Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kata autis berasal dari bahasa Yunani "auto" berarti sendiri yang
ditujukan pada seseorang yang menunjukkan gejala "hidup dalam
dunianya sendiri". Pada umumnya penyandang autisma mengacuhkan
suara, penglihatan ataupun kejadian yang melibatkan mereka. Jika ada
reaksi biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan situasi atau malahan tidak
ada reaksi sama sekali. Mereka menghindari atau tidak berespon terhadap
kontak sosial (pandangan mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan
anak lain dan sebagainya).
Pemakaian istilah autis kepada penyandang diperkenalkan pertama
kali oleh Leo Kanner, seorang psikiater dari Harvard (Kanner, Austistic
Disturbance of Affective Contact) pada tahun 1943 berdasarkan
pengamatan terhadap 11 penyandang yang menunjukkan gejala kesulitan
berhubungan dengan orang lain, mengisolasi diri, perilaku yang tidak
biasa dan cara berkomunikasi yang aneh, Autis dapat terjadi pada semua
kelompok masyarakat kaya miskin, di desa dikota, berpendidikan maupun
tidak serta pada semua kelompok etnis dan budaya di dunia. Sekalipun
demikian anak-anak di negara maju pada umumnya memiliki kesempatan
terdiagnosis lebih awal sehingga memungkinkan tatalaksana yang lebih
dini dengan hasil yang lebih baik.
Berdasarkan hal diatas, maka kami sebagai penulis tertarik untuk
lebih memahami konsep anak dengan autisme, dimana konsep ini saling
terkait satu sama lain. Semoga Askep ini dapat membantu para orang tua,
masyarakat umum dan khusnya kami (mahasiswa keperawatan) dalam
memahami anak dengan autisme, sehingga kami harapkan semua anak
dengan kondisi ini dapat diperlakukan dengan baik.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi autisme ?
2. Berapa epideomologi autisme ?
3. Apa penyebab autisme ?
4. Apa manifestasi klinis autisme ?
5. Apa saja patofisiologi autisme ?
6. Apa saja klasifikasi autisme ?
7. Bagaimana penatalaksanaan autisme ?
8. Apa saja pemeriksaan diagnostic autisme ?
9. Apa komplikasi autisme ?
10. Bagaimana askep pada anak autisme ?

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Adalah untuk mengetahui tentang autisme dan asuhan keperawatan
pada anak dengan autisme.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tentang definisi autisme
b. Mengeetahui epideomologi autisme
c. Mengetahui penyebab autisme
d. Mengetahui manifestasi klinis autisme
e. Mengetahui patofisiologi autisme
f. Mengetahui klasifikasi autisme
g. Mengetahui penatalaksanaan autisme
h. Mengetahui pemeriksaan diagnostic pada autisme
i. Mengetahui komplikasi pada autisme
j. Mengetahui asuhan keperawatan pada anak autisme

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Autisme
Autisme masa kanak-kanak dini adalah penarikan diri dan
kehilangan kontak dengan realitas atau orang lain. Pada bayi tidak terlihat
tanda dan gejala. (Sacharin, R, M, 1996)
Autisme Infantil adalah Gangguan kualitatif pada komunikasi
verbal dan non verbal, aktifitas imajinatif dan interaksi sosial timbal balik
yang terjadi sebelum usia 30 bulan.(Behrman, 1999)
Autisme menurut Rutter 1970 adalah Gangguan yang melibatkan
kegagalan untuk mengembangkan hubungan antar pribadi (umur 30
bulan), hambatan dalam pembicaraan, perkembangan bahasa, fenomena
ritualistik dan konvulsif.(Sacharin, R, M, 1996)
Autisme pada anak merupakan gangguan perkembangan pervasif
(DSM IV, sadock dan sadock 2000)
Istilah autis berasal dari kata autos yang berarti diri sendiri dan
isme berarti aliran. Jadi autisme adalah suatu paham yang tertarik hanya
pada dunianya sendiri (Purwati, 2007).
Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada bayi atau anak
yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang
kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Gangguan autis
adalah salah satu perkembangan pervasif berawal sebelum usia 2,5 tahun
(Devision, 2006).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa autisme adalah gangguan
perkembangan pervasif, atau kualitatif pada komunikasi verbal dan non
verbal, aktivitas imajinatif dan interaksi sosial timbal balik berupa
kegagalan mengembangkan hubungan antar pribadi (umur 30
bulan),hambatan dalam pembicaraan, perkembangan bahasa, fenomena
ritualistik dan konvulsif serta penarikan diri dan kehilangan kontak dengan
realitas.

