapat menyebabkan kecacatan setelah bayi lahir, adalah:
a. Kecelakaan/trauma kepala
b. Amputasi
c. Infeksi penyakit yang menyerang otak.

2.3 Klasifikasi Anak Tunadaksa


Menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa (2010), pada dasarnya kelainan
pada anak tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu (1)
kelainan pada sistem serebral (Cerebral System), dan (2) kelainan pada sistem
otot dan rangka (Musculus Skeletal System)
1. Kelainan pada Sistem Serebral ( Cerebral System Disorders)
Penggolongan anak tunadaksa ke dalam kelainan sistem serebral didasarkan
pada letak penyebab kelahiran yang terletak di dalam sistem syaraf pusat (otak
dan sumsum tulang belakang). Kerusakan pada sistem syaraf pusat
mengakibatkan bentuk kelainan yang krusial karena otak dan sumsum tulang
belakang merupakan pusat dari aktivitas hidup manusia. Di dalamnya terdapat
pusat kesadaran, pusat ide, pusat kecerdasan, pusat motorik, pusat sensoris dan
koordinasi tubuh. Kelompok kerusakan bagian otak ini disebut Cerebral Palsy
(CP). Cerebral Palsy dapat diklasifikasikan menurut beberapa hal, yaitu:
Menurut derajat kecacatan:
a. Golongan ringan adalah individu tunadaksa yang dapat berjalan tanpa
menggunakan alat, berbicara tegas, dapat menolong dirinya sendiri dalam
kehidupan sehari-hari. Mereka dapat hidup bersamasama anak normal lainnya

6
(dalam hal ini mengikuti aktivitas sehari-hari). Kelainan yang dimiliki oleh
kelompok ini tidak mengganggu kehidupan dan pendidikannya.
b. Golongan sedang adalah individu tunadaksa yang membutuhkan treatment atau
latihan khusus untuk bicara, berjalan, dan mengurus dirinya sendiri. Golongan ini
memerlukan alat-alat khusus untuk membantu gerakannya, seperti brace untuk
membantu penyangga kaki, kruk atau tongkat sebagai penopang dalam berjalan.
Dengan pertolongan secara khusus, anak-anak kelompok ini diharapkan dapat
mengurus dirinya sendiri.
c. Golongan berat adalah individu tunadaksa yang memiliki cerebral palsy.
Golongan ini yang tetap membutuhkan perawatan dalam ambulansi, bicara, dan
menolong dirinya sendiri. Mereka tidak dapat hidup mandiri di tengah-tengah
masyarakat.
Penggolongan Menurut Topografi
Dilihat dari topografi yaitu banyaknya anggota tubuh yang lumpuh, Cerebral Palsy
dapat digolongkan menjadi enam golongan, yaitu:
a. Monoplegia, yaitu hanya satu anggota gerak yang lumpuh, misalnya kaki kiri.
Sedangkan kaki kanan dan kedua tangannya normal.
b. Hemiplegia, yaitu lumpuh anggota gerak atas dan bawah pada sisi yang sama.
Misalnya tangan kanan dan kaki kanan, atau tangan kiri dan kaki kiri.
c. Paraplegia, yaitu lumpuh pada kedua tungkai kakinya.
d. Diplegia, yaitu lumpuh kedua tangan kanan dan kiri atau kedua kaki kanan dan kiri
(paraplegia).
e. Triplegia, yaitu tiga anggota gerak mengalami kelumpuhan, misalnya tangan kanan
dan kedua kakinya lumpuh, atau tangan kiri dan kedua kakinya lumpuh.
f. Quadriplegia, anak jenis ini mengalami kelumpuhan seluruhnya anggota geraknya.
Mereka cacat pada kedua tangan dan kedua kakinya. Quadriplegia disebutnya juga
tetraplegia.
Penggolongan Menurut Fisiologi
Dilihat dari fisiologi, yaitu segi gerak, letak kelainan terdapat di otak dan fungsi
geraknya (motorik), maka anak Cerebral Palsy dibedakan atas:
a. Spastik. Tipe spastik ini ditandai dengan adanya gejala kekejangan atau
kekakuan pada sebagian ataupun seluruh otot. Kekakuan itu timbul ketika akan
bergerak sesuai dengan kehendak. Dalam keadaan ketergantungan emosional,
kekakuan atau kekejangan itu akan makin bertambah, sebaliknya dalam keadaan

