Anda di halaman 1dari 43

Kepada Yth :

dr. Vesri Yoga, SpPD

Ujian Kasus Tahap 1


POST TRAUMATIC OSTEOARTRITIS
DENGAN EFUSI GENU DEXTRA

Nama : dr. Yessi Apriance


NIM : 2050302205
Pembimbing : Dr. dr. Najirman, SpPD KR, FINASIM
Tanggal presentasi : Senin, 9 Mei 2022

Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis I


Bagian Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
2022
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Osteoartritis
1.1.1 Epidemiologi
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang
berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Sendi yang sering terkena OA
antara lain vertebra, panggul, lutut, dan pergelangan kaki. OA memiliki dampak
sosio-ekonomik yang besar baik di negara maju dan berkembang. 1 OA
merupakan bentuk artritis yang paling sering ditemukan di masyarakat, bersifat
kronis, berdampak besar dalam masalah kesehatan masyarakat. 2 Osteartritis
dapat terjadi dengan etiologi yang berbeda – beda, namun mengakibatkan
kelainan biologis, morfologis dan keluaran klinis yang sama.2 Prevalensi OA
lutut di Indonesia yang ditegakkan berdasarkan gambaran radiologis mencapai
15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita yang berumur 40 – 60 tahun. Penelitian
di Bandung tahun 2007 pada pasien yang berobat ke klinik reumatologi RSHS
didapatkan kejadian OA sebesar 74,48% dari keseluruhan kasus (1297). Enam
puluh sembilan persen (69%) diantaranya adalah wanita dan kebanyakan OA
lutut yaitu sebesar 87%. Pada tahun 2010, dari 2760 kasus reumatik didapatkan
sebanyak 73% diantaranya adalah pasien dengan OA.2
Angka kejadian OA dipengaruhi beberapa faktor seperti jenis kelamin,
sosio-demografi, predisposisi genetik, obesitas, diet. Angka OA servikal dan
sendi bahu lebih banyak pada laki-laki dibanding wanita. Pada wanita lebih
sering terjadi OA tangan, kaki dan lutut. Ras Afrika dan Amerika mengalami
OA lutut dan panggul lebih banyak. Prevalensi OA secara global menurut WHO
pada populasi > 60 tahun mencapai 9,6% pada laki-laki dan 18% pada
perempuan. Sebuah penelitian oleh Pal, et al (2016) juga menunjukkan
prevalensi OA lutut lebih banyak pada wanita dibanding pria. Frekuensi OA
hampir sama antara pria dan wanita dengan usia dibawah 45 tahun. Namun pada
usia diatas 50 tahun OA lebih banyak terjadi pada wanita karena adanya peranan
hormonal pada patogenesis OA.3,4

1
1.1.2 Etiopatogenesis
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat suatu proses penuaan
yang tidak dapat dihindari. Para pakar yang meneliti penyakit ini sekarang
berpendapat bahwa OA merupakan penyakit gangguan homeostasis metabolisme
kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya
belum jelas diketahui. Jejas mekanis dan kimiawi pada sinovia sendi yang terjadi
multifaktorial antara lain faktor umur, stres mekanis atau penggunaan sendi yang
berlebihan, defek anatomi, obesitas, genetik, humoral dan faktor kebudayaan.
Jejas mekanis dan kimiawi diduga merupakan faktor penting yang merangsang
terbentuknya molekul abnormal dan produk degradasi kartilago di dalam cairan
sinovial sendi yang mengakibatkan terjadinya inflamasi sendi, kerusakan
kondrosit dan nyeri. Osteoartritis terjadi sebagai hasil kombinasi antara
degradasi rawan sendi, remodelling tulang dan inflamasi cairan sendi.1
Berdasarkan patogenesisnya, OA dibagi menjadi OA primer dan sekunder. OA
primer disebut juga OA idiopatik yang kausanya tidak diketahui dan tidak ada
hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada
sendi. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan endokrin,
inflamasi, metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro serta
imobilisasi yang terlalu lama.1
Beberapa penelitian membuktikan bahwa rawan sendi ternyata dapat
melakukan perbaikan sendiri dimana kondrosit akan mengalami replikasi dan
memproduksi matriks baru. Proses perbaikan ini dipengaruhi oleh faktor
pertumbuhan suatu polipeptida yang mengontrol proliferasi sel dan membantu
komunikasi antar sel. Faktor ini menginduksi kondrosit untuk mensintesis asam
deoksiribonukleat (DNA) dan protein seperti kolagen serta proteoglikan. Faktor
pertumbuhan yang berperan adalah insulin-like growth factor (IGF-1), growth
hormon, transforming growth factor b (TGF-b) dan coloni stimulating factors
(CSFs). Faktor pertumbuhan seperti IGF-1 memegang peranan penting dalam
proses perbaikan rawan sendi. Pada keadanan inflamasi, sel menjadi kurang
sensistif terhadap efek IGF-1. Faktor pertumbuhan IGF-1 memegang peranan
penting dalam proses perbaikan rawan sendi. Pada keadaan inflamasi, sel
menjadi kurang sensitif terhadap efek IGF-1. Faktor pertumbuhan TGF-β
mempunyaki efek multipel pada matriks kartilago yaitu merangsang sintesis

2
kolagen dan proteoglikan serta menekan stromelisin, yaitu enzim yang
mendegradasi proteoglikan, meningkatkan produksi prostaglandin E2 (PGE2)
dan melawan efek inhibisi sintesis PGE 2 oleh interleukin-1 (IL-1). Hormon lain
yang mempengaruhi sintesis komponen kartilago adalah testosteron, β –
estradiol, platelet derivate growth factor (PDGF), fibroblast growth factor dan
kalsitonin.1

Gambar 1.1 Patogenesis Osteoartritis1

Peningkatan degradasi kolagen akan mengubah keseimbangan metabolisme


rawan sendi. Kelebihan produk hasil degradasi matriks rawan sendi ini
cenderung berakumulasi di sendi dan menghambat fungsi rawan sendi serta
mengawali suatu respon imun yang menyebabkan inflamasi sendi.

1.1.3 Faktor Risiko


Beberapa faktor risiko yang dikaitkan dengan kejadian osteoartritis
antara lain
a. Sosiodemografi
Usia lanjut diketahui sebagai salah satu faktor risiko terjadinya OA.
Dibandingkan laki – laki, perempuan lebih sering menderita OA pada tangan,
kaki, dan lutut, namun lebih jarang OA pada servikal. Beberapa ras / etnis
tertentu dikaitkan dengan perbedaan gambaran radiografi OA. Dalam sebuah
studi longitudinal baru – baru ini ditemukan bahwa laki – laki Afrika – amerika
lebih berisiko untuk kehilangan ruang sendi lutut sisi medial nya dibandingkan
perempuan kulit putih Afrika-Amerika.3 Prevalensi dan beratnya OA semakin
meningkat dengan bertambahnya umur. Hampir tak pernah pada anak – anak,

3
jarang pada umur < 40 tahun, sering pada umur diatas 60 tahun. 1

b. Genetik
Sekitar 30% - 65% risiko OA ditentukan secara genetik. Warner et al
baru – baru ini menyoroti temuan utama dari penelitian yang menghubungkan
genetik pada OA baru – baru ini. Genome-wide associated scan mengidentifkasi
21 lokus yang dicurigai berkaitan dengan OA. Sejauh ini yang dipublikasikan
adalah adanya single nucleotide polymorphisme (SNP) rs4238326 pada gen
ALDH1A2 berkaitan dengan risiko OA lutut dalam sampel penelitian di Cina.
Hasil yang relevan juga didapatkan adanya varian genetik gen ALDH1A2 pada
OA tangan populasi di Eropa. Sedangkan data di Chingford juga menemukan
adanya SNP rs11688000 dalam gen reseptor neurokinin 1 (TACR1) yang
dikaitkan dengan penurunan risiko OA simptomatik.3

c. Obesitas dan metabolik sindrom


Obesitas diidentifikasi sebagai faktor risiko OA lutut. Sebuah meta
analisis juga memperlihatkan peningkatan BMI turut berkontribusi dalam
peningkatan dugaan perubahan secara radiologis dan atau klinis OA tangan.
Meskipun hubungan yang antara obesitas dan OA panggul dalam publikasi
penelitian baru – baru ini.3

d. Vitamin/ diet
Vitamin D berperan penting dalam metabolisme tulang dan kartilago,
dihipotesiskan bahwa kadar yang rendah berhubungan dengan peningkatan
risiko OA.3

e. Densitas dan masa tulang


Laporan beberapa waktu lalu menyebutkan bahwa tingginya densitas
mineral tulang meningkatkan prevalensi dan insidensi terjadinya OA pada
ektrimitas bawah.3

f. Pekerjaan, olahraga dan trauma


Aktivitas yang berulang ulang pada pekerjaan tertentu seperti pekerja
bangunan, pemadam kebakaran juga disebutkan berhubungan dengan
peningkatan risiko OA dengan mekanisme yang tidak jelas, begitu juga dengan
trauma.3

4
1.1.4 Manifestasi Klinis
Pasien OA paling sering datang karena nyeri. Nyeri yang bertambah
dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan beristirahat. Nyeri dapat juga
berupa penjalaran misalnya pada OA servikal atau lumbal, juga bisa
menimbulkan nyeri pada betis jika terjadi stenosis spinal. 1 Sendi yang terkena
OA akan terasa kaku, pada beberapa pasien dapat timbul kekakukan setelah
imobilisasi seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang cukup lama
bahkan setelah bangun tidur. Kaku sendi pada pagi hari (<30 menit). Kadang
disertai bunyi gemeretak (krepitasi) pada sendi yang sakit. Bisa juga
menimbulkan deformitas berupa pembesaran sendi secara perlahan – lahan. Pada
sendi yang terkena dapat juga terjadi pembengkakan lutut yang disebut efusi
sendi atau hidrarthrosis. Biasanya efusi dingin namun terkadang dapat sedikit
hangat yang disertai penebalan sinovial. Juga bisa didapatkan adanya instabilitas
dan gangguan berjalan, deformitas dan juga atrofi otot1,5,6