3
B. Epidemiologi
Prevalensi 3-4 per 1000 anak. Perbandingan laki-laki dari wanita 3-
4:1. Penyakit sistemik, infeksi dan neurologi (kejang) dapat menunjukan
gejala seperti austik.

C. Etiologi
Autisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di bawah ini
adalah faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya autis menurut
Kurniasih (2002) diantaranya yaitu:
1. Faktor Genetik
Faktor pada anak autis, dimungkinkan penyebabnya adanya
kelainan kromosom yang disebutkan syndrome fragile – x (ditemukan
pada 5-20% penyandang autis).
2. Faktor Cacat (kelainan pada bayi)
Disini penyebab autis dapat dikarenakan adanya kelainan pada otak
anak, yang berhubungan dengan jumlah sel syaraf, baik itu selama
kehamilan ataupun setelah persalinan, kemudian juga disebabkan adanya
Kongenital Rubella, Herpes Simplex Enchepalitis, dan Cytomegalovirus
Infection.
3. Faktor Kelahiran dan Persalinan
Proses kehamilan ibu juga salah satu faktor yang cukup berperan
dalam timbulnya gangguan autis, seperti komplikasi saat kehamilan dan
persalinan. Seperti adanya pendarahan yang disertai terhisapnya cairan
ketuban yang bercampur feces, dan obat-obatan ke dalam janin, ditambah
dengan adanya keracunan seperti logam berat timah, arsen, ataupun
merkuri yang bisa saja berasal dari polusi udara, air bahkan makanan.
Ahli lainnya berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh karena
kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-
zat beracun yang mengakibatkan kerusakan pada usus besar yang
mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk autis.

4
D. Manisfestasi Klinik
1. Di bidang komunikasi :
a. Perkembangan bahasa anak autis lambat atau sama sekali tidak ada.
Anak nampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara lalu
kemudian hilang kemampuan bicara.
b. Terkadang kata – kata yang digunakan tidak sesuai artinya.
c. Mengoceh tanpa arti secara berulang – ulang, dengan bahasa yang
tidak dimengerti orang lain.
d. Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi. Senang meniru atau
membeo (Echolalia).
e. Bila senang meniru, dapat menghafal kata – kata atau nyanyian yang
didengar tanpa mengerti artinya.
f. Sebagian dari anak autis tidak berbicara (bukan kata – kata) atau
sedikit berbicara (kurang verbal) sampai usia dewasa.
g. Senang menarik – narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang
dia inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu.
2. Di bidang interaksi sosial :
a. Anak autis lebih suka menyendiri
b. Anak tidak melakukan kontak mata dengan orang lain atau
menghindari tatapan muka atau mata dengan orang lain.
c. Tidak tertarik untuk bermain bersama dengan teman, baik yang sebaya
maupun yang lebih tua dari umurnya.
d. Bila diajak bermain, anak autis itu tidak mau dan menjauh.
3. Di bidang sensoris :
a. Anak autis tidak peka terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk.
b. Anak autis bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.
c. Anak autis senang mencium –cium, menjilat mainan atau benda –
benda yang ada disekitarnya. Tidak peka terhadap rasa sakit dan rasa
takut.
4. Di bidang pola bermain :
a. Anak autis tidak bermain seperti anak – anak pada umumnya.
b. Anak autis tida suka bermain dengan anak atau teman sebayanya.

