Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

CEDERA KEPALA

DI RUANG BEDAH

RSUD GENTENG

NAMA : DEVANIA FIRDHAUSYA

NIM : 2019.04.017

PRODI : PROFESI NERS

PROGRAM STUDI PROFESI (NERS)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

TAHUN 2020
KONSEP DASAR MEDIS
CEDERA KEPALA

1. PENGERTIAN
Trauma kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi
akibat kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, 2013: 3).
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit
kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara
langsung maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani,
2012)
Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah
suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun
degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang
dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.

2. ETIOLOGI
Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi
akibat kecelakaan lalu lintas ( Mansjoer, 2013:3). Penyebab cidera kepala
antara lain: kecelakaan lalu lintas, perkelahian, terjatuh, dan cidera olah
raga. Cidera kepala terbuka sering disebabkan oleh peluru atau pisau
(Corkrin, 2011:175).
a. Cedera Kepala Primer yaitu cedera yang terjadi akibat langsung dari
trauma:
1) Kulit       :  Vulnus, laserasi, hematoma subkutan, hematoma
subdural.
2) Tulang     :  Fraktur lineal, fraktur bersih kranial, fraktur infresi
(tertutup & terbuka).
3) Otak        :  Cedera kepala primer, robekan dural, contusio (ringan,
sedang, berat), difusi laserasi.
b. Cedera Kepala Sekunder yaitu cedera yang disebabkan karena
komplikasi :
1) Oedema otak
2) Hipoksia otak
3) Kelainan metabolic
4) Kelainan saluran nafas
5) Syok

3. MANIFESTASI KLINIK
a. Berdasarkan anatomis
1) Gegar otak (comutio selebri)
a) Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran
b) Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa
detik/menit
c) Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin
muntah
d) Kadang amnesia retrogard
2) Edema Cerebri
a) Pingsan lebih dari 10 menit
b) Tidak ada kerusakan jaringan otak
c) Nyeri kepala, vertigo, muntah
3) Memar Otak (kontusio Cerebri)
a) Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya
bervariasi tergantung lokasi dan derajad
b) Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahan
c) Peningkatan tekanan intracranial (TIK)
d) Penekanan batang otak
e) Penurunan kesadaran
f) Edema jaringan otak
g) Defisit neurologis
h) Herniasi
4) Laserasi
a) Hematoma Epidural
Talk dan die” tanda klasik: penurunan kesadaran ringan saat
benturan, merupakan periode lucid (pikiran jernih), beberapa
menit s.d beberapa jam, menyebabkan penurunan kesadaran
dan defisit neurologis (tanda hernia):
 kacau mental → koma
 gerakan bertujuan → tubuh dekortikasi atau deseverbrasi
 pupil isokhor → anisokhor
b) Hematoma subdural
 Akumulasi darah di bawah lapisan duramater diatas
arachnoid, biasanya karena aselerasi, deselerasi, pada
lansia, alkoholik.
 Perdarahan besar menimbulkan gejala-gejala seperti
perdarahan epidural
 Defisit neurologis dapat timbul berminggu-minggu sampai
dengan berbulan-bulan
 Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut)
 perluasan massa lesi
 peningkatan TIK
 sakit kepala, lethargi, kacau mental, kejang
 disfasia
c) Perdarahan Subarachnoid
 Nyeri kepala hebat
 Kaku kuduk
b. Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale)
1) Cidera kepala Ringan (CKR)
a) GCS 13-15
b) Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit
c) Tidak ada fraktur tengkorak
d) Tidak ada kontusio celebral, hematoma
2) Cidera Kepala Sedang (CKS)
a) GCS 9-12
b) Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi
kurang dari 24 jam
c) Dapat mengalami fraktur tengkorak
3) Cidera Kepala Berat (CKB)
a) GCS 3-8
b) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam
c) Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma
intracranial

4. PATOFISIOLOGI
Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang
membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut (yang
membuat kita seperti adanya) akan mudah sekali terkena cedera dan
mengalami kerusakan. Cedera memegang peranan yang sangat besar
dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu
trauma kepala.. Lesi pada kepala dapat terjadi pada jaringan luar dan
dalam rongga kepala. Lesi jaringan luar terjadi pada kulit kepala dan lesi
bagian dalam terjadi pada tengkorak, pembuluh darah tengkorak maupun
otak itu sendiri.
Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan,
yaitu :
a. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak,
b. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam dan,
c. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang
lain dibentur oleh benda yang bergerak (kepala tergencet).
Terjadinya lesi pada jaringan otak dan selaput otak pada cedera
kepala diterangkan oleh beberapa hipotesis yaitu getaran otak, deformasi
tengkorak, pergeseran otak dan rotasi otak.
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa contre coup
dan coup. Contre coup dan coup pada cedera kepala dapat terjadi kapan
saja pada orang-orang yang mengalami percepatan pergerakan kepala.
Cedera kepala pada coup disebabkan hantaman pada otak bagian dalam
pada sisi yang terkena sedangkan contre coup terjadi pada sisi yang
berlawanan dengan daerah benturan. Kejadian coup dan contre coup dapat
terjadi pada keadaan.;Keadaan ini terjadi ketika pengereman mendadak
pada mobil/motor. Otak pertama kali akan menghantam bagian depan dari
tulang kepala meskipun kepala pada awalnya bergerak ke belakang.
Sehingga trauma terjadi pada otak bagian depan.Karena pergerakan ke
belakang yang cepat dari kepala, sehingga pergerakan otak terlambat dari
tulang tengkorak, dan bagian depan otak menabrak tulang tengkorak
bagian depan. Pada keadaan ini, terdapat daerah yang secara mendadak
terjadi penurunan tekanan sehingga membuat ruang antara otak dan tulang
tengkorak bagian belakang dan terbentuk gelembung udara. Pada saat otak
bergerak ke belakang maka ruangan yang tadinya bertekanan rendah
menjadi tekanan tinggi dan menekan gelembung udara tersebut.
Terbentuknya dan kolapsnya gelembung yang mendadak sangat
berbahaya bagi pembuluh darah otak karena terjadi penekanan, sehingga
daerah yang memperoleh suplai darah dari pembuluh tersebut dapat terjadi
kematian sel-sel otak. Begitu juga bila terjadi pergerakan kepala ke depan.
5. PATHWAY
Kecelakaan, terjatuh, trauma
Terkena peluru
Trauma tajam Trauma Kepala Trauma tumpul persalinan, penyalahgunaan
Benda tajam
obat/alkohol

Ekstra Kranial Tulang Kranial Intra Kranial


/ kulit kepala / Jaringan otak

Breath Blood Brain Bowel Bladder Bone

Perdarahan, P Perdarahan
P Perdarahan Robeknya Penumpukan Gg. Saraf Fraktur
hematoma, kesadaran
kesadaran arteri darah di otak motorik tulang
kerusakan & P TIK
Kompensasi meningen P Sirkulasi tengkorak
jaringan
Bed rest tubuh yaitu: P volume
lama vasodilatasi Hematoma kesadaran P darah ke P Gangguan Terputusnya
& bradikardi epidural sensori nafsu makan, ginjal kesadaran koordinasi kontinuitas
Penekanan Anemia mual, muntah, gerak tulang
saraf P
disfagia ekstremitas
system kemampuan Aliran darah Perubahan P P Gangguan
Hipoksia batuk produksi
pernapasan ke otak sirkulasi kemampuan keseimbangan
CSS P urine Hemiparase Nyeri
mengenali
Gangguan Akumulasi intake / hemiplegi akut
Perubahan Hipoksia stimulus
pertukaran makanan dan Resiko
mukus jaringan Penurunan Oligouria
pola nafas cairan cedera
gas Kapasitas Adaptif
Kesalahan Gangguan Resiko
Intrakranial
RR , Batuk tdk interpretasi mobilitas infeksi
Gangguan
hiperpneu, efektif, Resiko eliminasi fisik
hiperventil- ronchi, Resiko perfusi Gangguan hipovole urine
asi RR serebral tidak
persepsi mia
efektif
sensori
Pola nafas Bersihan jalan
tdk efektif nafas tdk Defisit nutrisi
efektif
6. KOMPLIKASI
Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan hematoma
intrakranial, edema serebral progresif, dan herniasi otak
a. Edema serebral dan herniasi
Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK pada
pasien yang mendapat cedera kepala, puncak pembengkakan yang
terjadi kira kira 72 jam setelah cedera. TIK meningkat karena
ketidakmampuan tengkorak untuk membesar meskipun peningkatan
volume oleh pembengkakan otak diakibatkan trauma..
b. Defisit neurologik dan psikologik
Pasien cedera kepala dapat mengalami paralysis saraf fokal seperti
anosmia (tidak dapat mencium bau bauan) atau abnormalitas gerakan
mata, dan defisit neurologik seperti afasia, defek memori, dan kejang
post traumatic atau epilepsy.
c. Komplikasi lain secara traumatic :
1) Infeksi sitemik (pneumonia, ISK, sepsis)
2) Infeksi bedah neurologi (infeksi luka, osteomielitis, meningitis,
ventikulitis, abses otak)
3) Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi sendi)
d. Komplikasi lain:
1) Peningkatan TIK
2) Hemorarghi
3) Kegagalan nafas
4) Diseksi ekstrakranial

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium khusus, tetapi untuk memonitoring
kadar O2 dan CO2 dalam tubuh di lakukan pemeriksaan AGD adalah
salah satu test diagnostic untuk menentukan status respirasi..
b. CT-scan : mengidentifikasi adanya hemoragik dan menentukan
pergeseran jaringan otak.
c. Foto Rontgen : Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur)
perubahan struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
d. MRI : sama dengan CT-scan dengan/ tanpa kontras.
e. Angiografi serebral : menunjukan kelainan sirkulasi serebral,
perdarahan.
f. Pemeriksaan pungsi lumbal: mengetahui kemungkinan perdarahan
subarahnoid
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
Umum
a. Airway  
1) Pertahankan kepatenan jalan nafas
2) Atur posisi : posisi kepala flat dan tidak miring ke satu
sisi untuk mencegah penekanan/bendungan pada vena jugularis
3) Cek adanya pengeluaran cairan dari hidung, telinga
atau mulut 
b. Breathing  
1) Kaji pola nafas, frekuensi, irama nafas, kedalaman
2) Monitoring ventilasi : pemeriksaan analisa gas darah, saturasi
oksigen 
c. Circulation  
1) Kaji keadaan perfusi jaringan perifes (akral, nadi capillary rafill,
sianosis pada kuku, bibir)
2) Monitor tingkat kesadaran, GCS, periksa pupil, ukuran, reflek
terhadap cahaya
3) Monitoring tanda – tanda vital
4) Pemberian cairan dan elektrolit
5) Monitoring intake dan output

Khusus
a. Konservatif    :    Dengan pemberian manitol/gliserin, furosemid,
pemberian steroid
b. Operatif    :    Tindakan kraniotomi, pemasangan drain, shuting
prosedur
c. Monitoring tekanan intrakranial    :    yang ditandai dengan sakit kepala
hebat, muntah proyektil dan papil edema
d. Pemberian diet/nutrisi
e. Rehabilitasi, fisioterapi
Prioritas Keperawatan
a. Memaksimalkan perfusi/fungsi serebral
b. Mencegah/meminimalkan komplikasi
c. Mengoptimalkan fungsi otak/mengembalikan pada keadaan sebelum
trauma
d. Meningkatkan koping individu dan keluarga
e. Memberikan informasi
Kebutuhan sehari-hari :
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadreplegia,
ataksia cara berjalan tak tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera
(tauma) ortopedi, kehilangan tonus otot, otot spastic
b. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan
frekuensi jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi dengan bradikardi,
disritmia
c. Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau
dramatis)
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi
dan inpulsif
d. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan
fungsi
e. Makanan/Cairan
Gejala : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera
Tanda : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur
keluar, disfagia)
f. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian.
Vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling, baal pada
ekstermitas. Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya,
diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotofobia.
g. Gangguan pengecapan dan juga penciuman.
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status
mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan
masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata,
ketidakmampuan mengikuti.
Kehilangan pengindraan, spt: pengecapan, penciuman dan
pendengaran.
Wajah tidak simetris, genggaman lemah, tidak seimbang, reflek tendon
dalam tidak ada atau lemah, apraksia, hemiparese, quadreplegia,
postur (dekortikasi, deserebrasi), kejang. Sangat sensitive terhadap
sentuhan dan gerakan, kehilangan sensasi sebagian tubuh, kesulitan
dalam menentukan posisi tubuh
h. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda,
biasanya lama
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri
yang hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih.
i. Pernafasan
Tanda : Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh
hiperventilasi). Napas berbunyi, stridor, tersedak. Ronkhi, mengi positif
(kemungkinan karena respirasi)
j. Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan.
k. Kulit: laserasi, abrasi, perubahan warna, spt “raccoon eye”, tanda battle
disekitar telinga (merupakan tanda adanya trauma). Adanya aliran
cairan (drainase) dari telinga/hidung (CSS).
l. Gangguan kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang,
kekuatan secara umum mengalami paralysis. Demam, gangguan
dalam regulasi suhu tubuh.
m. Interaksi Sosial
Tanda : Afasia motorik dan sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang
ulang, disartris, anomia.
n. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Penggunaan alcohol/obat lain

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Penurunan kapasitas adaptif intracranial b.d edema serebral
b. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
c. Resiko infeksi b.d efek prosedur invasif

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan dan kriteria
No Intervensi
Keperawatan hasil
1 Penurunan SLKI: Pemantauan Tekanan Intrakranial
kapasitas adaptif Kapasitas Adaptif Observasi
Intrakranial 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK
intracranial b.d
( mis. Lesi menempati ruang, gangguan
edema serebral Setelah dilakukan metabolisme, edema serebral,
tindakan peningkatan tekanan vena)
keperawatan selama 2. Monitor peningkatan TD
….x 24 jam, klien 3. Monitor pelebaran tekanan nadi (TDS
mampu men-capai : dan TDD)
Kapasitas Adaptif 4. Monitor penurunan tingkat kesadaran
Intrakranial dengan 5. Monitor tekanan perfusi serebral
indikator : Terapeutik
1. Tingkat 1. Ambil sampel drainase CSS
kesadaran 2. Pertahankan posisi kepala dan leher
(menurun- netral
meningkat) 3. Atur interval pemantauan sesuai kondisi
2. Sakit kepala pasien
(meningkat- Edukasi
menurun) 1. Jelaskan tujuan dan prosedur
3. Gelisah pemantauan
(meningkat- 2. Informasikan hasil pemantauan
menurun)
4. Muntah
(meningkat-
menurun)
5. Tekanan darah
(memburuk-
membaik)
6. Pola napas
(memburuk-
membaik)
·
2 Nyeri akut b.d SLKI: Manajemen nyeri
agen pencedera1.  Tingkat Nyeri 1.Observasi
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
fisik
Setelah dilakukan frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
asuhan keperawatan 2. Identifikasi skala nyeri
selama …. x 24 jam, 3. Identifikasi respons nyeri non verbal
klien dapat : 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
tingkat nyeri, dengan memperingan nyeri
indikator: 5. Monitor efek samping penggunaan
1. Keluhan nyeri analgesic
(meningkat- Terapeutik
menurun) 1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
2. Meringis mengurangi rasa nyeri (mis, TENS,
(meningkat- hypnosis, akupresur, terapi music)
menurun) 2. Kontrol lingkungan yang memperberat
3. Gelisah nyeri (mis, suhu ruangan, pencahayaan,
(meningkat- kebisingan)
menurun) 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Muntah Edukasi
(meningkat- 1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
menurun) nyeri
5. Mual (meningkat- 2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
menurun) 3. Anjurkan menggunkan analgesic secara
6. Frekuensi nadi tepat
(memburuk- 4. Anjurkan teknik nonfarmakologis untuk
membaik) mengurangi rasa nyeri
7. Pola nafas Kolaborasi
(memburuk- 1. Kolaborasi pemberian analgesic, jika perlu
membaik) 2
8. Tekanan darah
(memburuk-
membaik)
  
3 Resiko infeksi b.d SLKI : NIC : perawatan luka dan pertahanan kulit
efek prosedur 1.  Observasi lokasi terjadinya kerusakan
Integritas kulit dan
invasif integritas kulit
jaringan
2.  Kaji faktor resiko kerusakan integritas
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan kulit
selama …. x 24 jam, 3.  Lakukan perawatan luka
klien dapat :
4.   Monitor status nutrisi
Integritas kulit dan
jaringan, dengan 5.   Atur posisi klien tiap 1 jam sekali
indikator: 6.   Pertahankan kebersihan alat tenun
1. Kerusakan
lapisan kulit
(meningkat-
menurun
2. Nyeri (meningkat-
menurun)
3. Perdarahan
(meningkat-
menurun)
4. Kemerahan
(meningkat-
menurun)
5. Hematoma
(meningkat-
menurun)
6. Hematoma
(meningkat-
menurun)
7. Jaringan parut
(meningkat-
menurun)
1.  
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer. 2013. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius

Brunner & Suddart . 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Carolyn M. Hudak. 2011. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII.
Volume II. Alih Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC

Carpenito, L.J. 2011. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan dan Masalah
Kolaborasi. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Corwin, E.J. 2010. Handbook of Pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta:
EGC

Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia SDKI (SLKI & SIKI). 2018-2019. Jakarta:
PPNI

Price, S.A. & Wilson, L.M. 2012. Pathophysiology : Clinical Concept of Disease
Processes. 4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC

Sandra M. Nettina. 2010. Pedoman Praktik Keperawatan, Jakarta: EGC

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2013. Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical –
Surgical Nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC

Suyono, S, et al. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai