Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN OSTEOARTRITIS

1. Pengertian
Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degenaeratif atau
osteoartritis (sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang
paling sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan
(disabilitas) (Kusuma. H, dan Nurarif ,2012).
Osteoartritis (OA) menurut Kenneth (2010), merupakan kegagalan
pembaikan kerusakan di sendi yang disebabkan oleh stress mekanik yang
berlebihan. Penyakit ini bersifat degeneratif kronik non inflamasi serta
progresif lambat, ditandai dengan adanya degenerasi tulang rawan sendi,
hipertrofi tulang pada tepinya, sklerosis tulang subkondral, perubahan pada
membran sinovial, disertai nyeri, biasanya setelah aktivitas berkepanjangan,
dan kekakuan, khususnya pada pagi hari atau setelah inaktivitas. Penyakit ini
disebut juga degenerative arthritis, hypertrophic arthritis, dan degenerative
joint disease. Osteoartritis adalah bentuk artritis yang paling umum terjadi
yang mengenai mereka di usia lanjut atau usia dewasa dan salah satu penyebab
terbanyak kecacatan di negara berkembang.

2. Faktor Risiko
Secara garis besar, faktor risiko timbulnya OA lutut meliputi usia, jenis
kelamin, ras, genetik, nutrisi, obesitas, penyakit komorbiditas, menisektomi,
kelainan anatomis, riwayat trauma lutut, aktivitas fisik, kebiasaan olah raga,
dan jenis pekerjaan (Juhakoski, 2013)
a. Usia
Usia adalah faktor risiko utama timbulnya OA, dengan prevalensi
dan beratnya OA yang semakin meningkat seiring dengan bertambahnya
usia. Lebih dari 80% individu berusia lebih dari 75 tahun terkena OA.
Bukti radiografi menunjukkan insidensi OA jarang pada usia di bawah 40
tahun.OA hampir tidak pernah terjadi pada anak-anak dan sering pada usia
di atas 60 tahun. Meskipun OA berkaitan dengan usia, penyakit ini bukan
merupakan akibat proses penuaan yang tak dapat dihindari.
Perubahan morfologi dan struktur pada kartilago berkaitan dengan
usia termasuk penghalusan dan penipisan permukaan artikuler; penurunan
ukuran dan agregasi matriks proteoglikan; serta kehilangan kekuatan
peregangan dan kekakuan matriks. Perubahan-perubahan ini paling sering
disebabkan oleh penurunan kemampuan kondrosit untuk mempertahankan
dan memperbaiki jaringan, seperti kondrosit itu sendiri sehingga terjadi
penurunan aktivitas sintesis dan mitosis, penurunan respon terhadap
anabolic growth factor, dan sintesis proteoglikan yang lebih kecil dan tidak
seragam.
b. Jenis Kelamin
Wanita berisiko terkena OA dua kali lipat dibanding pria.
Meningkatnya kejadian OA pada wanita di atas 50 tahun diperkirakan
karena turunnya kadar estrogen yang signifikan setelah menopause.
Kondrosit memiliki reseptor estrogen fungsional, yang menunjukkan
bahwa sel-sel ini dipengaruhi oleh estrogen. Penelitian menunjukkan
bahwa estrogen menyebabkan peningkatan pengaturan reseptor estrogen
pada kondrosit, dan peningkatan ini berhubungan dengan peningkatan
sintesis proteoglikan pada hewan percobaan.
c. Ras
Prevalensi OA lutut pada penderita di negara Eropa dan Amerika
tidak berbeda, sedangkan suatu penelitian membuktikan bahwa ras Afrika
– Amerika memiliki risiko menderita OA lutut 2 kali lebih besar
dibandingkan ras Kaukasia. Penduduk Asia juga memiliki risiko menderita
OA lutut lebih tinggi dibandingkan Kaukasia.
d. Genetik
Faktor genetik juga berperan pada kejadian OA lutut. Hal tersebut
berhubungan dengan abnormalitas kode genetik untuk sintesis kolagen
yang bersifat diturunkan, seperti adanya mutasi pada gen prokolagen II
atau gen-gen struktural lain untuk struktur-struktur tulang rawan sendi
seperti kolagen tipe IX dan XII, protein pengikat, atau proteoglikan
perbedaan antar pengaruh genetik menentukan lokasi sendi yang terkena
OA.
e. Nutrisi
Orang yang jarang mengkonsumsi makanan bervitamin D memiliki
peningkatan risiko 3 kali lipat menderita OA lutut.Penelitian faktor nutrisi
sebagai etiopatologi OA membuktikan adanya peningkatan risiko kejadian
OA lutut pada individu dengan defisiensi vitamin C dan E.
f. Obesitas
Kegemukan (obesitas) adalah faktor risiko terkuat untuk terjadinya
osteoartritis lutut. Efek obesitas terhadap perkembangan dan progresifitas
OA terutama melalui peningkatan beban pada sendi-sendi penopang berat
badan. Tiga hingga enam kali berat badan dibebankan pada sendi lutut
pada saat tubuh bertumpu pada satu kaki. Peningkatan berat badan akan
melipatgandakan beban sendi lutut saat berjalan yang menyebabkan
kerusakan kartilago di samping berhubungan melalui faktor-faktor
