Pembimbing:
dr. Andre, Sp.OT
Disusun Oleh:
Welhelmina Bendelina Lobo
112019080
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. B
Umur : 10 bulan
Jenis Kelamin : Laki=laki
Agama : Islam
Alamat : Jl. Semangka, Jati Pulo Palmerah, Jakarta Barat
No. RM : 01458549
Ruang : Poli Orthopedi
Tanggal masuk : 5 Januari 2021
I.
A. ANAMNESIS (Autoanamnesis & Alloanamnesis 5/1/2021 Pk. 10.00)
Tanggal masuk RS: 5 Januari 2021
Dilakukan alloanamnesis dengan orangtua pasien pada tanggal 5 Januari 2021 pukul 10.00 di
Poli orthopedi, dan dari catatan medis pasien
Pasien awalnya datang ke RSUD Tarakan dengan keluhan demam, kemudian pasien
dirawat oleh dokter spesialis anak. Setelah pasien diperiksa ternyata ditemukan kelainan pada
kaki kanan pasien yang kemudian pasien dikonsulkan kepada dokter spesialis ortopedi untuk
ditatalaksana lebih lanjt. Keluhan yang dialami pasien adalah kaki kanan sulit di tekuk, dan
kaki terlihat lebih panjang sebelah kiri. Pada tanggal 5 Desember os dirawat untuk dilakukan
operasi (6/12/2021).
Pemeliharaan prenatal (ANC) di bidan dan dokter kandungan rutin di lakukan . Selama hamil
ibu penderita tidak sakit. Riwayat trauma dalam kehamilan disangkal, infeksi selama
kehamilan disangkal, riwayat tekanan darah tinggi selama kehamilan disangkal, riwayat
kejang selama kehamilan disangkal, riwayat diabetes melitus saat hamil disangkal, riwayat
demam dengan ruam saat hamil disangkal, riwayat demam tinggi disangkal. Saat hamil ibu
sering minum jamu-jamuan di sangkal dan ibu os rutin minum vitamin dari bidan maupun
dokter kandungan Riwayat trauma saat hamil disangkal.
Riwayat kelahiran
Bayi laki-laki lahir dari ibu G2P0A0, usia saat melahirkan 36 tahun, SC. riwayat ketuban
pecah dini disangkal. BBL 3000 gram, PBL 46 cm. Anak lahir langsung menangis kuat.
Kuning (+).
3
Riwayat pemeliharaan postnatal
B. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Tanggal 5 Januari 2021 pukul 10.00 WIB (di Poli 0rthopedi)
Keadaan Umum Sadar, aktif, napas spontan.
Kesadaran Composmentis
Pulmonologi
Depan Belakang
Abdomen
Inspeksi : Tampak sawo matang, linea nigra (+) bekas operasi (-), tidak
ada lesi kulit
Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen, nyeri ketok CVA (-)
Auskultasi : Bising usus normal
Ekstremitas
Superior Inferior
Capp Refill < 2 / <2 < 2 / <2
Akral dingin -/- -/-
Sianosis - /- -/-
Edema - -
Pemeriksaan Khusus
Tes Barlow : Tidak dapat dinilai. (Positif, jika teraba caput femur oleh ibu jari tangan
pemeriksa)
5
Tes Ortoleni : Tidak dapat dinilai. (Positif, jika caput femur kembali masuk ke
acetabulum)
Tes Galeazzi : Tidak dapat dinilai. (Positif, jika kedua lutut tidak sama panjang)
Tes Tredelenberg : Tidak dapat dinilai.