7
tenang, gejala itu menjadi berkurang. Pada umumnya, anak cerebral palsy jenis
spastik ini memiliki tingkat kecerdasan yang tidak terlalu rendah. Di antara
mereka ada yang normal bahkan ada yang di atas normal.
b. Athetoid. Pada tipe ini tidak terdapat kekejangan atau kekakuan. Otot-ototnya
dapat digerakkan dengan mudah. Ciri khas tipe ini terdapat pada sistem
gerakan.Hampir semua gerakan terjadi di luar kontrol dan koordinasi gerak.
c. Ataxia. Ciri khas tipe ini adalah seperti kehilangan keseimbangan. Kekakuan
hanya dapat terlihat dengan jelas saat berdiri atau berjalan. Gangguan utama
pada tipe ini terletak pada sistem koordinasi dan pusat keseimbangan pada otak.
Akibatnya, anak tipe ini mengalami gangguan dalam hal
koordinasi ruang dan ukuran. Sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari adalah
pada saat makan mulut terkatup terlebih dahulu sebelum sendok berisi makanan
sampai ujung mulut.
d. Tremor. Gejala yang tampak jelas pada tipe tremor adalah gerakan-gerakan kecil
dan terus menerus berlangsung sehingga tampak seperti bentuk getaran-getaran.
Gerakan itu dapat terjadi pada kepala, mata, tungkai, dan bibir.
e. Rigid. Pada tipe ini dapat dijumpai kekakuan otot – tidak seperti pada tipe
spastik– yaitu gerakannya tampak tidak ada keluwesan.
f. Tipe campuran. Anak pada tipe ini menunjukkan dua ataupun lebih jenis gejala
CP sehingga akibatnya lebih berat bila dibandingkan dengan anak yang hanya
memiliki satu tipe CP.
2. Kelainan pada Sistem Otot dan Rangka (Musculus Scelatel System)
Penggolongan anak tunadaksa ke dalam kelompok sistem otot dan rangka didasarkan
pada letak penyebab kelainan anggota tubuh yang mengalami kelainan, yaitu: kaki,
tangan, sendi dan tulang belakang. Jenisjenis kelainan sistem otak dan rangka antara
lain, meliputi:
a. Poliomylitis. Penderita polio ini mengalami kelumpuhan otot sehingga otot akan
mengecil dan tenaganya melemah. Peradangan akibat virus polio ini menyerang
sumsum tulang belakang pada anak usia dua tahun sampai enam tahun.
b. Muscle Dystrophy. Anak mengalami kelumpuhan pada fungsi otot. Kelumpuhan
pada penderita muscle dystrophy sifatnya progresif, semakin hari semakin parah.
Kondisi kelumpuhannya bersifat simetris, yaitu pada kedua tangan saja atau kedua
kaki saja, atau pada kedua tangan dan kaki. Penyebab terjadinya muscle distrophy
belum diketahui secara pasti. Gejala anak menderita muscle dystrophy baru

8
kelihatan setelah anak berusia tiga tahun, yaitu gerakan-gerakan yang lambat, di
mana semakin hari keadaannya semakin mundur. Selain itu, jika berjalan sering
terjatuh. Hal ini kemudian mengakibatkan anak tidak mampu berdiri dengan kedua
kakinya dan harus duduk di atas kursi roda

2.5. Fasilitas Pendukung Pengembangan Potensi Peserta Didik Tuna Daksa


Penyandang Tuna Daksa memiliki keunikan tersendiri dalam proses
pembelajaran, karena Anak Berkebutuhan Khusus ini memiliki kesulitan atau
keterhambatan untuk bergerak dan juga memiliki kelainan pada postur tubuhnya
misalnya pada penderita CP (Cerebral Palsy), peserta didik tuna daksa memiliki
keterbatasan untuk melakukan suatu orientasi ruang yang dikarenakan fungsi
motoriknya lemah. Maka dari itu perlu memperhatikan dua bidang yaitu :
a) Aksebilitas yang dapat membantu mudahnya mengikuti proses pembelajaran
berlangsung
b) Beberapa faktor yang secara langsung berhubungan dengan kebutuhan fisik juga
kesehatan peserta didik

Maka dari itu dibutuhkannya penataan ruang kelas dan juga lingkungan sesuai
dengan bidang yang telah disebutkan, untuk itu dibutuhkan ketrampilan pendidik untuk
mengkreasikan ruang kelas maupun lingkungan untuk fasilitas pembelajaran yang
memadai bagi peserta didik. Maksud dari fasilitas yang memadai disini yaitu tentang
bagaimana guru menata fasilitas yang bersifat rekreatif, aman, fungsional dan guidance.
Fasilitas yang bersifat rekreatif yaitu penataan ruang kelas ataupun lingkungan
diusahakan adanya sentra bermain dan melakukan berbagai aktivitas bagi peserta didik.
Fasilitas yang bersifat aman yaitu penataan kelas atau ruang disesuaikan dengan tingkat
kecelakaan agar tidak membahayakan peserta didik. Benda atau alat yang digunakan
harus sesuai dengan kemampuan dan juga kebutuhan peserta didik, karena tidak
menutup kemungkin peserta didik tuna daksa akan bergantung pada alat/benda/perabot
tersebut, tidak hanya itu benda/bahan kimia yang berbahaya sebaiknya disimpan
ditempat yang aman dan yang sulit di jangkau oleh peserta didik tuna daksa. Fasilitas
yang bersifat fungsional yaitu penataan ruang kelas atau lingkungan yang memiliki sifat
pendukung bagi peserta didik tuna daksa untuk menjalankan proses pembelajarannya
secara terpadu. Contohnya saja ketersediaan toilet tidak hanya untuk guru saja
melainkan juga untuk peserta didik, selain itu penataannya juga harus disesuaikan juga

9
dengan peserta didik agar peserta didik juga dapat memanfaatkannya. Tidak hanya pada
fasilitas umumnya saja tetapi perlu adanya materi khusus keterampilan untuk menolong
diri sendiri. Selanjunya yaitu fasilitas yang bersifat guidance, fasilitas ini harus ada
disekolah untuk mengembangkan potensi peserta didik tuna daksa contohnya saja
sebuah gambar perawatan diri seperti gosok gigi, mandi, gunting kuku dan lain
sebagainya.
Selain fasilitas-fasilitas itu perlu adanya prinsip untuk menatanya, prinsip ini
sebagai acuan bagi guru peserta didik, terdapat lima prinsip diantaranya yaitu :
a) Prinsip pencapaian tujuan
Pencapaian tujuan ini sangat erat kaitannya dengan fasilas sekolah, fasilitas
disekolah harus siap untuk dipakai agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan
efektiv dan dapat mencapai tujuan pembelajaran.
b) Prinsip efesiensi
Pada prinsip ini pemilihan sarana dan prasana dilakukan dengan cara sangat
teliti agar mendapatkan sarana prasana yang memiliki kualitas baik namun relatif
murah. Maksud dari prinsip efesien ini adalah dalam pemanfaatan atau
menggunakan sarana prasana dengan cara sebaik-baiknya yang dapat mengurangi
pemborosan. Alat-alat yang ada di sekolah tuna daksa hendaknya terdapat cara atau
petunjuk untuk menggunakan dan juga perawatan barang.
c) Prinsip administrasi
Dalam perinsip administratif ini sekolah diharapkan untuk menyesuaikan dan
juga mentaati peraturan pemerintah, memperhatikan UU dan nuga pedoman dalam
pengelolaan perlengkapan sekolah. Sebaiknya semua personil sekolah sebagai
perlengkapan pendidikan alangkah baiknya memahami peraturan-peraturan yang
ada baik dari pemerintah, UU dan lain sebagainya.
d) Prinsip kejelasan tanggung jawab
Di negara kita lembaga-lembaga pendidikan yang maju dan besar tidak
sedikit jumlahnya, dan semua itu mengartikan perlu melibatkan banyaknya orang
dalam pengelolaan perlengkapan pendidikan. Selain itu orang-orang yang terlibat
adalah orang yang bertanggung jawab dan juga perlu dideskripsi dengan jelas.

e) Prinsip kekohesifan
Prinsip ini membuktikan bahwa manajemen perlengkapan pendidikan
disekolah terealisasi dengan proses yang kompak. Oleh sebab itu orang-orang yang

10
terlibat harus bertanggung jawab dengan tugas yang dimilikinya dan juga selalu
saling berinteraksi dan juga bekerja sama antara satu dengan yang lainnya.