sistemik.
g. Penyakit komorbid
Faktor metabolik juga berkaitan terhadap timbulnya OA, selain
faktor obesitas. Hal ini didukung dengan adanya kaitan antara OA dengan
beberapa penyakit seperti diabetes mellitus, hipertensi, hiperurisemia, dan
penyakit jantung koroner.
h. Menisektomi
Menisektomi merupakan suatu tindakan operasi yang dilakukan di
daerah lutut dan merupakan salah satu faktor risiko penting pada
timbulnya OA lutut. Osteoartritis lutut dapat terjadi pada 89% pasien yang
telah menjalani menisektomi.
i. Kelainan anatomis
Kelainan lokal pada sendi lutut yang dapat menjadi faktor risiko
OA lutut antara lain genu varum, genu valgus, Legg – Calve – Perthes
disease, displasia asetabulum, dan laksiti ligamentum pada sendi lutut.
Kelemahan otot kuadrisep juga berhubungan dengan nyeri lutut,
disabilitas, dan progresivitas OA lutut. Selain karena kongenital, kelainan
anatomis juga dapat disebabkan oleh trauma berat yang menyebabkan
timbulnya kerentanan terhadap OA.
j. Riwayat trauma lutut
Trauma lutut akut, terutama kerusakan pada ligamentum cruciatum
dan robekan meniskus pada lutut merupakan faktor risiko timbulnya OA
lutut, dan berhubungan dengan progresifitas penyakit. Perkembangan dan
progresifitas OA pada individu yang pernah mengalami trauma lutut tidak
dapat dicegah, bahkan setelah kerusakan ligamentum cruciatum anterior
diperbaiki. Risiko berkembangnya OA pada kasus ini sebesar 10 kali lipat.
k. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik yang berat / weight bearing seperti berdiri lama (2
jam atau lebih setiap hari), berjalan jarak jauh (2 jam atau lebih setiap
hari), naik turun tangga setiap hari merupakan faktor risiko terjadinya OA
lutut. Di sisi lain, seseorang dengan aktivitas minim sehari-hari juga
berisiko mengalami OA lutut. Kurangnya aktivitas sendi yang berlangsung
lama akan menyebabkan disuse atrophy yang akan meningkatkan
kerentanan terjadinya trauma pada kartilago.
l. Kebiasaan olah raga
Olah raga yang sering menimbulkan cedera sendi berkaitan dengan
risiko OA yang lebih tinggi. Beban benturan yang berulang juga dapat
menjadi suatu faktor penentu lokasi pada individu yang mempunyai
predisposisi OA dan dapat berkaitan dengan perkembangan dan beratnya
OA. Atlet olah raga yang cenderung mengalami benturan keras dan
membebani lutut seperti sepak bola, lari maraton, dan kung fu
meningkatkan risiko untuk menderita OA lutut.
m. Jenis pekerjaan
Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus
menerus, misalnya tukang pahat, pemetik kapas, berkaitan dengan
peningkatan risiko OA tertentu. Terdapat hubungan signifikan antara
pekerjaan yang menggunakan kekuatan lutut dan kejadian OA lutut.
Osteoartritis lebih banyak ditemukan pada pekerja fisik berat, terutama
yang sering menggunakan kekuatan yang bertumpu pada lutut, seperti
penambang, petani, dan kuli pelabuhan.

3. Patofisiologi
Rawan sendi dibentuk oleh sel tulang rawan sendi (kondrosit) dan
matriks rawan sendi. Kondrosit berfungsi mensintesis dan memelihara matriks
tulang rawan sehingga fungsi bantalan rawan sendi tetap terjaga dengan baik.
Matriks rawan sendi terutama terdiri dari air, proteoglikan dan kolagen.
Perkembangan perjalanan penyakit osteoarthritis dibagi menjadi fase, yaitu
sebagai berikut :
a. Fase 1
Terjadinya penguraian proteolitik pada matriks kartilago.
Metabolisme kondrosit menjadi terpengaruh dan meningkatkan produksi
enzim seperti metalloproteinases yang kemudian hancur dalam matriks
kartilago. Kondrosit juga memproduksi penghambat protease yang
mempengaruhi proteolitik. Kondisi ini memberikan manifestasi pada
penipisan kartilago.
b. Fase 2
Pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan kartilago,
disertai adanya pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen ke dalam
cairan sinovia.
c. Fase 3
Proses penguraian dari produk kartilago yang menginduksi respons
inflamasi pada sinovia. Produksi magrofag sinovia seperti interleukin 1
(IL-1), tumor necrosis factor-alpha (TNF-α), dan metalloproteinase
menjadi meningkat. Kondisi ini memberikan manifestasi balik pada
kartilago dan secara langsung memberikan dampak adanya destruksi pada
kartilago. Molekul-molekul proinflamasi lainnya seperti nitric oxide (NO)
juga ikut terlibat. Kondisi ini memberikan manifestasi perubahan arsitektur
sendi dan memberikan dampak terhadap pertumbuhan tulang akibat
stabilitas sendi. Perubahan arsitektur sendi dan stress inflamasi
memberikan pengaruh pada permukaan artikular menjadi kondisi
gangguan yang progresif (Helmi, 2012).

4. Pathways

(Muttaqin, Arif. 2011)


5. Klasifikasi
Menurut Solomon et al (2010), Pada umumnya diagnosis osteoarthritis
didasarkan pada gabungan gejala klinik dan perubahan radiografi. Gejala klinik
perlu diperhatikan, oleh karena tidak semua pasien dengan perubahan
radiografi osteoarthritis mempunyai keluhan pada sendi. Terdapat 4 kelainan
radiografi utama pada osteoarthritis, yaitu: penyempitan rongga sendi,
pengerasan tulang bawah rawan sendi, pembentukan kista di bawah rawan
sendi dan pembentukan osteofit, sendi yang dapat terkena osteoarthritis antara
lain:
a. Osteoarthritis sendi lutut.
b. Osteoarthritis sendi panggul.
c. Osteoarthritis sendi-sendi kaki.
d. Osteoarthritis sendi bahu
e. Osteoarthritis sendi-sendi tangan.
f. Osteoarthritis tulang belakang
Namun ada pula yang membagi klasifikasi osteoarthritis berdasarkan
primer dan sekunder seperti yang dilakukan Solomon, et al (2010)
a. Osteoartritis primer
Osteoartritis primer atau OA idiopatik belum diketahui penyebabnya
dan tidak berhubungan dengan penyakit sistemik maupun proses
perubahan lokal pada sendi. Meski demikian, osteoartritis primer banyak
dihubungkan pada penuaan. Pada orang tua, volume air dari tulang muda
meningkat dan susunan protein tulang mengalami degenerasi. Akhirnya,
kartilago mulai degenerasi dengan mengelupas atau membentuk tulang
muda yang kecil. Pada kasus-kasus lanjut, ada kehilangan total dari bantal
kartilago antara tulang-tulang dan sendi-sendi.
Penggunaan berulang dari sendi-sendi yang terpakai dari tahun ke
tahun dapat membuat bantalan tulang mengalami iritasi dan meradang,
menyebabkan nyeri dan pembengkakan sendi. Kehilangan bantalan tulang
ini menyebabkan gesekan antar tulang, menjurus pada nyeri dan
keterbatasan mobilitas sendi. Peradangan dari kartilago dapat juga
menstimulasi pertumbuhan-pertumbuhan tulang baru yang terbentuk di
sekitar sendi-sendi.
Osteoartritis primer ini dapat meliputi sendi-sendi perifer (baik satu
maupun banyak sendi), sendi interphalang, sendi besar (panggul, lutut),
sendi-sendi kecil (carpometacarpal, metacarpophalangeal), sendi apophy-
seal dan atau intervertebral pada tulang belakang, maupun variasi lainnya
seperti OA inflamatorik erosif, OA generalisata, chondromalacia patella,
atau Diffuse Idiopathic Skeletal Hyperostosis (DISH).
b. Osteoartritis sekunder
Osteoartritis sekunder adalah OA yang disebabkan oleh penyakit
atau kondisi lainnya, seperti pada post-traumatik, kelainan kongenital dan
pertumbuhan (baik lokal maupun generalisata), kelainan tulang dan sendi,
penyakit akibat deposit kalsium, kelainan endokrin, metabolik, inflamasi,
imobilitas yang terlalu lama, serta faktor risiko lainnya seperti obesitas,
operasi yang berulangkali pada struktur-struktur sendi, dan sebagainya
Menurut Kellgren dan Lawrence osteoartritis dalam
pemeriksaan radiologis diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Grade 0: Normal, Tidak tampak adanya tanda-tanda OA pada radiologis.
b. Grade 1: Ragu-ragu, tanpa osteofit.
c. Grade 2: Ringan, osteofit yang pasti, tidak terdapat ruang antar sendi.
d. Grade 3: Sedang, osteofit sedang, terdapat ruang antar sendi yang cukup
besar.
e. Grade 4: Berat atau parah, osteofit besar, terdapat ruang antar sendi yang
lebar dengan sklerosis pada tulang subkondral.
Tabel 1. Klasifikasi osteoartritis menurut Kellgren dan Flawrence (2011)
Klasifikasi osteoartritis berdasarkan pemeriksaan radiologis menurut
Kellgren dan Flawrence
Tingkatan 0 1 2 3 4
Radiografi
Klasifikasi Normal Ragu- Ringan Sedang Berat
ragu
Deskripsi Tanpa Tanpa Osteofit Osteofit Osteofit
osteofit osteofit yang yang yang
pasti, sedang, besar,
tetapi dan ruang
tidak terdapat antar sendi
terdapat ruang yang lebar,
ruang antar dengan
antar sendi sklerosis
sendi yang pada
cukup tulang
besar subkondral