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
o Laboratorium
o Foto Thorax
o Ro Pelvis
D. RESUME
Pasien awalnya datang ke IGD RSUD Tarakan dengan keluhan demam, kemudian pasien
dirawat oleh dokter spesialis anak. Setelah pasien diperiksa ternyata ditemukan kelainan pada
kaki kanan pasien yang kemudian pasien dikonsulkan kepada dokter spesialis ortopedi untuk
ditatalaksana lebih lanjut. Keluhan yang dialami pasien adalah kaki kanan sulit di tekuk, dan
kaki terlihat lebih panjang sebelah kiri. Pada tanggal 5 Desember os dirawat untuk dilakukan
operasi (6/12/2021). Pasien sebelumnya tidak memiliki riwayat trauma. Dikeluarga pasien
juga tidak ada yang memiliki riwayat sakit seperti ini. Riwayat ANC pasien rutin dilakukan
di bidan dan dokter kandungan. Riwayat kelahiran bayi laki-laki lahir dari ibu G2P0A0, usia
6
saat melahirkan 36 tahun, SC. Riwayat ketuban pecah dini disangkal. BBL 3000 gram, PBL
46. Anak lahir langsung menangis kuat. Kuning (+). Anak dipantau pertumbuhannya di
Posyandu yang diadakan setiap bulan di RW setempat. Anak dibawa ke Puskesmas untuk
mendapatkan imunisasi, anak dalam keadaan sehat. Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan
kelainan. Kesadaran pasien kompos mentis. TTV dalam batas normal. Kaki pasien terpasang
spica cast. Dari hasil foto rontgen thorax tidak tampak kelainan. Untuk hasil rontgen pelvis
didapatkan adanya kemungkinan dislokasi os femur ke superior terhadap fossa asetabulum
kanan disertai defek pada caput femur kanan.
E. DIAGNOSIS
F. TATALAKSANA
Pembedahan
Reduksi, Hip Spica Cast
G. PROGNOSIS
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
Definisi
Etiologi
Risiko DPP meningkat dengan faktor terkait kendala mekanik intrauterin dan posisi
8
abnormal pada trimester terakhir, tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan postnatal dan
predisposisi genetik. Faktor yang terkait dengan konstriksi mekanik fetus termasuk berat
badan lahir besar untuk usia kehamilan,6 letak sungsang,3,6,7 dan oligohidramnion,3,7 lebih
umum ditemukan pada kasus DPP, tetapi faktor risiko perinatal yang paling penting dan
berpotensi dapat dihindari ialah persalinan pervaginam dari bayi-bayi letak sungsang.3,6,7
Menghindari konstriksi mekanik postnatal telah dianjurkan untuk mencegah DPP.
Praktek membedung bayi postnatal, seperti penggunaan papan buaian/ayunan pada
populasi Indian Amerika dan pembedungan ketat di Jepang, dimana keduanya
menyebabkan periode panjang dari ekstensi dan adduksi paha, telah dikaitkan dengan
tingginya tingkat DPP yang tercatat dalam populasi tersebut. Secara teoritis, metode
modern merawat bayi di negara maju, seperti melewatkan periode panjang di kursi bayi
dan penggunaan popok sekali pakai yang sangat tipis yang tidak mengabduksi panggul
secara luas, juga dapat memengaruhi perkembangan panggul.7
Risiko keluarga untuk DPP telah dikenal baik. Dalam suatu studi, rasio
kemungkinan untuk prevalensi DPP dilaporkan jauh lebih tinggi untuk ibu daripada
saudara kandung, ayah, dan anak-cucu, yang menunjukkan efek maternal. 3,6,7 Kelemahan
sendi familiar terkait hiper- mobilitas sendi telah diidentifikasi sebagai faktor risiko DPP,
dan hipermobilitas sendi yang herediter diperkirakan 70% pada kembar dewasa
perempuan.8
Epidemiologi
Insidensi DPP bervariasi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia, ras, jenis
kelamin, pengalaman dan pelatihan pemeriksa, dan kriteria diagnostik yang digunakan.3
Pada populasi yang tidak diskrining median prevalensi dari DPP persisten dan yang
didiagnosis secara klinis diperkirakan 1,3 per 1000 (0,84-1,5) berdasarkan studi dari 44
populasi dimana sebagian besar populasi ialah keturunan Eropa barat laut yang tinggal di
Australia, Amerika Serikat, Kanada, Skandinavia, dan Inggris.9
DPP paling sering terjadi pada anak perempuan yaitu sekitar 80%. Panggul kiri
terkena pada 60% anak, panggul kanan 20%, dan kedua panggul 20%. Anak pertama
9
terkena dua kali lebih sering dari saudara kandung berikutnya. 3,7 Variasi etnis dalam
prevalensi dislokasi dan subluksasi pada populasi yang tidak diskrining dilaporkan lebih
tinggi terutama pada populasi Jepang, Turki, Indian Amerika, dan Lapp. 8 DPP jarang
terjadi pada orang Negro dengan penyebab yang tidak jelas.7
Terdapat peningkatan risiko DPP terkait dengan beberapa kondisi lain yang
ditemukan pada posisi intrauterin abnormal dan crowding fetal. Kondisi tersebut meliputi
dislokasi lutut kongenital, torti-kolis muskularis kongenital, kaki meta-tarsus adduktus, 3
dan kalkaneo- valgus.10
Diagnosis
1. Anamnesis
Pemeriksaan fisik lengkap dari bayi baru lahir sangat penting untuk menemukan
gangguan dalam sistem muskuloskeletal dan mencegah penyakit.12 Idealnya bayi harus
relaks dan hangat. Seluruh pakaian, termasuk popok, harus dilepaskan dan bayi
ditempatkan pada permukaan keras yang memungkinkan akses yang mudah. Pemeriksaan
umum dari tulang tengkorak, trunkus, lengan, dan tungkai harus cepat dan lembut.