5
c. Tidak memiliki kreativitas dan tidak memiliki imajinasi.
d. Tidak bermain sesuai fungsinya, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya
diputar – putar.
e. Senang terhadap benda – benda yang berputar seperti kipas angin, roda
sepeda, dan sejenisnya.
f. Sangat lekat dengan benda – benda tertentu yang dipegang terus dan
dibawa kemana – mana.
5. Di bidang perilaku :
a. Anak autis dapat berperilaku berlebihan atau terlalu aktif (hiperaktif)
dan berperilaku berkekurangan (hipoaktif).
b. Memperlihatkan perilaku stimulasi diri atau merangsang diri sendiri
seperti bergoyang –goyang, mengepakkan tangan seperti burung.
c. Berputar –putar mendekatkan mata ke pesawat televisi, lari atau
berjalan dengan bolak – balik, dan melakukan gerakan yang diulang –
ulang.
d. Tidak suka terhadap perubahan.
e. Duduk bengong dengan tatapan kosong.
6. Di bidang emosi :
a. Anak autis sering marah – marah tanpa alasan yang jelas, tertawa –
tawa dan
b. Dapat mengamuk tak terkendali jika dilarang atau tidak diberikan
keinginannya.
c. Kadang agresif dan merusak.
d. Kadang – kadang menyakiti dirinya sendiri.
e. Tidak memiliki empati dan tidak mengerti perasaan orang lain yang
ada disekitarnya atau didekatnya.

E. Patofisiologi
Penyebab pasti dari autisme belum diketahui. Yang pasti diketahui
adalah bahwa penyebab dari autisme bukanlah salah asuh dari orang tua, 
beberapa penelitian membuktikan bahwa beberapa penyebab autisme
adalah ketidakseimbangan biokimia, faktor genetic dan gangguan imunitas

6
tubuh. Beberapa kasus yang tidak biasa disebabkan oleh infeksi virus
(TORCH), penyakit- penyakit lainnya seperti fenilketonuria (penyakit
kekurangan enzim), dan sindrom X (kelainan kromosom).
Menurut Lumbantobing (2000), penyebab autisme dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu :

1. Faktor keluarga dan psikologi


2. Respon anak-anak terhadap stressor dari keluarga dan lingkungan.
3. Kelainan organ-organ biologi dan neurologi (saraf)
4. Berhubungan dengan kerusakan organ dan saraf yang
menyebabkan gangguan fungsi-fungsinya, sehingga menimbulkan
keadaan autisme pada penderita
5. Faktor genetik
6. Pada hasil penelitian ditemukan bahwa 2 -  4% dari saudara
kandung juga menderita penyakit yang sama.
7. Faktor kekebalan tubuh

F. Klasifikasi
Berdasarkan waktu munculnya gangguan, Kurniasih (2002)
membagi
autisme menjadi dua yaitu:
1. Autisme sejak bayi (Autisme Infantil)
2. Anak sudah menunjukkan perbedaan-perbedaan dibandingkan
dengan anak non autistik, dan biasanya baru bisa terdeteksi
sekitar usia bayi 6 bulan.
3. Autisme Regresif
Ditandai dengan regresif (kemudian kembali) perkembangan
kemampuan yang sebelumnya jadi hilang. Yang awalnya sudah
sempat menunjukkan perkembangan ini berhenti. Kontak mata
yang tadinya sudah bagus, lenyap. Dan jika awalnya sudah bisa
mulai mengucapkan beberapa patah kata, hilang kemampuan
bicaranya. (Kurniasih, 2002).

7
Sedangkan Yatim, Faisal Yatim (dalam buku karangan purwati,
2007) mengelompokkan autisme menjadi :
1. Autisme Persepsi
Autisme ini dianggap sebagai autisme asli dan disebut autisme
internal karena kelainan sudah timbul sebelum lahir
2. Autisme Reaksi
Autisme ini biasanya mulai terlihat pada anak – anak usia lebih
besar (6 – 7 tahun) sebelum anak memasuki tahap berfikir logis.
Tetapi bisa juga terjadi sejak usia minggu – minggu pertama.
Penderita autisme reaktif ini bisa membuat gerakan – gerakan
tertentu berulang – ulang dan kadang – kadang disertai kejang –
kejang.

G. Penatalaksanaan
Terapi yang dilakukan untuk anak dengan autisme
1. Applied Behavioral Analysis (ABA)
ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai , telah dilakukan
penelitian dan didisain khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang
dipakai adalah memberi pelatihan khusus pada anak dengan memberikan
positive reinforcement (hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias diukur
kemajuannya . Saat ini terapi inilah yang paling banyak dipakai di
Indonesia.
2. Terapi Wicara
Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam
bicara dan berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak
pula individu autistic yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat
kurang.
Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang , namun mereka
tidak mampu untuk memakai bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi
dengan orang lain. Dalam hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat
menolong.
3. Terapi Okupasi

