Anda di halaman 1dari 20

PROPOSAL PENELITIAN

I.

Nama Peneliti:1.Ahadina Rahma Zulardi

Semester

(G0011008)

2. Aulia Nadhiasari

(G0011046)

3. Deyona Annisa Putri

(G0011072)

4. Firdausul Marifah

(G0011094)

5. Iriyanti Maya Sari B

(G0011116)

6. Lauraine W Sinuraya

(G0011126)

7. Safitri Dwi Martanti

(G0011188)

8. Wuryan Dewi M.A

(G0011212)

:V
II.

Judul Penelitian :Hubungan antara Berat Badan

dengan Prevalensi Osteoartritis pada Usia Lanjut


III. Bidang Ilmu
: Ilmu Penyakit Dalam
IV. Latar Belakang
Osteoarthritis (OA) adalah penyakit yang mengarah pada sindrom
klinis nyeri sendi yang disertai berbagai tingkat batasan fungsional dan
penurunan kualitas hidup. Ini berbedadari bentuk yang paling umum
dariarthritis dan merupakansalah satu penyebab utama rasa sakit dan
kecacatan di seluruh dunia. Setiap sendi sinovial dapat menjadi osteoarthritis
namun lutut, pinggul dan sendi kecil tangan adalah bagian perifer yang paling
sering terkena. Meskipun sakit, fungsi berkurang dan pembatasan partisipasi
dapat menjadi konsekuensi penting dari osteoarthritis, perubahan struktur
biasanya terjadi tanpa gejala yang menyertainya (NICE, 2008).
OA adalah gangguan sendi yang paling umum di dunia dan salah
satu sumber yang paling umum dari sumber rasa sakit dan kecacatan pada
orang tua (Anderson and Richard, 2010). Setengah dari semua orang yang
berusia di atas 65 tahun menderita osteoarthritis (Hugle et al., 2012).
Prevalensi OA cukup tinggi. Di seluruh dunia, diperkirakan 9,6%
pria dan 18% wanita berumur 60 tahun atau lebih menderita OA. Di
Indonesia, prevalensi osteoartritis mencapai 5% pada usia <40 tahun, 30%
pada usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia >61 tahun. Persentase ini dapat
1

terus meningkat akibat bertambahnya usia harapan hidup, obesitas, dan


kebiasaan merokok (Soeroso et al., 2006).
OA memiliki etiologi yang multi-faktorial dan dapat dianggap
sebagai hasil interaksi antara faktor risiko lokal dan faktor risiko sistemik.
Faktor risiko sistemik pada OA adalah usia, jenis kelamin dan hormon,
ras/etnik, genetik, kongenital, dan diet. Sedangkan faktor risiko lokal pada
OA adalah obesitas, cedera/pembedahan, okupasi, aktivitas fisik/olahraga,
faktor mekanik, keselarasan sendi, dan kelemahan sendi (Zhang dan Jordan,
2010).
Faktor risiko sistemik yang paling berperan pada OA dalah usia
karena usia merupakan salah satu faktor risiko terkuat untuk OA pada semua
sendi. Sedangkan obesitas dan kelebihan berat badan telah lama dikenal
sebagai faktor risiko potensial untuk OA. Jumlah orang yang menderita
symptomatic OA cenderung meningkat akibat penuaan dan epidemi obesitas
(Zhang dan Jordan, 2010).
Berdasarkanhaltersebut,
makapenelititertarikuntukmembuktikanapakahadahubunganantaraberatbadan
padalansiadenganprevalensi OA.
V. Perumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara berat badan pada usia lanjut dengan
prevalensi OA?
VI. Tujuan Penelitian
Membuktikan adanya hubungan antara berat badan pada usia lanjut
dengan prevalensi OA.
VII.
Manfaat Penelitian
A. Manfaat Teoritis :
1. Memberikaninformasiilmiahmengenaihubungan antara berat badan
pada usia lanjut dengan prevalensi OA.
2. Sebagaibahanpertimbanganuntukpenelitian

tentang

OA

selanjutnya.
B. Manfaat Praktis :
Memberi pemahaman kepada masyarakat mengenai pengaruh berat
badan pada usia lanjut terhadap OA sehingga dapat menjadibahan
pertimbangan dalam pencegahan maupun penatalaksanaan OA.
2

VIII.

