Anda di halaman 1dari 10

DIAGNOSIS BANDING

1. Osteoartritis
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan
dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut dan pergelangan kaki
paling sering terkena OA. Prevalensi OA lutut radiologis di Indonesia cukup tinggi,
yaitu mencapai 15.5% pada pria, dan 12.7% pada wanita. Keluhan sakit sendi
biasanya hilang timbul dan menyerang hanya beberapa persendian. Pada tahap awal,
nyeri sendi timbul bila selesai latihan fisik yang berat dan kemudian hilang setelah
istirahat. Keluhan kemudian berlanjut menjadi kekakuan sendi sewaktu bangun pagi
yang hilang dalam waktu 15-30 menit dan semakin berkurang setelah digerakkan.
Osterathritis ditandai dengan fase hipertrofi kartilago yang berhubungan
dengan suatu peningkatan terbatas dari sintesi matriks makromolekul oleh kondrosit
sebagai kompensasi perbaikan. Osteoarthritis terjadi sebagai hasil kombinasi antara
degradasi rawan sendi, remodeling tulang dan inflamasi cairan sendi.
Osteoarthritis biasanya terjadi pada usia di atas 50 tahun. Sebagian penderita
osteoarthritis kelihatannya menderita obesitas. Perempuan lebih banyak menderita
osteoarthritis daripada lelaki dan terutama pada usia lanjut.
Untuk epidemiologinya WHO melaporkan 40% penduduk dunia yang lansia
akan menderita osteoarthritis dari jumlah tersebut 80% mengalami keterbatasan gerak
sendi. Prevalensi OA di Indonesia cukup tinggi yaitu 5% pada usia > 40 tahun, 30%
pada usia 40-60 tahun dan 65% pada usia > 61 tahun. Risiko OA genu symptomatik:
40% pada pria, dan 47% pada wanita. Risiko OA meningkat pada usia di atas 50
tahun.

a. Klasifikasi Osteoartritis
Menurut Kellgren dan Lawrence osteoartritis dalam pemeriksaan radiologis
diklasifikasikan sebagai berikut :
Grade 0: Normal, Tidak tampak adanya tanda-tanda OA pada radiologis
Grade 1: Ragu-ragu, tanpa osteofit.
Grade 2: Ringan, osteofit yang pasti, tidak terdapat ruang antar sendi.
Grade 3: Sedang, osteofit sedang, terdapat ruang antar sendi yang cukup besar.
Grade 4: Berat atau parah, osteofit besar, terdapat ruang antar sendi yang lebar
dengan sklerosis pada tulang subkondral.
b. Pathogenesis
OA terjadi karena degradasi pada rawan sendi, remodelling tulang, dan
inflamasi. Terdapat 4 fase penting dalam proses pembentukan osteoartritis yaitu
fase inisiasi, fase inflamasi, fase nyeri, fase degradasi.
 Fase inisiasi : Ketika terjadi degradasi pada rawan sendi, rawan sendi
berupaya melakukan perbaikan sendiri dimana khondrosit mengalami
replikasi dan memproduksi matriks baru. Fase ini dipengaruhi oleh faktor
pertumbuhan suatu polipeptida yang mengontrol proliferasi sel dan
membantu komunikasi antar sel, faktor tersebut seperti Insulin-like
growth factor (IGF-1), growth hormon, transforming growth factor b
(TGF-b) dan coloni stimulating factors (CSFs). Faktor-faktor ini
menginduksi khondrosit untuk mensintesis asam deoksiribo nukleat
(DNA) dan protein seperti kolagen dan proteoglikan. IGF-1 memegang
peran penting dalam perbaikan rawan sendi.
 Fase inflamasi : Pada fase inflamasi sel menjadi kurang sensitif terhadap
IGF-1 sehingga meningkatnya pro-inflamasi sitokin dan jumlah leukosit
yang mempengaruhi sendi. IL-1(Inter Leukin-1) dan tumor nekrosis
faktor-α (TNF-α) mengaktifasi enzim degradasi seperti collagenase dan
gelatinase untuk membuat produk inflamasi pada osteoartritis. Produk
inflamasi memiliki dampak negatif pada jaringan sendi, khususnya pada
kartilago sendi, dan menghasilkan kerusakan pada sendi.
 Fase nyeri: Pada fase ini terjadi proses peningkatan aktivitas fibrinogenik
dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan penumpukan
trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral sehingga
menyebabkan terjadinya iskemik dan nekrosis jaringan. Hal ini
mengakibatkan lepasnya mediator kimia seperti prostaglandin dan
interleukin yang dapat menghantarkan rasa nyeri. Rasa nyeri juga berupa
akibat lepasnya mediator kimia seperti kinin yang dapat menyebabkan
peregangan tendo, ligamen serta spasme otot-otot. Nyeri juga diakibatkan
oleh adanya osteofit yang menekan periosteum dan radiks saraf yang
berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena intramedular
akibat stasis vena pada proses remodelling trabekula dan subkondrial.
 Fase degradasi : IL-1 mempunyai efek multipel pada sel cairan sendi yaitu
meningkatkan sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi. Peran
makrofag didalam cairan sendi juga bermanfaat, yaitu apabila terjadi jejas
mekanis, material asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs akan
memproduksi sitokin aktifator plasminogen (PA). Sitokin ini akan
merangsang khondrosit untuk memproduksi CSFs. Sitokin ini juga
mempercepat resorpsi matriks rawan sendi. Faktor pertumbuhan dan
sitokin membawa pengaruh yang berlawanan selama perkembangan OA.
Sitokin cenderung merangsang degradasi komponen matriks rawan sendi
sedangkan faktor pertumbuhan merangsang sintesis

