Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PENYAKIT FRAKTUR CRURIS

Anggota kelompok :

Viviana ( 1402087 )
Yana Olivia Raepunya ( 1402092 )

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES BETHESDA YAKKUM
YOGYAKARTA
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepadaTuhan Yang Maha Esa karena berkat, rahmat dan
karunianya kami dapat menyelesaikan makalah tentang penyakit fraktur cruris sebagai tugas
yang diberikan oleh tutor kami Ibu Marita Kumala Dewi S.Kep., Ns. Kami mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu tersusunnya makalah ini, sehingga
makalah ini dapat selesai dengan tepat waktu.

Kami harapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan makalah
ini kedepannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk peningkatan ilmu pengetahuan
dan keterampilan khususnya menjadi perawat professional.

Yogyakarta , 16 Maret 2017


DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I Pendahuluan 4
BAB II Pembahasan 6
Konsep Medis
a. Definisi 6
b. Anatomi fisiologi 6
c. Klasifikasi 8
d. Epidemiologi 9
e. Etiologi 9
f. Manifestasi klinis 10
g. Pemeriksaan diagnostik 10
h. Penatalaksanaan 11
i. Patofisiologi 12
j. Komplikasi 14
k. Prognosis 14

Konsep Keperawatan

a. Asuhan Keperawatan 15
b. Aspek Legal Etik 19
c. SAP 20
d. Jurnal Keperawatan

BAB III
Penutup 22
Daftar pustaka 23
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa. Fraktur dibagi atas fraktur terbuka, yaitu jika
patahan tulang itu menembus kulit sehingga berhubungan dengan udara luar, dan fraktur
tertutup, yaitu jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar.

Berdasarkan data yang penyusun dapatkan dari medical record RSUD


Dr.Soedarso Pontianak, jumlah klien dengan gangguan sistem muskuloskeletal
terutama penderita Fraktur Cruris yaitu pada bulan Januari – Desember 2009
terdapat 260 kasus, dimana dari 175 kasus terjadi pada pria dan 85 kasus terjadi
pada wanita. Sedangkan, pada bulan Januari – April 2010 terdapat 80 orang laki-
laki serta 35 orang perempuan yang mengalami fraktur cruris.

Dengan demikian perawat harus mampu berpikir kritis dalam melakukan asuhan
keperawatan yang komprehensif serta mampu mengidentifikasi masalah-masalah
klien yang dirumuskan sebagai diagnosa keperawatan, mampu mengambil
keputusan yang tepat dalam mengatasi masalah keperawatan yang di alami oleh
klien, asuhan keperawatan yang di berikan secara holistik yaitu di lihat dari segi
biofisikososial dan spiritual, serta mampu berkolaborasi dengan tim kesehatan lain
untuk memberi asuhan keperawatan yang optimal.

Berdasarkan data di atas penyusun merasa tertarik untuk mengangkat


permasalahan fraktur dan menyusun laporan kasus tentang asuhan keperawatan
pada Tn. S dengan gangguan sistem muskuloskeletal : fraktur cruris (tibia fibula)
di ruang penyakit bedah umum pria (C) RSUD Dr. soedarso pontianak.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian fraktur cruris ?
2. Apa anatomi fisiologi fraktur cruris ?
3. Apa saja klasifikasi fraktur cruris
4. Bagaimana epidemiologi fraktur cruris?
5. Apa saja etiologi fraktur cruris ?
6. Apa saja manifestasi fraktur cruris ?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik fraktur cruris ?
8. Bagaimana penatalaksanaan fraktur cruris ?
9. Bagaimana patofisiologi fraktur cruris ?
10. Apa saja komplikasi fraktur cruris ?
11. Bagaimana prognosis fraktur cruris ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP MEDIS
1. DEFINISI
Fraktur cruris atau tibia-fibula adalah terputusnya hubungan tulang tibia dan fibula.
Secara klinis bisa berupa fraktur terbuka bila disertai kerusakan pada jaringan lunak
(otot, kulit, jarinan saraf, pembuluh darah) sehingga memungkinkan terjadinya
hubungan antara fragmen tulang yang patah dengan udara luar dan fraktur tertutup.
Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress
yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Brunner & Suddart, 2000).

2. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM MUSKULOSKELETAL

Gambar Anatomi Cruris Tibia-Fibula

Os Tibia
Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawah dan
terletak medial dari fibula atau tulang betis. Tibia adalah tulang pipa dengan sebuah
batang dan dua ujung.
Ujung atas memperlihatkan adanya kondil medial dan kondil lateral. Kondi-kondil ini
merupakan bagian yang paling atas dan paling pinggir dari tulang. Permukaan
superior memperlihatkkan dua dataran permukaan persendian untuk femur dalam
formasi sendi lutut.
Kondil lateral memperlihatkan posterior sebuah faset untuk persendian dengan
kepala fibula pada sendi tibio-fibuler superior. Kondil-kondil ini di sebelah belakang
dipisahkan oleh lekukan popliteum.
Ujung bawah masuk dalam formasi persendian mata kaki. Tulangnya sedikit melebar
dan ke bawah sebelah medial menjulang menjadi maleolus medial atau maleolus
tibiae.
Permukaan lateral dari ujung bawah bersendi dengan fibula pada persendian tibio-
fibuler inferior. Tibia membuat sendi dengan tiga tulang, yaitu femur, fibula dan
talus.
Merupakan tulang tungkai bawah yang lebih besar dan terletak di sebelah medial
sesuai dengan os radius pada lengan atas.Tetapi Radius posisinya terletak disebelah
lateral karena anggota badan bawah memutar kearah medialis. Atas alasan yang sama
maka ibu jari kaki terletak disebelah medialis berlawanan dengan ibu jari tangan
yang terletak disebelah lateralis. (Anatomi fisiologi,untuk siswa perawat, 1997)

1. Malleolus medialis
Merupakan sebuah ciri yang penting untuk segi medis pergelangan kaki. Mempunyai
sebuah pinggir bawah dan permukaan pinggir bawah mempunyai sebuah lekukan
disebelah posterior dan merupakan tempat lekat dari ligamentum deltoideum.

2. Permukaan anterior
Merupakan tempat lekat dari kapsula pergelangan kaki. Permukaan posterior beralur
untuk tempat lewat tendo muskulus tibialis posterior dan pinggir dari alur merupakan
tempat lekat dari retinakulum fleksores.
3. Permukaan posterior
Berhubungan dengan permukaan posterior korpus. Dipisahkan dari permukaan
inferior oleh sebuah pinggiran yang tajam dan merupakan tempat lekat dari kapsula
sendi pergelangan kaki.

4. Permukaan lateralis
Mempunyai bentuk seperti koma yang merupakan sendi yang sama pada permukaan
medialis os talus.
Os Fibula
Merupakan tulang tungkai bawah yang terletak disebelah lateral dan bentuknya lebih
kecil sesuai os ulna pada tulang lengan bawah. Arti kata fibula adalah kurus atau
kecil. Tulang ini panjang, sangat kurus dan gambaran korpusnya bervariasi
diakibatkan oleh cetakan yang bervariasi dari kekuatan otot – otot yang melekat pada
tulang tersebut. Tidak urut dalam membentuk sendi pergelangan kaki, dan tulang ini
bukan merupakan tulang yang turut menahan berat badan.
Pada fibula bagian ujung bawah disebut malleolus lateralis. Disebelah bawah kira –
kira 0,5 cm disebelah bawah medialis, juga letaknya lebih posterior. Sisi – sisinya
mendatar, mempunyai permukaan anterior dan posterior yang sempit dan permukaan
– permukaan medialis dan lateralis yang lebih lebar. Permukaan anterior menjadi
tempat lekat dari ligamentum talofibularis anterior. Permukaan lateralis terletak
subkutan dan berbentuk sebagai penonjolan lubang. Pinggir lateral alur tadi
merupakan tempat lekat dari retinakulum. Permukaan sendi yang berbentuk segi tiga
pada permukaan medialis bersendi dengan os talus, persendian ini merupakan
sebagian dari sendi pergelangan kaki. Fosa malleolaris terletak disebelah belakang
permukaan sendi mempunyai banyak foramina vaskularis dibagian atasnya. Pinggir
inferior malleolus mempunyai apek yang menjorok kebawah. Disebelah anterior dari
apek terdapat sebuah insisura yang merupakan tempat lekat dari ligamentum
kalkaneofibularis.