Tinjauan Pustaka
A. Osteoartritis
1. Pengertian Osteoartritis
Osteoarthritis (OA) adalah gangguan degeneratif kronis
dengan etiologi multifaktorial yang ditandai dengan hilangnya
tulang rawan artikular, hipertrofi tulang pada margin, sklerosis
subchondral dan berbagai perubahan biokimia dan morfologi pada
membran sinovial dan kapsul sendi. OA juga dikenal sebagai
artritis degeneratif yang biasanya mempengaruhi tangan, kaki,
tulang belakang, dan sendi-sendi yang menahan beban besar,
seperti pinggul dan lutut (Mahajan et al., 2005).
2. Patogenesis Osteoarthritis
Peradangan

mempunyai

kontribusi

terhadap

gejala

terjadinya OA. Kondrosit diperkirakan merupakan sel yang paling


berperan dalam proses terjadinya osteoarthritis. Penelitian pada
manusia dan hewan telah menunjukkan bahwa kondrosit (termasuk
peningkatan kadar proliferasi, sintetis, dan aktivitas degradatif)
merupakan penyebab dari proses osteoarthritis. Monositdapat
menyebabkan peningkatan aktivitas proliferasi kondrosit dan
degradasi matriks. Growth factor juga merangsang sintesis
kondrosit. Fragmen tulang rawan, proteoglikan dan kolagen tipe II
telah terbukti ditemukan dalam cairan sinovial sendi osteoarthritis.
Produk degradasi kartilago ini

dapat merangsang pelepasan

mediator inflamasi dari makrofag. (Hassanali dan Oyoo, 2011)


Kerusakan sendi pada OA tidak semata-mata karena
penggunaan yang lama (teori wear and tear), tetapi adanya
inflamasi pada kartilago. Walaupun telah dicapai banyak
kemajuan dalam pemahaman mekanisme kerusakan kartilago
sendi pada OA, masih menjadi perdebatan apakah kerusakan ini
merupakan proses degeneratif yang terkait dengan proses penuaan
3

atau karena murni proses

inflamatif pada kartilago sendi.

(Soeroso, 2011)
3. Faktor Risiko Osteoarthritis
Faktor risiko osteoarthritis terbagi menjadi 2 yaitu:
a.
Faktor Risiko Sistemik:
1) Umur
Umur adalah salah satu faktor risiko terkuat untuk
OA pada semua sendi. Peningkatanprevalensi dan insiden
OA dengan usia mungkin merupakan konsekuensi dari
pajanan kumulatifberbagai faktor risiko dan perubahan
biologis yang terjadi dengan penuaan yang mungkin
membuat persendian kurang mampu mengatasi kesulitan,
seperti tulang rawan menipis, kekuatan otot lemah,
rendahnya proprioception, dan kerusakan oksidatif.
Klasifikasi lansia berdasarkan Depkes RI (2003)
terdiri dari : pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang
berusia antara 45-59 tahun, lansia ialah seseorang yang
berusia 60 tahun atau lebih, lansia risiko tinggi ialah seseorang
yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60
tahun atau lebih dengan masalah kesehatan, lansia potensial
ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau
kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa, lansia tidak
potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
2) Jenis Kelamin dan Hormon
Prevalensi OA pada laki-laki sebelum usia 50 tahun

lebihtinggi dibandingkan wanita, tetapi setelah usia


lebihdari

50

tahun

prevalensi

wanita

lebih

tinggi

menderitaOA dibandingkan laki-laki. Wanita tidak hanya


memiliki

kemungkinan

lebih

untuk

terkena

OA

dibandingkan laki-laki, mereka juga memiliki kemungkinan


terkena OA yang lebih parah. Peningkatan OA yang nyata
pada wanita masa menopause telah memastikan hipotesis
4

investigasibahwa faktor hormonal mungkin memainkan


peran dalam perkembangan OA (Felson D.T.,2008).
3) Ras/Etnik
Prevalensi OA dan pola sendi yang terkena OA
bervariasi antara kelompok ras dan etnis. Prevalensi OA
lutut pada penderita di negara Eropa danAmerika tidak
berbeda, sedangkan suatu penelitianmembuktikan bahwa
ras Afrika Amerika memiliki risikomenderita OA lutut 2
kali lebih besar dibandingkan ras Kaukasia. Penduduk Asia
juga memiliki risiko menderita OAlutut lebih tinggi
dibandingkan

Kaukasia.Suatu

studi

lainmenyimpulkan

bahwa populasi kulit berwarna lebih banyakterserang OA


dibandingkan kulit putih (Setiyohadi, 2003).
4) Genetik
Kejadian osteoartritis lebih banyak pada kembar
monozigot. Anak-anak dari orangtua yang mengalami
osteoartritis pada usia yang lebih muda mempunyai risiko
lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga yang tidak
mengalami osteoartritis.
Dalam sebuah studi asosiasi genom, Kerkhof et al
melaporkan bahwa alel C dari rs3815148 pada kromosom
7q22 dikaitkan dengan peningkatan 1,14 kali lipat
prevalensi OA pada lutut dan / atau tangan dan juga
peningkatan 30% risiko perkembangan OAlutut. Beberapa
studi juga menemukan bahwa ada hubungan terbalik antara
hipermobilitas sendi umum, sifat jinak tunggal, dengan OA
pada tangan dan lutut dan kadar protein serum matriks
oligometric tulang rawan (Haq etal.,2003).
5) Kongenital
Beberapakelainankongenital,
subluxation,

Legg-Calv-Perthes

capital

femoral
5

misalnyacongenital
disease,

danslipped
epiphysis,

dilaporkanberhubungandengankejadian
Namun,

OA

panggul.

karenakelainankongenitalinitidakumumterjadi,

mungkinhalinihanyaterjadipadaproporsikecilkejadian
panggul

di

populasi.Lane

jugamelaporkanbahwaabnormal

and

OA

colleagues
center-edge

angleataudisplasiaacetabularmasingmasingdikaitkandengankuranglebihtiga

kali

lipatpeningkatanrisikokejadian OA pinggulpadawanita. Hal


inimenunjukkanbahwadisplasiaacetabularsubklinismungkin
menjadifaktorrisiko

yang

signifikanuntukpengembangan

OA panggul (Zhang and Jordan, 2010).


6) Diet
Faktor makanan merupakan subjek yang cukup
menarik dalam OA walaupun pada hasil studi bertentangan.
Salah satu faktor gizi yang paling menjanjikan untuk OA
adalah vitamin D. Tanpa vitamin D yang cukup, tulang
dapat menjadi tipis, rapuh, atau cacat (Zhang and Jordan,
2010).
b. Faktor Risiko Lokal:
1) Obesitas
Obesitas dan kelebihan berat badan telah lama
dikenal sebagai faktor risiko yang potensial untuk OA,
terutama OA lutut. Untuk pengukuran obesitas digunakan
pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass
Index(BMI) merupakan alat atau cara yang sederhana untuk
memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang
berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan
(WHO, 2011).
Untuk mengetahui nilai IMT, dapat dihitung dengan
rumus berikut:
6

Berat Badan (Kg)


IMT=
Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)
Menurut CDC (2011) dan WHO (2011) batas
ambang untuk orang dewasa yang dikatakan overweight,
apabila memiliki IMT 25-29,9. Sedangkan orang dewasa
yang dikatakan obesitas apabila iamemiliki IMT lebih dari
atau sama dengan 30. Untuk menentukan berat badan
normal, WHO membagi batas ambang laki-laki berbeda
dengan perempuan. IMT bernilai 20,125,0 adalah ambang
batas berat badan normal untuk laki-laki dan 18,7-23,8
untuk berat badan normal perempuan.

Tabel 1.KlasifikasiBeratBadanLebihdanObesitasBerdasarkanBMI Menurut WHO


Untuk Orang Asia
BMI (kg/m2)

Klasifikasi

Prinsip cut-off points


Kuranggizi< 18,50
Normal
18,50 - 22,99
Beratbadanberlebih
23,00
Risikoobes
23,00 24,9
Obes I
25 29,9
Obes II
30,0
Sumber: diadaptasidari WHO (1995, 2000, 2004)
Tabel 2.Batas Ambang IMT Untuk Orang Dewasa Indonesia
KategoriIMT
KurusKekurangan berat badan tingkat berat< 17,0
7

Kekurangan berat badan tingkat ringan17,0 18,4


Normal
18,5 25,0
GemukKelebihan berat badan tingkat ringan25,1 27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat> 27,0
Sumber: Depkes RI, (1994)
Peningkatan beban pada sendi mungkin yang
utama, tetapi tidak merupakan satu-satunyamekanisme
yangmenyebabkan OA padalutut atau pinggul. Muatan
berlebih pada sendi lutut dan pinggul dapat menyebabkan
kerusakan sendi sinovial dan kegagalan ligamen dan
struktur pendukung lainnya.
2) Cedera/Pembedahan
Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa
cedera lutut merupakan salah satu faktor risiko terkuat
untuk OA. Cedera parah pada struktur sendi, terutama patah
tulang

trans-artikular,

meniscectomy,

atau

meniscal
cedera

tear

ligamen

membutuhkan
anterior,

dapat

mengakibatkan peningkatan risiko perkembangan OA dan


simtomatologi muskuloskeletal (Zhang and Jordan, 2010).
3) Okupasi
Penggunaan berulang-ulang sendi di tempat kerja
dikaitkan

dengan

peningkatan

risiko

OA.

Risiko

perkembangan OA lutut dua kali lebih besar untuk pria


yang pekerjaannya diperlukan membawa dan berlutut atau
berjongkok di usia pertengahan

daripada mereka yang

pekerjaan tidak memerlukan kegiatan fisik (Zhang and


Jordan, 2010).
4) Aktivitas Fisik/Olahraga
Ada beberapa bukti bahwa pelari jarak jauh berisiko
tinggi untuk perkembangan OA lutut dan OA pinggul.
Aktivitas fisik berat seperti berdiri lama (2 jam atau lebih
setiaphari), berjalan jarak jauh (2 jam atau lebih setiap hari),
8

mengangkat barang berat (10 kg 50 kg selama 10 kali atau


lebih setiap minggu), mendorong objek yang berat (10 kg
50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu), naik turun
tangga setiap hari merupakan faktor risiko OA lutut
(Setiyohadi, 2003).
5) Faktor Mekanik
Hubungan antara kekuatan otot dan OA adalah
kompleks, dapat bervariasi dengan bagian sendi. Trauma lutut
yang akut termasuk robekan pada ligamentumkrusiatum dan
meniskus merupakan faktor risiko timbulnya OA lutut
(Setiyohadi, 2013).
6) Keselarasan Sendi
Ketidakselarasanbukanmerupakanfaktor
utama

untuk

terjadinya

kelainanradiografi

risiko
OA

padalutut,melainkan penanda keparahan penyakit dan / atau


perkembangannya (Zhang and Jordan, 2010).
7) Kelemahan Sendi
Kelemahan lutut adalah faktor risiko potensial lain
untuk OA padalutut. Kelemahan varus-valgus padalutut
lebih besar pada pasien non-rematik yang memiliki
penyakit idiopatik (Zhang and Jordan, 2010).
4. Tanda dan Gejala Klinis Osteoarthritis
Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhankeluhan yang dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi
berkembang secara perlahan Berikut adalah keluhan yang dapat
dijumpai pada pasien OA :
a. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri
biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang
dengan istirahat. Beberapa gerakantertentu terkadang dapat
menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain.
9

Perubahan ini dapat ditemukan meski OA masih tergolong


dini (secara radiologis). Umumnya bertambah berat dengan
semakin beratnya penyakit sampai sendi hanya dapat
digoyangkan dan menjadi kontraktur. Hambatan gerak dapat
konsentris (seluruh arah gerakan) maupun eksentris (salah satu
arah gerakan saja) (Soeroso, 2006).
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan
kartilago pada sendi tidak diikuti dengan timbulnya nyeri.
Sehingga dapat diasumsikan bahwa nyeri yang timbul pada
OA berasal dari luar kartilago (Felson, 2008).
Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa
sumber dari nyeri yang timbul diduga berasal dari peradangan
sendi (sinovitis), efusi sendi, dan edema sumsum tulang
(Felson, 2008).
Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri.
Ketika osteofit tumbuh, inervasi neurovaskular menembusi
bagian dasar tulang hingga ke kartilago dan menuju ke osteofit
yang sedang berkembang Hal ini menimbulkan nyeri (Felson,
2008).
Nyeri dapattimbul dari bagian di luarsendi, termasukbursae
di dekatsendi. Sumbernyeri yang umum di lututadalahakibat
dari anserinebursitis dan sindromiliotibial band (Felson,
2008).
b. Hambatangerakansendi
Gangguaninibiasanyasemakinbertambahberatsecaraperlaha
nsejalandenganpertambahan rasa nyeri (Soeroso, 2006).
c. Kaku pagi
Rasa
kakupadasendidapattimbulsetelahpasienberdiamdiriatautidakm
elakukanbanyakgerakan, sepertiduduk di kursiatau mobil
10

dalamwaktu yang cukup lama, bahkansetelahbanguntidur di


pagi hari(Soeroso, 2006).
d. Krepitasi
Krepitasiatau rasa gemeratek yang timbulpadasendi yang
sakit.

Gejalainiumumdijumpaipadapasien

OA

lutut.

Padaawalnyahanyaberupaperasaan akan adanyasesuatu yang


patahatauremukolehpasienataudokter yang memeriksa. Seiring
dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar
hingga jarak tertentu (Soeroso, 2006).
e. Pembesaran sendi (deformitas)
Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar
(Soeroso, 2006).
f. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi
pada sendi yang biasanya tidak banyak (< 100 cc) atau karena
adanya osteofit, sehingga bentuk permukaan sendi berubah
(Soeroso, 2006).
g. Tanda- tanda peradangan
Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan,
gangguan gerak, rasa hangat yang merata, dan warna
kemerahan) dapat dijumpai pada OA karena adanya synovitis.
Biasanya tanda-tanda ini tidak menonjol dan timbul pada
perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering
dijumpai pada OA lutut (Soeroso, 2006).
h. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan
merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien
OA, terlebih pada pasien lanjut usia. Keadaan ini selalu
berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat
badan terutama pada OA lutut (Soeroso, 2006).
11

5. Diagnosis Osteoarthritis
Pada penderita OA, dilakukannya pemeriksaan radiografi
pada sendi yang terkena sudah cukup untuk memberikan suatu
gambaran diagnostik (Soeroso, 2006). Gambaran radiografi sendi
yang menyokong diagnosis OA adalah :
a. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris ( lebih berat
b.
c.
d.
e.

pada bagian yang menanggung beban seperti lutut ).


Peningkatan densitas tulang subkondral ( sklerosis ).
Kista pada tulang
Osteofit pada pinggir sendi
Perubahan struktur anatomi sendi(Soeroso, 2006).
Berdasarkan temuan-temuan radiografis diatas, maka OA dapat

diberikan suatu derajat. Kriteria OA berdasarkan temuan


radiografis dikenal sebagai kriteria Kellgren dan Lawrence yang
membagi OA dimulai dari tingkat ringan hingga tingkat berat.
Perlu diingat bahwa pada awal penyakit, gambaran radiografis
sendi masih terlihat normal ( Felson, 2006 ).
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak
banyak berguna. Pemeriksaan darah tepi masih dalam batas batas
normal. Pemeriksaan imunologi masih dalam batas batas normal.
Pada OA yang disertai peradangan sendi dapat dijumpai
peningkatan ringan sel peradangan ( < 8000 / m ) dan peningkatan
nilai protein ( Soeroso, 2006 ).
6. Hubungan Berat Badan dengan Osteoarthritis pada Usia Lanjut
Obesitas adalah salah satu faktor risiko terbesar dan mungkin
yang paling dapat dicegah terkait perkembangan osteoarthritis
(OA). Sejumlah penelitian telah menunjukkan hubungan positif
antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dan OA pada sendi penahan
beban, seperti pinggul, lutut dan kaki, serta sendi yang tidak
menahan beban, seperti tangan. Namun, mekanisme pasti dimana
obesitas berkontribusi pada onset dan perkembangan OA belum
sepenuhnya jelas. Dalam hipotesis dari penelitian yang ada,
12

disebutkan bahwa efek dari obesitas pada sendi sebagian besar


diakibatkan oleh peningkatan beban biomekanis dan perubahan
terkait gaya berjalan. Selain itu, perkembangan penelitian juga
menunjukkan bahwa faktor metabolik yang berhubungan dengan
obesitas dapat mengubah sitokin pro-inflamasi dalam tingkat
sistemik yang juga berkaitan dengan OA. Saat ini obesitas
dianggap sebagai penyakit inflamasi sistemik tingkat rendah.
Dengan demikian, pengaruh utama obesitas pada OA mungkin
melibatkan interaksi antara faktor biomekanik dan inflamasi
(Griffin dan Guilak, 2008).
OA paling sering terjadi pada bagian medio tibiofemol
kompartemen, dan pembesaran daerah artikular pada bagian ini
diyakini menjadi faktor penting dalam patogenesis terjadinya
penyakit OA. Pergerakan adduksi lutut eksternal saat ini dianggap
mendistribusikan sekitar 60-80% dari total jumlah penekanan
beban pada lutut intrinsik ke bagian medio tibiofemoral
kompartemen.

Dan

orang-orang

dengan

OA pada

medio

tibiofemoral cenderung berjalan dengan pergerakan adduksi yang


lebih besar dibanding orang pada umumnya, sehingga ini
mengakibatkan peningkatan tekanan pada medio kompartemen
(Teichtahl et al., 2003)
Saat ini, obesitas digolongkan sebagai penyakit inflamasi
kronis ringan dengan penemuan bahwa makrofag teraktivasi dalam
jaringan adiposa akan menghasilkan sitokin, kemokin, dan molekul
mirip sitokin yang disebut adipokin atau adipositokin. Adipokin
mampu menginisiasi peradangan sinovial, degradasi tulang rawan,
dan remodeling matriks tulang. Aktivasi jaringan adiposa
meningkatkan sintesis sitokin pro inflamasi, seperti IL-6, IL-1, IL8, TNF-, IL-18 yang merangsang adiposit untuk mensintesis
neuropeptida, seperti substansi P dan nerve growth factor, yang
13

telah terbukti penting homeostasis tulang rawan (Iannone


dan Lapadula, 2010; Griffin dan Guilak, 2008).

IX.

Kerangka Pemikiran
Berat badan meningkatatauobesitas

Usia
Jeniskelamin
Ras/ etnik

Beban berlebihan pada sendi


Pelepasansitokin di jaringanadiposa

Genetik
Kongenital
Diet

Kerusakan sendi

Cedera/
pembedahan

Osteoarthritis

Okupasi
Aktivitasfisik
/ olahraga
Faktormekani
k
Keselarasanse
ndi
Kelemahansen
di

14

Peradangansendi

X.

Hipotesis
Ada hubungan antara beratbadanberlebih/ obesitas denganmeningkatnya
prevalensi osteoartritis pada pasien usia lanjut.

XI.

Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan
rancangan Cross Sectional.
b. Lokasi Penelitian
Divisi Geriatri Penyakit Dalam RSUD Dr Moewardi Surakarta.
c. Subjek Penelitian
1) Populasi penelitian
: Penderita usia lanjut
dengan kriteria inklusi berusia lebih dari 60
tahun baik laki-laki maupun perempuan, dan
kriteria eksklusi penderita dengan riwayat
cedera/operasi sendi.
2) Sampel :Besar sampel dalam penelitian ini
adalah

Besar sampel dihitung dengan


rumus untuk rancangan penelitian
cross sectional:
Z = 1,96
p = 65% (0,65)
q = 1-0,65 = 0,35
d = 10% = 0,1
maka n = 87, 4 dibulatkan menjadi
88.
Sampel diambil dengan teknik
incidental sampling yaitu
pengambilan sampel berasal dari
individu-individu yang secara

40

sampel.

Analisis

penelitian

memerlukan 15 20 sampel/1 variabel


independent (Murti, 2006). Dalam penelitian
ini terdapat 2 variabel independent, sehingga
dibutuhkan sampel 30 40 sampel. Jumlah
sampel penelitian yang makin besar akan
makin memperkuat penarikan kesimpulan
(Murti, 2006). Dalam penelitian ini kami
menggunakan 40 sampel, yaitu 20 sampel

dari masingmasing variabel independent.


d. Rancangan (Desain) Penelitian
15

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Cross Sectional


yaitu variabel bebas dan variabel terikat diamati hanya satu kali pada
waktu yang sama.
e. Identifikasi Variabel Penelitian
1) Variabel Bebas
: Berat Badan.
2) Variabel Terikat
: Osteoarthritis.
3) Variabel Luar yang Dapat Dikendalikan
: Umur dan riwayat
cedera/operasi sendi.
4) Variabel Luar yang tidak dapat dikendalikan : Isi dg faktor-faktor
selain umur dan
riwayat cedera/operasi sendi.
f. Definisi Operasional Variabel
1) Variabel Bebas
a) Definisi
: Yang dimaksud dengan berat badan
pada penelitian ini adalah berat badan yang diukur
berdasarkan IMT. Berat badan dikategorikan
menjadi dua: Berat badan berlebih bila IMT 23
kg/m2, dan berat badan tidak berlebih bila IMT
23 kg/m2. Berat badan subjek penelitian diukur
dengan timbangan berat badan dan memiliki satuan
kilogram. Saat melakukan pengukuran, semua
aksesoris yang digunakan oleh subjek harus
dilepaskan terlebih dahulu. Tinggi badan diukur
dengan

alat

pengukur

tinggi

badan

(microtoise???). Saat pengukuran tinggi badan


subjek tidak meggunakan alas kaki. Tinggi badan
diukur dalam cm dan kemudian diubah satuannya
menjadi m.
b) Alat Ukur
: Timbangan berat badan dan pengukur
tinggi badan
c) Skala Pengukuran: Nominal
2) Variabel Terikat
a) Definisi : Yang dimaksud dengan osteoarthritis pada
penelitian ini adalah kasus osteoarthritis yang diagnosisnya
ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan radiologis. Kasus
16

dikategorikan

menjadi

dua:

Osteoarthritis

dan

tidak

osteoarthritis.
b) Cara Pengukuran : Dengan keadaan klinis dan radiologis.
c) Skala Pengukuran: Nominal.
g. Alat Penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Timbangan berat
badan dan alat pengukur tinggi badan, kuesioner untuk memandu
peneliti dalam mencatat identitas dan faktor-faktor risiko osteoarthritis
pada subjek penelitian, serta rekam medis untuk melihat hasil
diagnosis yang didasarkan pada pemeriksaan klinis dan radiologis.
h. Cara Kerja
Peneliti menggunakan sampel laki-laki maupun perempuan yang
berusia lebih dari 60 tahun. Peneliti pergi ke RSUD Dr Moewardi
Divisi Geriatri untuk mencari sampel. Di poliklinik Geriatri peneliti
menunggu pasien yang datang lalu melakukan wawancara untuk
mengetahui identitas dan faktor-faktor risiko osteoarthritis pada
pasien. Kemudian peneliti melakukan penimbangan berat badan dan
tinggi badan pasien dan melihat hasil diagnosis pasien yang
ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan radiologis. Data yang
diperoleh selanjutnya dianalisis secara statistik.
i. Alur Penelitian
Sampel

Berat badan
berlebih
2
(IMT
Tidak
OA 23 kg/m
OA

j. Teknik Analisis Data

Timbang Berat
Badan
Hitung
IMT
Berat badan tidak
berlebih
2
(IMT
OA < 23 kg/m
Tidak
OA

Uji Chi-Square

17

Data yang diperoleh pada penelitian ini akan dianalisis


menggunakan uji Chi-Square (=0,05) dan dibantu dengan perangkat
lunak SPSS (StatisticalProductandServiceSolution) 20.0 forWindows.

DAFTAR PUSTAKA
Felson DT(2008)Osteoarthritis. Dalam : Fauci, A. dkk. HARRISON's Principles of
Internal Medicine Seventeenth Edition. New

York, United States of

America: McGraw-Hill Companies Inc, pp: 2158-2165.


Griffin TM, Guilak F (2008). Why is obesity associated with osteoarthritis?
Insights frommouse models of obesity. Biorheology. 45(3-4): 387-388.
18

Haq, I., Murphy, E., & Dacre, J. (2003). Osteoarthritis. Postgrad Med J;
79:377-83
Hassanali, S.H and Oyoo, G.O (2011). Osteoarthritis : a Look at Pathophysiology
and Approach to New Treatments.East African Orthopaedic Journal,
Nairobi.
Hugle T, Geurts J, Nuesch C, Muller-Gerbl M, Valderrabano V (2012). Aging and
osteoarthritis: An inevitable encounter?. Journal of Aging Research.
2012: 1.
Mahajan A, Verma S, Tandon V (2005). Osteoarthritis. JAPI. 53: 1.
Murti, B. (2006). Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif di bidang kesehatan. Yogyakarta : Gajah Mada
UniversityPress.
Setiyohadi Bambang. Osteoartritis Selayang Pandang. Dalam Temu
Ilmiah Reumatologi. Jakarta, 2003 : 27 31.
Soeroso, Joewono (2011). Patogenesis Osteoartritis : Proses Degeneratif atau
Inflamatif. Ilmu Penyakit Dalam FK UNAIR, Surabaya.
Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Osteoartritis (2006).
Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S.
(eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia. p. 1195-1201.
Teichtahl A, Wluka A, Cicuttini FM (2003). Abnormal biomechanics: a precursor
or result of knee osteoarthritis?.Br J Sports Med. 37(4): 289-290.
The National Collaborating Centre for Chronic Conditions of United Kingdom
(2008). Osteoarthritis: National clinical guideline for care and
management in adults. London: Royal College of Physicians, p: 3.
Zhang Y, Jordan JM (2010). Epidemiology of osteoarthritis.Clin Geriatr Med.
26(3): 357-359.

19

20

Anda mungkin juga menyukai