1.1.5 Diagnosis
Diagnosis osteoartritis dapat ditegakkan dengan anamnesis pemeriksaan
fisik dan penunjang. Pada OA lutut dapat menggunakan klasifikasi ACR 1986,
antara lain :
Berdasarkan kriteria klinis :
Nyeri sendi lutut DAN minimal 3 dari 6 kriteria :
 Krepitus saat gerakan aktif
 Kaku sendi < 30 menit
 Usia > 50 tahun
 Pembesaran tulang sendi lutut
 Nyeri tekan tepi tulang sendi lutut
 Tidak teraba hangat pada sendi lutut
Berdasarkan kriteria klinis dan radiologis :
Nyeri sendi lutut DAN adanya osteofit DAN minimal 1 dari 3 kriteria :
 Kaku sendi < 30 menit
 Usia > 50 menit
 Krepitus pada gerakan sendi aktif

5
Berdasarkan kriteria klinis dan laboratoris :
Nyeri sendi lutut DAN minimal 5 dari 9 kriteria :
 Usia > 50 tahun
 Kaku sendi < 30 menit
 Krepitasi pada gerakan aktif
 Nyeri tekan pada tepi tulang sendi lutut
 Pembesaran tulang sendi lutut
 Tidak teraba hangat pada sendi terkena
 LED < 40 mm/jam
 RF < 1 : 40
 Analisis cairan sinovium sesuai OA

Secara gambaran radiologis, OA dapat diklasifikasikan derajat beratnya penyakit


sebagai berikut :
Tabel 1.1 Klasifikasi OA secara radiologis menurut Kellgren-Lawrence6

Stadium Deskripsi
0 Tidak terdapat penyempitan celah sendi ataupun
perubahan reaktif
(normal)
1 Terdapat penyempitan celah sendi yang masih diragukan,
mungkin terdapat osteofit.
2 Terdapat osteofit definit, mungkin terdapat penyempitan
celah sendi
3 Terdapat osteofit ukuran sedang, penyempitan celah sendi
yang definit, sclerosis, dan mungkin terdapat deformitas
tulang
4 Terdapat osteofit ukuran besar, penyempitan celah sendi
yang signifikan, sclerosis yang berat, dan deformitas
tulang yang definit

6
1.1.6 Tatalaksana
Tatalaksana OA terdiri dari 3 komponen, antara lain terapi non
farmakologis, terapi farmakologis, dan terapi bedah. Terapi non farmakologis
meliputi edukasi mengenai penyakit pasien dan usaha preventif agar penyakit
tidak semakin berat. Terapi fisik dan rehabilitasi berguna agar pasien dapat
melatih persendiannya agar tetap dapat dipakai. Faktor berat badan yang dapat
mempengaruhi OA dapat dihindari dengan menurunkan berat badan pada pasien
dengan berat badan berlebih dan menjaga berat badan tetap ideal.1,6 Terapi
farmakologis terdiri dari obat-obatan yang dapat mengurangi gejala OA.
Pemberian analgesik oral non opiat dan topikal biasanya sering dikonsumsi oleh
pasien karena dapat diperoleh secara bebas. Namun jika respon yang didapat
tidak memuaskan, dapat menggunakan obat antiinflamasi non steroid (OAINS).
Pemberian obat ini harus hati-hati karena penderita OA banyak di usia lanjut.
Sehingga efek samping obat dapat ditekan dan cara pemakaian dipilih yang
sederhana. Pilihan obat-obatan pada pasien usia lanjut dapat diberikan
asetaminofen, OAINS topikal, OAINS non selektif dengan obat pelindung
lambung, dan penghambat siklooksigenase (COX) 2.1,6 Selain obat-obat diatas,
penggunaan chondroprotective agent dapat dipertimbangkan, yaitu obat-obat
yang dapat menjaga atau merangsang perbaikan (repair) tulang rawan sendi
pada pasien OA. Pilihan lain yaitu asam hialuronat sebagai viscosupplement
yang dapat memperbaiki viskositas cairan sinovial, glikosaminoglikan yang
dapat menghambat sejumlah enzim yang berperan pada proses degradasi tulang
rawan, dan kondroitin sulfat yang memiliki efek protektif terhadap terjadinya
kerusakan tulang rawan sendi. Dalam penelitian lain, pemberian vitamin C dapat
menghambat aktifitas lisozim dan pemberian superoxide dismutase dapat
mengurangi keluhan OA. Injeksi steroid intraartikuler dapat diberikan pada
pasien OA yang mengalami inflamasi dapat mengurangi rasa sakit. Demikian
juga pada pasien OA dengan nyeri sedang atau berat yang disertai
pembengkakan sendi dapat dilakukan aspirasi cairan sendi dan injeksi
glukokortikoid intraartikular selain pemberian OAINS. Pada OA stadium 4 yang
telah dilakukan terapi farmakologis dan non-farmakologis namun masih
merasakan sakit dan mengganggu aktifitas sehari-hari, tindakan pembedahan
dapat dipertimbangkan.1,6

7
1.2 Efusi Genu
Efusi genu merupakan istilah yang menggambarkan adanya akumulasi
cairan dalam rongga lutut dan di sekitar sendi lutut. Efusi genu bisa terjadi
akibat kondisi akut ataupun kronis. Penyebabnya berkisar dari trauma,
penggunaan sendi berlebihan hingga penyakit sistemik. Efusi kecil tanpa gejala
bisa terjadi pada sendi yang sehat. Efusi sendi yang lebih besar menunjukkan
suatu kondisi patologis. Efusi genu dapat terjadi karena inflamasi maupun non
inflamasi. Umumnya disebabkan karena reumatoid artrititis, osteoartritits,
trauma ataupun karena gout. Ultrasonografi dapat membantu dalam menilai
efusi yang rumit dan juga dapat digunakan untuk melakukan arthrosentesis.
Arthrosintesis dan analisa cairan sinovial selanjutnya harus dilakukan pada
semua kasus efusi lutut yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Cairan sendi
dianalisa dan dinilai untuk jumlah sel melalui pewarnaan gram, kultur dan
analisa kristal untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis. 7

8
BAB II
ILUSTRASI KASUS

Telah dirawat seorang pasien perempuan, usia 48 tahun dirawat di bangsal Penyakit
Dalam RSUP Dr. M. Djamil sejak tanggal 28 Maret 2022 pukul 20.00 WIB
Keluhan Utama : (autoanamnesis)
Bengkak pada lutut kanan semakin membesar sejak 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
 Bengkak pada lutut kanan semakin membesar sejak 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit. Bengkak pada lutut kanan sudah dirasakan sejak 3 bulan sebelum
masuk rumah sakit. Lutut kanan teraba hangat sejak 1 minggu yang lalu.
 Nyeri pada kedua lutut dirasakan semakin meningkat sejak 1 minggu yang lalu,
nyeri hilang timbul sejak 3 bulan yang lalu. Nyeri terutama dirasakan di lutut
sebelah kanan. Nyeri bertambah jika beraktifitas dan sedikit berkurang jika
beristirahat. Nyeri tidak menjalar ke tungkai bawah.
 Pergerakan sendi lutut kanan terbatas sejak 3 bulan yang lalu, pergerakan sendi
lutut disertai bunyi gemeretak.
 Kaku pada sendi lutut kanan hilang timbul sejak 3 bulan yang lalu. Kaku
dirasakan menjelang bangun tidur pagi hari (lebih kurang pukul 03.00 WIB)
dan setelah menggunakan sepatu bertumit tinggi, kaku dirasakan selama
kurang lebih 20 menit.
 Riwayat cedera pada lutut pada tahun 2017, pasien mengalami kecelakaaan
motor, kaki kanan tertimpa motor dengan posisi motor menimpa bagian lutut
kanan. Namun pasien tidak memeriksakan kondisi kaki lebih lanjut ke dokter
ataupun para medis.
 Nyeri pada sendi bahu, pergelangan tangan, pinggul, pergelangan kaki, ruas
jari tangan dan jari kaki serta sendi lainnya tidak ada.
 Benjolan dan bengkak pada sendi lain tidak ada.
 Demam tidak ada
 Batuk dan pilek tidak ada
 Sesak nafas tidak ada.
 Penurunan penciuman tidak ada.
9
 Nafsu makan biasa, makan 3x sehari 1 porsi setiap makan.
 Mual dan muntah tidak ada.
 Buang air kecil warna kuning jernih, tidak keruh, tidak berdarah, tidak
berpasir, nyeri saat buang air kecil tidak ada.
 Buang air besar normal frekuensi satu kali sehari, konsistensi padat, warna
kecoklatan, buang air besar berdarah tidak ada.
 Pasien dirujuk dari poli reumatologi untuk diagnosis dan pengobatan lebih
lanjut.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat trauma kaki kanan pada tahun 2017 karena kecelakaan motor. Kaki
kanan di timpa motor dan membentur lutut kanan.
 Riwayat hipertensi tidak ada
 Riwayat diabetes mellitus tidak ada.

Riwayat Pengobatan:
 Konsumsi obat metilprednisolon 2 x 4 mg, natrium diklofenak 2 x 50 mg,
eperison HCL 2 x 50mg po, mecobalamin 2 x 500mg po setiap nyeri lutut
meningkat
 Riwayat penggunaan kontrasepsi injeksi setiap 3 bulan sejak 15 tahun yang
lalu, dan berhenti menggunakan kontrasepsi sejak 1 tahun yang lalu

Riwayat Penyakit Keluarga:


 Riwayat anggota keluarga berat badan berlebih ada, yaitu ibu pasien.
 Riwayat angota keluarga menderita hipertensi tidak ada
 Riwayat anggota keluarga menderita sakit jantung tidak ada
 Tidak ada riwayat anggota keluarga yang menderita penyakit radang sendi.

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, Status Perkawinan dan Kebiasaan


 Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang aktif dalam organisasi
bayangkari. Pasien aktif dalam kegiatan divisi sosial dan kunjungan mingguan
ke lapangan serta terbiasa menggunakan sepatu bertumit tinggi.
 Pasien tinggal bersama suami yang bekerja sebagai anggota polri dan memiliki
3 orang anak.
 Pasien tinggal di rumah permanen dengan ekonomi menengah keatas.