Asimetri atau malformasi harus dicari.13
Inspeksi
Bayi baru lahir hingga berusia kurang dari tiga bulan dengan DPP dapat memiliki
10
asimetri lipatan paha/inguinal dan lipatan poplitea akibat kemiringan panggul (Gambar 2
A, B, C). Umumnya lipatan inguinal yang normal hampir simetris dan berhenti sebelum
lubang anus. Bila terjadi dislokasi posterior dan superior dari kaput femoral, lipatan
inguinal asimetris, dengan lipatan kulit dari sisi yang terkena meluas ke posterior dan
lateral melewati lubang anus.12 Asimetri lipatan kulit yang jelas dapat menjadi indikasi
dislokasi unilateral.11 Pada dislokasi bilateral, lipatan ini dapat simetris tetapi berakhir
setelah tingkat lubang anus. Pemeriksaan terhadap asimetri lipatan kulit bukan merupakan
tanda pasti dislokasi bilateral direduksi pada neonatus.14 Pemeriksaan ini sangat tidak
informatif karena lipatan kulit pada neonatus hampir tidak pernah simetris.11
Gambar 2. A, B, Foto seorang bayi dengan asimetri lipatan kulit paha/inguinal dan lipatan
poplitea yang dalam pada sisi panggul kiri yang terdislokasi. C, Foto seorang bayi dengan
panggul terdislokasi bilateral. Perhatikan kontur paha yang lebar. Terdapat asimetri ringan
dari lipatan kulit meskipun kedua panggul terdislokasi.12
Palpasi
Pada masa infan awal, instabilitas merupakan tanda yang paling dapat dipercaya
yang berkurang secara cepat seiring dengan pertambahan usia, lebih dari 50% dalam
minggu pertama.15 Beberapa bentuk skrining klinis neonatal untuk DPP dipraktekkan di
sebagian besar negara maju. Uji Ortolani dan Barlow merupakan uji klinis yang paling
umum untuk mengidentifikasi ketidakstabilan panggul.8
Tes Barlow: suatu pemeriksaan yang bertujuan untuk menguji DPP dengan usaha
mengeluarkan caput femur dari acetabulum dengan melakukan adduksi kaki bayi dan
11
ibu jari pemeriksa diletakkan di lipatan paha. Positif bila saat mengeluarkan femur
teraba caputnya oleh ibu jari tangan pemeriksa.
Tes Ortoleni: suatu pemeriksaan untuk memeriksa DPP dengan memasukkan caput
femur ke acetabulum dengan melakukan abduksi pada kaki bayi (gerakkan ke lateral).
Positif bila ada terasa caput yang tadi keluar saat tes Barlow kembali masuk ke
acetabulum.
Tes Galeazzi: fleksikan femur, dekatkan antara kiri dan kanan, lihat apakah lututnya
sama panjang atau tidak. Hasil positif bila didapatkan kedua lutut tidak sama panjang.
Tes Tredelenberg: anak disuruh berdiri pada satu kaki secara bergantian. Saat berdiri
pada kaki yang mengalami DPP, akan terlihat otot panggul abduktor menjauhi garis
tubuh. Normalnya otot panggul akan mempertahankan posisinya tetap lurus.