c. Etiologi
Berdasarkan etiopatogenesisnya OA dibagi menjadi dua, yaitu OA primer dan
OA sekunder. OA primer disebut juga OA idiopatik yang mana penyebabnya
tidak diketahui dan tidak ada hubunganya dengan penyakit sistemik, inflamasi
ataupun perubahan lokal pada sendi, sedangkan OA sekunder merupakan OA
yang ditengarai oleh faktor-faktor seperti penggunaan sendi yang berlebihan
dalam aktifitas kerja, olahraga berat, adanya cedera sebelumnya, penyakit
sistemik, inflamasi. OA primer lebih banyak ditemukan daripada OA sekunder.

d. Factor resiko
 Umur
Dari semua faktor risiko untuk timbulnya OA, faktor ketuaan adalah
yang terkuat. OA hampir tidak pernah pada anak-anak, jarang pada umur
di bawah 40 tahun dan sering pada umur di atas 60 tahun.
 Jenis kelamin
Wanita lebih sering terkena OA lutut, dan lelaki lebih sering terkena
OA paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan, di bawah 45
tahun frekuensi OA kurang lebih sama pada laki-laki dan wanita, tetapi di
atas 50 tahun (setelah menopause) frekuensi OA lebih banyak pada wanita
daripada pria. Hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada
patogenesis OA.
 Genetik
Faktor genetik merupakann faktor penting. Anak perempuan dengan
ibu yang memiliki OA berisiko lebih tinggi dari pada anak laki-laki
karena OA diwariskan kepada anak perempuan secara dominan sedangkan
pada laki-laki diwariskan secara resesif. Selain itu genetik menyumbang
terjadinya OA pada tangan sebanyak 65%, OA panggul sebanyak 50%,
OA lutut sebanyak 45%, dan 70% OA pada cervical dan spina lumbar.
 Obesitas
Obesitas merupakan faktor penting terkait perkembangan OA pada
lutut tetapi hubungan ini lebih kuat pada wanita. Risiko 19 terjadinya OA
dua kali lebih besar pada orang dengan berat badan berlebih dari pada
kelompok orang dengan berat badan normal. Selain itu dilihat dari
perubahan radiologis, obesitas merupakan prediktor ketidakmampuan
yang progresif. Tetapi hubungan ini tidak jelas pada OA panggul dan OA
tangan.
 Aktivitas berat yang berlangsung lama
Penggunaan sendi dalam aktivitas berat yang berlangsung lama
menjadi faktor risiko berkembangnya penyakit OA. Pekerjaan seperti kuli
angkut barang, memanjat menyebabkan peningkatan OA lutut, hal ini
biasanya terjadi pada laki-laki. Selain itu kebiasaan yang membungkuk
terlalu lama seperti petani, atau tukang cuci meningkatkan risiko
terjadinya OA panggul. Altet olahraga wanita ataupun lelaki menunjukkan
faktor risiko besar terjadinya OA lutut dan panggul.