Masalah-masalah yang berkaitan dengan anak tunadaksa menyangkut masalah biologis


(fisiologis tubuh), masalah psikologis, dan masalah sosial.
1. Masalah biologis
Akibat dari kerusakan sistem syaraf, baik susunan syaraf pusat di otak maupun
sumsum tulang belakang, dapat menimbulkan berbagai gangguan fungsi
fisiologis tubuh, seperti:
a. Gangguan reflek. Sistem refleks diperlukan untuk menjaga tubuh dari
kejadian-kejadian yang membahayakan.
b. Gangguan perasaan kulit.
c. Gangguan fungsi sensoris.
d. Gangguan pengaturan sikap dan gerak.
e. Gangguan fungsi metabolism dan sistem endokrin.
f. Gangguan fungsi gastrointestinal, yaitu gangguan fungsi pencernaan dari
rongga mulut sampai ke colon dan anus yang menyebabkan anak tidak dapat
mengontrol keluarnya feses
g. Gangguan fungsi sirkulasi darah
h. Gangguan fungsi pernafasan
i. Gangguan pembentukan ekresi urine yang menyebabkan kesulitan dalam
mengontrol saat buang air kecil
2. Masalah psikologis
Setiap anak cacat fisik akan merasa beban dan problema bagi dirinya untuk
menyesuaikan diri dengan keadaannya yang baru/cacat. Keadaan yang dapat
menjadi stressor, adalah:
a. Cacat fisik dapat dilihat dari luar. Anak akan melihat keadaan tubuhnya tidak
normal. Reaksi yang ditunjukkan dapat berupa berdiam diri karena depresi,
menyalahkan diri sendiri. Anak menjadi malu, murung, sedih, melamun,
menyendiri dan berputus asa. Dibutuhkan pengertian dari berbagai pihak
untuk dapat mengerti keadaan dirinya
b. Pengalaman di rumah sakit. Anak banyak berpisah dengan orang terdekatnya,
selain itu juga kehilangan banyak waktu untuk bermain. Di rumah sakit, anak
dirawat oleh orang baru yang belum dikenal, harus mengikuti prosedur

11
perawatan yang tidak disukai anak, yang mengakibatkan pada perubahan
psikologis. Anak merasa kehilangan kebebasan dan rasa amannya. Situasi
rumah sakit itu sendiri menjadi stressor bagi anak.
c. Konsep sehat-sakit. Anak biasanya memiliki konsep mengenai sehat dan sakit
dari orangtuanya. Misal, kalau sakit disuntik, diberi obat atau masuk ke
rumah sakit. Hal ini akan menambah beban pikiran anak, ia menjadi takut
kalau diajak berobat atau menghadapi pemeriksaan.
3. Masalah sosial
Berkaitan erat dengan masalah psikologis anak. Anak yang tidak mampu
mengatasi krisis yang terjadi pada dirinya akan mengakibatkan anak lebih
tertekan, menyesali diri terus menerus, danmarah pada anak yang sehat. Anak
tidak mau berinteraksi dengan lingkungan, mengurung diri,mengisolasi diri,
curiga terhadap setiap orang karena merasa akan dihina sehingga anak tidak
merasa aman dengan dirinya.
2.6. Sarana Prasana yang di Butuhkan oleh Peserta Didik Tuna Daksa dalam Proses
Pendidikan
Terdapat beberapa sarana prasarana khusus dalam berjalannya proses pendidikan
peserta didik penyandang tuna daksa. Contohnya saja alat-alat atau sarana prasarana
yang dibuthkan oleh peserta didik tuna daksa antara lain seperti asesmen kemampuan
bergerak, sarana atau alat untuk latihan fisik/bina gerak, alat bina diri, alat orthotic dan
juga prosthetic dan alat bantu belajar/akademik.
a) Alat asesmen kemampuan gerak
Penyandang atau peserta didik tuna daksa memiliki keterhambatan dalam
perkembangan motorik dan juga mobelitas secara keseluruhan maupun sebagian.
Perlu adanya pengelolaan yang cermat dalam mengidentifikasi kekurangan
maupun kelebihannya, karena bervariasinya kondisi fisik dan juga intelektual
peserta didik tuna daksa. Maka dari itu nkita harus mengetahui apa saja yang
dibutuhkan dan juga kita harus siap melayani mereka sesuai dengan kemampuan
dan juga keadaannya.
Ada beberapa hal yang dilakukan dalam proses asesmen pada peserta didik
tuna daksa, misalnya pada keadaan postur tubuh, kekuatan otot, keseimbangan
tubuh, perabaan, mobilitas, dan juga intelegensi. Adapun alat-alat bantu yang
diperlukan dalam proses asesmen peserta didik tuna daksa, diantaranya yaitu :
 Alat ukur sendi daerak gerak/Finger Goniometer