8
Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam
perkembangan motorik halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka
kesulitan untuk memegang pinsil dengan cara yang benar, kesulitan untuk
memegang sendok dan menyuap makanan kemulutnya, dan lain
sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih
mempergunakan otot2 halusnya dengan benar.
4. Terapi Fisik
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak
diantara individu autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam
motorik kasarnya.
Kadang – kadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat.
Keseimbangan tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi
sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan otot2nya dan
memperbaiki keseimbangan tubuhnya.
5. Terapi Sosial
Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah
dalam bidang komunikasi dan interaksi . Banyak anak-anak ini
membutuhkan pertolongan dalam ketrampilan berkomunikasi 2 arah,
membuat teman dan main bersama ditempat bermain. Seorang terqapis
sosial membantu dengan memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul
dengan teman-teman sebaya dan mengajari cara-caranya.
6. Terapi Bermain
Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik membutuhkan
pertolongan dalam belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya
berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi social. Seorang
terapis bermain bisa membantu anak dalam hal ini dengan teknik-teknik
tertentu.
7. Terapi Perilaku.
Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya
seringkali tidak memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan
kebutuhannya, Mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya
dan sentuhan. Tak heran bila mereka sering mengamuk. Seorang terapis

9
perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut
dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan
dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya,
8. Terapi Perkembangan
Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental
Intervention) dianggap sebagai terapi perkembangan. Artinya anak
dipelajari minatnya, kekuatannya dan tingkat perkembangannya, kemudian
ditingkatkan kemampuan sosial, emosional dan Intelektualnya. Terapi
perkembangan berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang lebih
mengajarkan ketrampilan yang lebih spesifik.
9. Terapi Visual
Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual
learners/visual thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk
mengembangkan metode belajar komunikasi melalui gambar-gambar,
misalnya dengan metode PECS ( Picture Exchange Communication
System). Beberapa video games bisa juga dipakai untuk mengembangkan
ketrampilan komunikasi.
10. Terapi Biomedik
Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang
tergabung dalam DAN! (Defeat Autism Now). Banyak dari para
perintisnya mempunyai anak autistik. Mereka sangat gigih melakukan riset
dan menemukan bahwa gejala-gejala anak ini diperparah oleh adanya
gangguan metabolisme yang akan berdampak pada gangguan fungsi otak.
Oleh karena itu anak-anak ini diperiksa secara intensif, pemeriksaan,
darah, urin, feses, dan rambut. Semua hal abnormal yang ditemukan
dibereskan, sehingga otak menjadi bersih dari gangguan. Terrnyata lebih
banyak anak mengalami kemajuan bila mendapatkan terapi yang
komprehensif, yaitu terapi dari luar dan dari dalam tubuh sendiri
(biomedis).

Tatalaksana autis dibagi menjadi 2 bagian


a. Edukasi kepada keluarga

10
Keluarga memerankan peran yang penting dalam membantu
perkembangan anak, karena orang tua adalah orang terdekat mereka yang
dapat membantu untuk belajar berkomunikasi, berperilaku terhadap
lingkungan dan orang sekitar, intinya keluarga adalah jendela bagi
penderita untuk masuk ke dunia luar, walaupun diakui hal ini bukanlah hal
yang mudah.
b. Penggunaan obat-obatan
Penggunaan obat-obatan pada penderita autisme harus dibawah
pengawasan dokter. Penggunaan obat-obatan ini diberikan jika dicurigai
terdapat kerusakan di otak yang mengganggu pusat emosi dari penderita,
yang seringkali menimbulkan gangguan emosi mendadak, agresifitas,
hiperaktif dan stereotipik. Beberapa obat yang diberikan adalah
Haloperidol (antipsikotik), fenfluramin, naltrexone (antiopiat),
clompramin (mengurangi kejang dan perilaku agresif).

H. Pemeriksaan Diagnostik
Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat
menjadi bukti dari berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-
tes secara behavioral maupun komunikasi tidak dapat mendeteksi adanya
autisme, maka beberapa instrumen screening yang saat ini telah
berkembang dapat digunakan untuk mendiagnosa autisme:
1. Childhood Autism Rating Scale (CARS): skala peringkat autisme
masa kanak-kanak yang dibuat oleh Eric Schopler di awal tahun 1970
yang didasarkan pada pengamatan perilaku. Alat menggunakan skala
hingga 15; anak dievaluasi berdasarkan hubungannya dengan orang,
penggunaan gerakan tubuh, adaptasi terhadap perubahan, kemampuan
mendengar dan komunikasi verbal
2. The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT): berupa daftar
pemeriksaan autisme pada masa balita yang digunakan untuk
mendeteksi anak berumur 18 bulan, dikembangkan oleh Simon Baron
Cohen di awal tahun 1990-an.

11
3. The Autism Screening Questionare: adalah daftar pertanyaan yang
terdiri dari 40 skala item yang digunakan pada anak dia atas usia 4
tahun untuk mengevaluasi kemampuan komunikasi dan sosial mereka
4. The Screening Test for Autism in Two-Years Old: tes screening
autisme bagi anak usia 2 tahun yang dikembangkan oleh Wendy Stone
di Vanderbilt didasarkan pada 3 bidang kemampuan anak, yaitu;
bermain, imitasi motor dan konsentrasi.

I. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada penderita autis biasanya adalah :
1. Gangguan infeksi yang berulang-ulang.
2. Batuk
3. Flu. Serta demam berkepanjangan.

J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, No. MR
b. Riwayat Kesehatan
 Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD)
Pada kehamilan ibu pertumbuhan dan perkembangan otak janin
terganggu. Gangguan pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi
perkembangan dan perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko
terjadinya autisme Gangguan pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi
perkembangan dan perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko
terjadinya autisme. Gangguan persalinan yang dapat meningkatkan resiko
terjadinya autism adalah : pemotongan tali pusat terlalu cepat, Asfiksia
pada bayi (nilai APGAR SCORE rendah < 6 ), komplikasi selama
persalinan, lamanya persalinan, letak presentasi bayi saat lahir dan erat lahir
rendah ( < 2500 gram)

 Riwayat Kesehatan Sekarang (RKK)

12
Anak dengan autis biasanya sulit bergabung dengan anak-anak yang
lain, tertawa atau cekikikan tidak pada tempatnya, menghindari kontak
mata atau hanya sedikit melakukan kontak mata, menunjukkan
ketidakpekaan terhadap nyeri, lebih senang menyendiri, menarik diri dari
pergaulan, tidak membentuk hubungan pribadi yang terbuka, jarang
memainkan permainan khayalan, memutar benda, terpaku pada benda
tertentu, sangat tergantung kepada benda yang sudah dikenalnya dengan
baik, secara fisik terlalu lemah.

 Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)


Dilihat dari faktor keluarga apakah keluarga ada yang menderita
autisme.
c. Psikososial
1) Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
2) Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
3) Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
4) Perilaku menstimulasi diri
5) Pola tidur tidak teratur
6) Permainan stereotip
7) Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
8) Tantrum yang sering
9) Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan
10) Kemampuan bertutur kata menurun
11) Menolak mengonsumsi makanan yang tidak halus
d. Neurologis
1) Respons yang tidak sesuai dengan stimulus
2) Refleks mengisap buruk
3) Tidak mampu menangis ketika lapar
e. Gastrointestinal
1) Penurunan nafsu makan
2) Penurunan berat badan

13
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kelemahan interaksi sosial berhubungan dengan ketidakmampuan
untuk percaya pada orang lain.
b. Hambatan komunikasi verbal dan non verbal berhubungan dengan
ransangan sensori tidak adekuat, gangguan keterampilan reseptif dan
ketidakmampuan mengungkapkan perasaan.
c. Risiko tinggi cidera : menyakiti diri berhubungan dengan kurang
pengawasan.
d. Kecemasan pada orang tua behubungan dengan perkembang anak.

3. Intervensi
a. Kelemahan interaksi sosial berhubungan dengan ketidakmampuan
untuk percaya pada orang lain.
Tujuan : Klien mau memulai interaksi dengan pengasuhnya
Intervensi: :
- Batasi jumlah pengasuh pada anak.
- Tunjukan rasa kehangatan/keramahan dan penerimaan pada anak.
- Tingkatkan pemeliharaan dan hubungan kepercayaan.
- Motivasi anak untuk berhubungan dengan orang lain.
- Pertahankan kontak mata anak selama berhubungan dengan orang lain.
- Berikan sentuhan, senyuman, dan pelukan untuk menguatkan
sosialisasi.

b. Hambatan komunikasi verbal dan non verbal berhubungan dengan


ransangan sensori tidak adekuat, gangguan keterampilan reseptif dan
ketidakmampuan mengungkapkan perasaan.
Tujuan : Klien dapat berkomunikasi dan mengungkapkan perasaan
kepada orang lain.
Intervensi :
- Pelihara hubungan saling percaya untuk memahami komunikasi anak.
- Gunakan kalimat sederhana dan lambang/maping sebagai media.

14
- Anjurkan kepada orang tua/pengasuh untuk melakukan tugas secara
konsisten.
- Pantau pemenuhan kebutuhan komunikasi anaksampai anak
menguasai.
- Kurangi kecemasan anak saat belajar komunikasi.
- Validasi tingkat pemahaman anak tentang pelajaran yang telah
diberikan.
- Pertahankan kontak mata dalam menyampaikan ungkapan non verbal.
- Berikan reward pada keberhasilan anak.
- Bicara secara jelas dan dengan kalimat sederhana.
- Hindari kebisingan saat berkomunikasi.

c. Risiko tinggi cidera : menyakiti diri berhubungan dengan kurang


pengawasan.
Tujuan : Klien tidak menyakiti diriya.
Intervensi :
- Bina hubungan saling percaya.
- Alihkan prilaku menyakiti diri yang terjadi akibat respon dari
peningkatan kecemasan.
- Alihkan/kurangi penyebab yang menimbulkan kecemasan.
- Alihkan perhatian dengan hiburan/aktivitas lain untuk menurunkan
tingkat kecemasan.
- Lindungi anak ketika prilaku menyakiti diri terjadi.
- Siapkan alat pelindung/proteksi.
- Pertahankan lingkungan yang aman.

d. Kecemasan pada orang tua behubungan dengan perkembang anak.


Tujuan : Kecemasan berkurang/tidak berlanjut.
Intervensi :
- Tanamkan pada orang tua bahwa autis bukan aib/penyakit.
- Anjurkan orang tua untuk membawa anak ke tempat terapi yang
berkwalitas baik serta melakukan secara konsisten.

15
- Berikan motivasi kepada orang tua agar dapat menerima kondisi
anaknya yang spesial.
- Anjurkan orang tua untuk mengikuti perkumpulan orang tua dengan
anak autis, seperti kegiatan Autis Awareness Festifal.
- Berikan informasi mengenai penanganan anak autis.
- Beritahukan kepada orang tua tentang pentingnya menjalankan terapi
secara konsisten dan kontinue.

4. Implementasi
Setelah rencana disusun , selanjutnya diterapkan dalam tindakan
yang nyata untuk mencapai hasil yang diharapkan. Tindakan harus bersifat
khusus agar semua perawat dapat menjalankan dengan baik, dalam waktu
yang telah ditentukan. Dalam implementasi keperawatan perawat langsung
melaksanakan atau dapat mendelegasikan kepada perawat lain yang
dipercaya

5. Evaluasi
Merupakan tahap akhir dimana perawat mencari kepastian
keberhasilan yang dibuat dan menilai perencanaan yang telah dilakukan
dan untuk mengetahui sejauh mana masalah klien teratasi. Disamping itu
perawat juga melakukan umpan balik atau pengkajian ulang jika yang
ditetapkan belum tercapai dalam proses keperawatan

16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada bayi atau anak
yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang
kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Gangguan autis
adalah salah satu perkembangan pervasif berawal sebelum usia 2,5 tahun
(Devision, 2006).
Autisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di bawah ini
adalah faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya autis menurut
Kurniasih (2002) diantaranya yaitu : Faktor Genetik, Faktor Cacat
(kelainan pada bayi), Faktor Kelahiran dan Persalinan

B. Saran
Besar harapan kelompok agar makalah ini dapat dijadikan salah satu
panduan memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan autism.

17
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Aris, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius : Jakarta


Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit. Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Peters theo,2004. Autisme. Jakarta : Dian Rakyat Indonesia Atau William
chris, Wright bary. 2004. How to live with autism and asperger syndrome.
Jakarta: Dian Rakyat Indonesia

Hidayat,aziz alimul. 2005. Konsep asuhan keperewatan anak. Jakarta:


Salemba Medika.

18

Anda mungkin juga menyukai