10
 Riwayat minum jamu-jamuan dan obat penghilang nyeri secara bebas tidak
ada.
 Riwayat merokok dan minum minuman beralkohol tidak ada.
 Riwayat berat badan berlebih dengan berat badan 67 kg (BMI 27,9 kg/m 2)
selama kurang lebih 10 tahun. Tidak ada waktu khusus berolahraga

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : CMC
Tekanan darah : 122/70 mmHg
Nadi : 80x/menit, kuat angkat, reguler
Nafas : 18x/menit
Suhu : 36,6oC
Tinggi badan : 155 cm
Berat badan : 67 kg
BMI : 27,9 kg/m2 (overweight)
Lingkar perut : 94 cm
VAS :4
Sianosis : tidak ada
Anemis : tidak ada
Ikterus : tidak ada
Edema : Ada, genu dextra dengan ukuran lingkar lutut 40 cm
Kulit : Turgor baik, teraba hangat, ptekie (-) purpura (-)
KGB : Tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening
leher, aksila, dan inguinal
Kepala : Normocephali, rambut warna hitam, tidak mudah
dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Telinga : Tidak ada kelainan
Hidung : Tidak ada kelainan
Tenggorokan : Tonsil T1-T1, hiperemis (-)
Mulut : Karies dentis (-)
Leher : Kelenjar tiroid tidak teraba, JVP 5-2 cmH2
Paru depan

11
Inspeksi : Statis Normochest
Dinamis : gerakan dinding dada kiri sama dan kanan
Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan normal
Perkusi : Sonor kanan sama dengan kiri, batas pekak hepar RIC
V dekstra
Auskultasi : Vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Paru belakang
Inspeksi : Simetris normochest
Dinamis : gerakan dinding dada kiri sama dan kanan
Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : Sonor kanan sama dengan kiri, batas peranjakan paru 2 jari
Auskultasi : Vesikuler, ronkhi -/- , wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas kanan LSD, batas atas RIC II, batas kiri 1 jari medial
LMCS RIC V
Auskultasi : Bunyi jantung murni, irama reguler, M1 > M2, P2 < A2,
Bising (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus ( + ) normal
Punggung : Nyeri tekan & nyeri ketok CVA (-)
Alat Kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Akral teraba hangat, refleks fisiologis (+/+), reflek patologis
(-/-)

12
Pemeriksaan sendi
Sendi Inspeksi Palpasi ROM
Shoulder joint Bengkak (-), kemerahan (-), nyeri tekan (-) Bebas
bilateral kaku (-), deformitas (-)
Elbow joint bilateral Bengkak (-) kemerahan (-), nyeri tekan (-) Bebas
kaku (-), deformitas (-)
Genue Dextra Bengkak (+), kemerahan nyeri tekan (+), Terbatas
(+), kaku (+), deformitas (+) krepitasi (+),
patellar tap (+),
teraba hangat (+)
Genue Sinistra Bengkak (-), kemerahan (-), nyeri tekan (-), Bebas
kaku (+), deformitas (-) krepitasi (+)
MCP bilateral Bengkak (-), kemerahan (-), nyeri tekan (-) Bebas
kaku (-), deformitas (-)
PIP bilateral Bengkak (-), kemerahan (-), nyeri tekan (-) Bebas
kaku (-), deformitas (-)
MTP II-V Bengkak (-), kemerahan (-), nyeri tekan (-) Bebas
kaku (-), deformitas (-)
IP ibu jari Bengkak (-), kemerahan (-), nyeri tekan (-) Bebas
kaku (-), deformitas (-)
Pergelangan Bengkak (-), kemerahan (-), nyeri tekan (-) Bebas
Tangan kaku (-), deformitas (-)
Pergelangan Bengkak (-), kemerahan (-), nyeri tekan (-) Bebas
Kaki kaku (-), deformitas (-)

Pemeriksaan Laboratorium :
Darah rutin :
Hemoglobin 11,4 gr/dl Leukosit 7050/mm3
Hematokrit 35% Trombosit 312.000/mm3
Hitung jenis 0/0/0/54/35/8

13
Gambaran darah tepi:
Eritrosit : Normositik normokrom
Leukosit : Jumlah cukup, distribusi normal
Trombosit : Jumlah cukup, morfologi normal
Kesan : Dalam batas normal

Urinalisa :
Makroskopis Mikroskopis Kimia
Warna Kuning Muda Leukosit 0-1 /LPB Protein Negatif
Kekeruhan Negatif Eritrosit 0-1/LPB Glukosa Negatif
BJ 1.017 Silinder Negatif Bilirubin Negatif
pH 7,0 Kristal Negatif Urobilin Positif
Epitel Positif
Kesan : Dalam batas normal

Feses Rutin :
Makroskopis Mikroskopis
Warna Kuning Leukosit 0-1/lpb
Konsistensi Lunak Lendir 0-1/lpb
Darah Negatif Amuba Negatif
Lendir Negatif Telur cacing Negatif
Kesan : hasil dalam batas normal

EKG

14
Irama Sinus rhythm
Frekuensi 78 x / menit
Axis Normal
Gelombang P Normal
PR interval 0.12 detik
QRS Kompleks 0.08 detik
ST segmen Isoelektris
Gel T Normal
SV1 + RV5 < 35
R/S V1 <1
Kesan : Sinus Rhytm

Berdasarkan kriteria Berdasarkan kriteria Berdasarkan kriteria


klinis : klinis dan radiologis : klinis dan laboratoris :
Nyeri sendi lutut DAN Nyeri sendi lutut DAN Nyeri sendi lutut DAN
minimal 3 dari 6 kriteria : adanya osteofit DAN minimal 5 dari 9 kriteria :
 Krepitus saat gerakan minimal 1 dari 3 kriteria :  Usia > 50 tahun
aktif  Kaku sendi < 30 menit  Kaku sendi < 30
 Kaku sendi < 30  Usia > 50 menit menit
menit  Krepitus pada gerakan  Krepitasi pada
 Usia > 50 tahun sendi aktif gerakan aktif
 Pembesaran tulang  Nyeri tekan pada tepi
sendi lutut tulang sendi lutut
 Nyeri tekan tepi  Pembesaran tulang
tulang sendi lutut sendi lutut
 Tidak teraba hangat  Tidak teraba hangat
pada sendi lutut pada sendi terkena
 LED < 40 mm/jam
 RF < 1 : 40
 Analisis cairan
sinovium sesuai OA

15
Daftar Masalah :
 Efusi genu dextra
 Nyeri sendi genu bilateral

Diagnosis Kerja :
Primer : Efusi Genu Dextra ec Osteoartritis
Sekunder:
 Osteoartritis genu bilateral
 Skrinning Covid-19

Diagnosis Banding :
 Efusi Genu Dextra ec Artritis Septik
 Efusi Genu Dextra ec Artritis Rheumatoid

Terapi
 Istirahat/ Diet Makanan Biasa 1900 kkal (1220 gr karbohidrat, 300 kkal
protein, 380 kkal lemak)
 Metilprednisolon 2 x 4 mg p.o pc
 Natrium Diklofenak 2 x 50 mg p.o pc
 Lansoprazole 1 x 30 mg p.o ac
 Rencana aspirasi cairan efusi genu dekstra
 Rencana injeksi triamcinolone 40 mg intraartikular genu bilateral
Pemeriksaan anjuran
 Faal Hemostasis (PT, APTT)
 Faal Hepar (SGOT, SGPT, Albumin, Globulin)
 Faal Ginjal (Ureum, Creatinin)
 Profil Lipid, Asam Urat
 Swab PCR
 USG Genu dextra
 Rontgen Genu Bilateral
 Rontgen Thorax

16
FOLLOW UP :
Tanggal 29 Maret 2022 pukul 07.00 WIB
S/ Nyeri lutut (+), bengkak pada lutut kanan (+)
O/
KU Kes TD Nadi Nafas T VAS
Sedang CMC 110/70 80x/menit 20x/menit 36,7oC 4

Keluar hasil laboratorium :


GDS : 128 mg/dL PT/APTT : 10,0/ 25,9
detik
SGOT/ SGPT : 13/ 16 U/L LED : 24 mm
Ureum/ Creatinin : 16/ 0,7 mg/dL
Albumin/ Globulin : 3,8/ 3,3 g/dL Imunologi Tes Molekuler
Isotermal SARS CoV-2 :
Negatif
Kesan : LED meningkat

Keluar Rontgen Thorax :


Trakea ditengah
Jantung posisi normal, ukuran tidak membesar
CTR < 50%
Mediastinum superior tidak melebar, Aorta baik
Kedua hilus tidak menebal/ melebar
Corakan bronkovaskuler dalam batas normal
Tidak tampak infiltrate maupun nodul di kedua
lapangan paru Kedua diafragma licin, kedua sinus
kostofrenikus lancip Tulang yang tervisualisasi
intak
Kesimpulan : cor dan pulmo dalam batas normal

17
Hasil USG Genu Dextra :

Keluar Hasil USG Genu Dextra


Pada regio aspek medial dari pre patellar / condyler distal femur :
Tampak gambaran fluid collection di antara fat – sub cutis dan deep fascia, am
echoic dengan sedikit internal echo dan tidak tampak gambaran edema di cutis – fat
sub cutis dan muscle.
Kesan : Fluid collection / bursitis di antara fat sub cutis dan deep fascia regio pre
patellar – condyler distal femur sisi medial (dextra)

18
Keluar Rontgen Genu Proyeksi AP / Lateral:
Kedudukan tulang-tulang pembentuk sendi genu baik, tidak tampak subluksasi,
dislokasi
Tampak osteofit pada os patella, eminentia intercondylaris, condylus medial dan
lateral, femur permukaan sisi medial dan lateral
Celah sendisisi lateral sedikit menyempit dan tampak gambaran sub chondral
sklerotik
Tidak tampak sub luksasi, tidak tampak fraktur
Kesimpulan : OA genu bilateral (grade 3 – moderate)

19
Tindakan 14.00 WIB
Telah dilakukan injeksi intraartikular triamsinolon 40 mg dan aspirasi cairan sendi
pada genu dextra dan tidak didapatkan cairan sendi.

A/
 Efusi genu dextra
 Osteoartritis genu bilateral derajat 3
P/
 Istirahat/ Diet Makanan Biasa 1900 kkal (1220 gr karbohidrat, 300 kkal
protein, 380 kkal lemak)
 Drip Metilprednisolon 125mg dalam 100ml Nacl 0,9% 1 x 125mg iv
(selama 4 hari)
 Lansoprazole 1 x 30mg po

FOLLOW UP
Tanggal 30 Maret 2022 pukul 07.00 WIB
S/ Nyeri lutut (+) berkurang, bengkak pada lutut kanan (+) berkurang
O/
KU Kes TD Nadi Nafas T VAS
Sedang CMC 120/80 84x/menit 20x/menit 36,7oC 2

Keluar hasil laboratorium :

Kolesterol total 247 mg/dL Asam Urat 3,7 mg/ dL


HDL 62 mg/dL
LDL 172 mg/dL
Trigliserida 67 mg/dL

A/
 Efusi genu dextra
 Osteoartritis genu bilateral derajat 3
 Dislipidemia

20
P/
 Istirahat/ Diet Makanan Biasa 1900 kkal (1220 gr karbohidrat, 300 kkal
protein, 380 kkal lemak)
 Drip Metilprednisolon 125mg dalam 100ml Nacl 0,9% 1 x 125mg iv
(selama 4 hari)
 Lansoprazole 1 x 30mg po

FOLLOW UP
Tanggal 2 April 2022 pukul 07.00 WIB
S/ Nyeri lutut (+) berkurang, bengkak pada lutut kanan (+) berkurang
O/
KU Kes TD Nadi Nafas T VAS
Sedang CMC 110/80 82x/menit 20x/menit 36,7oC 1

A/
 Efusi genu dextra
 Osteoartritis genu bilateral derajat 3
 Dislipidemia
P/
 Acc rawat jalan
 Metilprednisolon 8mg – 4mg – 0 tab pc
 Natrium diclofenac 2 x 50mg po pc
 Lansoprazole 1 x 30mg po ac
 Osteocal 1 x 1000mg po

21
BAB III
DISKUSI

Telah dirawat seorang pasien perempuan, usia 48 tahun di bangsal Penyakit


Dalam RSUP Dr. M. Djamil sejak tanggal 28 Maret 2022 pukul 20.00 WIB dengan
diagnosis :
 Efusi genu dextra
 Osteoartritis genu bilateral derajat 3
 Dislipidemia
 Skrinning Covid-19
Pasien didiagnosis dengan efusi genu dextra dan osteoartritis genu bilateral
derajat 3 berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis pasien ini didapatkan keluhan bengkak pada lutut kanan yang
semakin besar sejak 1 minggu yang lalu. Bengkak ini sudah dirasakan sejak 3 bulan
yang lalu. Nyeri pada lutut semakin meningkat sejak 3 bulan yang lalu. Nyeri kedua
lutut bertambah jika pasien beraktifitas dan berkurang jika beristirahat. Nyeri
terutama dirasakan pada lutut kanan. Terdapat keterbatasan gerak sendi lutut kanan
sejak 3 bulan yang lalu. Kedua lutut terasa kaku saat bangun tidur, kaku dirasakan
sekitar 20 menit setiap hari. Lutut kanan teraba hangat sejak 1 minggu yang lalu.
Pasien tidak mengalami demam, nyeri dan bengkak pada sendi lain tidak ada.
Dalam Hamijoyo (2020) menyebutkan penegakkan OA menggunakan kriteria
American College of Rheumatology 1986 berdasarkan 3 kriteria yaitu kriteria klinis,
kriteria klinis dan radiologis, atau kriteria klinis dan laboratoris. Berdasarkan
kriteria klinis diagnosis OA ditegakkan apabila didapatkan nyeri lutut dan minimal
3 dari 6 kriteria yaitu adanya krepitus saat gerakan aktif, kaku sendi < 30 menit,
pembesaran tulang sendi lutut dan adanya nyeri tekan pada tepi tulang sendi lutut.
Sedangkan berdasarkan kriteria klinis dan radiologis ditegakkan apabila didapatkan
nyeri lutut dan adanya osteofit dan minimal 1 dari 3 kriteria yaitu adanya kaku
sendi < 30 menit dan krepitus pada gerakan sendi aktif, hal ini sesuai dengan
keluhan pasien dalam kasus ini.6
Dalam penelitian Pat, et al (2016) menunjukkan prevalensi OA lutut lebih
banyak pada wanita dibanding pria.4,8 Sedangkan dalam penelitian Ahmad (2018)
didapatkan kejadian OA pada pasien usia 40 – 49 tahun sebesar 20%, usia 50 – 59

22
tahun sebesar 29% dan diatas 60 tahun 51%.9 Hal yang sama juga disampaikan
Mane (2000) yang menyebutkan bahwa pasien OA datang pada usia pertengahan
dan prevalensi yang lebih tinggi setelah umur 60 tahun, dengan gejala utama nyeri
pada sendi yang terlibat dan biasanya nyeri memburuk dengan penggunaan sendi
dan berkurang dengan istirahat. Nyeri saat istirahat atau nyeri pada malam hari
merupakan ciri khas dari OA yang berat dengan kekakuaan yang berlangsung
kurang dari 30 menit. Sebaliknya pada rheumatoid artritis, kekakuan sendi yang
muncul pada pagi hari berlangsung lebih lama dari 45 menit.10 Dalam penelitian
Sibarani (2021) menyebutkan prevalensi OA lutut di Indonesia sebesar 15,5% pada
pria dan 12,7% pada wanita yang berusia diantara 40 – 60 tahun. Penelitian di
klinik reumatologi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung pada tahun 2007 dan 2010
mendapatkan bahwa osteoartritis merupakan 74,48% dari seluruh kasus nyeri sendi
pada tahun 2007 dan 87% dari total kasus OA adalah OA lutut. 11
Adanya riwayat trauma pada kaki kanan pasien dipikirkan sebagai faktor yang
mempercepat munculnya keluhan pada pasien ini. Punzi (2016) menyebutkan 12%
dari total kasus OA disebabkan karena artritis pasca trauma, yaitu trauma langsung
pada sendi. Riwayat trauma fisik juga dapat ditemukan pada pasien dengan
penyakit radang sendi kronis dengan gejala yang meliputi pembengkakan, efusi
sinovial, nyeri dan perdarahan intra artikular. 12 Trauma pada lutut berkontribusi
kuat berkembangnya OA pada usia muda. Insiden injuri akut pada lutut
diperkirakan 900.000 kasus per tahun di US. Dalam studi prospektif lebih dari 1300
orang dewasa yang di ikuti 36 tahun, dengan risiko relatif berkembang menjadi OA
lebih tinggi 5 kali lipat dibanding pasien tanpa riwayat trauma. Bukti paling cepat
perkembangan OA lutut dilaporkan sebesar 30% insiden setelah 5 tahun pasca
trauma dan 50% insiden 10 – 20 tahun pasca trauma.13
Studi yang berbeda menunjukkan bahwa cedera pada sendi secara substansial
meningkatkan risiko terjadinya OA, dimana peningkatan risiko dikaitkan dengan
umur pasien saat cedera dan waktu timbulnya cedera. Sekitar 20% - 50% pasien
dengan riwayat trauma sendi berkembang menjadi OA dan mewakili sekitar 12%
dari semua total kasus OA. Didapatkan usia yang lebih muda 10 tahun pada pasien
OA dengan riwayat trauma. Umumnya, tidak didiagnosis secara klinis sampai
permulaan fase simtomatik yang sangat bervariasi. 12 Dengan mekanisme yang tidak
sepenuhnya dipahami, dan berbagai faktor termasuk predisposisi genetik,

23
perubahan epigenetik, mekanis biologis dan juga mekanisme inflamasi mungkin
terlibat.12
Proses ini secara umum dibedakan menjadi 3 fase, yaitu fase awal yang secara
langsung berhubungan dengan kejadian mekanis, fase akut yang ditandai dengan
apoptosis/ kematian sel dan inflamasi, serta yang ketiga adalah fase kronis yang
dicirikan dengan nyeri dan disfungsi sendi. Perubahan biomekanik pada tulang
rawan dan struktur sendi lainnya (meniskus, ligamen, tulang subkondral, membran
sinovial) terjadi segera setelah cedera. Perubahan patologis awal dapat bervariasi
tergantung tingkat keparahan cedera. Cedera awal menyebabkan kerusakan
struktural pada matriks artikular kartilago yang berkembang menjadi beberapa
respon seluler mulai dari jalur upregulasi degradasi matriks (penekanan sintesis
kolagen dan proteoglikan dan ekspresi berlebihan degradasi matriks enzim),
pelepasan oksidan dan sitokin inflamasi serta kematian sel. 12
Perubahan kompleks metabolik yang didominasi oleh respon peradangan
berlangsung hingga 2 bulan. Anderson, et al mengamati 3 fase yang overlapping
pada minggu pertama hingga kedua setelah trauma. Fase awal dengan karakteristik
kematian sel dan respon inflamasi dan fase lanjut dengan peningkatan degradasi
matriks. Aktivasi kaskade komplemen proteolitik dan toll-like receptors (TLRs)
seperti TLR-2 dan TLR-4 dihipotesiskan berperan dalam konjungsi jaringan sitokin
/ kemokin sebagai pertahanan respon imun yang didapat pada saat terjadinya
trauma. Selain kehilangan glukosaminoglikan yang berkelanjutan, cedera pada
tulang rawan memungkinkan pelepasan atau degradasi protein lain seperti matriks
metaloproteinase dan kolagen tipe II. Banyak protein ekstraseluler ini berasal dari
matriks periseluler dan mungkin hasil dari peningkatan kerusakan matriks. Hasil
yang konsisten dengan temuan ini, menunjukkan adanya peningkatan cairan
sinovial menyajikan berbagai matriks protein dan peningkatan kadar fragmen
kolagen dan protein oligomer tulang yang akan bertahan selama beberapa tahun
setelah cedera dan berkontribusi dalam perkembangan OA yang terjadi setelah
trauma sendi. Konsentrasi asam hialuronat yang lebih rendah juga menyebabkan
fungsi pelumas sendi yang terganggu. Selain dipengaruhi oleh enzim proteolisis
yang dihasilkan oleh neutrofil, konsentrasi pelumas sendi ini juga dipengaruhi oleh
mediator inflamasi.12
Peradangan sinovial akut yang berhubungan dengan cedera terkait dengan