e. Sendi-sendi yang terkena


Adanya predileksi OA pada sendi-sendi tertentu (carpometacarpal (sendi
jempol) I, metatarsofalangeal I, sendi apofiseal tulang belakang, lutut dan paha)
adalah nyata sekali. Salah satu teori mengatakan bahwa sendi-sendi yang sering
tekena OA adalah sendi-sendi yang paling akhir mengalami perubahan-perubahan
evolusi, khususnya dalam kaitan dengan gerakan mencengkeram dan berdiri dua
kaki.

f. Bagian yang sering terkena


1) Lutut :
 Sering terjadi hilangnya kompartemen femorotibial pada rongga
sendi.
 Kompartemen bagian medial merupakan penyangga tubuh yang
utama, tekanannya lebih besar sehingga hampir selalu menunjukkan
penyempitan paling dini.
2) Tulang belakang :
 Terjadi penyempitan rongga diskus.
 Pembentukan tulang baru (spuring/pembentukan taji) antara vertebra
yang berdekatan sehingga dapat menyebabkan keterlibatan pada akar
syaraf atau kompresi medula spinalis.
 Sklerosis dan osteofit pada sendi-sendi apofiseal invertebrata.
3) Panggul :
 Penyempitan pada sendi disebabkan karena menyangga berat badan
yang terlalu berat, sehingga disertai pembentukan osteofit femoral
dan asetabular.
 Sklerosis dan pembentukan kista subkondral.
 Penggantian total sendi panggul menunjukkan OA panggul yang
sudah berat.
4) Tangan :
 Biasanya mengenai bagian basal metakarpal pertama.
 Sendi-sendi interfalang proksimal ( nodus Bouchard ).
 Sendi-sendi interfalang distal

g. Gambaran klinis
 Krepitasi
Gejala ini timbul karena gesekan kedua permukaan tulang sendi pada
saat sendi digerakkan atau secara pasif di manipulasi.
 Nyeri
Nyeri pada sendi berasal dari inflamasi pada sinovium, tekanan pada
sumsum tulang, fraktur daerah subkondral, tekanan saraf akibat osteofit,
distensi, instabilnya kapsul sendi, serta spasme pada otot atau ligamen.
Nyeri terjadi ketika melakukan aktifitas berat. Pada tahap yang lebih
parah hanya dengan aktifitas minimal sudah dapat membuat perasaan
sakit, hal ini bisa berkurang dengan istirahat.
 Kekakuan sendi
kekakuan pada sendi sering dikeluhkan ketika pagi hari ketika setelah
duduk yang terlalu lama atau setelah bangun pagi
 Pembengkakan sendi
Pembengkakan sendi pada OA dapat timbul karena efusi pada sendi
yang biasanya tak banyak ( < 100 cc). Sebab lain ialah karena adanya
osteofit, yang dapat mengubah permukaan sendi.
 Tanda-tanda peradangan
Biasanya tanda-tanda ini tak menonjol dan timbul belakangan,
seringkali dijumpai di lutut, pergelangan kaki dan sendi-sendi kecil tangan
dan kaki.
 Perubahan bentuk (deformitas) sendi yang permanen
Perubahan ini dapat timbul karena kontraktur sendi yang lama,
perubahan permukaan sendi, berbagai kecacatan dan gaya berdiri dan
perubahan pada tulang dan permukaan sendi.
 Perubahan Gaya Berjalan
Keadaan ini hampir selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi
tumpuan berat badan. Terutama dijumpai pada OA lutut, sendi paha dan
OA tulang belakang dengan stenosis spinal.
h. Tatalaksana
 Terapi non-farmakologis
 Penerangan
Maksud dari penerangan adalah agar pasien mengetahui sedikit
seluk-beluk tentang penyakitnya, bagaimana menjaganya agar
penyakitnya tidak bertambah parah serta persendiannya tetap dapat
dipakai.
 Terapi fisik dan rehabilitasi
Terapi ini untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat
dipakai dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit.
 Penurunan berat badan
Berat badan yang berlebihan ternyata merupakan faktor yang akan
memperberat penyakit OA. Oleh karenanya berat badan harus
selalu dijaga agar tidak berlebihan. Apabila berat badan
berlebihan, maka harus diusahakan penurunan berat badan, bila
mungkin mendekati berat badan ideal.
 Terapi farmakologis
 Analgesik oral non opiate
 Analgesik topikal
 Obat anti inflamasi non steroid (OAINS)
 Chondroprotective Agent

2. Artritis Gout
Artritis gout adalah penyakit yang sering ditemukan dan tersebar di seluruh
dunia. Artritis gout merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi
kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat di dalam
cairan ekstraselular.
Gout merupakan penyakit dominan pada pria dewasa. Sebagaimana yang
disampaikan oleh Hippocrates bahwa gout jarang pada pria sebelum masa remaja
sedangkan pada perempuan jarang sebelum menopause.
Untuk epidemiologinya Pada tahun 1986 dilaporkan prevalensi gout di
Amerika Serikat adalah 13.6/1000 pria dan 6.4/1000 perempuan . Prevalensi gout
bertambah dengan meningkatnya taraf hidup. Prevalensi di antara pria African
American lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok pria caucasian. Di Indonesia
belum banyak publikasi epidemiologi tentang artritis pirai (AP). Pada tahun 1935
seorang dokter kebangsaan Belanda bernama Van der Horst telah melaporkan 15
pasien artritis pirai dengan kecacatan (lumpuhkan anggota gerak) dari suatu daerah di
Jawa Tengah.
a. Klasifikasi artritis gout
 Stadium artritis gout akut
Radang sendi pada stadium ini sangat akut dan timbul sangat cepat
dalam waktu singkat. Pasien tidur tanpa ada gejala apa-apa, pada saat
bangun pagi terasa sakit yang hebat dan tidak dapat berjalan. Biasanya
bersifat monoartikuler dengan keluhan utama berupa nyeri, bengkak,
terasa hangat, merah dengan gejala sistemik berupa demam, menggigil
dan merasa lelah. Lokasi yang paling sering pada MTP-1 yang biasanya
disebut podagra.
 Stadium interkritikal
Stadium ini merupakan kelanjutan dari stadium akut dimana terjadi
periode interkritik asimptomatik. Walaupun secara klinik tidak didapatkan
tanda-tanda radang akut namun pada aspirasi sendi ditemukan Kristal urat.
Hal ini menunjukkan bahwa proses peradangan masih terus berlanjut,
walaupun tanpa keluhan
 Stadium arthritis gout menahun
Stadium ini umumnya pada pasien yang melakukan pengobatan sendiri
(self medication) sehingga dalam waktu lama tidak mau berobat secara
teratur pada dokter. Artritis gout menahun biasanya disertai tofi yang
banyak dan poliartikular.
b. Etiologi
 Gout primer adalah gout yang disebabkan oleh faktor genetik. Kombinasi
faktor genetik dan hormonal diduga menjadi penyebab terganggunya
metabolisme. Akibatnya, produksi asam urat juga ikut meningkat. Gout
jenis ini juga dapat diakibatkan karena berkurangnya pengeluaran asam
urat dari tubuh. Namun pada penyakit gout primer ini, 99% penyebabnya
belum diketahui (idiopatik).
 Gout sekunder biasanya timbul karena adanya komplikasi dengan
penyakit lain (hipertensi). Obat diuretik yang diresepkan untuk hipertensi
menyebabkan buang air kecil lebih sering dan megurangi jumlah cairan
dalam tubuh. Cairan yang tersisa dalam tubuh akan lebih padat sehingga
menyebabkan peningkatan risiko terbentuknya kristal yang menyebabkan
gout. Obat antihipertensi tertentu juga meningkatkan kadar serum asam
urat sehingga dapat mengakibatkan gout. Penyebab lain gout sekunder
antara lain karena meningkatnya produksi asam urat akibat nutrisi, yaitu
mengonsumsi makanan dengan kadar purin tinggi. Faktor lingkungan juga
dapat berperan dalam timbulnya penyakit ini. Seseorang yang tinggal di
lingkungan yang sama dengan penderita penyakit tertentu lebih berisiko
untuk menderita penyakit yang serupa karena adanya kesamaan dalam
kebiasaan sehari-hari.

c. Gambaran klinis
Menurut Junaidi (2013), tanda dan gejala arthritis gout yaitu:
 Menyerang satu sendi dan berlangsung selama beberapa hari, gejalanya
menghilang secara bertahap dimana sendi kembali berfungsi dan tidak
muncul gejala hingga terjadi serangan berikutnya.
 Urutan sendi yang terkena serangan gout berulang adalah ibu jari kaki
(padogra), sendi tarsal kaki, pergelangan kaki, sendi kaki belakang,
pergelangan tangan, lutut, dan bursa elekranon pada siku.
 Nyeri hebat dan akan merasakan nyeri pada tengah malam mejelang pagi.
 Sendi yang terserang gout akan membengkak dan kulit biasanya akan
berwarna merah atau kekuningan, serta terasa hangat dan nyeri saat
digerakkan serta muncul benjolan pada sendi (tofus). Jika sudah agak
lama (hari kelima), kulit di atasnya akan berwarna merah kusam dan
terkelupas (deskuamasi). Gejala lainnya adalah muncul tofus di helix
telinga/pinggir sendi/tendon. Menyentuh kulit di atas sendi yang terserang
gout bisa memicu rasa nyeri yang luar biasa. Rasa nyeri ini akan
berlangsung selama beberapa hari hingga sekitar satu minggu, lalu
menghilang.
 Gejala lain yaitu demam, menggigil, tidak enak badan, dan jantung
berdenyut dengan cepat.

d. Diagnosis gout artritis


Dengan menemukan kristal urat dalam tofi merupakan diagnosis spesifik
untuk gout. Akan tetapi tidak semua pasien mempunyai tofi, sehingga tes
diagnostik ini kurang sensitif. Oleh karena itu kombinasi dari penemuan-
penemuan di bawah ini dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis
 Riwayat inflamasi klasik artritis monoartikuler khusus pada sendi MTP-1
 Diikuti oleh stadium interkritik di mana bebas symptom
 Beratnya serangan gout mempunyai  sifat hingga tidak bisa berjalan,
tidak  dapat memakai sepatu sampai  mengganggu tidur.
 Serangan gout biasanya bersifat  monoartikuler dengan tanda inflamasi 
yang jelas seperti merah, bengkak, nyeri,  terasa panas, dan sakit jika
digerakkan
 Hiperurisemia.
e. Tatalaksana
Secara umum penanganan artritis gout adalah memberikan edukasi, pengaturan
diet, istirahat sendi dan pengobatan. Pengobatan dilakukan secara dini agar tidak
terjadi kerusakan sendi ataupun komplikasi lain, misalnya pada ginjal.
Pengobatan artritis gout akut bertujuan menghilangkan keluhan nyeri sendi dan
peradangan dengan obat-obat, antara lain kolkisin, obat anti inflamasi non steroid
(OAINS), kortikosteroid, atau hormon ACTH.

REFERENSI :
Aru W. Sudoyo, Siti Setiati, Idrus Alwi Dkk. 2016. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi VI. Jakarta : Interna Publishing
http://eprints.ums.ac.id/37962/3/BAB%202.pdf

NOTES
1. ARTRITIS GOUT
 Gejala yang khas pada artritis gout adalah adanya keluhan nyeri,
bengkak, dan terdapat tanda-tanda inflamasi pada sendi metatarsal-
phalangeal ibu jari kaki (atau yang disebut dengan podagra).
 Namun, gout tidak terbatas pada jempol kaki, dapat juga
mempengaruhi sendi lain termasuk kaki, pergelangan kaki, lutut,
lengan, pergelangan tangan, siku dan kadang di jaringan lunak dan
tendon.

Anda mungkin juga menyukai