3. KLASIFIKASI
Menurut Gustilo- Anderson:
a. Tipe I
- Luka kurang dari 1 m dengan cedera jaringan lunak minimal
- Dasar luka bersih
- Fraktur biasanya melintang sederhana, fraktur oblik pendek dengan kominusi
minimal
b. Tipe II
- Luka lebih besar dari 1 cm dengan cedera jaringan lunak moderat
- Fraktur biasanya melintan sederhana, fraktur oblik pendek dengan kominusi
minimal
c. Tipe III
Fraktur yan melibatkan kerusakan parah pada jaringan lunak, termasuk struktur
otot, kulit dan neurovaskuler. Beberapa pola yang diklasifikasikan sebagai tipe III
adalah :
- Fraktur terbuka segmental (terlepas dari ukuran luka)
- Luka tembak kecepatan tinggi dan lukan tembak jarak dekat
- Fraktur terbuka denan cedera neurovaskuler
- Cedera pada orang yang bekerja di pertanian dengan komtaminasi tanah pada
luka (terlepas dari ukuran luka)
- Trauma amputasi
- Fraktur terbuka lebih dari 8 jam
- Korban bencana alam atau korban perang

Subtipe IIIA, jaringan lunak masih adekuat tanpa memandang luas uka. Termasuk
didalamnya fraktur segmental atau fraktur kominutif. Subtipe IIIB, hilangnya
jaringan lunak disertai pengikisan jaringan periosteal dan tulan tampak dari luar.
Subtipe IIIC, fraktur dengan cedera arteri utama yang membutuhkan perbaikan
segera untuk mempertahankan bagian distal dari fraktur

4. EPIDEMIOLOGI
Fraktur diafisis tibia dan fibula bervariasi menurut umumr penderita dan jenis trauma
yang terjadi. Pada bayi dan anak-anak muda, fraktur bersifat spiral pada tibia dengan
fibula yang intak. Pada umur 3-6 tahun, biasanya terjadi stress torsional pada tibia
bagian medial yang akan menimbulkan fraktur green stick pada metafisis atau
diafisis proksimal dengan fibula yang intak. Pada umur 5-10, fraktur biasanya
bersifat transversal dengan atau tanpa fraktur fibula. Fraktur tibia dan fibula dapat
bersifat tertutup ataupun terbuka

5. ETIOLOGI
Trauma
Fraktur karena trauma dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Trauma langsung. Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat tersebut.
2. Trauma tidak langsung. Titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.
Fraktur Patologis adalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena adanya proses
pelemahan tulang akibat suatu proses penyakit atau kanker yang bermetastase atau
osteoporosis. Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan
Tulang juga bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang tersebut tidak
mampu mengabsorpsi energi atau kekuatan yang menimpanya.
Spontan . Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.
Fraktur tibia dan fibula yang terjadi akibat pukulan langsung, jatuh dengan kaki dalam
posisi fleksi atau gerakan memuntir yang keras.
Fraktur tibia dan fibula secara umum akibat dari pemutaran pergelangan kaki yang
kuat dan sering dikait dengan gangguan kesejajaran. (Apley, G.A. 1995 : 840)

6. MANIFESTASI KLINIS
- Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma, dan edema
- Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
- Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat diatas dan dibawah tempat fraktur
- Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
- Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Foto Rontgen

Untuk mengetahui lokasi, tipe fraktur dan garis fraktur secara langsung. Biasanya
diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses penyembuhan
secara periodic. Skor tulang tomography, skor C1
2. MRI
Daapt diunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3. Artelogram
Bila dicuriai adanya kerusakan vaskuler
4. Hitung darah lengkap
HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun. Peningkatan jumlah
SDP adalah respon stres normal setelah trauma
5. Profil koagulasi
Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi multiple atau cedera hati

8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan fraktur cruris terbuka secara umum tanpa
melihat daerah patah tulang yaitu sebagai berikut:
1. Profilaksis antibiotik
2. Debridemen dan fasiotomi. Pada kondisi akut denan pembenkakan hebat
dilakukan fasiotomi untuk menghindari sindrom kompartemen.
3. Stabilisasi. Dilakukan pemasangan fiksasi interna atau fiksasi eksterna
4. Penundaan penutupan
5. Penundaan rehabilitasi

Antibiotik dimulai dengan segera. Dilakukan debridemen pada lukan dan lukan
dibersihkan seluruhnya. Cedera tingkat I Gustilo dapat ditutup dengan sangat baik dan
kemudia diterapi seperti pada cedera tertutup. Luka yang lebih berat dibiarkan terbuka
dan diperiksa setelah 3 hari. Jika perlu, selanjutnya dilakukan debridemen.

