Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Stroke atau Cedera Serebrovaskuler (CVA) adalah ketidaknormalan fungsi
Sistem Saraf Pusat (SSP) yang disebabkan oleh gangguan aliran darah serebral
(Smeltezer & Bare 2008)
Stroke adalah suatu keadaan yang mengakibatkan seseorang mengalami
kelumpuhan atau kematian karena terjadinya gangguan perdarahan di otak yang
menyebabkan kematian jaringan otak (Batticaca, 2009).
Stroke adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan hilangnya fungsi
otak secara akut dan dapat menimbulkan kematian (World Health Organization
(WHO), 2014)
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa stroke
adalah gangguan peredaran otak yang dapat mengakibatkan fungsi otak
terganggu dan bila gangguan yang terjadi cukup besar akan mengakibatkan
kematian sebagian sel saraf.
B. KLASIFIKASI
Stroke dapat dibagi menjadi 2 kategori utama yaitu, stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Kedua kategori ini merupakan suatu kondisi yang berbeda antara lain
sebagai berikut :
1. Stroke Hemoragik
Merupakan stroke yang disebabkan oleh perdarahan intra serebral atau
perdarahan subarakhniod karena pecahnya pembuluh darah otak pada area
tertentu sehingga darah memenuhi jaringan otak (AHA, 2015). Perdarahan yang
terjadi dapat menimbulkan gejala neurologik dengan cepat karena tekanan
pada saraf di dalam tengkorang yang ditandai dengan penurunan kesadaran, nadi
cepat, pernapasan cepat, pupil mengecil, kaku kuduk, dan hemiplegia (Sylvia,
2005; Yeyen, 2013). Beberapa jenis stroke hemoragik menurut Feigin (2007),
yaitu:
a. Hemoragi ekstradural (hemoragi epidural)
Adalah kedaruratan bedah neuro yang memerlukan perawatan segera. Stroke
ini biasanya diikuti dengan fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah
atau arteri meningens lainnya. Pasien harus diatasi beberapa jam setelah
mengalami cedera untuk dapat mempertahankan hidup.

1
b. Hemoragi subdural (termasuk subdural akut)
Yaitu hematoma subdural yang robek adalah bagian vena sehingga
pembentukan hematomanya lebih lama dan menyebabkan tekanan pada otak.
c. Hemoragi subaraknoid (hemoragi yang terjadi di ruang subaraknoid)
Dapat terjadi sebagai akibat dari trauma atau hipertensi tetapi penyebab paling
sering adalah kebocoran aneurisma.
d. Hemoragi interaserebral, yaitu hemoragi atau perdarahan di substansi dalam
otak yang paling umum terjadi pada pasien dengan hipertensi dan
aterosklerosis serebral karena perubahan degeneratif karena penyakit ini
biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah.
2. Stroke Iskemik
Merupakan stroke yang disebabkan oleh suatu gangguan peredaran darah
otak berupa obstruksi atau sumbatan yang menyebabkan hipoksia pada otak
dan tidak terjadi perdarahan (AHA, 2015). Sumbatan tersebut dapat disebabkan
oleh trombus (bekuan) yang terbentuk di dalam pembuluh otak atau pembuluh
organ selain otak (Sylvia, 2005). Stroke ini ditandai dengan kelemahan atau
hemiparesis, nyeri kepala, mual muntah, pendangan kabur, dan disfagia
(Wanhari, 2008 dalam Yeyen, 2013).
Penggolongan stroke iskemik atau infark menurut Junaidi (2011) dikelompokkan
sebagai berikut :
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
Suatu gangguan akut dari fungsi lokal serebral yang gejalanya berlangsung
kurang dari 24 jam atau serangan sementara dan disebabkan oleh thrombus
atau emboli. Satu samp ai dua jam biasanya TIA dapat ditangani, namun
apabila sampai tiga jam juga belum bisa teratasi sekitar 50 % pasien sudah
terkena infark (Grofir, 2009; Brust, 2007, Junaidi, 2011).
b. Reversible Ischemic Nerurological Defisit (RIND)
Gejala neurologis dari RIND akan menghilang kurang lebih 24 jam,
biasanya RIND akan membaik dalam waktu 24–48 jam.
c. Stroke In Evolution (SIE)
Pada keadaan ini gejala atau tanda neurologis fokal terus berkembang dimana
terlihat semakin berat dan memburuk setelah 48 jam. Defisit neurologis
yang timbul berlangsung bertahap dari ringan sampaimenjadi berat.

2
d. Complete Stroke Non Hemorrhagic
Kelainan neurologis yang sudah lengkap menetap atau permanen tidak
berkembang lagi bergantung daerah bagian otak mana yang mengalami infark.

C. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2012) stroke biasanya diakibatkan oleh salah satu
dari empat kejadian dibawah ini, yaitu :
1. Trombosis
Yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher. Arteriosklerosis
serebral adalah penyebab utama trombosis, yang adalah penyebab paling umum
dari stroke. Secara umum, trombosis tidak terjadi secara tiba-tiba, dan
kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau paresthesia pada setengah tubuh
dapat mendahului paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
2. Embolisme serebral
Yaitu bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian
tubuh yang lain. Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau
cabang-cabangnya yang merusak sirkulasi serebral (Valante et al, 2015).
3. Iskemia
Yaitu penurunan aliran darah ke area otak. Iskemia terutama karena konstriksi
atheroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak (Valante et al, 2015).
4. Hemoragi serebral
Yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke dalam jaringan
otak atau ruang sekitar otak. Pasien dengan perdarahan dan hemoragi
mengalami penurunan nyata pada tingkat kesadaran dan dapat menjadi stupor atau
tidak responsif.
Akibat dari keempat kejadian di atas maka terjadi penghentian suplai
darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen fungsi
otak dalam gerakan, berfikir, memori, bicara, atau sensasi.
D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis stroke menurut Smeltzer & Bare (2002), antara lain: defisit lapang
pandang, defisit motorik, defisit sensorik, defisit verbal, defisit kognitif dan defisit
emosional.
1. Defisit Lapang Pandangan

3
a. Tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan penglihatan
b. Kesulitan menilai jarak
c. Diplopia
2. Defisit Motorik
a. Hemiparesis (kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama).
b. Hemiplegi (Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama).
c. Ataksia (Berjalan tidak mantap, dan tidak mampu menyatukan kaki.
d. Disartria (Kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara.
e. Disfagia (Kesulitan dalam menelan)
3. Defisit Sensorik : kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
4. Defisit Verbal
a. Afasia ekspresif (Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami)
b. Afasia reseptif (Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan)
c. Afasia global (kombinal baik afasia reseptif dan ekspresif)
5. Defisit Kognitif
a. Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
b. Penurunan lapang perhatian
c. Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi
d. Perubahan penilaian
6. Defisit Emosional
a. Kehilangan kontrol diri
b. Labilitas emosional
c. Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stres
d. Depresi
e. Menarik diri
f. Rasa takut, bermusuhan dan marah
g. Perasaan isolasi
E. PATOFISIOLOGI
Oksigen sangat penting untuk otak, jika terjadi hipoksia seperti yang terjadi
pada stroke, di otak akan mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan
kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (AHA, 2015).
Pembuluh darah yang paling sering terkena adalah arteri serebral dan arteri karotis

4
interna yang ada di leher (Guyton & Hall, 2012). Adanya gangguan pada peredaran
darah otak dapat mengakibatkan cedera pada otak melalui beberapa mekanisme,
yaitu :
1. Penebalan dinding pembuluh darah (arteri serebral) yang menimbulkan
penyembitan sehingga aliran darah tidak adekuat yang selanjutnya akan terjadi
iskemik.
2. Pecahnya dinding pembulh darah yang menyebabkan hemoragi.
3. Pembesaran satu atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan otak.
4. Edema serebral yang merupakan pengumpulan cairan pada ruang interstitial
jaringan otak (Smeltzer dan Bare, 2012).
Penyempitan pembuluh darah otak mula-mula menyebabkan perubahan pada
aliran darah dan setelah terjadi stenosis cukup hebat dan melampaui batas krisis
terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat. Obtruksi suatu pembuluh
darah arteri di otak akan menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak
normal sekitarnya masih mempunyai peredaran darah yang baik berusaha
membantu suplai darah melalui jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan
yang terjadi pada kortek akibat oklusi pembuluh darah awalnya adalah gelapnya
warna darah vena, penurunan kecepatan aliran darah dan dilatasi arteri dan arteriola
(AHA, 2015).
F. KOMPLIKASI
Komplikasi stroke menurut Smeltzer & Bare (2002) meliputi:
1. Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke
otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke
jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta
hemotokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan
oksigenasi jaringan.
2. Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas
pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus menjamin
penurunan vesikositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi
atau hipotensi ekstrem perlu perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada
aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.
3. Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibr ilasi atrium
atau dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah
keotak dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral.

5
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik misalnya perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskuler
2. CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan
otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti
3. Lumbal pungsi
Tekanan yang menngkat dan di sertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukan adanya hemoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada
intrakranial
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan
biasanya di dapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari
hemoragik
5. USG Doppler
Mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis)
6. EEG
Melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga
menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak
7. Sinar tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan
dari masa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada trombosis
serebral, kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subaraknoid.
(Batticaca, 2008)
H. PENATALAKSANAAN
1. Pada fase akut
a. Pertahankan jalan napas, pemberian oksigen, penggunaan ventilator
b. Monitor peningkatan tekanan intrakranial
c. Monitor fungsi pernapasan : analisa gas darah
d. Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG

6
e. Evaluasi status cairan dan elektrolit
f. Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan, dan cegah resiko
injuri
g. Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi lambung dan
pemberian makanan
h. Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan
i. Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan pupil,
fungsi sensorik dan motorik, nervus kranial, dan refleks
2. Fase rehabilitasi
a. Pertahankan nutrisi yang adekuat
b. Program management bladder dan bowel
c. Mempertahankan keseimbangan tubuh dengan rentang gerak sendi (ROM)
d. Pertahankan integritas kulit
e. Pertahankan komunikasi yang efektif
f. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
g. Persiapan pasien pulang
3. Pembedahan
Di lakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3cm atau volume lebih
dari 50ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikulo-peritoneal
bila ada hidrosefalus obstruktif akut.
4. Terapi obat-obatan
Terapi pengobatan tergantung dari jenis stroke :
a. Stroke hemoragik
– Antihipertensi : captropil, antagonis kalsium
– Diuretik : manitol 20%, furosemide
– Antikonvulsan : fenitolin
(Tarwoto, 2007)

7
I. WOC

8
J. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi identitas klien (nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama, alamat,
pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian diambil) dan
identitas penanggung jawab (nama, umur, pendidikan, agama, suku, hubungan
dengan klien, pekerjaan, alamat).
b. Keluhan Utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, kelumpuhan separuh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, DM, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kotrasepsi oral yang lama, penggunan obat-obat anti koagulasi, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, DM, atau adanya
riwayat stroke dari generasi terdahulu
f. Pemeriksaan Fisik
1.) Keadaan Umum
Mengalami penurunan kesadaran, suara bicara, kadnag mengalami
gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/afasia, TTV
meningkat, nadi bervariasi.
a) B1 (Breathing)
Pada infeksi didapatkan klien batuk, peningkatan sputum, sesak naps,
penggunaan alat bantu napas, dan peningkatan frekuensi napas. Pada

9
klien dengan kesadaran CM, pada infeksi peningkatan pernapasannya
tidak ada kelainan, palpasi thoraks didapatkan taktil fremitus seimbang,
auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
b) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terdapat peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif
(tekanan darah >200 mmHg)
c) B3 (Brain)
Stroke yang menyebabkan berbagai defisit neurologis, tergantung pada
likasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran arean
perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Lesi otak yang rusak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian
B3 (Brain) merupakan pemeriksan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya
d) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sememntara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan
kebutuhan dan ketidakmampuan mengendalian kandung kemih karena
kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine
eksternal hilang atau berkurang selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermitten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang
berlanjut menunujukkan kerusakan neurologis luas.
e) B5 (Bone)
Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga
tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonojol karena
klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/hemiplegi serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istirahat
2) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Pada klien lanjut usia kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat
latergi, stupor dan koma

10
3) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal dan hemisfer
4) Pangkajian Saraf Kranial
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central
5) Pengkajian Sistem Motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh
6) Pengkajian Reflek
Pada fase akur refleks fisiologis yang lumpuh akan menghilang setelah
beberapa hari reflek fisiologian muncul kembali didahului refleks patologis
7) Pengkajian Sistem Sensori
Dapat terjadi hemihipertensi.
(Adib, M. 2009)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d gangguan aliran darah sekunder akibat
peningkatan tekanan intra cranial.
b. Gangguan komunikasi verbal b.d kehilangan kontrol otot facial atau oral.
c. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuscular.
d. Defisit perawatan diri b.d hemiparese/ hemiplegic.
e. Resiko tinggi ketidakefektifan pola napas b.d menurunnya reflek batuk dan
menelan, immobilisasi.
f. Resiko tinggi gangguan intergritas kulit b.d tirah baring lama.
g. Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
menelan.
h. Defisiensi pengetahuan b.d informasi yang tidak adekuat.
(NANDA International, 2012-2014)
3. Intervensi/Rencana Tindakan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d aliran darah sekunder akibat peningkatan
tekanan intracranial.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria Hasil :
1) Klien tidak gelisah.
2) Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.

11
3) GCS E : 4, M: 6, V: 5.
4) TTV normal (N: 60-100 x/menit, S: 36-36.7 OC, RR: 16-20 x/menit).
Intervensi:
1) Berikan penjelasan pada keluarga tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan
akibatnya.
Rasional : keluarga dapat berpartisipasi dalam proses penyembuhan.
2) Berikan klien bed rest total.
Rasional : untuk mencegah perdarahan ulang.
3) Observasi dan catat TTV dan kelainan intrakranial tiap 2 jam.
Rasional : mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini
untuk penetapan tindakan yang tepat.
4) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30o dengan letak jantung (beri bantal
tipis).
Rasional : mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainase vena
dan memperbaiki sirkulasi serebral.
5) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mngejan berlebihan.
Rasional : batuk dan mengejan dapat meningkatkan TIK dan potensial terjadi
perdarahan ulang.
6) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
Rasional : rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan TIK.
7) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor.
Rasional : memperbaiki sel yang masih viable.
b. Gangguan komunikasi verbal b.d kehilangan kontrol otot facial atau oral.
Tujuan : setelah diberikan tindakan selama 3x24 jam diharapkan kerusakan
komunikasi verbal klien dapat teratasi
Kriteria Hasil :
1) Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan berkomunikasi
2) Mampu berbicara yang koheren
3) Mampu menyusun kata-kata
Intervensi :
1) Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti spontan tidak tampak memahami
kata/mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri.
Rasional : membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral
yang terjadi.

12
2) Bedakan antara afasia dan disatria.
Rasional : intervensi yang dipilih tergantung pada tipe kerusakannya.
3) Minta pasien untuk mengikuti perintah sederhana.
Rasional : melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik (afasia
sensorik).
4) Minta pasien untuk mengucapkan suara sederhana.
Rasional : mengidentifikasi adanya disatria sesuai komponen motorik dari
bicara (seperti lidah, gerakan bibir, kontrol napas) yang dapat mempengaruhi
artikulasi dan mungkin juga tidak disertai afasia motorik.
5) Berikan metode alternatif seperti menulis di papan tulis.
Rasional : memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarakan keadaan
defisit yang mendasarnya.
6) Kolaborasi konsultasikan dengan rujuk kepada ahli terapi wicara.
Rasional : mempercepat proses penyembuhan.
c. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuscular.
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan mobilisasi
klien mengalami peningkatan atau perbaikan.
Kriteria Hasil :
1) Mempertahankan posisi optimal.
2) Mempertahankan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang mengalami
hemiparese.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal.
Rasional : mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan
informasi mengenai pemulihan.
2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam.
Rasional : menurunkan ressiko terjadinya trauma/iskemia jaringan.
3) Latih rentang gerak/ROM
Rasional : meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu
mencegah kontroktur.
4) Tempatkan bantal dibawah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan.
Rasional : mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.
5) Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi
Rasional : mempertahankan posisi fungsional.

13
d. Defisit perawatan diri b.d hemiparase/hemiplegic.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan
perawatan diri klien terpenuhi.
Kriteria Hasil :
1) Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kemampuan.
2) Klien dapat mengidentifikasikan komunitas untuk memberikan bantuan
sesuai kebutuhan.
Intervensi :
1) Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan
diri.
Rasional : membantu dalam mengantisipasi merencanakan pemenuhan
kebutuhan secara individual.
2) Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas sesuai
kemampuan.
Rasional : meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-
menerus.
3) Berikan bantuan perawatan diri sesuai kebutuhan.
Rasional : memenuhi kebutuhan perawatan diri klien dan menghindari sifat
bergantung kepada perawat.
4) Berikan umpan balik positif untuk setiap usaha yang dilakukannya.
Rasional : meningkatkan kemandirian dan mendorong klien berusaha secara
kontinyu.
5) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.
Rasional : memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangan rencana
terapi.
e. Resiko tinggi ketidakefektifan pola nafas b.d menurunnya reflek batuk dan
menelan, immobilisasi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
pola nafas efektif.
Kriteria hasil :
1) Klien tidak sesak nafas.
2) Tidak terdapat suara nafas tambahan.
3) RR dalam rentang normal (16-20 x/menit)
Intervensi :

14
1) Observasi pola dan frekuensi nafas.
Rasional : mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan pola napas.
2) Auskultasi suara nafas.
Rasional : mengetahui adanya kelainan suara nafas.
3) Ubah posisi tiap 2 jam sekali.
Rasional : perubahan posisi dapat melancarkan saluran nafas.
4) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga sebab ketidakefektifan pola
nafas.
Rasional : klien dan keluarga berpartisipasi dalam mencegah ketidakefektifan
pola nafas.
5) Kolaborasi dalam pemberian terapi oksigen.
Rasional : mempertahankan kepatenan pola nafas.
f. Resiko tinggi gangguan integritas kulit b.d tirah baring lama.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
klien mampu mempertahankan keutuhan kulit.
Kriteria hasil :
1) Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.
Intervensi :
1) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM jika mungkin.
Rasional : meningkatkan aliran darah ke semua daerah.
2) Ubah posisi tiap 2 jam.
Rasional : menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.
3) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah yang
menonjol.
Rasional : menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol.
4) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap
kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi.
Rasional : hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan.
5) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap
kulit.
Rasional : mempertahankan keutuhan kulit.
g. Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
menelan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan

15
tidak terjadi gangguan nutrisi.
Kriteria hasil :
1) Turgor kulit baik.
2) Tidak terjadi penurunan berat badan.
3) Tidak muntah.
Intervensi :
1) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan, dan reflex batuk.
Rasional : untuk menentukan jenis makanan yang akan diberikan kepada
klien.
2) Berikan makan dengan bertahan pada lingkungan yang tenang.
Rasional : klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa ada
gangguan dari luar.
3) Berikan makanan dalam penyajian masih hangat.
Rasional : menarik minat makan klien.
4) Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan makanan melalui selang.
Rasional : mungkin dibutuhkan bila klien dalam penurunan kesadaran.
5) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diit yang tepat.
Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
h. Defisiensi pengetahuan b.d informasi tidak adekuat.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
kebutuhan pengetahuan klien dan keluarga terpenuhi.
Kriteria hasil :
1) Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis, dan program pengobatan.
Intervensi :
1) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit
yang spesifik.
Rasional : mengetahui tingkat pengetahuan klien.
2) Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi dengan cara yang tepat.
Rasional : memenuhi kebutuhan informasi pasien.
3) Sediakan bagi keluarga tentang informasi kemajuan keadaan pasien.
Rasional : memenuhi kebutuhan informasi keluarga.
4) Diskusikan dalam pemilihan terapi atau penanganan terhadap pasien.
Rasional : melibatkan pasien dan keluarga dalam pengambilan keputusan

16
tindakan.
(Wilkinson & Ahern, 2014)

DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association (AHA). (2015). Heart Disease and Stroke Statistics –
At-a-Glance [Artikel].

Adib, M. 2009. Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jantung, dan
Stroke. Yogyakarta: Dianloka Pustaka.

Batticaca, F. B. 2008. Asuan Keperawatan Klien dengan Sistem Persarafan. Jakarta:


Salemba Medika.

Junaidi, Iskandar. (2011). Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta: C.V. Andi


Offset
NANDA International. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC.
Smeltzer, C. S., & Bare, B. G. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddart. Jakarta: EGC
Smeltzer, C. S., & Bare, B. G. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddart. Jakarta: EGC
Sylvia, A. Price &Lorraine, M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan
Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Valente et al. (2015). Ischemic Stroke Due to Middle Cerebral Artery M1 Segment
Occlusion: Latvian Stroke Register Data. Proceedings of the Latvian
Academy of Sciences, Volume 69, Issue 5, Pages 274–277. Diakses pada 11
Juni 2019 pada http://www.degruyter.com/view/j/prolas.2015.69.issue-
5/prolas-2015-0042/prolas-2015-0042.xml
WHO. World Health Statistics 2014: World Health Organization; 2014
Wilkinson, Judith M. & Ahern, Nancy R. 2014. Buku Saku Diagnosis Keperawatan
Edisi 9. Jakarta: EGC.

17
Yeyen, Mohammad. (2013). Hubungan Pengetahuan Perawat dengan Pelaksanaan
Asuhan Keperawatan pada Pasien Stroke di Rumah Sakit Umum Daerah
Pohawato Tahun 2012. Skripsi S-1 [on-line]. Universitas Negeri Gorontalo.
Diakses pada 9 Juni 2015 darihttp://eprints.ung.ac.id/1917/.

18

Anda mungkin juga menyukai