3. Pemeriksaan Penunjang
X-Foto Polos
X-Foto polos tidak menggambarkan pelvis sejelas ultrasonografi pada bayi dengan
usia kurang dari 6 bulan, dimana sebagian besar panggul masih berupa kartilaginosa,
sehingga caput femoral tidak terlihat jelas secara radiografi, tetapi modalitas ini lebih
berguna pada bayi usia > 6 bulan dan ketika ultrasonografi mungkin tidak dapat
diandalkan.8,12 Kunci dalam X-Foto polos pasien dengan displasia perkembangan panggul
adalah mencari kesimetrisan panggul dan melihat hubungan antara femur proksimal
terhadap pelvis. Osifikasi dari epifisis femur superior haris simetris. Keterlambatan dalam
osifikasi merupakan tanda dari displasia perkembangan panggul.13
12
Gambar 3. Pengukuran radiografi dalam menentukan displasia pinggul.
Ultrasonografi
Ultrasonografi telah menjadi metode yang paling umum dan bermanfaat untuk
digunakan dalam analisis sendi panggul, terutama pada bayi berusia di bawah 6 bulan.
Ultrasonografi merupakan indikator yang sensitif untuk posisi, perkembangan asetabulum,
dan ketidakstabilan, yang lebih akurat dibandingkan radiografi. Ultrasonografi terlalu
13
sensitif sebagai alat skrining pada enam minggu pertama kehidupan, dan umumnya tidak
boleh digunakan pada usia tersebut.7
Berbagai teknik dan kriteria telah digunakan untuk penilaian morfologi dan stabilitas
panggul, salah satunya ialah metode Graf. Gambaran ultrasonografi yang diperoleh pada
bidang standar digunakan untuk menentukan panggul pada salah satu dari empat kategori
utama berdasarkan ciri-ciri dari asetabulum, pemodelan tulang, dan atap kartilago.
Penampilan morfologik tersebut mewakili suatu rangkaian kesatuan dari normal hingga
displasia berat, dan bukan empat kelompok tersendiri.8 Selanjutnya, indikasi atau ambang
untuk penanganan tetap kontroversial: beberapa peneliti memantau anak-anak dengan
panggul tipe 2a dan merawat mereka dengan panggul 2c atau 2d, sementara yang lain
mengikuti kasus panggul tipe 2c dan 2d dan merawat tipe 3 dan 4. Meskipun keterbatasan
ini, metode Graf telah memperoleh penerimaan di sebagian besar Eropa, meskipun dengan
modifikasi.16
Tatalaksana
Banyak acuan pustaka setuju bahwa tujuan utama penanganan DPP ialah
meningkatkan relokasi panggul nontraumatik pada usia semuda mungkin sehingga tercipta
hubungan konsentris antara caput femoral dan acetabulum, dan untuk mempertahankan
reduksi dan stabilitas dalam posisi aman sehingga sendi panggul dapat melanjutkan
perkembangan normal, sehingga meningkatkan kemungkinan dari keluaran yang baik
secara fungsional dan anatomis.8,12 Penghindaran pembedahan melalui deteksi dini dan
manajemen non-bedah merupakan tujuan sekunder yang penting, paling tidak karena
pembedahan dikaitkan dengan risiko besar nekrosis avaskular. Penangan-an non-bedah
mempertahankan panggul dalam posisi fleksi dan abduksi menggunakan splint. Splint
berbeda dalam ukuran, bentuk, kemudahan dalam menggunakan dan melepaskan dan
masalah pada mobilitas.8
Indikasi penanganan mencakup semua panggul terdislokasi dan tersubluksasi secara khas
dan semua panggul tidak stabil atau displastik secara persisten. Panggul dengan Barlow
positif saat lahir sering menjadi stabil dalam 3 minggu pertama. Untuk alasan ini, biasanya
14
tidak dirawat panggul dengan Barlow positif dalam 3 minggu pertama; namun, panggul ini
perlu evaluasi menyeluruh untuk menjamin perkembangan panggul normal. Juga
direkomendasikan evaluasi tindak lanjut mencakup sonografi dan penanganan pada
panggul dengan ketidakstabilan persisten pada usia 3 minggu. Panggul tidak
stabil/displastik secara persisten sangat sulit untuk didiagnosis melalui pemeriksaan fisik.
Acuan pustaka menyatakan bahwa anak-anak dengan faktor risiko tinggi layak mendapat
evaluasi sonografi. Beberapa komunitas melakukan skrining panggul dengan sonografi
untuk mendeteksi panggul displastik atau imatur. Panggul imatur yang berkembang
menjadi normal tidak memerlukan penanganan. Panggul displastik persistenlah yang layak
menerima penanganan. Acuan pustaka merekomendasikan penanganan panggul yang tetap
displastik setelah 3 sampai 6 minggu.12
Ketika diagnosis dibuat pada masa bayi awal dan perubahan patologis sekunder
belum berkembang, panggul terdislokasi sering dapat direduksi dengan manuver lembut
tanpa perlu menggunakan traksi atau anestesi. Penanganan tersebut berdasarkan pada
konsep bahwa memposisikan panggul tereduksi pada fleksi dan abduksi ringan akan
merangsang perkembangan sendi yang normal. Pemeliharaan reduksi merupakan masalah
penting dalam penanganan. Pavlik harness merupakan penanganan orthosis yang paling
banyak digunakan saat ini (Gambar 4).12
Pavlik Harness
Dirancang khusus untuk lembut posisi pinggul bayi, sehingga pinggul dapat
sejajar dalam sendi, dan untuk menjaga sendi panggul tetap aman aman. Hal ini
biasanya digunakan untuk mengobati bayi dari lahir sampai usia enam bulan.
Karena hampir tidak mungkin untuk mengamankan satu pinggul saja, maka kedua
pinggul perlu diposisikan dengan menggunakan Pavlik Harness, bahkan jika ada
masalah dengan hanya satu pinggul. Dengan memposisikan pinggul bayi sedemikian
rupa sehingga sendi pinggul sejajar dan stabil, sehingga akan membantu
pertumbuhan dan pengembangan sendi panggul. Setelah pengobatan menggunakan
15
Pavlik Harness telah tepat dan berhasil, belum ada laporan mengenai kasus re-
dislokasi. Namun, ada risiko perkembangan yang lambat atau tidak lengkap dari
acetabulum. Inilah sebabnya mengapa x-ray biasanya direkomendasikan untuk
tindak lanjut bahkan ketika Palvik Harness telah berhasil. Setelah x-ray normal,
maka mungkin ada kesempatan 99% bahwa pinggul akan terus tumbuh normal.
Kambuhnya displasia sangat jarang setelah sukses penatalaksanaan memanfaatkan
Pavlik Harness dan hasil x-ray yang normal pada usia 9-12 bulan, tetapi
kebanyakan dokter tetap menyarankan x-ray pada usia yang lebih tua untuk
mengetahui setiap acetabulum yang dangkal dan mungkin perlu pengobatan untuk
mencegah arthritis dini.
Sebuah penyangga dapat digunakan pada bayi dengan DDH untuk menahan
panggul dalam posisi sejajar supaya sendi panggul dapat tumbuh dengan normal.
Juga dapat disebut sebagai fixed-abduction braces, alat ini menahan kaki tetap
terpisah, tetapi tidak fleksibel seperti Palvik Harness. Pemilihan alat penahan untuk
tatalaksana DDH tergantung pada kebutuhan keluarga dan pengalaman dokter.
Kebanyakan dokter menyarankan untuk pemakaian secara penuh selama 6-12
minggu untuk semua alat. Namun beberapa dokter membolehkan membuka alat
penahan pada saat mandi dan mengganti popok, selama kaki bayi dapat
dipertahankan dalam posisi fleksi dan terpisah untuk menjaga caput femur dan
acetabulum dalam posisi yang sejajar. Setelah pinggul dalam keadaan stabil,
penahan dikenakan paruh waktu, biasanya dikenakan pada saat malam hari selama
4-6 minggu.
Traksi
16
Metode Pembedahan
Closed Reduction
Penanganan ini paling banyak digunakan pada bayi berumur 6-24 bulan.