12
 Alat ukur kelenturan/Flexiometer
 Alat ukur sendi terbuat dari plastik/Plastic Goniometer
 Palu untuk mengukur gerak reflek kaki/Reflex Hammer
 Pengukur postur tubuh, mengukur kelainan posisi tulang belakang/Posture
Evaluation
 Kotak sortasi warna/Color Sorting Box
 Set papan latihan perabaan/Tactile Board Sets

b) Sarana atau alat untuk bina fisik


Peserta didik tuna daksa pada umumnya memiliki kesulitan dalam berpindah
tempat (ambulasi) dan juga memiliki hambatan paDa keseimbangan tubuh. Alat-
alat yang dapat membantu peserta didik agar dapat melakukan kegiatan atau
kehidupan sehari-hari, selain itu peserta didik diperlukannya sebuah latihan
menggunakan :
 latihan daya remas tangan menggunakan Squeez Ball
 untuk menguatkan otot lengan menggunakan Restorator Hand
 Untuk menguatkan otot kaki atau tungkai menggunakan Restorrator Leg
 Latihan merangkak menggunakan Height Adjustable Crowler
 Latihan duduk tegak dilantai menggunakan Floor Sitter
 Latihan berdiri tegak dan aktivitas tangan menggunakan Individual
Stand-in Table
 Latihan jalan dengan pegangan memajang kiri dan kanan menggunakan
Walking Paralel
 Meja goyang untuk latihan keseimbangan
 Latihan duduk tegak posisi normal menggunakan kursi Celebral Palsy
 Berlatih berguling menggunakan Exercise Mat
 Latihan koordinasi mata,kaki dan tangan menggunakan kolam bola-bola
c) Alat bina diri
Keterbatasan atau keterhambatan peserta didik tuna daksa yaitu dalam pindah
diri dan keseimbangan tubuh mengakibatkan mereka kesulitan dalam perawatan
diri sendiri, maka dari itu perlu adanya alat untuk membantu peserta didik tuna
daksa untuk melakukan perawatan diri dan juga kehidupan sehari-hari antara lain :
 Sendok khusus yang dimodifikasi untuk anak tuna daksa yaitu Swifel
Utensil

13
 Pemasangan pakaian menggunakan Dressing Frame
 Alat latihan buang air – kloset berjalan menggunakan Deluxe Mobile
Commade
d) Alat orhthotic dan prosthetic
Kondisi tubuh peserta didik penyandang tuna daksa memiliki kelainan
menyebabkan peserta didik mengalami hambatan dalam melakukan pindah diri dan
juga keseimbangan tubuh. Maka dari itu perlu adanya suatu alat untuk membantu
peserta didik agar dapat melakukan kegiatan sehari-hari misalnya dengan :
 Alat meluruskan permukaan tangan dan jari/Cock-up Resting Splint
 Mengatasi gerak siku pada posisi fleksi 90 derajat menggunakan Rigid
Immobilitation Elbow Brace
 Kaki palsu sebatas lutut
 Kaki palsu sampai paha
 Kursi roda
 Meluruskan tendon yang memendek atau juga meluruskan kaki
menggunakan Ankle or Short Leg Brace
 Menopang kaki yang layu agar kuat berjalan/berdiri menggunakan Long
Leg Brace Set
 Menopang tubuh menggunakan Kruk (tongkat)
 Latihan berjalan menggunakan Walker
e) Alat bantu akademik/belajar
Peserta didik memiliki kelainan pada motoriknya dan juga intelegensinya
mengakibatkan peserta didik memiliki kesulitan dalam penguasaan membaca,
menulis dan juga berhitung, Karena pelayanan pendidikan bagi peserta didik tuna
daksa yaitu tentang membaca, menulis, menghitung, pengembangan sikap,
pengetahuan dan juga kreativitas.
Agar dapat berjalan proses penguasaan kemampuan pada bidang akademik
diperlukannya sebuah layanan dan juga peralatan khusus untuk peserta didik
penyandang tuna daksa, diantara nya yaitu :
 Pengenalan huruf menggunakan kartu abjad
 Pengenalan kata mengguanakan kartu kata
 Pengenalan kalimat menggunakan kartu kalimat
 Pengenalan anggota badan manusia menggunakan Torso seluruh badan
 Pengenalan bentuk dan bentuk geometri menggunakan Geometri Sharpe

14
 Latihan koordinasi mata dan tangan menggunakan menara gelang
 Pengenalan bentuk segitiga menggunakan menara segitiga
 Membadakan macam-macam rasa menggunakan gelas rasa
 Membedakan macam-macam aroma atau bau menggunakan botol aroma
 Belajar berhitung menggunakan Abacus dan Washer
 Belajar berhitung dan koordinasi menggunakan papan pasak
 Belajar berhitung juga dapat menggunakan kotak bilangan

15
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Model Pelayanan dan Pembelajarannya


Anak yang mengalami gangguan fisik dan gerak sering mengalami gangguan pada
kognisi dan ada juga yang tidak. Anak yang mengalami gangguan pada kognisi tersebut
dapat dikatakan sebagai cerebral palsy sehingga mereka cenderung memiliki kecerdasan
yang minim akan tetapi ada yang tidak atau kecerdasannya normal. Seorang anak yang
mengalami kelainan ini, dikatakan bahwa mereka tidak perlu dibedakan kurikulumnya
dengan anak yang normal karena mereka juga ada yang memiliki kemampuan di bidang
kognitifnya sehingga mereka dapat berinteraksi dengan baik di dalam kelas dengan
teman seusianya. Pelayanan yang akan diberikan kepada siswa gangguan fisik ini sulit
untuk disediakan semua kebutuhannya karena harus melihat pada usia si anak, gannguan
yang dialaminya, serta ringan dan beratnya gangguan yang mereka alami. Hal yang perlu
dikembangkan agar pendidikan lebih baik lagi ialah dengan cara:
1. Sikap dan gerak badan
Semua anak yang mengalami gangguan ini tentu memiliki variasi geraknya
masing-masing, mereka ada yang membutuhkan alat seperti brave, cruthches, serta
kursi roda untuk berjalan. Selain itu, ada juga yang tidak membutuhkan alat tersebut
tetapi dalam berjalannya mengalami kesusahan untuk bergerak di dalam kelas
maupun di dalam sekolah.dalam hal ini lebih baik fokus untuk mempertimbangkan
atau melihat keadaaan lingkungan fisik sekolahnya.
2. Komunikasi
Semua anak yang mengalami gangguan ini tentu memiliki variasi dalam
keterampilan berbicaranya, dalam membaca, juga dalam menulis. Ada beberapa siswa
yang mungkin mengalami kesusahan dalam berbahasa dan ada pula yang baik atau
unggul pada bidang verbalnya. Sehingga dari beberapa siswa juga memerlukan alat
untuk melakukan komunikasi. Contoh ; siswa yang mengalami cerebral palsy berat,
tentu dia tidak dapat berbicara dan menulis dengan benar. Mereka terkadang sulit
untuk menggerakkan bagian kepala atau mata untuk membaca, hal tersebut mereka
perlu untuk menggunakan media untuk berkomunikasi bisa berupa tulisan maupun
gambar.
3. Terampil dalam menolong dirinya sendiri

16
Anak yang mengalami kelainan fisik ini sangat membutuhkan bimbingan dan
bantuan untuk menolong dirinya sendiri. Pada bagian ini hampir sama dengan
kesulitan komunikasi yang tadi karena hal ini juga termasuk penghambat seorang
anak untuk terlibat langsung dalam pembelajaran di kelas reguler.
4. Kebutuhan bidang psikologis
Anak yang mengalami gangguan fisik dan gerak ini tidak berarti mereka juga
mengalami kelainan pada psikologisnya. Mereka dapat tumbuh sesuai atau sama
seperti anak normal lainnya, namun mereka tumbuh dengan bebagai tantangan secara
khusus. Disini guru, anggota keluarga, teman temannya, berperan sebagai
penyemangat atau memberikan suatu dorongan dengan menerima anak yang
mengalami gangguan fisik tersebut.

3.2 Solusi untuk Penanganan ABK Tuna Daksa


a. Ciri ciri yang dimiliki anak tuna daksa secara umum, yaitu :
1. Mengalami kesulitan dalam bergerak
2. Anggota tubuh menjadi kaku, lumpuh dan lemah
3. Sebagian anggota gerak tidak lengkap, anggota geraknya memiliki ukuran
kecil atau tidak seperti anak normal lainnya.
4. Mengalami kecacatan pada sebagian alat untuk Bergerak.
5. Cenderung hiperaktif
6. Jari tangan cenderung tidak dapat menggenggam dan terasa kaku
7. Mengalami kesulitan dalam berjalan, berdiri, dan lain sebagainya.
b. Selain itu anak yang mengalami tuna daksa juga memiliki ciri-ciri dari segi fisiknya,
yaitu:
1. Seorang anak cenderung mengalami kekurangan atau keterbatasan dalam
anggota tubuhnya, seperti: kakinya tidak bisa digerakkan atau lumpuh,
tangannya tidak ada, dan ototnya tidak bisa bekerja dengan baik dan benar.
2. Sebagian anak juga mengalami kecerdasan yang melebihi kapasitas juga ada
yang seperti anak normal
3. Anak yang mengalami tuna daksa biasanya mereka tidak mau dibantu oleh
sesamanya karena mereka merasa dirinya tidak mau bergantung pada orang
lain, akan tetapi mereka juga terkadang membutuhkan bantuan dari sesama
atau bantuan orang normal. Karena hakikat manusia adalah saling
membutuhkan satu sama lainnya.