24
infiltrasi seluler dan berkorelasi dengan tingkat keparahan cedera. Studi pada
hewan coba didapatkan adanya infiltrasi makrofag dan limfosit T pasca trauma
dalam perkembangan penyakit ini. Peradangan sinovial juga menyebabkan
kerusakan oksidatif pada kondrosit kartilago dan matriks melalui peningkatan
sekresi reactive oxydatif species (ROS) dan mengurangi pertahanan antioksidan.
Selain merusak viabilitas kondrosit secara langsung. ROS bersinergi dengan sitokin
proinflamasi dan nitrat oksida untuk mempromosikan ekspresi gen katabolik
melalui kinase ekstraseluler yang diatur oleh sinyal (ERK) 1 / 2 dan c-Jun N-
terminal kinase (JNK).12 Pada beberapa individu tertentu, pengaruh faktor
antiinflamasi (yaitu antagonis reseptor IL-10 dan IL-1) yang diproduksi pada fase
awal pasca cedera memungkinkan terjadinya resolusi peradangan dan mengurangi
risiko berkembang menjadi OA. Namun peradangan yang bertahan melalui aktivasi
lanjutan jalur inflamasi seperti komplemen dan danger signal –mediated pathyways
dapat mendorong perkembangan artropati kronis. Selain itu, metabolisme
perubahan kartilago secara bertahap, berkembang melalui periode asimptomatik
yang panjang hingga terjadi kerusakan struktur dan nyeri sendi yang disebabkan
oleh beban kronis yang bisa bertahan bertahun - tahun setelah cedera awal. Secara
khusus, remodeling tulang subkondral, terbentuknya osteofit dan fibrosis sinovial
atau kapsul sendi dapat berkembang dalam fase kronis yang berefek pada
ketidakstabilan sendi yang meningkatkan risiko terjadinya artropati pasca trauma.
Studi tentang hubungan antara cedera sendi pasca trauma dan OA menunjukkan
bahwa ketidakstabilan artikular dan ketidaksesuaian permukaan setelah cedera akut
dapat menyebabkan perubahan metabolisme kondrosit dan degradasi tulang rawan.
Adanya bukti yang muncul bahwa peradangan dan remodeling jaringan sendi
menyebabkan respons kronis kartilago serta fibrosis dan juga kegagalan
perbaikan.12
Sedangkan dalam kasus OA primer yang terjadi seiring meningkatnya usia,
terjadi karena kelemahan otot yang berfungsi memperkuat sendi dan penurunan
kemampuan sintesis matriks kartilago oleh kondrosit sehingga kartilago artikular
menjadi semakin tipis. Kondrosit yang tua akan mensekresikan matriks
metaloproteinase yang mengakibatkan terjadinya degradasi matriks kartilago. MMP
sangat penting karena kemampuannya yang dapat mendestruksi kolagen tipe 2,
suatu protein pada kartilago yang berfungsi sebagai sumber kekuatan jaringan.

25
Terjadi juga penurunan sekresi faktor pertumbuhan yang menurunkan sintesis
matriks dan perbaikan matriks kartilago. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan
antara proses katabolisme dan anabolisme pada kartilago sendi sehingga terjadi
degradasi kartilago artikular yang menyebabkan osteoartritis.11 Peningkatan usia
juga dihubungkan dengan disfungsi mitokondria yang mengakibatkan peningkatan
reactive oxidative strees (ROS). Peningkatan ROS ini mengakibatkan kerusakan
oksidatif pada penyakit yang berhubungan dengan penuaan, termasuk kerusakan
kartilago. Peningkatan ROS dapat mengganggu sinyal anabolik yang dapat
menurunkan respon kondrosit terhadap Insulin Growth Factor-1 (IGF-1) dan
Osteogenic Protein-1 (OP-1) sehingga terjadi penurunan pembentukan ekspresi
matriks gen dan sintesis protein matriks pada sendi.14, 15
Secara garis besar, terdapat dua pembagian faktor risiko OA lutut yaitu faktor
predisposisi dan faktor biomekanis. Faktor predisposisi yang dimaksud antara lain
faktor demografi (usia, jenis kelamin, ras/ etnis), genetik, gaya hidup (kebiasaan
merokok, konsumsi vitamin D) dan faktor metabolik (obesitas, osteoporosis,
penyakit lain, histerektomi, dan menisektomi). Faktor biomekanisnya seperti
riwayat trauma lutut, kelainan anatomis, aktivitas fisik serta kebiasaan olahraga. 11
Pasien dalam kasus ini memiliki keduanya yaitu faktor predisposisi dan juga faktor
biomekanis, pasien seorang perempuan yang memiliki riwayat trauma, juga
memiliki berat badan berlebih yaitu 67 kg dengan IMT yang tergolong overweight.
Pasien merupakan seorang istri dari anggota polri, pasien aktif dalam kegiatan
sosial organisasi bayangkari, dalam setiap kali kegiatan bisa menghabiskan waktu
seharian di lapangan dan berjalan kaki dengan mengenakan sepatu bertumit tinggi.
Rutinitas ini sudah dilakukannya sejak kurang lebih 10 tahun.
Berat badan berlebih merupakan faktor risiko terkuat yang dapat dimodifikasi.
Selama berjalan, setengah berat badan bertumpu pada sendi lutut. Peningkatan berat
badan akan melipat gandakan beban sendi lutut saat berjalan. Studi Chingford
menunjukkan bahwa untuk setiap peningkatan Indeks Massa Tubuh (IMT) sebesar
2 unit (kira – kira 5 kg berat badan), rasio odds untuk menderita OA lutut secara
radiografik meningkat sebesar 1,36 poin. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa
semakin berat tubuh akan meningkatkan risiko menderita OA lutut. Kehilangan 5
kg berat badan akan mengurangi risiko OA lutut secara simtomatik pada wanita
sebesar 50%. Demikian juga peningkatan risiko mengalami OA lutut yang progresif

26
tampak pada orang – orang yang kelebihan berat badan dengan penyakit pada
bagian tubuh tertentu.14 Sedangkan untuk aktifitas fisik berat seperti berdiri lama (2
jam atau lebih setiap hari), berjalan jarak jauh (2 jam atau lebih setiap hari),
mengangkat barang berat (10 kg – 50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu),
mendorong objek yang berat (10 kg – 50 kg selama 10 kali atau lebih setiap
minggu), naik turun tangga setiap hari merupakan faktor risiko OA lutut. 16
Pada rawan sendi pasien OA terjadi proses peningkatan aktifitas
fibrinogenik dan penurunan aktifitas fibrinolitik. Hal ini menyebabkan penumpukan
trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral. Sehingga terjadi
pelepasan mediator kimiawi seperti prostaglandin dan interleukin yang selanjutnya
menyebabkan bone angina lewat subkondral yang mengandung ujung syaraf
sensibel yang dapat menghantarkan rasa nyeri. Rasa nyeri juga disebabkan oleh
pelepasan mediator kinin dan prostaglandin yang menyebabkan radang sendi,
peregangan tendon dan ligamentum serta spasmus otot-otot ekstra artikuler akibat
kerja yang berlebihan.1
Pada pemeriksaan fisik sendi lutut kanan terlihat bengkak, kemerahan, kaku,
deformitas dan pada palpasi ditemukan nyeri tekan, krepitasi dan adanya patellar
tap. Sedangkan pada lutut kiri terdapat kaku, nyeri tekan dan krepitasi. Adanya
patellar tap pada pemeriksaan fisik sendi lutut kanan khas ditemukan pada pasien
dengan efusi sendi. Hasil radiologis pada kedua lutut pasien ini sesuai dengan
gambaran osteoartritis yaitu tampak adanya gambaran osteofit dengan celah sendi
pada kedua lutut sedikit menyempit, sehingga pasien ini ditegakkan dengan
osteoartritis bilateral derajat 3 dengan efusi genu dekstra.2
Pada pasien dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa profil lipid untuk
menyingkirkan adanya sindroma metabolik, ditemukan hasil dengan kesan
kolesterol total meningkat dan HDL menurun. Selanjutnya dilakukan penilaian
Framingham Risk Score atau Skor Resiko Framingham yang merupakan salah satu
penilaian yang dapat dilakukan untuk menentukan risiko terjadinya penyakit
kardiovaskular dalam 10 tahun. Pasien ini mendapatkan total skor 8 dengan kesan
risiko rendah 4,5% terjadinya penyakit kardiovaskular dalam waktu 10 tahun. 17
Penentuan skor ini dapat membantu dalam pemilihan obat-obatan dalam
manajemen dislipidemia. Untuk pasien dalam kasus ini belum diperlukan
pemberian terapi statin.17

27
Pentingnya manajemen dislipidemia pada pasien ini selain untuk menghindari
risiko penyakit kardiovaskuler, terdapat hubungan negatif antara dislipidemia
dengan progresifitas osteoartritis. Hiperkolesterolemia dihubungkan dengan
peningkatan risiko osteoartritis, sedangkan peningkatan kadar HDL tampak
melindungi lesi lutut pada gambaran MRI. Peningkatan kolesterol dapat
terakumulasi pada kartilago dan berdampak pada kondrosit yang selanjutnya
menyebabkan kondisi proinflamasi. Diet kaya kolesterol pada hewan coba
menunjukkan hasil akumulasi apolipoprotein B pada jaringan sinovial.17 Dengan
peningkatan adipokinase dan sitokin berhubungan dengan peningkatan asam lemak
bebas di sirkulasi, hiperglikemia, stress oksidatif, yang semuanya dapat
memberikan pengaruh negatif terhadap sendi berupa destruksi matriks sendi. 17
Tatalaksana pada pasien ini harus dilakukan secara komprehensif. Tatalaksana
osteoartritis lutut terdiri dari tatalaksana non-farmakologi dan farmakologi.
Menurut ACR 2012, rekomendasi utama dalam tatalaksana non- farmakologi antara
lain melakukan olahraga yaitu olahraga yang aman seperti aerobik dan renang.
Pasien dengan berat badan berlebih direkomendasikan untuk memulai program
penurunan berat badan. Selain itu dapat dipertimbangkan rekomendasi tambahan
berupa intervensi psikososial, penggunaan termal-agent, penggunaan tapping-
patella secara medial, mengikuti program tai-chi, dan menggunakan alat bantu
berjalan jika dibutuhkan.18 Sedangkan tatalaksana farmakologi pada osteoartritis
antara lain penggunaan asetaminofen, NSAID oral, NSAID topikal, tramadol dan
injeksi intraartikular. Penggunaan chondroitin sulfat, glukosamin dan capsaicin
topikal tidak dianjurkan. Penggunaan asetaminofen dapat menggunakan dosis
hingga 4000 mg/hari. Namun jika tidak memberikan respon yang baik, pengobatan
dapat diganti dengan NSAID oral atau topikal atau injeksi kortikosteroid
intraartikular ataupun steroid dosis tinggi. Pemberian NSAID oral harus diberikan
berhati-hati khususnya pada usia tua dan pasien dengan resiko perdarahan saluran
cerna. Penggunaan NSAID jangka panjang harus diberikan bersamaan proton pump
inhibitor untuk menurunkan resiko perdarahan saluran cerna. Pada OA stadium 4
yang telah dilakukan terapi farmakologis dan non-farmakologis namun masih
merasakan sakit dan mengganggu aktifitas sehari-hari, tindakan pembedahan dapat
dipertimbangkan.2,18
Sampai sekarang belum ada terapi yang dapat menyembuhkan OA, tatalaksana

28
terutama ditujukan pada pengendalian/ menghilangkan nyeri, memperbaiki gerak
dan fungsi sendi serta meningkatkan kualitas hidup. Pada OA lutut yang mengenai
satu atau dua sendi dengan keluhan nyeri sedang hingga berat yang kurang
responsif terhadap pemberian OAINS atau OA lutut dengan efusi sendi atau secara
pemeriksaan fisik terdapat tanda – tanda inflamasi lainnya maka dapat
dipertimbangkan pemberian kombinasi injeksi steroid intraartikular dan
metilprednisolon.2
Tatalaksana efusi genu pada pasien yaitu arthrosintesis atau aspirasi cairan
sendi diikuti dengan injeksi steroid intraartikular. Indikasi aspirasi cairan sendi
sebagai salah satu terapi jika sendi bengkak yang semakin membesar dan nyeri
yang meningkat. Selain itu, aspirasi cairan sendi dapat berfungsi sebagai diagnostik
untuk analisa cairan sendi khususnya membedakan artritis septik atau mencari
kristal asam urat di cairan sendi. Teknik melakukan aspirasi cairan sendi lutut dapat
dilakukan dengan pendekatan lateral atau medial. Pada pasien ini telah dilakukan
aspirasi cairan sendi lutut kanan dengan pendekatan medial diikuti injeksi steroid
intraartikular sendi lutut kanan yaitu triamcinolone 40 mg. Aspirasi cairan sendi
tidak didapatkan cairan sendi, hal ini dipikirkan karena cairan yang terletak di
antara lapisan lemak menjadi penyulit dalam melakukan tindakan pada pasien ini.19

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Osteoartritis. Dalam


Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, K MS, Setiyonadi B, Syam AF (ed). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI Jilid III. Jakarta : Internal Publishing. 2017 :
421 : 3197 – 3209
2. Indonesian Rheumatology Association. Diagnosis dan Penatalaksanaa
Osteoartritis. Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia. 2014
3. Vina ER, Kwoh CK. Epidemiology of Osteoartritis : Literatur Update. Curr
Opin Rheumatol. PMC. 2018. 30(2): 160-167
4. Pal CP, Pulkes S, Sanjay C, Kaushal KP, Ashok V. Epidemiology of Knee
Osteoartritis in India And Related Factors. Indian Journal of Orthopaedics.
2016. 50(5): 518-522
5. Iraj SA, 2016 ACR Revised Criteria for Early Diagnosis of Knee Osteoartritis.
Autoimmune Dis Ther Approaches. 2016 : 3 : 118
6. Hamijoyo L, Suarjana I N, Ginting AR, Kurniari PK, Rahman PA, Suzuki K, et
al. Buku Saku Reumatologi. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. 2020. 20-26
7. Gerena LA, Castro A. Knee Effusion. StatPeatls. 2022 diakses dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532279/?report=classic
8. Cucchiriani M, Girolamo LD, Filardo G, Oliveira JM, Orth P, Pape D, et al.
Basic Science of Osteoartritis. Journal of Experimental Orth. 2016. 3 (22) : 1-
18
9. Ahmad IW, Rahmawati LD, Wardhana TH. Demographic profile, clinical and
analysis of osteoarthritis patients ini surabaya. Biomolecular and health science
journal. 2018 (1) : 34 – 9
10. Altman R, E Asch, D Bloch, G Bole, D Borenstein, K Brandt, et al.
Development Of Criteria For The Classification And Reporting Of
Osteoartritis : Classification Of Ostheoarthritis Of The Knee. Arthritis and
Rheumatism. 1986. 1039-49
11. Sibarani JJ, Kuntara A, Rasyid RPHN. Korelasi Usia dan derajat Osteoartritis
sendi lutut berdasarkan sistem klasifikasi Kellgren-Lawrence di RSUP Dr.
Hasan Sadikin Bandung Tahun 2019 – 2020. Journal of Medicine and Health.

0
2021 : 3 (1) : 16 – 25
12. Punzi L, Galozzi P, Luisetto R, Favero M, Ramonda R, Oliviero F, et al. Post-
traumatic arthritis : overview on pathogenic mechanisms and role of
inflammation. RMD Open. 2016. 2 : 1 – 9
13. Stiebel M, Miller LE, Block JE. Post-traumatic knee osteoarthritis in the
young patient : therapeutic dilemmas and emerging technologies. Open Access
journal of sport medicine. 2014. 5 : 73 – 9
14. Loeser RF. The Role Of Aging In The Development Of Ostheoarthritis. Trans
Am Clin Climatol Assosc. 2017. 128 : 44-54
15. Li YS, Xiao W, Luo W. Cellular Aging Towards Osteoartritis. Mechanism Of
Ageing And Development. 2017. 1-19
16. Maharani EP. Faktor – faktor risiko osteoarthritis lutut (Studi Kasus di Rumah
Sakit Dokter Kariadi Semarang). Universitas Diponegoro. 2007 diakses dari
http://eprints.undip.ac.id/17308/1/Eka_Pratiwi_Maharani.pdf
17. Andi MA, Pradana S, Soebagijo AS, Putu MA, Wismandari, Hendry Z, Rulli
R. Pedoman Pengelolaan Dislipidemia Di Indonesia. PB Perkeni. 2019
18. Hochberg MC, Altman RD, April KT, Benkhalti M, Guyatt H, Gowan JM, et
al. American College of Rheumatology 2012 Recommendations for the Use of
Nonpharmacologic and Pharmacologic Therapies in osteoarthritis of the Hand,
hip and knee. Arthritis Care & research. 2012 ; 64 (4) ; 465 – 474
19. Thomsen TW, Shen S, Shaffer RW, Setnik GS. Arthrocentesis of the knee.
The new england journal of medicine. 2006 ; 354 ; e19
POST TRAUMATIC OSTEOARTRITIS DENGAN EFUSI GENU DEXTRA
Yessi Apriance, Najirman

Abstrak
Pendahuluan: Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan
dengan kerusakan kartilago sendi. Sendi yang sering terkena OA antara lain vertebra,
panggul, lutut, dan pergelangan kaki. Faktor risiko terjadinya OA dibedakan menjadi
faktor predisposisi yang dimaksud antara lain faktor demografi (usia, jenis kelamin, ras/
etnis), genetik, gaya hidup (kebiasaan merokok, konsumsi vitamin D) dan faktor
metabolik (obesitas, osteoporosis, penyakit lain, histerektomi, dan menisektomi). Faktor
biomekanisnya seperti riwayat trauma lutut, kelainan anatomis, aktivitas fisik serta
kebiasaan olahraga.
Laporan Kasus: Seorang pasien perempuan usia 48 tahun dengan keluhan bengkak pada
lutut kanan yang semakin besar sejak 1 minggu yang lalu. Bengkak ini sudah dirasakan
sejak 3 bulan yang lalu. Nyeri pada lutut semakin meningkat sejak 3 bulan yang lalu.
Nyeri kedua lutut bertambah jika pasien beraktifitas dan berkurang jika beristirahat.
Terdapat keterbatasan gerak sendi lutut kanan sejak 3 bulan yang lalu. Kedua lutut terasa
kaku saat bangun tidur, kaku dirasakan sekitar 20 menit setiap hari. Lutut kanan teraba
hangat sejak 1 minggu yang lalu. Pasien tidak mengalami demam, nyeri dan bengkak
pada sendi lain tidak ada. Riwayat trauma tertimpa motor tahun 2017. Pasien dengan
riwayat kelebihan berat badan lebih kurang 10 tahun.
Kesimpulan: Trauma pada lutut berkontribusi kuat berkembangnya OA pada usia muda
dengan risiko relatif berkembang menjadi OA lebih tinggi 5 kali lipat dibanding pasien
tanpa riwayat trauma.
Kata Kunci: OA, efusi genu, trauma
POST TRAUMATIC OSTEOARTHRITIS WITH DEXTRA GENU JOINT
EFFUSION
Yessi Apriance, Najirman

Abstract
Introduction : Osteoarthritis (OA) is a degenerative joint disease associated with
joint cartilage damage. Joints that are often affected by OA include the vertebrae,
hips, knees, and feet. The risk of OA being a predisposing factor in question
includes demographic factors (age, gender, race/ethnicity), genetics, lifestyle
(smoking habits, vitamin D consumption) and metabolic factors (obesity,
osteoporosis, other diseases, hysterectomy, and meniscectomy). Biomechanical
factors such as a history of knee trauma, anatomical abnormalities, physical
activity and exercise habits.
Case Report : A female 48 years old with complaints of swelling in the right
knee has been getting bigger since 1 week ago. Has been felt since 3 months ago.
Knee pain increasing since 3 months ago. Pain in both knees increased with
activity and decreased when resting. There is limited movement of the right knee
joint since 3 months ago. Both knees feel stiffness when a wake, its felt for about
20 minutes every day. Right knee feels warm since 1 week ago. Fever, pain and
swelling in other joints are absent. History of trauma from being hit by a
motorbike in 2017. Patients with a history of being overweight for more than 10
years.
Conclusion : Historycal of trauma to the knee contributes strongly to the
development of knees OA at a younger people with 5 times higher relative risk of
developing OA compared without trauma.
Keywords : OA, genu effusion, trauma
PENDAHULUAN merangsang terbentuknya molekul
Osteoartritis (OA) merupakan abnormal dan produk degradasi
penyakit sendi degeneratif yang kartilago di dalam cairan sinovial sendi
berkaitan dengan kerusakan kartilago yang mengakibatkan terjadinya
sendi. Sendi yang sering terkena OA inflamasi sendi, kerusakan kondrosit
salah satunya adalah lutut. OA dan nyeri. Osteoartritis terjadi sebagai
memiliki dampak sosio-ekonomik yang hasil kombinasi antara degradasi rawan
besar baik di negara maju dan sendi, remodelling tulang dan inflamasi
berkembang.1 Osteartritis dapat terjadi cairan sendi.1
dengan etiologi yang berbeda – beda, LAPORAN KASUS
namun mengakibatkan kelainan Seorang Perempuan usia 48
biologis, morfologis dan keluaran klinis tahun dirawat di bangsal Penyakit
yang sama.2 Prevalensi OA lutut di Dalam RSUP Dr. M. Djamil sejak
Indonesia yang ditegakkan berdasarkan tanggal 28 Maret 2022 pukul 20.00
gambaran radiologis mencapai 15,5% WIB dengan keluhan utama bengkak
pada pria dan 12,7% pada wanita yang pada lutut kanan semakin membesar
berumur 40 – 60 tahun. Prevalensi OA sejak 1 minggu sebelum masuk rumah
secara global menurut WHO pada sakit. Bengkak ini sudah dirasakan
populasi >60 tahun mencapai 9,6% sejak 3 bulan yang lalu. Nyeri pada
pada laki-laki dan 18% pada lutut semakin meningkat sejak 3 bulan
perempuan. yang lalu. Nyeri kedua lutut bertambah
Para pakar yang meneliti jika pasien beraktifitas dan berkurang
penyakit ini sekarang berpendapat jika beristirahat. Nyeri terutama
bahwa OA merupakan penyakit dirasakan pada lutut kanan. Terdapat
gangguan homeostasis metabolisme keterbatasan gerak sendi lutut kanan
kartilago dengan kerusakan struktur sejak 3 bulan yang lalu. Kedua lutut
proteoglikan kartilago yang terasa kaku saat bangun tidur, kaku
penyebabnya belum jelas diketahui. dirasakan sekitar 20 menit setiap hari.
Jejas mekanis dan kimiawi pada sinovia Lutut kanan teraba hangat sejak 1
sendi yang terjadi multifaktorial antara minggu yang lalu. Pasien tidak
lain faktor umur, stres mekanis atau mengalami demam, nyeri dan bengkak
penggunaan sendi yang berlebihan, pada sendi lain tidak ada.
defek anatomi, obesitas, genetik, Riwayat trauma pada kaki kaki
humoral dan faktor kebudayaan. Jejas kanan pada tahun 2017 karena
mekanis dan kimiawi diduga kecelakaan motor. Kaki kanan di timpa
merupakan faktor penting yang motor dan membentur lutut kanan.
1
Riwayat hipertensi tidak ada, diabetes distal femur sisi medial (dextra).
mellitus tidak ada. Pasien sebelumnya Pasien ditatalaksana dengan
sudah berobat dan rutin konsumsi terapi injeksi intraartikular
metilprednisolon 2 x 4mg tab, natrium triamsinolone 40 mg dan dilakukan
diklofenak 2 x 50 mg tab, eperison hcl arthrosintesis. Pasien juga diterapi
2 x 50 mg tab, mecobalamin 2 x 500 dengan metilprednisolon dosis tinggi
mg tab sejak 2 minggu yang lalu untuk yaitu 1 x 125mg iv selama 4 hari untuk
nyeri lutut, namun keluhan masih mengurangi nyeri dan bengkak.
dirasakan. Sedangkan untuk dyslipidemia nya saat
Pasien seorang ibu rumah tangga ini belum perlu diterapi, mengingat
yang aktif dalam organisasi bayangkari skoring Framingham pada pasien ini
dan menjabat sebagai ketua divisi sosial masih termasuk dalam risiko rendah
yang sering turun ke lapangan serta untuk terjadinya komplikasi
terbiasa menggunakan sepatu bertumit kardiovaskular dalam 10 tahun terakhir.
tinggi. Riwayat berat badan berlebih Pasien pulang dibekali dengan edukasi
selama lebih kurang 10 tahun dan tidak untuk menurunkan berat badan,
ada waktu khusus berolahraga. melakukan olahraga yang aman, dan
Pada pemeriksaan fisik menggunakan alat bantu berjalan jika
didapatkan kesadaran kompos mentis dibutuhkan.
koperatif, tekanan darah 122/70, suhu DISKUSI
36,60 C, status lokalis lutut kanan Telah dilaporkan seorang
tampak bengkak, kemerahan dan teraba pasien perempuan 48 tahun dengan
hangat, dengan lingkar lutut 40 cm, bengkak pada lutut kanan yang semakin
nyeri tekan (+), krepitasi (+). Pada besar sejak 1 minggu yang lalu.
pemeriksaan penunjang didapatkan data Bengkak ini sudah dirasakan sejak 3
kadar hemoglobin 11,4 gr/dl, leukosit bulan yang lalu. Nyeri pada lutut
7.050/mm3 dengan laju endap darah 24 semakin meningkat sejak 3 bulan yang
mm, kadar asam urat 3,7 mg/dl dan lalu. Nyeri kedua lutut bertambah jika
kolesterol total 247 mg/dl, HDL 62 pasien beraktifitas dan berkurang jika
mg/dl, LDL 172 mg/dl, Trigliserida 67 beristirahat. Nyeri terutama dirasakan
mg/dl. Pemeriksaan rontgen genu pada lutut kanan. Terdapat keterbatasan
proyeksi AP dan lateral dengan kesan gerak sendi lutut kanan sejak 3 bulan
OA genu bilateral grade 3 - moderate, yang lalu. Kedua lutut terasa kaku saat
USG genu kesan fluid collection / bangun tidur, kaku dirasakan sekitar 20
bursitis di antara fat sub cutis dan deep menit setiap hari. Lutut kanan teraba
fascia regio pre patellar – condyler hangat sejak 1 minggu yang lalu. Pasien

2
tidak mengalami demam, nyeri dan tinggi setelah umur 60 tahun, dengan
bengkak pada sendi lain tidak ada. gejala utama nyeri pada sendi yang
Dalam Hamijoyo (2020) terlibat dan biasanya nyeri memburuk
menyebutkan penegakkan OA dengan penggunaan sendi dan
menggunakan kriteria American berkurang dengan istirahat. Nyeri saat
College of Rheumatology 1986 istirahat atau nyeri pada malam hari
berdasarkan 3 kriteria yaitu kriteria merupakan ciri khas dari OA yang berat
klinis, kriteria klinis dan radiologis, dengan kekakuaan yang berlangsung
atau kriteria klinis dan laboratoris. kurang dari 30 menit. Sebaliknya pada
Berdasarkan kriteria klinis diagnosis rheumatoid artritis, kekakuan sendi
OA ditegakkan apabila didapatkan yang muncul pada pagi hari
nyeri lutut dan minimal 3 dari 6 kriteria berlangsung lebih lama dari 45 menit.10
yaitu adanya krepitus saat gerakan Adanya riwayat trauma pada
aktif, kaku sendi < 30 menit, kaki kanan pasien dipikirkan sebagai
pembesaran tulang sendi lutut dan faktor yang mempercepat munculnya
adanya nyeri tekan pada tepi tulang keluhan pada pasien ini. Punzi (2016)
sendi lutut. Sedangkan berdasarkan menyebutkan 12% dari total kasus OA
kriteria klinis dan radiologis ditegakkan disebabkan karena artritis pasca trauma,
apabila didapatkan nyeri lutut dan yaitu trauma langsung pada sendi.
adanya osteofit dan minimal 1 dari 3 Riwayat trauma fisik juga dapat
kriteria yaitu adanya kaku sendi < 30 ditemukan pada pasien dengan penyakit
menit dan krepitus pada gerakan sendi radang sendi kronis dengan gejala yang
aktif, hal ini sesuai dengan keluhan meliputi pembengkakan, efusi sinovial,
6
pasien dalam kasus ini. nyeri dan perdarahan intra artikular.12
Dalam penelitian Pat, et al Trauma pada lutut berkontribusi kuat
(2016) menunjukkan prevalensi OA berkembangnya OA pada usia muda.
lutut lebih banyak pada wanita Insiden injuri akut pada lutut
4,8
dibanding pria. Sedangkan dalam diperkirakan 900.000 kasus per tahun di
penelitian Ahmad (2018) didapatkan US. Dalam studi prospektif lebih dari
kejadian OA pada pasien usia 40 – 49 1300 orang dewasa yang di ikuti 36
tahun sebesar 20%, usia 50 – 59 tahun tahun, dengan risiko relatif berkembang
9
sebesar 29% dan diatas 60 tahun 51%. menjadi OA lebih tinggi 5 kali lipat
Hal yang sama juga disampaikan Mane dibanding pasien tanpa riwayat trauma.
(2000) yang menyebutkan bahwa Bukti paling cepat perkembangan OA
pasien OA datang pada usia lutut dilaporkan sebesar 30% insiden
pertengahan dan prevalensi yang lebih setelah 5 tahun pasca trauma dan 50%

3
insiden 10 – 20 tahun pasca trauma.13 matriks metaloproteinase dan
Didapatkan usia yang lebih kolagen tipe II. Banyak protein
muda 10 tahun pada pasien OA dengan ekstraseluler ini berasal dari matriks
riwayat trauma. Umumnya, tidak
periseluler dan mungkin hasil dari
didiagnosis secara klinis sampai
peningkatan kerusakan matriks.
permulaan fase simtomatik yang sangat
Hasil yang konsisten dengan temuan
bervariasi.12 Dengan mekanisme yang
ini, menunjukkan adanya
tidak sepenuhnya dipahami, dan
berbagai faktor termasuk predisposisi
peningkatan cairan sinovial

genetik, perubahan epigenetik, mekanis menyajikan berbagai matriks protein


biologis dan juga mekanisme inflamasi dan peningkatan kadar fragmen
mungkin terlibat.12 kolagen dan protein oligomer tulang
Perubahan kompleks metabolik yang akan bertahan selama beberapa
yang didominasi oleh respon tahun setelah cedera dan
peradangan berlangsung hingga 2 berkontribusi dalam perkembangan
bulan. Anderson, et al mengamati 3 OA yang terjadi setelah trauma
fase yang overlapping pada minggu sendi. Konsentrasi asam hialuronat
pertama hingga kedua setelah yang lebih rendah juga
trauma. Fase awal dengan menyebabkan fungsi pelumas sendi
karakteristik kematian sel dan yang terganggu. Selain dipengaruhi
respon inflamasi dan fase lanjut oleh enzim proteolisis yang
dengan peningkatan degradasi dihasilkan oleh neutrofil,
matriks. Aktivasi kaskade konsentrasi pelumas sendi ini juga
komplemen proteolitik dan toll-like dipengaruhi oleh mediator
receptors (TLRs) seperti TLR-2 dan inflamasi.12
TLR-4 dihipotesiskan berperan Peradangan sinovial akut yang
dalam konjungsi jaringan sitokin / berhubungan dengan cedera terkait
kemokin sebagai pertahanan respon dengan infiltrasi seluler dan
imun yang didapat pada saat berkorelasi dengan tingkat
terjadinya trauma. Selain kehilangan keparahan cedera. Studi pada hewan
glukosaminoglikan yang coba didapatkan adanya infiltrasi
berkelanjutan, cedera pada tulang makrofag dan limfosit T pasca
rawan memungkinkan pelepasan trauma dalam perkembangan
atau degradasi protein lain seperti penyakit ini. Peradangan sinovial

4
juga menyebabkan kerusakan bisa bertahan bertahun - tahun
oksidatif pada kondrosit kartilago setelah cedera awal. Secara khusus,
dan matriks melalui peningkatan remodeling tulang subkondral,
sekresi reactive oxydatif species terbentuknya osteofit dan fibrosis
(ROS) dan mengurangi pertahanan sinovial atau kapsul sendi dapat
antioksidan. Selain merusak berkembang dalam fase kronis yang
viabilitas kondrosit secara langsung. berefek pada ketidakstabilan sendi
ROS bersinergi dengan sitokin yang meningkatkan risiko terjadinya
proinflamasi dan nitrat oksida untuk artropati pasca trauma. Studi tentang
mempromosikan ekspresi gen hubungan antara cedera sendi pasca
katabolik melalui kinase trauma dan OA menunjukkan bahwa
ekstraseluler yang diatur oleh sinyal ketidakstabilan artikular dan
(ERK) 1 / 2 dan c-Jun N-terminal ketidaksesuaian permukaan setelah
12
kinase (JNK). Pada beberapa cedera akut dapat menyebabkan
individu tertentu, pengaruh faktor perubahan metabolisme kondrosit
antiinflamasi (yaitu antagonis dan degradasi tulang rawan. Adanya
reseptor IL-10 dan IL-1) yang bukti yang muncul bahwa
diproduksi pada fase awal pasca peradangan dan remodeling jaringan
cedera memungkinkan terjadinya sendi menyebabkan respons kronis
resolusi peradangan dan mengurangi kartilago serta fibrosis dan juga
risiko berkembang menjadi OA. kegagalan perbaikan.12
Namun peradangan yang bertahan Berat badan berlebih
melalui aktivasi lanjutan jalur merupakan faktor risiko terkuat yang

inflamasi seperti komplemen dan dapat dimodifikasi. Selama berjalan,


setengah berat badan bertumpu pada
danger signal –mediated pathyways
sendi lutut. Peningkatan berat badan
dapat mendorong perkembangan
akan melipat gandakan beban sendi
artropati kronis. Selain itu,
lutut saat berjalan. Studi Chingford
metabolisme perubahan kartilago
menunjukkan bahwa untuk setiap
secara bertahap, berkembang peningkatan Indeks Massa Tubuh
melalui periode asimptomatik yang (IMT) sebesar 2 unit (kira – kira 5 kg
panjang hingga terjadi kerusakan berat badan), rasio odds untuk
struktur dan nyeri sendi yang menderita OA lutut secara radiografik
disebabkan oleh beban kronis yang meningkat sebesar 1,36 poin. Penelitian

5
tersebut menyimpulkan bahwa semakin dari tatalaksana non-farmakologi dan
berat tubuh akan meningkatkan risiko farmakologi. Menurut ACR 2012,
menderita OA lutut. Kehilangan 5 kg rekomendasi utama dalam tatalaksana
berat badan akan mengurangi risiko OA non- farmakologi antara lain melakukan
lutut secara simtomatik pada wanita olahraga yaitu olahraga yang aman
14
sebesar 50%. Sedangkan untuk seperti aerobik dan renang. Pasien
aktifitas fisik berat seperti berdiri lama dengan berat badan berlebih
(2 jam atau lebih setiap hari), berjalan direkomendasikan untuk memulai
jarak jauh (2 jam atau lebih setiap hari), program penurunan berat badan. Selain
mengangkat barang berat (10 kg – 50 itu dapat dipertimbangkan rekomendasi
kg selama 10 kali atau lebih setiap tambahan berupa intervensi psikososial,
minggu), mendorong objek yang berat penggunaan termal-agent, penggunaan
(10 kg – 50 kg selama 10 kali atau lebih tapping-patella secara medial,
setiap minggu), naik turun tangga setiap mengikuti program tai-chi, dan
16
hari merupakan faktor risiko OA lutut. menggunakan alat bantu berjalan jika
Pada pasien dilakukan dibutuhkan.18 Sedangkan tatalaksana
pemeriksaan laboratorium berupa profil farmakologi pada osteoartritis antara
lipid ditemukan hasil dengan kesan lain penggunaan asetaminofen, NSAID
kolesterol total meningkat. Selanjutnya oral, NSAID topikal, tramadol dan
dilakukan penilaian Framingham Risk injeksi intraartikular. Penggunaan
Score atau Skor Resiko Framingham asetaminofen dapat menggunakan dosis
yang merupakan salah satu penilaian hingga 4000 mg/hari. Namun jika tidak
yang dapat dilakukan untuk memberikan respon yang baik,
menentukan risiko terjadinya penyakit pengobatan dapat diganti dengan
kardiovaskular dalam 10 tahun. Pasien NSAID oral atau topikal atau injeksi
ini mendapatkan total skor 8 dengan kortikosteroid intraartikular ataupun
kesan risiko rendah 4,5% terjadinya steroid dosis tinggi.
penyakit kardiovaskular dalam waktu Tatalaksana efusi genu pada
10 tahun.17 Penentuan skor ini dapat pasien yaitu arthrosintesis atau aspirasi
membantu dalam pemilihan obat- cairan sendi diikuti dengan injeksi
obatan dalam manajemen dislipidemia. steroid intraartikular. Indikasi aspirasi
Untuk pasien dalam kasus ini belum cairan sendi sebagai salah satu terapi
diperlukan pemberian terapi statin.17 jika sendi bengkak yang semakin
Tatalaksana pada pasien ini membesar dan nyeri yang meningkat.
harus dilakukan secara komprehensif. Aspirasi cairan sendi tidak didapatkan
Tatalaksana osteoartritis lutut terdiri cairan sendi, hal ini dipikirkan karena

6
cairan yang terletak di antara lapisan 522
lemak menjadi penyulit dalam 5. Iraj SA, 2016 ACR Revised
melakukan tindakan pada pasien ini. Criteria for Early Diagnosis of
KESIMPULAN Knee Osteoartritis. Autoimmune
Trauma pada lutut berkontribusi kuat Dis Ther Approaches. 2016 : 3 :
berkembangnya OA pada usia muda 118
dengan risiko relatif berkembang 6. Hamijoyo L, Suarjana I N, Ginting
menjadi OA lebih tinggi 5 kali lipat AR, Kurniari PK, Rahman PA,
dibanding pasien tanpa riwayat trauma. Suzuki K, et al. Buku Saku
Reumatologi. Perhimpunan
DAFTAR PUSTAKA
Reumatologi Indonesia. 2020. 20-
1. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H,
26
Broto R, Pramudiyo R.
7. Gerena LA, Castro A. Knee
Osteoartritis. Dalam Setiati S,
Effusion. StatPeatls. 2022 diakses
Alwi I, Sudoyo AW, K MS,
dari
Setiyonadi B, Syam AF (ed). Buku
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/boo
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi
ks/NBK532279/?report=classic
VI Jilid III. Jakarta : Internal
Publishing. 2017 : 421 : 3197 –
8. Cucchiriani M, Girolamo LD,
Filardo G, Oliveira JM, Orth P,
3209
Pape D, et al. Basic Science of
2. Indonesian Rheumatology
Osteoartritis. Journal of
Association. Diagnosis dan
Experimental Orth. 2016. 3 (22) :
Penatalaksanaa Osteoartritis.
1-18
Rekomendasi Perhimpunan
Reumatologi Indonesia. 2014
9. Ahmad IW, Rahmawati LD,
Wardhana TH. Demographic
3. Vina ER, Kwoh CK.
profile, clinical and analysis of
Epidemiology of Osteoartritis :
osteoarthritis patients ini surabaya.
Literatur Update. Curr Opin
Biomolecular and health science
Rheumatol. PMC. 2018. 30(2):
journal. 2018 (1) : 34 – 9
160-167
10. Altman R, E Asch, D Bloch, G
4. Pal CP, Pulkes S, Sanjay C,
Bole, D Borenstein, K Brandt, et
Kaushal KP, Ashok V.
al. Development Of Criteria For
Epidemiology of Knee
The Classification And Reporting
Osteoartritis in India And Related
Of Osteoartritis : Classification Of
Factors. Indian Journal of
Ostheoarthritis Of The Knee.
Orthopaedics. 2016. 50(5): 518-
Arthritis and Rheumatism. 1986.

7
1039-49 http://eprints.undip.ac.id/17308/1/
11. Sibarani JJ, Kuntara A, Rasyid Eka_Pratiwi_Maharani.pdf
RPHN. Korelasi Usia dan derajat 17. Andi MA, Pradana S, Soebagijo
Osteoartritis sendi lutut AS, Putu MA, Wismandari,
berdasarkan sistem klasifikasi Hendry Z, Rulli R. Pedoman
Kellgren-Lawrence di RSUP Dr. Pengelolaan Dislipidemia Di
Hasan Sadikin Bandung Tahun Indonesia. PB Perkeni. 2019
2019 – 2020. Journal of Medicine 18. Hochberg MC, Altman RD, April
and Health. 2021 : 3 (1) : 16 - 25 KT, Benkhalti M, Guyatt H,
12. Punzi L, Galozzi P, Luisetto R, Gowan JM, et al. American
Favero M, Ramonda R, Oliviero F, College of Rheumatology 2012
et al. Post-traumatic arthritis : Recommendations for the Use of
overview on pathogenic Nonpharmacologic and
mechanisms and role of Pharmacologic Therapies in
inflammation. RMD Open. 2016. 2 osteoarthritis of the Hand, hip and
:1–9 knee. Arthritis Care & research.
13. Stiebel M, Miller LE, Block JE. 2012 ; 64 (4) ; 465 – 474
Post-traumatic knee osteoarthritis 19. Thomsen TW, Shen S, Shaffer
in the young patient : therapeutic RW, Setnik GS. Arthrocentesis of
dilemmas and emerging the knee. The new england journal
technologies. Open Access journal of medicine. 2006 ; 354 ; e19
of sport medicine. 2014. 5 : 73 - 9
14. Loeser RF. The Role Of Aging In
The Development Of
Ostheoarthritis. Trans Am Clin
Climatol Assosc. 2017. 128 : 44-
54
15. Li YS, Xiao W, Luo W. Cellular
Aging Towards Osteoartritis.
Mechanism Of Ageing And
Development. 2017. 1-19
16. Maharani EP. Faktor – faktor
risiko osteoarthritis lutut (Studi
Kasus di Rumah Sakit Dokter
Kariadi Semarang). Universitas
Diponegoro. 2007 diakses dari

8
9

Anda mungkin juga menyukai