Terkadang sebelum prosedur, digunakan traksi selama beberapa minggu untuk
meregangkan dan merelaksasi ligamen anak sebelum mencoba closed reduction.
Setelah anak tidur karena diberikan anestesi, umumnya ada empat langkah prosedur
dalam treatment ini :
Arthogram : Dye disuntik ke dalam sendi panggul dengan jarum sehingga bagian
dalam sendi dapat terlihat pada x-ray. Hal ini memungkinkan dokter untuk
memastikan closed reduction dan membantu mengidentifikasi masalah potensial
yang dapat mencegah pinggul tidak tersambung (lari dari tempatnya).
Adductor Tenotomy : dibuat pembukaan yang sangat kecil di selangkangan dan
melakukan pembedahan tendon adductor. Tendon ini biasanya sangat ketat.
Melepaskan tendon memakai tekanan dari permukaan pinggul dan membantu
menjaga bola dalam soket setelah closed reduction.
Hip Reduction : dilakukan manipulasi bola di bagian atas tulang paha (femoral
head) kembali ke soket pinggul sambil memonitor progress dari x-ray. Dokter
menggunakan sinar-x untuk memastikan bahwa pinggul dalam posisi terbaik
sebelum casting.
Spica Cast : dilakukan pemasangan alat (cast) guna membuat pinggul dalam posisi
yang selaras selama penyembuhan sendi, dan mendorong pembentukan yang tepat
dari sendi pinggul anak.
Open Reduction
Operasi ini berarti sendi pinggul dibuka untuk membebaskan head femur dan
acetabulum (soket) dari setiap jaringan yang menghalangi. Ada dua pendekatan umum
untuk prosedur ini :
Medial Approach
Pendekatan ini biasanya berhasil untuk anak-anak kurang dari satu tahun. Prosedur
17
ini dimulai melalui sayatan kecil di selangkangan (medial ke pinggul). Ini adalah
pendekatan bedah terbatas yang memungkinkan sendi harus dibersihkan sehingga
pinggul dapat disejajarkan ke dalam soket. Metode ini biasanya digunakan ketika
closed reduction tidak berhasil dan arthrogram menunjukkan sesuatu dalam sendi
yang membuat pinggul keluar dari soket. Metode ini tidak dapat memperbaiki
masalah mendasar dalam struktur tulang. Spica cast biasanya dibutuhkan selama
beberapa bulan untuk menjaga pinggul tetap sejajar ketika sedang tumbuh dan
menjadi lebih stabil.
Anterior Approach
Pendekatan ini digunakan ketika ligament di sekitar pinggul perlu diperbaiki dan
diperketat setelah pinggul dibebaskan dan selaras. Ini digunakan apabila usia anak
12 bulan atau dislokasi pinggul yang parah.
Pelvic osteotomy Istilah osteotomy dalam praktiknya mengacu pada pembentukan
tulang kembali. Ketika sisi panggul soket diperbaiki hal itu disebut osteotomy
panggul. Ada beberapa jenis osteotomy panggul dan pilihan tergantung pada
bentuk soket dan pengalaman dokter bedah. Ketika ujung atas tulang paha
berbentuk kembali, ini disebut “femoralis osteotomy”. Masing-masing prosedur ini
dapat dilakukan sendiri, dalam kombinasi, atau bersama-sama dengan reduction.
Anak usia minimal 2 tahun hampir selalu membutuhkan tiga prosedur ini untuk
membuat pinggul stabil dan mengembalikannya ke bentuk yang lebih normal.
Beberapa contoh operasi pelvic osteotomy untuk penanganan hip dysplasia pada
anak adalah:
o Dega Osteotomy, dilakukan bila soket terlalu lebar dan terlalu dangkal.
Osteotomy ini dapat membantu mengembalikan soket yang dangkal dan
lebar kembali menjadi normal.
18
o Salter (Innominate) Osteotomy, dilakukan ketika soket tidak tepat di atas
bola di bagian atas tulang paha. Tulang panggul dipotong dan seluruh soket
diputar ke posisi yang lebih baik di atas kepala femoral. Tulang anak bisa
saja menekuk, namun di kemudian hari mereka re-modell setelah soket
stabil.
Femoral Osteotomy
Varus osteotomy of the femur
Jenis osteotomy ini memodifikasi pinggul ke dalam soket dan pengalihan kekuatan
menuju tengah soket bukan menuju tepi luar soket. Ilustrasi sebelum dan sesudah
menunjukkan bagaimana kekuatan pada sendi pinggul yang diarahkan oleh
osteotomy.
Combined Osteotomy
Ini adalah prosedur yang paling sering digunakan pada anak yang berusia 18 bulan
ke atas. Salah satu keuntungan dari prosedur ini adalah bahwa seluruh unsure hip
dysplasia dikoreksi melalui pembedahan sehingga waktu penggunaan cast
berkurang dan hanya menunggu pertumbuhan alami untuk membantu memulihkan
sendi normal. Namun, prosedur ini tidak harus menjadi pilihan pertama ketika
metode yang kurang invasif mungkin bekerja baik dalam jangka panjang.
19
Prognosis
Semakin muda usia bayi saat dilakukan penatalaksanaan, maka semakin baik
prognosisnya.
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
20
1. Furnes O, Lie SA, Espehaug B, Vollset SE, Engesaeter LB, Havelin
LI. Hip disease and the prognosis of total hip replacements. A review of 53,698 primary
total hip replacements reported to the Norwegian Arthroplasty Register 1987-99. J Bone
Joint Surg Br. 2000;83:579-86.
2. Murray KA, Crim JR. Radiographic imaging for treatment and follow-
up of developmental dysplasia of the hip. Semin Ultrasound CT MR. 2001;22: 306-40.
3. Hart ES, Albright MB, Rebello GN, Grottkau BE. Developmental dys-
plasia of the hip. Nursing implications and anticipatory guidance for parents.
Orthopaedic Nursing. 2006;25:2.
4. Weinstein SL. Developmental hip dysplasia and dislocation. In:
Morrissy RT, Weinstein SL, editors. Lovell and Winter’s pediatric orthopaedics.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins, 2001; p. 905-56.
5. Herring JA. Developmental dysplasia of the hip. In: Herring JA, editor.
Tachdjian’s Pediatric Orthopaedics. Philadelphia: WB Saunders Co, 2002; p. 513-646.
6. Gelfer P, Kennedy KA. Developmental dysplasia of the hip practice
guidelines. Journal of Pediatric Health Care. 2008;22:318-22.
7. Storer SK, Skaggs DL. Developmental dysplasia of the hip. American
Academy of Family Physicians. 2006; 74:1310-6.
8. Dezateux C, Rosendahl K. Seminar for Developmental Dysplasia of
the Hip. Lancet. 2007;369:1541–52.
9. Brown J, Dezateux C, Karnon J, Parnaby A, Arthur R. Efficiency of
alternative policy options for screening for developmental dysplasia of the hip in the
United Kingdom. Arch Dis Child. 2003;88:760-6.
10. Patel H. Preventive health care, 2001 update: screening and
management of developmental dysplasia of the hip in newborns. Can Med Assoc J.
2001; 164:1669-77.
11. Hefti F. Pediatric Orthopedics in Practice. Berlin Heidelberg: Springer-
Verlag, 2007.
12. Bowen JR, Kotzias-Neto A. Develop-mental dysplasia of the hip.
Brooklandville, Maryland: Data Trace Publishing Company, 2006: p. 53-9.
21
13. Benson M, Fixsen J, Macnicol M, Parsch K. Children’s Orthopaedics
and Fractures (3rd ed). London: Springer-Verlag, 2010
14. Jari S, Paton RW, Srinivasan MS. Unilateral limitation of abduction of
the hip. A valuable clinical sign for DDH? J Bone Joint Surg Br. 2002;84:104-7.
15. Alexander MA, Matthews DJ. Pediatric rehabilitation: principles and
practice (4th ed). New York: Demos Medical Publishing, 2010.
16. Von Kries R, Ihme N, Oberle D, Stark R, Altenhofen L, Niethard FU.
Effect of ultrasound screening on the rate of first operative procedures for developmental
hip dysplasia in Germany. Lancet. 2003;362:1883-7.
22