6. Manifestasi Klinis
Nyeri pada sendi tersebut biasanya merupakan keluhan utama yang
membuat pasien datang ke dokter. Nyeri biasanya bertambah berat dengan
gerakan dan berkurang dengan istirahat. Pada umumnya pasien OA
mengatakan bahwa keluhannya sudah berlangsung lama tetapi berkembang
secara perlahan. Nyeri tersebut juga tidak menghilang setelah lutut pasien
dikompres, nyeri makin memberat saat pasien melipat lututnya dan
menggerakkan kakinya namun sedikit berkurang dengan istirahat.. Pada
beberapa pasien OA juga dapat timbul kaku sendi yang dapat timbul setelah
imobilisasi seperti setelah duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang cukup
lama atau bahkan setelah bangun tidur. Biasanya kaku sendi ini berlangsung
kurang dari 30 menit.. Pasien dengan OA mengalami hambatan gerak sendi
dan adanya rasa gemertak yang kadang – kadang dapat terdengar ketika
sendinya digerakkan. Pada pasien ini juga mengeluhkan susah untuk bergerak
dan berjalan karena nyerinya dan pasien juga mengaku kadang merasakan
seperti ada sesuatu yang patah atau remuk ketika lututnya digerakkan. Selain
itu pasien juga mengeluhkan adanya bengkak pada lutut kirinya yang juga
dapat ditemukan pada pasien OA. Adapun gejala klinis yang dirasakan pasien
sebagai berikut :
a. Nyeri persisten lutut
b. Kekakuan lutut terbatas < 30 menit
c. Penururnan fungsi, gerakan terbatas
d. Krepitus.
e. Enlaegement tulang (NICE Guidelines, 2013)

7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi bila osteoartritis tidak ditangani yaitu
terjadi deformitas atau kerusakan struktur penunjang sendi dengan perjalanan
penyakit. Pergeseran ulnar atau jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal,
deformitas bautonmere dan leher angsa pada kaki terdapat protrusi (tonjolan)
kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal.
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan
ulkus peptikum yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti
inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit
(disease modifying antirhematoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor
penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid.
Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas, sehingga
sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya
berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan
neuropati iskemik akibat vaskulitis (Muttaqin, Arif. 2011)
8. Pemeriksaan diagnostik (Penunjang)
Diagnosis osteoarthritis selain berdasarkan gejala klinis juga didasarkan
pada hasil radiologi. Namun pada awal penyakit, radiografi sendi seringkali
masih normal. Adapun gambaran radiologis sendi yang menyokong diagnosis
osteoarthritis adalah :
a. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada bagian
yang menanggung beban).
b. Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral.
c. Kista tulang
d. Osteofit pada pinggir sendi
e. Perubahan struktur anatomi sendi (Imayati, 2012)
Pada hasil radiografi pasien ditemukan adanya osteofit. Pemeriksaan
penunjang laboratorium osteoarthritis biasanya tidak banyak berguna. Darah
tepi (hb, leukosit, laju endap darah) dalam batas-batas normal kecuali
osteoarthritis generalisata yang harus dibedakan dengan arthritis peradangan
(Imayati, 2012).

9. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik, pada pasien OA ditemukan adanya gerak sendi
baik secara aktif maupun pasif. Selain itu biasanya terdengar adanya krepitasi
yang semakin jelas dengan bertambah beratnya penyakit. Gejala ini disebabkan
karena adanya pergesekan kedua permukaan tulang sendi pada saat sendi
digerakkan atau secara pasif dimanipulasi. Pada pasien ini terdengar adanya
krepitasi pada lutut kirinya ketika digerakkan secara pasif. Selain itu pada
pasien juga terdapat hambatan gerak aktif pada sendi lutut kiri yaitu pasien
hanya mampu untuk memfleksikan lututnya sebatas 40-45° saja, begitu pula
jika digerakkan secara pasif. Dari hasil pemeriksaan lokal pada sendi pasien
juga ditemukan adanya pembengkakan dan adanya tanda – tanda peradangan
seperti adanya nyeri sendi, kemerahan dan teraba hangat pada lutut kirinya.
Semua tanda ini sesuai dengan tanda – tanda pada pasien OA yang biasanya
pembengkakan yang terjadi itu disebabkan karena adanya efusi cairan dan
adanya osteofit pada permukaan sendi. (Helmi, 2012)

10. Penatalaksanaan
Pengobatan penyakit sendi osteoarthritis dapat dilakukan dengan
beberapa terapi, antaranya adalah (Bethesda, 2013).:
a. Terapi Non Farmakologis
1) Edukasi atau penerangan
Langkah pertama adalah memberikan edukasi pada pasien tentang
penyakit, prognosis, dan pendekatan manajemennya. Selain itu,
diperlukan konseling diet untuk pasien osteoarthritis yang mempunyai
kelebihan berat badan. Ahli bidang kesehatan harus memberikan
informasi pada dengan penyakit osteoarthritis mengikut kesesuaian
keadaan dan keselesaan pasien
2) Terapi fisik dan rehabilitasi
Terapi fisik dapat dilakukan dengan pengobatan panas atau dingin dan
program olahraga bagi membantu untuk menjaga dan mengembalikan
rentang pergerakan sendi dan mengurangi rasa sakit dan spasmus otot.
Program olahraga dengan menggunakan teknik isometric didesain
untuk menguatkan otot, memperbaiki fungsi sendi dan pergerakan, dan
menurunkan ketidakmampuan, rasa sakit, dan kebutuhan akan
penggunaan analgesik Alat bantu dan ortotik seperti tongkat, alat
pembantu berjalan, alat bantu gerak, heel cups, dan insole dapat
digunakan selama olahraga atau aktivitas harian. Pasien osteoarthritis
lutut yang memakai sepatu dengan sol tambahan yang empuk yang
bertujuan untuk meratakan pembagian tekanan akibat berat, dengan
demikian akan mengurangi tekanan di lutut. Kompres hangat atau
dingin serta olahraga dapat dilakukan untuk memelihara sendi,
mengurangi nyeri, dan menghindari terjadinya kekakuan. Kompres
hangat atau dingin ini dilakukan pada bagian sendi yang mengalami
nyeri.
3) Penurunan berat badan
Penurunan berat badan dapat diterapkan dengan mempunyai gaya hidup
yang sehat. Penurunan berat badan dapat membantu mengurangi beban
atau mengurangi gejala pada bagian yang mengalami penyakit
osteoarthritis terutamanya pada lutut dan pinggul
4) Istirahat
Istirahat yang cukup dapat mengurangi kesakitan pada sendi. Selain itu
juga istirahat dapat menghindari trauma pada persendian secara
berulang
b. Terapi Farmakologi
Terapi obat pada osteoarthritis ditargetkan pada penghilangan rasa
sakit. Karena osteoarthritis sering terjadi pada individu lanjut usia yang
memiliki kondisi medis lainnya, diperlukan suatu pendekatan konservatif
terhadap pengobatan obat, antaranya :
1) Golongan Analgesik
a) Golongan Analgesik Non Narkotik
(1) Asetaminofen (Analgesik oral)
Asetaminofen menghambat sintesis prostaglandin pada sistem
saraf pusat (SSP). Asetaminofen diindikasikan pada pasien
yang mengalami nyeri ringan ke sedang dan juga pada pasien
yang demam. Obat yang sering digunakan sebagai lini pertama
adalah parasetamol.
(2) Kapsaisin (Analgesik topikal)
Kapsaisin merupakan suatu estrak dari lada merah yang
menyebabkan pelepasan dan pengosongan substansi P dari
serabut syaraf. Obat ini juga bermanfaat dalam menghilangkan
rasa sakit pada osteoarthritis jika digunakan secara topikal pada
sendi yang berpengaruh. Kapsaisin dapat digunakan sendiri
atau kombinasi dengan analgesik oral atau NSAID. Kapsaisin
ini diberikan dalam bentuk topikal, yaitu dioleskan pada bagian
nyeri sendi.
b) Analgestik Narkotika
Analgesik narkotika dapat mengatasi rasa nyeri sedang sampai
berat. Penggunaan dosis obat analgesik narkotika dapat berguna
untuk pasien yang tidak toleransi terhadap pengobatan
asetaminofen, NSAID, injeksi intra-artikular atau terapi secara
topikal. Pemberian narkotika analgesik merupakan intervensi awal,
dan sering diberikan secara kombinasi bersama asetaminofen.
Pemberian narkotika ini harus diawasi karena dapat menyebabkan
ketergantungan.
2) Golongan NSAID
Dalam dosis tunggal antiinflamasi nonsteriod (NSAID) mempunyai
aktivitas analgesik yang setara dengan parasetamol, tetapi parasetamol
lebih banyak dipakai terutamanya pada pasien lanjut usia.Dalam dosis
penuh yang lazim NSAID dapat sekaligus memperlihatkan efek
analgesik yang bertahan lama yang membuatnya sangat berguna pada
pengobatan nyeri berlanjut atau nyeri berulang akibat radang. NSAID
lebih tepat digunakan daripada parasetamol atau analgesik opioid dalam
arthritis rematoid dan pada kasus osteoarthritis lanjut.
3) Kortikosteroid
Kortikosteroid berfungsi sebagai anti inflamasi dan digunakan dalam
dosis yang beragam untuk berbagai penyakit dan beragam individu,
agar dapat dijamin rasio manafaat dan risiko setinggitingginya.
Kortikosteroid sering diberikan dalam bentuk injeksi intra-artikular
dibandingkan dengan penggunaan oral.
4) Suplemen makanan
Pemberian suplemen makanan yang mengandung glukosamin,
kondroiti yang berdasarkan uji klinik dapat mengurangi gangguan sendi
atau mengurangi sebagai obat tambahan pada penderita osteoarthritis
terutamanya diberikan pada pasien lanjut usia.
5) Obat osteoarthritis yang lain
a) Injeksi Hialuronat
Asam hialuronat membantu dalam rekonstitusi cairan sinovial,
meningkatkan elastisitas, viskositas dan meningkatkan fungsi sendi.
Obat ini diberikan dalam bentuk garamnya (sodium hialuronat)
melalui injeksi intraartrikular pada sendi lutut jika osteoarthritis
tidak responsif dengan terapi yang lain. Dua agen intra-artrikular
yang mengandung asam hialuronat tersedia untuk mengobati rasa
sakit yang berkaitan dengan osteoarthritis lutut. Injeksi asam
hialuronat diberikan pada pasien yang tidak lagi toleransi terhadap
pemberian obat anti nyeri dan antiinflamasi yang lainnya. Injeksi
asam hialuronat diberikan oleh tenaga medis yang mempunyai
keahlian karena kesalahan dalam memberikan injeksi ini akan
memperparah kondisi lutut pasien.
c. Terapi bedah
Tindakan operasi seperti arthroscopic debridement, joint
debridement, dekompresi tulang, osteotomi, dan artroplasti merupakan
tindakan yang efektif pada penderita dengan OA yang sudah
parah.Tindakan operatif ini dapat menghilangkan nyeri pada sendi OA,
tetapi kadang fungsi sendi tersebut tidak dapat diperbaiki secara adekuat,
sehingga terapi fisik pre dan pasca operatif harus dipersiapkan dengan
baik.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas
a. Klien
Nama, usia, jenis kelamin, status, agama, alamat, tanggal MRS,
diagnosa masuk, pendidikan serta pekerjaan.
b. Penanggungjawab
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, hubungan
dengan klien.
2. Data Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan yang paling dirasakan terkait penyakitnya.
b. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau
penyakit yang dirasakan saat ini.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit
sekarang.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga
pasien ada juga yang mempunyai penyakit yang sama.
3. Pengkajian Primer
a. Airway
1) Yakinkan kepatenan jalan napas
2) Berikan alat bantu nafas jika perlu (guedel atau
nasopharngeal)
3) Jika terjadi penurunan fungsi pernafasan segera kontak
ahli anestesi dan bawa segera mungkin ke ICU
b. Breathing
1) Kaji jumlah pernafasan lebih dari 24 kali per menit
merupakan gejala yang signifikan
2) Kaji saturasi oksigen
3) Periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi
dan kemungkinan asidosis
4) Berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
5) Auskultasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di
dada
6) Periksa foto thorak
c. Circulation
1) Kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan
tanda signifikan
2) Monitoring tekanna darah
3) Periksa waktu pengisian kapiler
4) Pasang infus dengan menggunakan canul yang besar
5) Berikan cairan koloid-gelofusin atau haemaccel
6) Pasang kateter
7) Lakukan pemeriksaan darah lengkap.
8) Siapkan untuk pemeriksaan kultur
9) Catat temperatur, kemungkinan pasien pyreksia atau
temperatur kurang dari 360C
10) Siapkan pemeriksaan urin dan sputum
11) Berikan antibiotik spectrum luas sesuai kebijakan
setempat.
d. Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis
padahal sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji
tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU.
e. Exposure
Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan
tempat suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.

4. Pengkajian Sekunder (Doenges, Moorhouse, & Murr, 2010 dalam


Hesi Oktamiati, 2014)
a. Aktivitas dan istirahat
Subjektif : Menurunnya tenaga/kelelahan dan insomnia
b. Sirkulasi
Subjektif : Riwayat pembedahan jantung/bypass
cardiopulmonary, fenomena embolik (darah, udara, lemak)
Objektif : Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya
hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock)
Heart rate takikardi biasa terjadi
Bunyi jantung : normalpada fase awal, S2 (komponen pulmonic)
dapat terjadi disritmia, tetapi ECG sering menunjukkan normal.
Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin. Cyanosis
biasa terjadi (stadium lanjut)
c. Eliminasi
Gejala : Diare atau terjadi konstipasi.
d. Makanan/Cairan
Subjektif : Kehilangan selera makan, nausea
Objektif : Formasi edema/perubahan berat badan,
hilang/melemahnya bowel sounds, perkembangan kearah
oliguria, anuria.
e. Intensitas Ego
Subjektif : Keprihatinan/ketakutan, perasaan dekat dengan
kematian
Objektif : Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel, perubahan
mental.
f. Neurosensori
Subjektif atau Objektif : Gejala trauma kepala, kelambatan
mental, disfungsi motorik.
g. Respirasi
Subjektif : Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi
pulmolal diffuse, kesulitan bernafas akut atau kronis
Objektif : Respirasi rapid, swallow, grunting. Takipnea dengan
penurunan kedalaman pernafasan, penggunaan kortikosteroid,
infeksi baru, penyakit viral
suhu : umumnya meningkat (37,90C atau lebih) tetapi mungkin
normal pada pasien atau mengganggu pasien, kadang subnormal
luka yang sulit atau lama sembuh, drainase purulen, lokalisasi
eritema, ruam eritema macular.
h. Nyeri/ketidaknyamanan
Subjektif : Adanya riwayat trauma tulang/fraktur, transfusi
darah, episode anaplastik. sakit kepala intensitas berbeda-beda
Objektif : Perilaku menjaga dan gangguan, gelisah, ketegangan
otot atau wajah.
i. Seksualitas
Subjektif atau objektif : Riwayat kehamilan dengan komplikasi
eklampsia pruritus perineal, maserasi vulva, pengeringan vagina
purulen.
j. Keamanan
Masalah dengan penglihatan, perubahan persepsi tubuh orientasi
spasial, mengabaikan. kesulitan melihat benda-benda di sisi kiri.
ketidakmampuan untuk mengenali benda, warna, kata, wajah.
kesulitan menelan, ketidakmampuan untuk memenuhi
kebutuhan gizi sendiri, sedikit perhatian untuk keselamatan,
ketidaksabaran, kurangnya wawasan.
k. Interaksi Sosial
Objektif : masalah berbicara, ketidakmampuan untuk
berkomunikasi, perilaku tidak sesuai
l. Pembelajaran/belajar
Gejala : masalah kesehatan kronis atau melemah, misalnya hati,
ginjal, jantung, kanker, DM, kecanduan alkohol
Riwayat splenektomi : baru saja menjalani operasi/prosedur
invasive, luka traumatic, penggunaan antibiotik (baru saja atau
jangka panjang)
m. Pertimbangan Discharge Planning
Obat dan terapi, bantuan dengan transportasi, persiapan
makanan, perawatan diri, pemeliharaan tugas.

5. Pemeriksaan fisik
Menurut Muttaqin (2014) yang termasuk pemeriksaan fisik
adalah keadaan umum B1 (breathing), B2 (blood), B3 (brain), tingkat
kesadaran, pemeriksaan saraf kranial, sistem motorik, gerakan
involunter, dan sistem sensorik, B4 (bladder), B5 (bowel), B6 (bone)
a. KU
b. TTV : Terjadi peningkatan TD dan Nadi
c. Kepala
1) Mata : meliputi kebersihan mata, warna konjungtiva,
sklera, dan penggunaan alat bantu penglihatan
2) Telinga : fungsi pendengaran, kebersian, struktur telinga.
3) Hidung : kebersihan hidung, adanya pembengkakan,
peradangan dan fungsi penciuman
4) Mulut : kebersihan mulut, fungsi pengecapan, fungsi
menelan, peradangan dan perdarahan, fungsi bicara, dan
mukosa bibir
d. Dada
1) Inspeksi : kebersihan dada, pergerakan dada, pola
nafas, bentuk dada, penggunaan alat bantu pernafasan,
2) Palpasi : benjolan, nyeri tekan, taktil fremitus / getaran
pada dada dekstra dan sinistra
3) Perkusi : suara hasil perkusi pada paru dekstra dan
sinistra
4) Auskultasi : bunyi nafas pada paru dekstra dan sinistra
e. Abdomen
Kebersihan area abdomen, adanya luka, asites, pelebaran vena,
peristaltik usus, nyeri tekan dan distensi abdomen
f. Ekstermitas
Kebersihan ekstermitas, kelengkapan ekstermitas, adanya luka,
fraktur, ganguan fungsi pergerakan, adanya nyeri, dan kekuatan
otot. Merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat
kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan
kontraksi otot.
g. Genetalia
Kebersihan area genetalia, adanya nyeri dan gatal gatal pada
area genetalia

6. Pemeriksaan penunjang.

Untuk menentukan diagnostik OA selain melalui pemeriksaan


fisik juga diperlukan pemeriksaan penunjang seperti radiologis dan
pemeriksaan laboratorium. Foto polos dapat digunakan untuk
membantu penegakan diagnosis OA walaupun sensivitasnya rendah
terutama pada OA tahap awal. USG juga menjadi pilihan untuk
menegakkan diagnosis OA karena selain murah, mudah diakses serta
lebih aman dibanding sinar-X, CT-scan atau MRI (Amoako dan Pujalte,
2014). Pemeriksaan Radiologi, setiap sendi yang menyangga berat
badan dapat terkena osteoartritis, seperti panggul, lutut, selain itu bahu,
tangan, pergelangan tangan, dan tulang belakang juga sering terkena.
Gambaran radiologi OA sebagai berikut:
a. Pembentukan osteofit: pertumbuhan tulang baru (semacam taji)
yang terbentuk di tepi sendi.
b. Penyempitan rongga sendi : hilangnya kartilago akan
menyebabkan penyempitan rongga sendi yang tidak sama.
c. Badan yang longgar : badan yang longgar terjadi akibat
terpisahnya kartilago dengan osteofit.
d. Kista subkondral dan sklerosis: peningkatan densitas tulang di
sekitar sendi yang terkena dengan pembentukan kista
degeneratif
Bagian yang sering terkena OA yaitu pada lutut, adapun
pemeriksaan penunjang yang dapat diberikan yaitu :
a. Sering terjadi hilangnya kompartemen femorotibial pada rongga
sendi.
b. Kompartemen bagian medial merupakan penyangga tubuh yang
utama, tekanannya lebih besar sehingga hampir selalu
menunjukkan penyempitan paling dini.

B. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi
jalan nafas.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
3. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan agen cedera biologis, distensi
jaringan oleh akumulasi cairan/proses inflamasi, distruksi sendi, dan agen
cedera fisik.
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri,
ketidaknyamanan, penurunan kekuatan otot
5. Defisiensi pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai penyakit,
prognosis dan kebutuhan perawatan dan pengobatan berhubungan dengan
kurangnya pemahaman/mengingat kesalahan interpretasi informasi.
6. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan deformitas sendi, perubahan
bentuk tubuh pada sendi dan tulang.
7. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan, status
peran (fungsi peran)
8. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
9. Risiko cidera
D. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana tindakan keperawatan
yang telah direncanakan.

E. Evaluasi
Tahap terakhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan
yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau
kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
DAFTAR PUSTAKA

Amoako A. O., Pujalte G. G. A., 2014. Osteoarthritis in Young, Active, and


Athletic Individuals. Clinical Medicine Insights: Arthritis and
Musculoskeletal Disorders
Bethesda, 2013, Handout on Health; Osteoarthritis, http://www.niams.nih.gov/
diakses pada 16 Oktober 2019.
Helmi, Zairin N. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba
Medika.
Helmi, Zairin N. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba
Medika.
Hesi Oktamiati. 2014. Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan
Masyarakat Perkotaan pada Pasien Stroke Hemoragik di Ruang Melati
Atas RSUP Persahabatan. Hal 20-23. Pada tanggal 2 April 2019
Imayati, K. 2011. Laporan Kasus Osteoartritis. Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar: Denpasar.
Juhakoski, Riikka E., 2013. “Hip Osteoarthritis; Risk Factors and Effects of
Exercise Therapy”. diss., University of Eastern Finland.
Kellgren- Lawrence Classification : Knee Osteoarthritis Classification and
Treatment Options‟,2011,
Kenneth D. Brandt, 2010. Diagnosis and Nonsurgical Management of
Osteoarthritis. 5th edition, USA : Proffesional Communications, Inc, pp 15
Kusuma. H, dan Nurarif. A. H. (2012). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan NANDA (North American Nursing Diagnosis Association)
NIC-NOC. Yogyakarta: Media Hardy.
Muttaqin, A. 2014. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Kardiovaskuler.
Jakarta: Salemba Medika
National Intitute for Health and Clinical Exellence (NICE). 2013. Commissioning
guide : Painful osteoarthritis of the knee. The Royal College of Suegeons
of England.
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis berdasarkan
Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam berbagai kasus. Jogjakarta:
MediAction.
Solomon, Louis., Warwick, D., Nayagam, S., 2010. Apley’s System of
Orthopaedics and Fracture. 9th Ed. London : Hodder Arnold and Hachette
UK Company.

Anda mungkin juga menyukai