Intervensi pada pasien dengan fraktur tertutup secara rinkas, meliputi hal-hal sebagai
berikut:

1. Prioritas yang pertmaa adalah menilai tingkat kerusakan jaringan lunak .


meskipun fraktur itu tertutup, fraktur berat denan kontusio jarinan lunak yang luas
dapat membutuhkan fiksasi luar dini dan peninggian tungkai. Bila ada ancaman
sindrom kompartemen, fasiotomi perlu segera dilakukan
2. Pemasangan gips sirkuler
3. Terapi bedah dengan pemasangan fiksasi interna
4. Terapi bedah dengan pemasanan fiksasi eksterna
9. PATOFISIOLOGI
Kondisi anatomi pada tulang tibia yang terletak dibawah subkutan memberikan
dampak terjadinya resiko fraktur terbuka lebih sering dibandingkan tulang panjang
lainnya apabila mendapat suatu trauma.
Mekanisme cedera Dari fraktu cruris dapat terjadi akibat adanya daya putar atau putir
dapat menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki dalam tingkat yang berbeda.
Daya angulasi menimbulkan fraktur melintang atau oblik pendek, biasanya pada
tingkat yang sama. Pada cedera tak langsung, salah satu dari fragmen tulang dapat
menembus kulit. Cedera langsung akan menmbus atau merobek kulit di atas fraktur.
Kecelakaan sepeda motor adalah penyebabnya yang paling sering. Pada kondisi klinik
fraktur cruris terbuka diklasifikasikan menurut Gustillo dengan menyesuaikan derajat
dari jaringan lunak yang terjadi.
Pathway

Trauma pd daerah
ekstremitas bawah

Kekuatan daya trauma lebih


besar drpd kemampuan daya
menahan dari tulang cruris

Fraktur kruris

Fraktur cruris Fraktur kruris


terbuka tertutup
Vaskularisasi yg Kerusakan
kurang pd ujung pembuluh
Kerusakan Prosedur
fragmen darah Pemasangan
neurovaskular pemasangan
fiksasi internal
Banyak darah traksi&gips
Resiko komplikasi
Resiko sindrom yg keluar
delayed union, non- Adanya luka
kompartemen Keterbatasan
union dan mal-union
gerak& tirah
Resiko syok baring lama Resiko infeksi
hipovolemi
k
Kerusakan
integritas kulit

1. Kerusakan fragmen tulang


2. Spasme otot
3. Cedera jaringan lunak
4. Alat imobilisasi
5. Kerusakan neuromuskular
6. Deformitas

- Keluhan nyeri
- Keterbatasan gerak
- Kekuatan otot
- Perubahan peran
- Perubahan psikologi

Nyeri Hambatan Resiko DPD Gg. Citra tubuh Ansietas


mobilitas fisik cidera
KOMPLIKASI

1. Malunion : tulang patah telahsembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.


2. Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjlan tetapi dengan kecepatan
yang lebih lambat dari keadaan normal.
3. Non union : tulang yang tidak menyambung kembali

PROGNOSIS
Prognosis pada pasca operasi fraktur cruris dekstra 1/3 distal dikatakan baik apabila
pasien secepat mungkin melakukan terapi latihan untuk membantu mengembalikan
aktivitas fungsionalnya. Prognosis pada status fungsionalnya yaitu baik selama pasien
mendapatkan penanganan berupa terapi latihan dengan baik
B. KONSEP KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1. IDENTITAS PASIEN
2. RIWAYAT KESEHATAN
a. Riwayat penyakit sekarang
Nyeri pada daerah Fraktur, Kondisi fisik yang lemah, tidak bisa melakukan
banyak aktivitas, mual, muntah, dan nafsu makan menurun, (Brunner &
suddarth, 2002)
b. Riwayat penyakit dahulu
Ada tidaknya riwayat DM pada masa lalu yang akan mempengaruhi proses
perawatan post operasi, (Sjamsuhidayat & Wim Dejong)
c. Riwayat penyakit keluarga
Fraktur bukan merupakan penyakit keturunan akan tetapi adanya riwayat
keluarga dengan DM perlu di perhatikan karena dapat mempengaruhi perawatan
post operasi