17
Ciri-ciri dalam hal sosialnya, yaitu: mereka cenderung susah dalam bergaul
dikarenakan oleh keterbatasan pada alat geraknya. Terkadang pula mereka sering
tidak dapat mengontrol emosinya karena mereka memerlukan fasilitas yang memadai
seperti tangan buatan manusia, kursi roda serta kaki buatan manusia. Solusi dalam
menangani hal tersebut ialah dapat dilakukan dengan cara memberikan pelayanan
secara medis, memberikan pelayanan yang layak, menyediakan pelayanan sosial.
1. Rehabilitasi Medis
 Fisioterapi merupakan pelatihan otot-otot tubuh yang mengalami kelainan.
Latihan ini melibatkan otot dan gerakan aktif fisik, latihan berjalan, latihan
keseimbangan, dan dengan bantuan alat.
 Activities daily living adalah latihan dengan berbagai kegiatan sehari yang dapat
dikaitkan dengan aktivitas dilingkungan rumah maupundalam hubungannya
dengan pekerjaan dan kehidupan sosialnya.
 Occupational therapy adalah bentuk usaha atau aktifitas bersifat fisik dan psikis
untuk membantu penderita tunadaksa lebih baik dan kuat dari kondisi
sebelumnya melalui kegiatan-kegiatan tertentu.
 Pemberian protease adalah memberi alat tiruan untuk mengganti bagian-bagian
dari tubuh yang hilang atau cacat, misalnya kaki tiruan, tangan tiruan, mata
tiruan, gigi tiruan.
3. Rehabilitasi Vokasional
Rehabilitasi vokasional atau karya adalah rehabilitasi penderita tunadaksa
yang bertujuan untukmemberi kesempatan mereka untuk bekerja.
 Counseling, adalah proses penyuluhan dengan tujuan untuk menumbuhkan
keberanian dan kemauan penderita tunadaksa yang diperoleh sejak lahir.
 Revalidasi, merupakan upaya mempersiapkan fisik, mental, dan sosial anak
tunadaksa untuk memperoleh bimbingan jabatan dan latihan kerja.
 Vocasional guide, adalah memberi bimbingan kepada penderita tunadaksa
dalam kaitannya pemilihan jabatan yang sesuai dengan kondisinya.
 Vocasional assessment, merupakan penilaian terhadap kemampuan
penyandang kelainan melalui sebuah bengkel kerja dalam melakukan berbagai
aktivitas keterampilan.

18
4. Pelayanan sosial
Pelayanan sosial ini tidak dari dua prinsip, prinsip rehabilitasi, dan prinsip
habilitasi.
 Prinsip habilitasi adalah suatu usaha yang dapat dilakukan seorang anak atau
siswa agar mereka menyadari bahwa mereka juga memiliki kemampuan atau
memiliki potensi yang dapat dikembangkan dan mereka juga dapat
menunjukkan bahwa mereka sama dengan anak yang normal lainnya.
 Prinsip rehabilitasi adalah suatu usaha yang dapat dilakukan dengan berbagai
cara, agar mereka sedikit demi sedikit dapat mengembalikan kompetensi atau
kemampuan yang telah hilang atau yang belum digunakan secara baik.

3.3 Inovasi yang Sesuai dengan Perkembangan Zaman


Inovasi merupakan suatu pembaharuan yang dilakukan sesuai dengan
perkembangan zaman. Inovasi yang dapat dilakukan seorang guru dimana disini guru
dengan adanya teknologi atau perkembangan lainnya, guru bisa membuat pembelajaran
untuk anak tuna daksa dengan cara memahami karakteristik mereka misalnya seperti
anak yang suka atau lebih paham dengan adanya media pembelajaran, maka disini guru
dapat memanfaatkan perkembangan teknologi tersebut dengan menampilkan suatu
gambar, video, maupun media lainnya. Tidak hanya itu disini guru juga dapat
memberikan fasilitas kepada anak tuna daksa, tidak seperti zaman dahulu dimana anak
tuna daksa mengalami kesulitan berjalan untuk belajar di dalam kelas, tetapi dengan
perkembangan zaman saat ini mereka bisa menggunakan kursi roda atau fasilitas lainnya
yang dapat memudahkan mereka untuk melakukan suatu pembelajaran di dalam kelas.

3.4 Media Pembelajaran untuk Anak Tuna Daksa


Media pembelajaran untuk tuna daksa ini diadakan agar guru tidak perlu
menjelaskan berulang-ulang mengenai materi yang ingin disampaikan serta juga dapat
mengurangi penjelasan secara lisan sehingga disini guru dapat memberikan perhatian
yang lebih terhadap aspek pemberian perhatian, bimbingan, motivasi dan lain
sebagainya. Penderita ABK ini bisa mendapatkan Pelayanan atau malakukan suatu
pembelajaran bisa dengan menggunakan alat bantu, yaitu:
1. Alat yang dimana alat bantu tersebut dapat digunakan selama proses pembelajaran
berlangsung,
2. Memilih bahan yang sesuai dengan apa yang akan diajarkan.

19
3. Dapat menggunakan media atau sumber pengetahuan seperti buku, LKS atau media
berbasis cetak lainnya, elektronik, bisa dari alam sekitar sekolah maupun
masyarakat, serta sumber lainnya yang lebih relevan.
Jadi, media yang digunakan guru untuk mengajarkan pembelajaran kepada anak tuna
daksa sama dengan media yang digunakan untuk anak normal lainnya hanya saja mereka
lebih membutuhkan alat bantu gerak yang sesuai dengan kebutuhan tubuhnya dan juga
supaya guru dapat menciptakan proses pembelajaran secara kondusif.

20
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Tuna Daksa merupakan seorang individu yang menderita memiliki suatu hambatan
dalam gerak atau motoriknya. Faktor penyebabnya yaitu Tuna Daksa Ortopedia yang
kerusakannya terjadi pada otot, tulang, atau juga dapat terjadi pada persendiannya dan
Tuna Daksa Neurologis dimana kelainan atau kecacatannya terlihat pada tangan dan kaki
yang disebakan karena adanya gangguan pada susunan sarafnya.
Pelayanan yang akan diberikan kepada siswa gangguan fisik sulit untuk
menyediakan semua kebutuhannya, sehingga beberapa hal perlu dikembangkan agar
pendidikan lebih baik lagi yaitu sikap dan gerak badan, komunikasi, terampil dalam
menolong dirinya sendiri, dan kebutuhan bidang psikologis. Solusi dalam menangani
penderita tuna daksa adalah dengan cara memberikan pelayanan secara medis,
memberikan pelayanan yang layak, menyediakan pelayanan sosial. Pelayanan sosial ini
tidak dari dua prinsip, prinsip rehabilitasi, dan prinsip habilitasi.
Inovasi yang dapat dilakukan seorang guru dengan adanya teknologi atau
perkembangan lainnya, guru bisa membuat pembelajaran untuk anak tuna daksa dengan
cara memahami karakteristik mereka. Media yang digunakan guru untuk mengajarkan
pembelajaran kepada anak tuna daksa sama dengan media yang digunakan untuk anak
normal lainnya hanya saja mereka lebih membutuhkan alat bantu gerak yang sesuai
dengan kebutuhan tubuhnya dan juga supaya guru dapat menciptakan proses
pembelajaran secara kondusif.

21
DAFTAR PUSTAKA

Adelina, F., Akhmad, S. K., & Hadi, C. (2018). Bagaimana Agar Penyandang Tuna Daksa
Mampu Menjadi Pribadi Yang Bahagia? Jurnal Sains Psikologi, 7(2), 119–125.
https://doi.org/10.17977/um023v7i22018p119

Munir, E. S. (2016). Modul Guru Pembelajar SLB Tunanetra.

Nila, I. (2012). Anak Berkebutuhan Khusus. 39–37 ,)86(66 ,‫עלון הנוטע‬.

Virlia, S., & Wijaya, A. (2015). Penerimaan Diri pada gangguan citra diri. 4, 978–979.

Desiningrum, R. (2016). Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Psikosains.

22

Anda mungkin juga menyukai