3. POLA FUNGSI KESEHATAN


a. Pola Nutrisi Metabolik
Tidak mengalami perubahan, namun beberapa kondisi dapat menyebabkan pola
nutrisi berubah, seperti nyeri yang hebat, dampak hospitalisasi.
b. Pola Eliminasi
Pasien dapat mengalami gangguan eliminasi BAB seperti konstipasi dan
gangguan eliminasi urine akibat adanya program eliminasi
c. Pola Aktivitas Istirahat-Tidur
Kebutuhan istirahat atau tidur pasien tidak mengalami perubahan yang berarti,
namun ada beberapa kondisi dapat menyebabkan pola istirahat terganggu atau
berubah seperti timbulnya rasa nyeri yang hebat dan dampak hospitalisasi.
Hampir seluruh aktivitas dilakukan ditempat tidur sehingga aktivitas pasien
harus dibantu oleh orang lain, namun untuk aktivitas yang sifatnya ringan
pasien masih dapat melakukannya sendiri.
d. Pola Kebersihan Diri
Pasien masih mampu melakukan personal hygienenya, namun harus ada
bantuan dari orang lain, aktivitas ini sering dilakukan pasien ditempat tidur.
e. Pola Managemen Kesehatan-Persepsi Kesehatan
f. Pola Reproduksi-Seksualitas
g. Pola Kognitif Persepsi/Sensori
h. Pola Konsep Diri-Persepsi Diri
i. Pola Mekanisme Koping
Biasanya dapat timbul rasa takut dan cemas, selain itu dapat juga terjadi
ganggguan konsep diri body image, psikologis ini dapat muncul pada pasien
yang masih dalam perawatan dirumah sakit.
j. Pola Peran Hubungan
Adanya ketergantungan pada orang lain dan sebaliknya pasien dapat juga
menarik diri dari lingkungannya karena merasa dirinya tidak berguna
k. Pola Nilai Dan Keyakinan
Pada pasien post operasi fraktur tibia riwayat spiritualnya tidak mengalami
gangguan yang berarti
4. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan setelah riwayat kesehatan dikumpulkan,
pemeriksaan fisik yang lengkap biasanya dimulai secara berurutan dari kepala
sampai kejari kaki.
- Inspeksi : Pengamatan lokasi pembengkakan, kulit pucat, laserasi, kemerahan
mungkin timbul pada area terjadinya faktur adanya spasme otot dan keadaan
kulit.
- Palpasi : Pemeriksaan dengan perabaan, penolakan otot oleh sentuhan kita
adalah nyeri tekan, lepas dan sampai batas mana daerah yang sakit biasanya
terdapat nyeri tekan pada area fraktur dan di daerah luka insisi.
- Perkusi : Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasus fraktur.
- Auskultasi ; Pemeriksaan dengan cara mendengarkan gerakan udara melalui
struktur berongga atau cairan yang mengakibatkan struktur solit bergerak.
Pada pasien fraktur pemeriksaan ini pada areal yang sakit jarang dilakukan,
(Brunner & Suddarth, 2002)
-
DIAGNOSA
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
3. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan suplai darah
ke jaringan
5. Resiko infeksi dengan faktor resiko tindakan invasif
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur

RENCANA
Diagnostik Tindakan keperawatan
keperawatan Rasional
Dan data Tujuan & Kriteria Tindakan
penunjang
Nyeri akut Pain control Pain Management
berhubungan Setelah dilakukan 1. Kaji keluhan nyeri 1. Untuk
dengan agen tindakan keperawatan mengetahui
cidera fisik selama ...x 24 jam perkembangan
diharapkan masalah penyakit
nyeri akut dapat 2. Observasi tanda 2. Tanda vital
teratasi dengan vital abnormal
kriteria hasil: dapat dicurigai
- Klien mengatakan perkembangan
nyeri berkurang penyakit
- Klien mengatakan 3. Jauhkan dari hal 3. Menjaga
rasa nyaman yang dapat lingkungan
- TTV dalam batas menyebabkan nyeri yang aman
normal. bertambah akan
TD:140/110-90/60 menghindari
mmHg, HR 80- klien dari
100x/mnt, RR 16- resiko yang
20x/mnt dapat
menambah
nyeri yang
dirasakan
4. Ajarkan teknik 4. Dengan nafas
nafas dalam dalam maka
dapat
merilekskan
klien sehingga
nyeri pun dpt
berkurang
5. Kolaborasikan 5. Analgetik
dengan dokter dapat
untuk pemberian diberikan jika
analgetik dalam skala
nyeri berat
yaitu skala 7-
10
Hambatan Join movement Exercise therapy :
mobilitas fisik Setelah dilakukan Ambulation
berhubungan tindakan keperawatan 1. Observasi 1. Mengetahui
dengan selama 3x24 jam kemampuan fisik kemampuan
gangguan diharapkan masalah pasien fisik pasien
muskuloskeletal hambatan fisik dapat 2. Latih pasien dalam 2. Membantu
teratasi dengan pemenuhan pasien untuk
kriteria hasil : kebutuhan ADL memenuhi
 Tidak terjadi secara mandiri kebutuhan
kelemahan pada sisi sesuai kemampuan ADL
tubuh bagian kanan 3. Berikan alat bantu
 Tekanan darah jika dibutuhkan
dalam rentang 4. Ajarkan pasien 3. Membantu
normal (120/80 teknik ambulasi ambulasi
mmHg) 5. Kolaborasikan pasien
dengan fisioterapy 4. Mengajarkan
tentang rencana ambulasi
ambulasi sesuai
dengan kebutuhan 5. Untuk melatih
kemampuan
pasien

ASPEK LEGAL ETIK

1. Otonomi  Individu mempunyai hak mempunyai hak menentukann diri sendiri


2. Non maleficence prisip menghindari tindakan yg membahayakan
3. Beneficiene prinsip harus melakukan kebaikan
4. Justice individu berhak di berlakukan setara
5. Veracity mengacu pada hal kebenaran
6. Fidelity individu menghargai komitmen yang telah disepakati
7. Confidentiality  kerahasiaan
8. Accountabilyty  tanggung jawab terhadap tindakan
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Tema : Fraktur Cruris


Subtema : Mengenal Fraktur Cruris
Sasaran : Warga desa A
Tempat : Balai desa A
Waktu :30 menit
Hari/tanggal : Jumat, 1 April 2016

A. Tujuan Umum

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 30 menit diharapkan warga


desa A mampu mengetahui apa itu fraktur cruris.

B. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan selama 30 menit diharapkan warga desa A
mampu
- Mengetahui apa itu penyakit fraktur cruris
- Penyebab frantur cruris
- Cara mencegah fraktur cruris
C. Materi
- Definisi fraktur cruris
- Penyebab fraktur cruris
- Pencegahan fraktur cruris
D. Metode
1. Ceramah/diskusi
2. Tanya jawab

E. Proses Pelaksanaan

No Kegiatan Penyuluhan Respon Pasien / keluarga Waktu


1 Pendahuluan
a. Memberi salam Menjawab salam
b. Menyampaikan pokok Menyimak 5 menit
c. Menyampaikan tujuan Menyimak
d. Melakukan apresiasi Menyimak
2 Isi
Penyampaian materi tentang :
- Definisi, penyebab Mendengarkan dengan
dan cara mencegah penuh perhatian
fraktur cruris 20 menit

Memberi kesempatam bertanya Bertanya

Menjawab pertanyaan Mendengarkan


3 Penutup
a. Evaluasi a. Mendengarkan
b. Memberi salam penutup b. Menjawab salam 5 menit

F. Sumber
Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan muskuloskeletal
G. Evaluasi
1. Formatif
Warga desa A mampu mengetahui :
- Definisi fraktur cruris
- Penyebab fraktur cruris
- Cara mencegah fraktur cruris
2. Sumatif
Warga desa A mampu melakukan pencegakan terhadap penyakit fraktur cruris
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena stress pada tulang
yang berlebihan.
B. Saran
1. Bagi pasien dan keluarga

Pada penderita fraktur tibia sangat dibutuhkan istirahat total dan minimalkan
pengeluaran energy, jadi hal yang paling utama yang dapat dilakukan pasien dan
keluarganya jika terjadi komplikasi adalah berupaya untuk beristirahat total.

2. Bagi lahan peraktek

Perawatan penderita fraktur tibia memerlukan waktu yang cukup panjang dan sangat
beresiko terjadi komplikasi. Dengan demikian perawatan kepada penderita haruslah
dilakukan dengan cermat dan tepat, untuk mencapai hal tersebut pihak rumah sakit
hendaklah mempunyai perawat yang telah berpengalaman dalam perawatan pasien
fraktur tibia.
Daftar pustaka

Muttaqin,Arif. 2008. Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal: Aplikasi Pada Praktik Kklinik
Keperawatan. Jakarta: EGC

Muttaqin, Arif. 2005. Ringkasan Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskletal. Edisi 1.

Noor,Zairin. 2016. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika

Syaifuddin. 2008. Anatomi Fisiologi. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai